Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Muslim
"Pelaksanaan kampanye komunikasi transparansi informasi berawal dari dorongan situasi internal dan eksternal yang menuntut keterbukaan informasi publik untuk penyelenggaraan negara yang lebih baik. Fungsi PR Pemerintah dalam melaksanakan kampanye komunikasi tersebut dijalankan oleh Kemkominfo dengan menggunakan kekuatan dan potensinya sebagai lembaga yang kredibel, memiliki sumberdaya dan anggaran yang mendukung. Berdasarkan tahap perencanaan kampanye dari Gregory (2000), Kemkominfo telah melakukan perencanaan yang cukup baik. Perumusan panduan pesan, strategi, taktik dan analisis khalayak yang dilakukan sudah baik dan mampu diarahkan pada pencapaian tujuan yang efektif. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang dinilai masih kurang, diantaranya perumusan tujuan yang dilakukan terlalu melebar dan tidak fokus, tidak adanya tema kampanye sebagai dasar pembentukan variasi pesan, serta kurang detilnya perumusan waktu kampanye komunikasi.

Information Transparency Communication Campaign was started from the push of internal and external situation which demanding public information openness to support a good governance. Government PR function which is held by Ministry of Communication and Information Technology has shown strength and opportunity as a credible institution, with good human resources and sufficient budget. Based on campaign planning stages by Gregory (2000), Ministry of Communication and Informatics has made a good communication campaign plan. The message guideline, strategy, tactics and audience mapping were well-formulated, and could give strong impact to effectiveness of the campaign. But however, there are the things that should be improved. The goals formulation were too wide and unfocused, the campaign had no theme, and the time formulation were less-detailed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jhansen
"Tesis ini membahas dan menganalisis aspek transparansi Mahkamah Konsitusi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dimulai dari tahapan pendaftaran hingga pengucapan putusan dengan mendasari pada Perkara Nomor 29/PUU-V/2007, yang dilaksanakan dengan pelaksanaan agenda sidang tertutup. Tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Pasal 41 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah menerangkan bahwa pelaksanaan agenda persidangan harus dilaksanakan secara terbuka untuk umum, namun pada perkara tersebut Majelis Hakim menggunakan dasar diskresi untuk mengadakan sidang tertutup dari umum dengan landasan PMK Nomor 6 Tahun 2005 yang saat itu tidak mengatur mengenai pelaksanaan sidang tertutup untuk umum. Padahal berkaca pada ketentutan praktik hukum lainnya, melalui Pasal 48 Ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2021, seharusnya penutupan sidang dapat dilakukan bila menyangkut kerahasiaan negara, kesusilaan, maupun anak, namun atas sebab ketidakjelasan norma persoalan transparansi Mahkamah Konstitusi yang seharusnya dilaksanakan tanpa pengecualian pada perkara tersebut tidak dilaksanakan dengan instrumen diskresi yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi. Padahal aspek transparansi tidak hanya diwajibkan pada lembaga eksekutif maupun legislatif saja. Aspek transparansi merupakan bagian integral modernisasi badan peradilan negara, untuk terus memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Terlebih lagi ketentuan transparansi telah jelas harus dilaksanakan dari tahapan pendaftaran hingga pengucapakan putusan, sebagaimana yang tertuang dalam PMK Nomor 6 Tahun 2005 yang telah dicabut dan diubah dalam ketentuan PMK Nomor 2 Tahun 2021. Dengan demikian diskresi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada Perkara Nomor 29/PUU-V/2007 untuk melaksanakan agenda sidang tertutup merupakan intepretasi hakim yang berlawanan dengan Pasal 12 Ayat (2) PMK Nomor 6 Tahun 2005.

