Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175719 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farah Devi
"Munculnya pelbagai problematika pertanahan terkait persediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum mendorong pemerintah untuk mencari alternatif solusi kebijakan pertanahan yang terpadu yaitu Bank Tanah. Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut, maka tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah konsep Bank Tanah dan bagaimanakah penerapan konsep Bank Tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditinjau dari konsep hukum pertanahan di Indonesia. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder yang dilengkapi wawancara dengan narasumber sebagai data pendukungnya. Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsep Bank Tanah merupakan solusi mengatasi masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum apabila ditinjau dari konsep hukum pertanahan di Indonesia. Bank Tanah merupakan kegiatan pemerintah untuk menyediakan tanah yang dialokasikan penggunaannya di masa mendatang, tergantung tujuan pengambilalihan tanahnya. Kewenangan pemerintah dalam Bank Tanah muncul dari konsep Hak Menguasai Negara yang dibatasi oleh fungsi sosial tanah. Menurut konsep hukum pertanahan di Indonesia, Bank Tanah merupakan bagian kebijakan dalam pembaruan agraria, bagian dari aspek penataan ruang, kebijakan penanganan tanah terlantar, serta sebagai kerja sama antar sektor pembangunan dalam rangka pengadaan tanah. Guna dapat menerapkan Bank Tanah di Indonesia, negara perlu menyesuaikan aspek kelembagaan, tujuan, kewenangan dan pembiayaan ke dalam konsepsi Bank Tanah Umum Publik.

The emergence of various land-related problems based on needs of land supply for development for public purposes encourages the government to look for alternative solutions that integrated land policy which is the Land Bank. Based on problem identifications, the purpose of this thesis is to determine how Land Bank concept is applicated in general and used as land acquisition techniques for public purposes judging from land law concept in Indonesia. This thesis uses the method of normative-legal research method with secondary data sources include interviews with informants as supporting data. This research concluded that the concept of the Land Bank is a solution to overcome land acquisition issues for public purposes judging from the concept of land law in Indonesia. Land Bank is a government activity to provide the allocated land to use in the future, depending on the purpose of land acquisition. Government?s authority in Land Bank concept is based on the state control concept bordered by the social function of land. According to land law concept in Indonesia, the Land Bank is part of the agrarian reform policy, part of state spatial planning, part of abandoned-land management policies, as well as part of cooperation between sectors of development in order to perform land acquisition for public purposes. In order to implement the Land Bank concept in Indonesia, the state needs to adjust to the institutional aspects, objectives, authorities and funding into the conception of General Public Land Bank.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Margaretha Hasianna
"Penelitian ini menganalisis kedudukan bank tanah sebagai pemegang hak pengelolaan tanah ditinjau dari hak menguasai negara dan hak bangsa Indonesia serta  prospek bank tanah di Indonesia dibandingkan dengan negara  Belanda dan Perancis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui studi dokumen untuk mendapatkan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep bank tanah dalam pengelolaan aset tanah negara diharapkan dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Landasan hukum penerapan konsep bank tanah dapat ditemukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945 dan UUPA, yakni hak menguasai negara dan hak bangsa Indonesia. Penyelenggaraan Bank Tanah harus dilakukan secara independen dengan tetap mengacu pada hukum positif dan kebijakan pertanahan di Indonesia. Bank Tanah di Indonesia tidak boleh dilaksanakan oleh pihak swasta dan harus berasaskan keterbukaan, akuntabilitas dan non-profit oriented. Prospek Bank Tanah yang menguasai tanah hak pengelolaan harus selaras dengan politik pertanahan dalam konstitusi dan UUPA. Contoh Praktik di Belanda dan Perancis  bertujuan untuk pembangunan perumahan dan membantu para petani dengan cara jual beli tanah, sewa menyewa, dan konsolidasi tanah dapat menjadi prospek Bank Tanah di Indonesia. Saran dalam penerapan Bank Tanah ke depannya Pemerintah sekiranya dapat membuat prioritas utama diantara dua pilihan yaitu dalam rangka mewujudkan tujuan konstitusi  dan harus mempelajari pelaksanaan  Bank Tanah seperti yang telah dilakukan oleh negara Belanda dan Perancis.