This thesis discusses and analyzes aspects of the transparency of the Constitutional Court in carrying out its duties and functions, starting from the registration stage to the pronouncement of the decision based on Case Number 29/PUU-V/2007, which was carried out with a closed trial agenda. This thesis uses doctrinal research methods. Article 41 Paragraph (1) of Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court has explained that the implementation of the trial agenda must be carried out openly to the public, however in this case the Panel of Judges used discretionary grounds to hold a trial closed to the public on the basis of PMK Number 6 of the Year 2005 which at that time did not regulate the holding of closed sessions to the public. Even though reflecting on other legal practice provisions, through Article 48 Paragraph (2) PMK Number 2 of 2021, the closing of the trial should be carried out if it concerns state secrecy, morality or children, but due to the unclear norms regarding the transparency of the Constitutional Court which should be implemented without exception in this case it was not carried out with the discretionary instruments possessed by the Constitutional Court. However, the transparency aspect is not only required by executive and legislative institutions. The transparency aspect is an integral part of the modernization of state judicial bodies, to continue to provide legal certainty to the public. Moreover, it is clear that transparency provisions must be implemented from the registration stage to the pronouncement of the decision, as stated in PMK Number 6 of 2005 which has been revoked and amended in the provisions of PMK Number 2 of 2021. Thus, the discretion of the Panel of Judges of the Constitutional Court in Case Number 29/PUU -V/2007 to carry out the closed trial agenda is the judge's interpretation which is contrary to Article 12 Paragraph (2) PMK Number 6 of 2005."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Nur Fitriani
"Penelitian inimerupakan penelitian yang mencoba menjelaskan peran suatu bagian dalam sebuah organisasi,dalam mencapai tujuan organisasi. Penelitian ini mengkaji peranan Hubungan Masyarakat (humas) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dengan mengacu pada pelaksanaan Undang-undang no. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik danbagaimana humas kementerian tersebut menerapkan beberapa hal yang diwajibkan dalam undang-undang demi tercapainya suatu konsep good governance.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan metode studi kasus yang menjadikan HumasKementerian PU sebagai objek penelitian. Pada pengumpulan data, penelitian ini menggunakan wawancara terhadap beberapa pihak yang berwenang dalam pengambilan keputusan strategis pada kinerja humas. Disamping itu peneliti menggunakan teori multi sistem dari Grunig sebagai alat analisis kinerja suatu kelompok atau organisasi.
Penelitian ini menemukan bahwa Humas Kementerian PU adalah tipe organisasi Sinkronis (synchronic) yang lebih mengutamakan respon masyarakat dari kebijakan yang sudah ditentukan. Disamping itu Humas Kementerian PU saat ini memiliki perilaku organisasi yang dikategorikan sebagai routine habit yang menjalankan program hanya sebatas rutinitas tanpa melakukan pencarian informasi yang lengkap. Sedangkan dari sisi anggota organisasi sebagian besar anggota Humas Kementerian PU saat ini bertipe routine habit yang bersifat pasif dan lebih bersifat menunggu arahan yang diberikandari atasan dibandingkan melakukan inisiatif tertentu.

This research conducted to explain how part of organization playing its role to reach out the organization?s aim. It trying to inspect the role of the public relations of Kementerian Pekerjaan Umum (PU) in applying the Act, which is UU no. 25 year 2009 about public services, and how they implemented compulsory Act in order to achieve good governance concept.
This research is a qualitative case study method and the public relations of Kementerian Pekerjaan Umum (PU) is the research object. Data collected by interviewing several official that have authorities in strategic decision-making in the public relations performances. Besides that, researcher using the Grunig?s theory of multi-system as organization?s analysis tools.
This research discover that they are a synchronic type organization, which means they accentuate responses from civilians about the policy that have been made before. At the same time, they have a fashion (so called ?routine-habit?) in running policy without digging any further complete information on how people responses. Meanwhile, this ?routine-habit? is also become a manner among organization?s member, lack of initiative and passively waiting for duty call.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gilang Widia
"Pasca berlakunya Pasal 97B Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, memberikan legalitas atas pelaksanaan pemanfaatan teknologi informasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang tentunya diharapkan dapat memperbaiki kualitas peraturan di Indonesia. Kementerian Keuangan selaku salah satu kementerian yang memprakarsai suatu peraturan, meresponnya dengan menerbitkan aturan yang mengakomodir mengenai pembentukan peraturan menteri secara elektronik dan membangun sistem yang digunakan untuk memproses pembentukan peraturan menteri secara elektronik. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang perlu diteliti lebih lanjut adalah bagaimana implementasi pemanfaatan teknologi informasi dalam pembentukan peraturan menteri (e-government) di Kementerian Keuangan serta bagaimana pemanfaatan teknologi informasi dalam pembentukan peraturan menteri (e-government) di Kementerian Keuangan guna mewujudkan good governance? Dengan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dalam pembentukan Peraturan Menteri (e-government) di Kementerian Keuangan telah tersedia meliputi seluruh tahapan pembentukan peraturan, namun demikian terdapat hambatan dalam implementasinya. Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembentukan Peraturan Menteri sebagai penerapan e-government perlu dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance sehingga cita-cita besar bangsa untuk mewujudkan tujuan nasional dapat tercapai.

After the enactment of Article 97B of Law Number 13 of 2022 concerning the Second Amendment to Law Number 12 of 2011 concerning the Formation of Legislative Regulations, it provides legality for the implementation of the use of information technology in the formation of statutory regulations which is of course expected to improve the quality of regulations in Indonesia. The Ministry of Finance, as one of the ministries that initiated a regulation, responded by issuing regulations that accommodate the formation of electronic ministerial regulations and building a system used to process the formation of ministerial regulations electronically. Based on this, the problem that needs further research is how to implement the use of information technology in the formation of ministerial regulations (e-government) in the Ministry of Finance and how to use information technology in the formation of ministerial regulations (e-government) in the Ministry of Finance in order to realize good governance? By using the doctrinal legal research method, results were obtained which showed that the use of information technology in the formation of Ministerial Regulations (e-government) in the Ministry of Finance was available covering all stages of regulation formation, however there were obstacles in its implementation. The use of information technology in the formation of Ministerial Regulations as an implementation of e-government needs to be carried out by applying the principles of good governance so that the nation's great aspirations to realize national goals can be achieved."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Satrio Prakoso
"Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menjadi tonggak awal perencanaan pembangunan yang ada di Indonesia. Jika merunut dalam beberapa tahun sebelumnya, Indonesia telah memiliki pedoman perencanaan pembangunan nasional.
Namun demikian, pedoman tersebut belum menjadi satu kesatuan sistem yang terintegrasi. Fokus pengaturan undang-undang dimaksud adalah berkaitan dengan sistem perencanaan yang dijadikan dasar pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan merupakan pedoman mutlak bagi penyelenggara negara ketika akan melakukan pembangunan nasional. Dalam era keterbukaan seperti saat ini, proses perencanaan pembangunan dicoba untuk dihadirkan secara terbuka. Kepentingan masyarakat harus tertampung dalam arah strategi pembangunan nasional. Masyarakat ditempatkan sebagai aktor pemegang peranan penting dalam perencanaan pembangunan nasional. Dalam persepsi ini, aktor pembangunan nasional berkembang bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga dilakukan
oleh masyarakat dan swasta. Harapan yang ingin dicapai oleh pembentuk undangundang adalah adanya sinergi antara tiga aktor pembangunan nasional yang akan menciptakan hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Selain itu juga, membuka peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional khususnya pada saat perencanaan juga menempatkan
pemerintah yang membuka peluang demokrasi untuk melakukan tata kelola sesuai dengan semangat good governance.

By the passing of Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System, it became the initial milestone for development planning in Indonesia. Tracing the preceding few years, Indonesia has already had guidelines for national development planning. However, these guidelines have not become a
single integrated system. The focus of the regulation of this law is related to the
planning system which is utilized as the basis for national development. Development planning is an absolute guideline for State administrators when undertaking national development. In this era of openness, the development planning process is made fit to be presented openly. The interests of the community must be accommodated in the line direction of the national development strategy. The community is placed as a crucial figure who plays an essential role in national development planning. In this perception, the characters of national development are not only shoout by the
government, but also by the public and the private sector. The goal that the legislators feel imperative to accomplish is a synergy among the three national development figures that will create development results in accordance with the
needs of the community, the private sector and the government. In addition, opening up opportunities for public participation in national development, especially during planning, also places the government that welcomes opportunities for democracy to perform governance in accordance with the spirit of good governance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eviana D. Sofyaningrum
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana evaluasi penerapan SePP menurut perspektif good governance di Departemen Komunikasi dan Informatika. Dimensi good governance yang digunakan antara lain efisiensi, akuntabilitas, responsivitas, transparansi dan partisipasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 100 perusahaan yang terdaftar dalam SePP yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini. Analisis dalam penelitian ini merupakan analisis univariat.
Berdasarkan hasil analisa, diperoleh kesimpulan bahwa hasil evaluasi penerapan SePP pada umumnya adalah sangat baik, yaitu efisien dari segi biaya dan waktu, akuntabel, responsif, transparan dan partisipatif. Jika dilihat dari masing-masing dimensi good governance, pada umumnya responden menilai evaluasi penerapan SePP memberikan skor yang paling tinggi pada dimensi responsibilitas, dan responden cenderung memberikan nilai yang kurang baik pada dimensi akuntabilitas.