This study analyzes the position of the land bank as the holder of land management rights in terms of state control rights and the rights of the Indonesian nation as well as the prospects of land banks in Indonesia compared to the Netherlands and France. This research uses normative juridical research methods through document studies to obtain secondary data. The results of this study indicate that the concept of a land bank in managing state land assets is expected to create social justice for all Indonesian people. The legal basis for the application of the land bank concept can be found in Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and the UUPA, namely the right to control the state and the rights of the Indonesian people. The operation of the Land Bank must be carried out independently by still referring to positive law and land policies in Indonesia. Land Banks in Indonesia should not be implemented by the private sector and must be based on openness, accountability and non-profit oriented. The prospect of a Land Bank controlling land with management rights must be in line with land politics in the constitution and the Agrarian Law. Practice examples in the Netherlands and France are aimed at helping farmers by buying and selling land, leasing, and consolidating land, which can be a prospect for Land Banks in Indonesia. Suggestions for implementing the Land Bank in the future, if the Government can make the main priority between two options, namely in order to realize the constitutional objectives and must study the implementation of the Land Bank as has been done by the Netherlands and France."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Ismiati
"Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sangat rawan dalam pelaksanaannya karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sedangkan proses pengadaan tanah dalam hal pembebasan tanah tidak akan terlepas dari masalah ganti rugi, oleh karena itu dalam menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi harus dilakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan dan tidak dibenarkan adanya paksaan.
Dalam pembebasan tanah untuk pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Panitia Pengadaan Tanah dalam musyawarah telah menetapkan ganti rugi dalam bentuk uang, sedangkan musyawarah dilakukan hanya untuk menetapkan besarnya saja. Sehingga dalam pelaksanaannya terdapat pemilik yang keberatan dengan ganti rugi dalam bentuk uang dan menuntut ganti rugi dalam bentuk tanah pengganti.
Dari latar belakang tersebut, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi penentuan pemberian ganti rugi kepada masyarakat dalam rangka pengadaan tanah untuk digunakan sebagai TPA Cipeucang Tangerang Selatan, apabila dikaitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa musyawarah penentuan pemberian ganti rugi tidak dilakukan secara konsekuen karena masyarakat tidak diberikan pilihan bentuk ganti rugi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 sehingga terdapat pemilik yang keberatan menerima ganti rugi dalam bentuk uang.
Disarankan agar untuk pengadaan tanah selanjutnya, Panitia Pengadaan Tanah dapat melakukan musyawarah untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi secara konsekuen, tanpa ada paksaan serta memberi ganti rugi dengan memperhatikan faktor-faktor sosial dan ekonomi masyarakat yang tanahnya dibebaskan.

Land acquisition for the development for public interest is highly vulnerable on its implementation as it is strongly related to public livelihood concern. The land acquisition process itself in terms of land relinquishment, however, will never be apart of compensation matter. Consequently, it shall be discussed in setting form and value of the compensation to reach out agreement and any coercion is prohibited.
In the land acquittalaimed for landfill project of Cipeucang by the Local Government of South Tangerang, the Land Acquisition Committee, in the discussion, had stipulated the compensation in the form of cash, whereas the discussion was carried out to set the value only. In consequence, as it is implemented there was objection from the land lords on the form of cash and they demanded the compensation in the form of substituted land.
Build upon this background, it is deemed necessary to conduct some research to answer the question of how the setting of compensation to the public was implemented in terms of land acquisition aimed for landfill of Cipeucang, South Tangerang, associated with the Regulation of the President of the Republic of Indonesia Number 65 of 2006.
The research result reveals that the discussion of setting the compensation was not consequently conducted because the community was not given options regarding to the compensation forms as stipulated in the Regulation of the President of the Republic of Indonesia Number 65 of 2006 and it resulted objection from the land owners on compensation in the form of cash.
It is suggested for the future, the Land Acquisition Committee could consequently discuss to set the form and value of compensation, without any coercion and give compensation by considering social and economic factors of the community whose land is acquitted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieke Lianadevi Tukgali
"Disertasi ini membahas mengenai fungsi sosial dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Asas fungsi sosial yang terdapat pada Pasal 6 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), yakni semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanah tersebut dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Tetapi tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum/kepentingan masyarakat.
Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling mengimbangi. Asas fungsi sosial ini tidak akan berubah, akan tetap saja. Namun penafsiran menjadi berubah-ubah tergantung pada kebijaksaan pemerintah. Dalam perlindungan hukumnya, pengadaan tanah untuk kepentingan umum secara wajib telah ada yaitu dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961, namun secara sukarela hanya dalam bentuk Peraturan Presiden saja, yaitu terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 20005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, yang tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 digunakan hanya sekali saja, sedang selain ini tetap digunakan pengadaan tanah secara sukarela, walaupun pelaksanannya secara wajib, yakni dengan musyawarah semu, dengan cara intimidasi.
Dengan teori Utilitarianisme Jeremy Bentham untuk kepastian hukum dengan memandang nilai kemanfaatan serta teori Utilitarianisme Jhering, penulis mencoba mencari jawaban fungsi sosial dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yakni keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan umum yang diselaraskan dalam fungsi sosial hak atas tanah.

The following dissertation is outlining about the social functions in respect to land procurement for public interest purposes. The fundamental of social function in the Article 6 of Law no 5 of 1960 (UUPA), defines that all land rights have its social function, meaning that the rights of any lands which attached to individual shall be used for public interest, and shall not be used for individual interest. Such definition does not mean that the individual interest will be urged by the public interest. Each public and individual interest shall be well-balanced.
Nevertheless, such fundamental will never be changed, and must be fixed no matter what, but the definition can be varied depending on the Government Policy. In legal protection context, the principle of procurement land for public interest purposes has already been formed and governed in the Law No. 20 of 1961, and lastly governed in the Presidential Regulation no.36 of 2005 juncto Presidential Regulation No.65 of 2006, which had no juridiction. However, The law no.20 of 1961 was only implemented once, apart from that, the common procedure of procurement land still accomplished voluntarily by holding apparent conferences and discussions, and by conducting intimidation.
By considering the benefit value and applying Jeremy Bentham Utilitarianism theory to seek legal certainty, as well as applying Jhering Utilitarianism theory, the writer trying to find the answer of social functions in respect to land procurement for public interest purposes, that is to harmonize between individual and public interest in accordance to social functions itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
D1133
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Hafidzy Tawakal
"Saat ini, pemerintah sedang gencar dalam membangun Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dalam negeri. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu aspek terpenting dalam pembangunan PSN adalah ketersediaan tanahnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tanah untuk pembangunan PSN, cara utama yang digunakan oleh pemerintah adalah dengan melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Penelitian ini membahas tentang bagaimana kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada Proyek Strategis Nasional (PSN), khususnya setelah diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja dan bagaimana implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, yaitu melalui studi kepustakaan baik terhadap peraturan perundang-undangan maupun sumber literatur lainnya. Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya membawa beberapa pengaturan baru terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang memberikan dampak signifikan dalam kemudahan pembangunan PSN. Namun, pengaturan pengadaan tanah baru tersebut menimbulkan permasalahan karena terdapat pengaturan yang bertentangan dengan esensi pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang seharusnya. Dalam pelaksanaannya, kemudahan yang diberikan untuk pengadaan tanah PSN tidak selamanya berjalan dengan baik. Seringkali pelaksanaan  pengadaan tanah PSN mendapatkan penolakan yang besar dari masyarakat. Hal tersebut karena kemudahan pengadaan tanah yang diberikan justru mengesampingkan hak-hak masyarakat dan bahkan mengesampingkan aspek keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, pengadaan tanah PSN sudah seharusnya dilakukan dengan merujuk pada esensi pengadaan tanah seharusnya. Dengan begitu, hak-hak dari masyarakat yang terdampak dapat terjamin dan kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. 

Currently, the government is intensively promoting National Strategic Projects (PSN) to meet domestic infrastructure needs. One of the most critical aspects of PSN development is the availability of land. To fulfill land requirements for PSN development, the primary method employed by the government is land acquisition for public interest. This research examines the policies surrounding land acquisition for public interest in the context of National Strategic Projects (PSN), particularly after the enactment of the Omnibus Law (Job Creation Law), and evaluates the implementation of these policies. The research adopts a doctrinal method, utilizing a literature-based approach by analyzing statutory regulations and other relevant sources. The Job Creation Law and its derivative regulations introduce several new provisions related to land acquisition for public interest, significantly facilitating the development of PSN. However, these new regulations pose challenges as some provisions conflict with the fundamental principles of land acquisition for public interest. In practice, the ease provided for PSN land acquisition does not always proceed smoothly. Frequently, the implementation of PSN land acquisition faces strong resistance from the public. This resistance arises because the ease of land acquisition often disregards community rights and even neglects environmental sustainability aspects. Therefore, PSN land acquisition should adhere to the essence of proper land acquisition. By doing so, the rights of affected communities can be safeguarded, and public welfare can be improved. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Yumarni
"Suksesi perwakafan salah satunya berada pada nazhir wakaf selaku pengelola dan penjaga harta benda wakaf. Fokus kajian disertasi ini tentang profesionalitas nazhir perseorangan sebagai perwujudan konsep amanah (trust) dalam perwakafan tanah di Indonesia. Sebaran tanah wakaf di Indonesia mencapai angka 435 juta m2 (meter persegi). Sebahagian besar tanah tersebut dalam pengelolaan nazhir perseorangan, selebihnya dikelola nazhir organisasi dan nazhir badan hukum. Secara umum, tanah wakaf diperuntukkan bagi kepentingan masjid, musala, madrasah, makam atau disebut dengan wakaf tradisional. Meskipun tradisional, idealnya penyelenggaraan wakaf tersebut mampu mencapai nilai kemanfaatan dan produktifitas sebagaimana model pengelolaan wakaf kontemporer di Indonesia saat ini. Disertasi ini mengkaji filosofi amanah (trust) dalam profesionalitas nazhir sebagaimana prinsip wakaf dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia. Selanjutnya mengkaji pengelolaan dan pengaturan wakaf di Indonesia, merumuskan model pemberdayaan berkelanjutan nazhir perseorangan, dan mengkaji strategi peran negara dalam pemberdayaan nazhir perseorangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan kajian terhadap prinsip, konsep-konsep hukum, dan teori hukum yang berkembang dalam Hukum Islam berkaitan dengan wakaf dan pengaturannya di Indonesia. Hasil kajian menyimpulkan bahwa sikap amanah bernilai sangat fundamental dan berada dalam ruang/dimensi transendental. Adapun profesionalitas berada dalam ruang horizontal. Amanah yang melekat pada nazhir perseorangan dimanifestasikan dalam perilaku dan akhlak terpuji, seperti sifat bertanggung jawab, ikhlas, jujur, dan adil dalam menjalankan profesinya. Profesionalitas secara langsung tercermin pada pribadi nazhir yang amanah sebagai wujud suatu komitmen dan semangat nazhir yang menyadari tanggungjawabnya. Legalisasi perwakafan ke dalam UU Wakaf merupakan hasil ijtiha>d yang beranjak dari tradisi masyarakat Indonesia, yaitu al-‘Urf. Hasil penelitian ini menawarkan model pemberdayaan nazhir melalui pemetaan/kategorisasi nazhir perseorangan kepada 4 (empat) tipe, yang berdampak terhadap strategi otoritas dalam pembinaan dan pemberdayaan nazhir perseorangan.