The purpose of this study is to determine how the evaluation of the implementation of SePP according to the perspective of good governance in the Ministry of Communications and Information Technology. Dimensions of good governance which is used among others are efficiency, accountability, responsiveness, transparency and participation. This research was conducted on 100 companies listed in the SePP taken as samples in this study. The analysis in this study is the univariate analysis.
Based on this analysis, we concluded that the results of evaluation of the implementation of SePP in general is very good, that is efficient in terms of cost and time, accountable, responsive, transparent and participatory. If viewed from each of the dimensions of good governance, in general, respondents rate the application evaluation SePP gave the highest score in the dimension of responsibility, and respondents tended to give less good value in the dimension of accountability."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30813
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Mimbarno
"Agenda penting reformasi birokrasi dalam good governance belum terwujud secara konferehensif. Pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM merupakan salah satu cara percepatannya. TNI AD menerbitkan Juknis Kasad Nomor Kep/877/XII/2021 sebagai pedoman pembangunan ZI bagi kesatuan jajarannya. Implementasi kebijakan tersebut belum optimal termasuk didalamnya Rindam XIV/Hasanuddin sebagai Satker bidang pendidikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Kasad tentang pembangunan Zona Integritas di lingkungan TNI AD. Kegiatan penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism sehingga untuk pengambilan data menggunakan metode wawancara, studi pustaka dan studi dokumen. Faktor yang mempengaruhi implementasi pembangunan ZI di Rindam XIV/Hasanuddin menggambarkan komunikasi efektif belum berjalan; sumber daya belum optimal; disposisi implementator memenuhi kriteria; dan struktur birokrasi yang ideal.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari keempat faktor yang mempengaruhi yaitu faktor komunikasi dan sumber daya di Rindam XIV/Hasanuddin memiliki kelemahan paling dominan meskipun dua faktor lainnya tidak dapat diabaikan karena masih memiliki kelemahan secara minor. Sehingga, disarankan kepada instansi terkait agar mengoptimalkan efektifitas komunikasi dan meningkatkan alokasi sumber daya, serta pada peneliti lain agar melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pengembangan ZI terhadap percepatan RB dan penelitian terkait langkah pemecahan masalah impelementasi Junis Kasad tahun 2021.

The important agenda for bureaucratic reform in good governance has not yet been realized in a comprehensive manner. The construction of an Integrity Zone towards WBK/WBBM is one way to accelerate it. The TNI AD issued Kasad Technical Guidelines Number Kep/877/XII/2021 as a guideline for developing ZI for its ranks. The implementation of this policy has not been optimal, including Rindam XIV/Hasanuddin as the Working Unit for education. Therefore, this research aims to analyze the factors that influence the implementation of Kasad's policy regarding the development of Integrity Zones within the Indonesian Army. This research activity uses a post-positivism approach so that data collection uses interview methods, literature study and document study. Factors influencing the implementation of ZI development in Rindam XIV/Hasanuddin illustrate that effective communication has not yet been implemented; resources are not optimal; the implementer's disposition meets the criteria; and an ideal bureaucratic structure.
The research results showed that of the four influencing factors, namely communication and resource factors, Rindam XIV/Hasanuddin had the most dominant weaknesses, although the other two factors could not be ignored because they still had minor weaknesses. So, it is recommended to relevant agencies to optimize communication effectiveness and increase resource allocation, as well as to other researchers to conduct research to determine the effect of ZI development on accelerating RB and research related to problem solving steps for the implementation of Junis Kasad in 2021.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaban, Sri Gratikana
"BUMN memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional. Menyadari akan hal tersebut, maka pemerintah, melalui Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 1 Agustus 2002, yang telah diperbaharui dengan Per-01/MBU/2011, tanggal 1 Agustus 2011, mewajibkan penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten oleh BUMN dan menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasional BUMN.
Data hasil assessment atas 109 BUMN sampai dengan akhir tahun 2009 menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 penerapan GCG pada BUMN secara umum masih perlu ditingkatkan agar bisa memperoleh predikat "sangat baik" atau sesuai dengan best practices penerapan GCG. Untuk mengetahui hambatan-hambatan penerapan GCG pada BUMN diambil contoh PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) atau disingkat PT KBI, sebagai studi kasus. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menyarankan hal-hal yang harus dilakukan agar dapat memacu percepatan penerapan GCG di BUMN yaitu: (i) dorongan peraturan (regulatory driven) dari Kementerian BUMN. Untuk itu disarankan agar Kementerian BUMN menyempurnakan peraturan-peraturan GCG beserta petunjuk teknis pelaksanaannya; (ii) meningkatkan komitmen seluruh organ GCG BUMN untuk menindaklanjuti hasil assessment GCG dan proaktif dalam melakukan benchmarking terkait perannya masing-masing dalam GCG; (iii) me-refresh peranan masing-masing organ dalam GCG; (iv) menerapkan sistem reward and punishment terkait penerapan GCG.

SOEs have an important role in the national economy. Considering this, the government, through SOE Minister Decree No. Kep-117/M-MBU/2002, on August 1, 2002, which has been updated with Per-01/MBU/2011, on August 1, 2011, requires the application of the Good Corporate Governance (GCG) consistently by the state and make the principles of GCG as the foundation of operational state.
Data assessment results over 109 SOEs by the end of 2009 showed that in the period of 2007 until 2009 the implementation of GCG in SOEs in general still needs to be improved in order to earn the title of "very good" or in accordance with the application of GCG best practices. To determine the constraints on SOEs GCG taken sample of PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) or abbreviated PT KBI, as a case study. This type of research is qualitative research.
The results suggest things to do in order to encourage the acceleration of the implementation of GCG in SOEs, that is: (i) regulatory driven from Ministry of SOEs. It is recommended that the Ministry of SOEs to improve the rules of GCG and their technical implementation guide. (ii) Enhance the commitment of all state organs to follow up the results of assessment and proactive in benchmarking related to their respectives roles in GCG. (iii) Refresh the roles of each organ in the GCG; (iv) Implementing the systems of reward and punishment related to the implementation of GCG.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30234
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Cindy Opssedha
"Implementasi Tata Kelola Perusahaan yang baik ataupun penerapannya dalam praktik pengelolaan perusahaan perlu senantiasa di lakukan evaluasi. Penilaian terhadap implementasi Good Corporate Governance ("GCG") atau assessment merupakan suatu hal yang sangat penting ketika mengelola praktik GCG. Dalam hal ini bagaimana implementasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Indonesia saat ini, Bagaimanakah kesesuaian penerapan Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN Nomor SK-16/S.MBU/2012 dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Perusahaan Publik Non-BUMN dan Bagaimanakah peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan terhadap Perusahaan Publik Non-BUMN atas penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik.
Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Penerapan Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN Nomor SK-16/S.MBU/2012 dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Perusahaan Publik Non-BUMN adalah kurang sesuai. Hal ini disebabkan oleh indikator yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik tidak sesuai dengan karakteristik dari perusahaan publik Non-BUMN baik dari peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun dari best practices.

Implementation of Good Corporate Governance or its implementation in the practice of company management must be constantly evaluated. The assessment on the Good Corporate Governance ("GCG") is an utmost important when implementing the GCG practice. In this regards, it is needed to be assessed on how the implementation of Good Corporate Governance in Indonesia is currently, how the alignment of Decision of Secreteary of Ministry of State-Owned Enterprise No. SK-16 / S.MBU / 2012 is in the implementation of Good Corporate Governance in non-SOE public companies and how the role of Otoritas Jasa Keuangan (OJK/Indonesia Financial Services Authority/ IFSA) in monitoring the Non-SOE Public Company upon the mplementation of Good Corporate Governance.
This research uses the normative juridical method by the using secondary data. It is found that the implementation of Decision of Secreteary of Ministry of State-Owned Enterprise No. SK-16 / S.MBU / 2012 is in the implementation of Good Corporate Governance in non-SOE public companies is not quite appropriate. This is due to the indicator used in assessing the Good Corporate Governance does not match characteristics of the Non-SOE public company either from the applicable laws and regulation or from the best practices.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>