Nazhir is one of the succession of waqf, as the manager and custodian of the waqf property. The focus of this study is on the professionalism of individual nazhir as the embodiment of the concept of trust on land waqf in Indonesia. The distribution of waqf land in Indonesia has reached 435 million m2 (square meters). Most of the land is managed by individual nazhir, the rest is managed by organizational nazhir and legal entity nazhir. In general, waqf land is intended for the benefit of mosques, prayer rooms, madrasas, graves which is called traditional waqf. Even though it is traditional, the waqf organization is able to achieve benefit value and productivity as the contemporary waqf management model in Indonesia today. This dissertation examines the philosophy of Amanah (trust) in the Nazhir professionalism as the waqf principle in Islamic Law and Indonesian Positive Law. Furthermore, it examines the management and regulation of waqf in Indonesia, formulates a sustainable model for individual nazhir empowerment, and examines the strategy of the state's role in empowering individual nazhir. This study uses a qualitative research method by conducting a study of the principles, legal concepts, and legal theories that have developed in Islamic law relating to waqf and its arrangements in Indonesia. The results of the study conclude that the attitude of trust is very fundamental and it is at transcendental space/dimension. The professionalism is in the horizontal space. The mandate inherent in individual nazhir is manifested in commendable behavior and morals, such as being responsible, sincere, honest, and fair in carrying out their profession. Professionalism is reflected directly in Nazhir's trustworthy personality as a manifestation of Nazhir's commitment and spirit who is aware of his responsibilities. The legalization of waqf into the Waqf Law is the result of ijtihad which departs from the tradition of the Indonesian people, namely al-'Urf. The results of this study offer a model of nazhir empowerment through mapping/categorizing of individual nazhir into 4 (four) types, which have an impact on the authority's strategy in fostering and empowering individual nazhir."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Fakhira
"Pemilikan hak atas tanah di Indonesia memandatkan kepada pemiliknya untuk memiliki tanah secara yuridis dan menguasainya secara fisik. Akan tetapi, pada faktanya pemilikan hak atas tanah dan penguasaan secara fisik dapat dilakukan oleh 2 (dua) subjek yang berbeda. Penguasa fisik dalam hal ini memanfaatkan dan menikmati tanah, padahal ia bukanlah pemilik hak atas tanah. Secara normatif, Indonesia tidak mengenal pemisahan pemilikan hak atas tanah secara yuridis dan penguasaan secara fisik. Hal ini berbeda dengan di Inggris yang mengakui pemilikan secara yuridis dan secara fisik tersebut. Inggris menerapkan konsep trust yang membuat pemilikan tanah dapat dipisah, yaitu pemilikan secara hukum (legal right) yang dipegang oleh trustee dan pemilikan manfaat (equitable right) yang dipegang oleh beneficial owner. Hak penguasaan secara fisik oleh beneficial owner ini tidak didaftarkan, namun tetap dilindungi oleh hukum dan equity apabila tanah yang dihuni hendak dijual atau dialihkan. Selain itu, pembeli tanah yang hendak membeli tanah yang di atasnya terdapat beneficial owner pun juga terlindungi melalui konsep overreaching. Skripsi ini membahas 2 (dua) hal, yaitu: (1) pengaturan beneficial owner dalam konteks pertanahan di Indonesia; dan (2) fisibilitas penerapan overreaching untuk melindungi kepentingan pembeli tanah dan penguasa fisik tanah. Penelitian terhadap 2 (dua) masalah tersebut dianalisis menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum. Indonesia pada hakikatnya tidak mengenal konsep beneficial owner dalam konteks pertanahan. Akan tetapi, nuansanya dapat dilihat dari beberapa pengaturan hak terhadap tanah. Terakhir, konsep overreaching dari Inggris dapat diterapkan di Indonesia mengingat diaturnya pranata serupa trust dalam KUHPerdata dan dianutnya asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding beginsel). Perlu adanya penyesuaian apabila konsep overreaching ini diadopsi ke dalam hukum Indonesia sehingga esensi dan semangat perlindungan overreaching dapat tercipta

Land ownership in Indonesia mandates the owner to own the land juridically and possess it physically. However, in fact the ownership of land rights and physical possession can be vested in 2 (two) different subjects. The subject who is vested the physical right utilizes, benefits, and enjoys the land, notwithstanding s/he is not the legal owner of the land. By law, Indonesia does not recognize the separation of the land ownership which is different in the UK that is recognized the land ownership legally and physically. The UK applies the concept of trust that makes land ownership separateable, i.e. legal rights held by trustees and equitable rights held by beneficial owners. The right of physical possession by the beneficial owner is not registered but is still protected by law and equity if the land occupied is to be sold or transferred. In addition, land buyers who want to buy land on which there is a beneficial owner are also protected through the concept of overreaching. This thesis discusses 2 (two) things, namely: (1) beneficial owner arrangements in the context of land in Indonesia; and (2) the feasibility overreaching to protect the interests of land buyers and physical landlords. Research on these 2 (two) problems was analyzed using normative juridical methods with a comparative legal approach. Indonesia basically does not recognize the concept of beneficial owner in the context of land. However, the nuances can be seen from several arrangements for land rights, considering that Indonesia adheres to the principle of horizontal separation (horizontale scheiding beginsel). Lastly, the concept of overreaching from the UK can be applied in Indonesia taking into account the regulation of trust-like is stipulated in the Civil Code. An adjustment is needed if the concept of overreaching is adopted into Indonesian law so that the essence and spirit of overreaching protection can be created."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernanda Akbar Budiman
"Berkaitan eratnya kepemilikan tanah dengan fungsi sosial atas tanah, mengandung arti pemegang hak atas tanah memiliki kewajiban untuk menggunakan maupun memanfaatkan tanahnya dengan tetap memperhatikan kepentingan umum. Seperti kejadian yang terjadi pada Kabupaten Langsa di Aceh diketahui PTPN I karena berdasarkan pertimbangan Hakim, ganti rugi yang diberikan kepada PTPN I sudah adil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana ketentuan dan prosedur yang berlaku untuk Lembaga Penilai Publik mengenai pemberian ganti rugi pada pengadaan tanah guna kepentingan umum sesuai Putusan Mahkamah Agung Nomor 1551 K/Pdt/2021 dan Bagaimana perhitungan ganti kerugian pada pengadaan tanah sesuai studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1551 K/Pdt/2021 ditinjau dari metode penilaian yang digunakan sesuai standar yang berlaku di Indonesia.  Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Cara memperoleh data sekunder dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan alat memperoleh data berupa studi dokumen. Metode pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Analisis data menggunakan metode kualitatif, disajikan secara deskriptif analitis, dan metode penarikan kesimpulan dilakukan secara induksi. Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwasanya Peraturan perundangan besarta peraturan pelaksanaanya di Indonesia yang menjadi dasar pengadaan tanah mengalami beberapa kali perubahan serta Prinsip pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum agar kemanfaatanya dirasakan oleh seluruh rakyat harus memenuhi sebagaimana ketentuan terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Dalam penerapan penilaian Ganti Kerugian nilai fisik, Penilai melakukan penilaian berbasis nilai pasar. Disini, Penilai memiliki beberapa alternatif pendekatan dalam menghitung nilai tanah. Di antaranya, pendekatan pasar (market approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan biaya (cost approach), dan metode atau teknik penilaian tanah lain yang sesuai.

The close relationship between land ownership and the social function of land implies that landowners have an obligation to use and utilize their land while considering public interests. An example of this is the situation in Langsa Regency, Aceh, where PTPN I (state-owned plantation company) received fair and lawful compensation based on the judge's considerations. The research problem formulation in this study is twofold: firstly, what are the provisions and procedures applicable to Public Appraisal Institutions regarding compensation for land acquisition for public purposes according to the Supreme Court Decision Number 1551 K/Pdt/2021? Secondly, how is the calculation of losses in land acquisition according to the case study of Supreme Court Decision Number 1551 K/Pdt/2021, considering the assessment methods used in accordance with prevailing standards in Indonesia? This study adopts a normative legal research approach. Secondary data is obtained through literature review and document studies. The problem-solving methods include legislative approach, case approach, and conceptual approach. The data analysis is qualitative, presented descriptively analytically, and conclusions are drawn through induction.The study concludes that the legislation and its implementing regulations in Indonesia, serving as the basis for land acquisition, have undergone several changes. The principles of land acquisition for development for public purposes, for the benefit of the entire population, must adhere to the latest regulations, particularly Law Number 2 of 2012. Regarding the application of the Compensation Assessment for physical value, the Appraiser conducts market-based assessments, considering various approaches such as market approach, income approach, cost approach, and other relevant land assessment methods or techniques."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Yogie Purnama
"Pada saat ini kepemilikan hak atas tanah di Indonesia bukan hanya bertujuan untuk keperluan rumah tinggal dan tempat usaha saja, melainkan untuk keperluan investasi bagi para investor baik investor lokal maupun investor asing. Pengaturan mengenai kepemilikan hak atas tanah di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, baik kepemilikan oleh perorangan, badan, maupun kepemilikan oleh pihak asing. Namun dengan alasan ingin mempermudah mendapat keuntungan lebih, dan hal lainnya yang bersifat menguntungkan dalam proses kepemilikan hak atas tanah di Indonesia, ada saja celah yang digunakan oleh para pihak, dalam hal ini pihak asing, untuk memiliki hak atas tanah yang tidak sesuai dengan yang seharusnya ada di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Salah satunya dengan perjanjian Nominee. Singkatnya, perjanjian Nominee adalah perjanjian yang biasa dilakukan oleh para pihak asing dengan pihak Nominee, pihak Nominee itu sendiri yaitu orang berkewarganegaraan Indonesia yang dipinjam namanya untuk memiliki suatu hak atas tanah. Perlindungan notaris dalam hal ini menjadi sangat penting untuk dikaji lebih dalam terutama adanya kemungkinan pihak asing dan pihak Nominee membuat perjanjian Nominee dalam bentuk akta-akta otentik berupa akta pengakuan hutang, surat kuasa menjual, perjanjian pengikatan jual beli, surat pernyataan, dan lainnya. Perjanjian –perjanjian tersebut secara formil bisa saja terlihat benar menurut hukum seperti tidak melanggar aturan, namun secara materiil tidak dapat dibenarkan, kemudian pada prakteknya notaris bisa saja tidak mengetahui adanya pemindahan kempemilikan hak atas tanah secara terselubung kepada pihak asing yang jelas merupakan penyelundupan hukum .

Nowadays, the land rights ownership in Indonesia is not only aiming for the purposes of residential or business premises only, but rather for an investment purposes owned by both local and foreign investor. The regulation of land rights ownership in Indonesia has already set in the Law Number 5 of 1960 regarding Land, either the individual, corporate entities, or foreign party ownership. However, with an aim for getting more profit easier, or getting anything more profitable on the process of land rights ownership in indonesia, there's always been some loopholes used by the parties, in this case the foreign parties, to get a land rights ownership which is not in accordance with the Law Number 5 of 1960 regarding Land. One of them is called the nominee agreement. Given this, nominee agreement is an agreement entered by a foreign party with a nominee, an indonesian citizen whose name being used to hold a land rights ownership. The protection for public notaries becoming very important to be studied profoundly then, primarily with a possibility of a nominee agreement made by the foreign and nominee party in a form of authentic deeds as debt acknowledgement, turn over procuration, sale and purchace agreement, statement letter, and others. Those agreements could be seen as formally right without any violation under such laws, but is materially unjustified indeed, and in practice the notary may not be aware of any land rights ownership substitution to a foreign party which is shrouded and actually an act of smuggling laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gufi Laura Patricia
"Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang disusun untuk menganalisis penggunaan konsep nominee agreement dalam kepemilikan tanah maupun saham oleh Warga Negara Asing di Indonesia. Dimana di dalam kepemilikan tanah, Pasal 21 ayat (1) jo Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa selain Warga Negara Indonesia dilarang memiliki suatu Hak Milik dengan apapun caranya. Sedang dalam kepemilikan saham, terdapat batasan Warga Negara Asing untuk menguasai saham dan kegiatan usaha yang tertutup bagi penanam modal asing. Batasan ini memicu adanya praktik konsep nominee agreement di Indonesia sebagai bentuk penyelundupan hukum, dimana Warga Negara Asing sebagai beneficiary meminjam nama Warga Negara Indonesia sebagai nominee untuk memperoleh hak atas tanah/saham. Sehingga hasil penelitian ini adalah terdapatnya permasalahan hukum karena konsep nominee agreement dilarang dalam sistem hukum di Indonesia. Beberapa putusan pengadilan pun menyatakan nominee agreement batal demi hukum karena perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat objektif sahnya suatu perjanjian.

This research is qualitative with a descriptive design, to analyze the application of nominee agreement concept in stock and land ownership by foreigners in Indonesia. In land ownership, Article 21 paragraph (1) in conjunction with Article 26 paragraph (2) of the Basic Agrarian Law, besides Indonesian citizens are prohibited from owning a Freehold with any way. In stocks ownership, there are limitations for foreigner to possess stocks and business activities which are prohibited to foreign investors. Until finally these limits triggers the practice of the concept of nominee agreement in Indonesia as a form of smuggling law, whereby foreigner as beneficiary, borrow the name of an Indonesian citizen as a nominee to acquire land rights/shares. The result of this research is there are some new problems because of the concept of nominee agreement is prohibited in the legal system of Indonesia. Several court decisions also stated nominee agreement is null and void because the agreement does not qualify objective validity of an agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>