Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149948 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yedija Bungaria Septiphanie
"Tesis ini membahas kedudukan hukum tindakan pemblokiran terhadap proses pemberesan harta pailit. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan kajian hukum normatif dan tipologi pendekatan kasus. Hasil penelitian adalah tindakan pemblokiran yang dilakukan negara dalam rangka pengurusan piutang negara harus tunduk dengan ketentuan perundang-undangan kepailitan yang berdasarkan pada asas sita umum kepailitan. Namun pada kenyataannya negara tidak tunduk terhadap ketentuan perundang-undangan kepailitan, sehingga tindakan pemblokiran oleh negara tidak dicabut meskipun terhadap PT KIA Timor Motors telah dinyatakan pailit. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukan revisi atas pengertian piutang negara yang dapat dilakukan pengurusan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.06/2007, yaitu bahwa piutang negara yang berasal dari perjanjian tidaklah termasuk dalam piutang negara yang dapat dilakukan pengurusan sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.06/2007.

This thesis discusses the legal status of the act of blocking by state against the bankruptcy assets settlement process. The study is a descriptive analytical study using normative legal studies and typologies case approach. The results of the study are the actions undertaken in the framework of the state administration of the state claims should be subject to the provisions of the bankruptcy law is based on the principle of the general confiscation bankruptcy. But in fact the state does not comply the provisions of the law of bankruptcy in Indonesia, so that the act of blocking by the state claims to do the maintenance of the Regulation of Minister of Finance No. 128/PMK.06/2007, namely that the state claims based on the agreement is not included in the state's claim which is settled by Minister of Finance Regulation No. 128/PMK.06/2007."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacinta Azalea Hapsari
"Skripsi ini mencoba mengkaji dan membahas mengenai pertanggungjawaban yang dapat dibebankan kepada Kurator secara pribadi apabila terdapat kesalahan dalam tugasnya melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal tersebut dibahas dengan melihat teori-teori kesalahan yang digunakan sebagai hukum positif di Indonesia, seperti dalam hukum pidana, karena UU No. 37 Tahun 2004 tidak memberikan penjelasan dan pengaturan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban atas kesalahan yang dilakukan Kurator dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai posisi Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan pailit, sebagai organ yang menjalankan pengurusan Perseroan Terbatas pada umumnya. Kemudian dalam skripsi ini akan menganalisis putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya agar lebih relevan.

This thesis tries to examine and discuss about the responsibility that can be charged to the Bankruptcy Trustee rsquo s own asset if there is a mistake in his duty to arrangement and ordering the bankrupt property as regulated in Article 72 of Law no. 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Obligation of Debt Payment. This is discussed by looking at the theories of error that are used as positive law in Indonesia, as in criminal law, because of Law no. 37 of 2004 does not provide further explanation and regulation regarding the accountability for the mistakes made by the Bankruptcy Trustee in carrying out the task of managing and securing the bankruptcy property. In this thesis will also be discussed about the position of the Board of Directors in a Limited Liability Company that has been declared bankrupt, as an organ that runs the management of Limited Liability Company in general. Then in this thesis will analyze the decision of Commercial Court in Surabaya District Court to be more relevant.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uvani Martaulina Rodoputri
"Skripsi ini membahas kedudukan hukum tindakan penyitaan secara pidana terhadap harta pailit dalam proses pemberesan kepailitan, yang mana adanya bentrokan ketentuan antara hukum kepailitan dan hukum acara pidana terkait penyitaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis akan menganalisis pertimbangan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara antara Kurator dan Penyidik yang saling memperebutkan penyitaan suatu benda yang merupakan harta pailit sekaligus barang bukti dalam perkara pidana. Terhadap permasalahan diatas dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sita pidana didahulukan dari sita pidana. Walaupun demikian, mungkin terasa kurang adil dalam ranah kepailitan dimana hal tersebut dapat mengurangi nilai harta pailit, oleh karena itu ditemukan suatu sarana yang telah diterapkan di Amerika yaitu berupa perjanjian koordinasi yaitu perjanjian antara Kurator maupun Penyidik untuk menangani konflik kepentingan atas harta pailit yang sekaligus barang bukti. Dalam perjanjian ini dapat diatur bagaimana kedudukan benda yang menjadi objek sengketa, apakah ia akan dimasukkan ke dalam boedel pailit, lalu di register sebagai barang bukti, atau ia hanya akan dimasukkan sebagai barang bukti dan sebagainya.

This thesis discusses the legal status of the act of criminal forfeiture against the bankruptcy property in the liquidation process of bankruptcy assets, in which the clash of provisions between the law of bankruptcy and criminal procedure law related to foreclosure. To answer the problem then the authors will analyze the consideration of the panel of judges who examine and adjudicate cases between curators and investigators who are fighting over the seizure of an object that is a bankruptcy property as well as evidence in a criminal case. With regard to the above problems, the research is conducted using a normative juridical method.
The results show that criminal forfeiture takes precedence from bankruptcy. However, it may feel unfair in the realm of bankruptcy where it can reduce the value of bankruptcy assets, hence found a solution that has been applied in the United States is a coordination agreement which is an agreement between the Curator and the Investigator to handle conflicts of interest on the property of bankruptcy as well as evidence in criminal case. In this agreement can be arranged how the position of objects that become the object of dispute, whether it will be inserted into the list of bankruptcy assets, then registered as evidence in criminal case, or it will be included as evidence only and so forth.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremiah Ernest Doloksaribu
"Terdapat beberapa model bisnis yang dapat digunakan oleh seorang pengusaha dalam membangun bisnisnya. Salah satunya adalah menggunakan jenis Induk-Anak Perusahaan (Perusahaan Grup). Menggunakan model bisnis apa pun, sering kali kegagalan tidak dapat dihindari. Kesulitan finansial dengan berbagai faktor, menjadi alasan dari gagalnya suatu bisnis. Kepailitan hadir sebagai solusi bagi seorang pengusaha untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi kehidupan ekonomi di Indonesia masih banyak ditemukan kekurangan. Kosongnya pengaturan mengenai Induk-Anak Perusahaan menjadi salah satunya. Padahal praktik Induk-Anak Perusahaan bukan hanya satu atau dua entitas di Indonesia, tetapi banyak sekali digunakan bagi pengusaha. Selain itu juga dalam hukum kepailitan di Indonesia tidak luput dari segala kekurangannya. Tidak hadirnya tes insolvensi, membuat suatu perusahaan dapat dengan mudah pailit selama memenuhi persyaratan pailit yang diatur dalam UUKPKPU, padahal perusahaan tersebut masih mampu untuk membayar utang-utangnya. Tulisan ini hadir membahas masalah-masalah tersebut, mulai dari urgensi tes insolvensi di Indonesia, studi kasus penerapan insolvensi tes dalam kasus kepailitan PT Hanson International Tbk yang menjadi contoh semrawutnya hukum ekonomi di Indonesia, serta eksekusi kepailitan yang dalam hal terjadinya kepailitan Induk-Anak Perusahaan di Indonesia. Tulisan ini menggunakan metode pendekatan dalam bentuk kualitatif, yang kemudian menyimpulkan bahwa PT Hanson International Tbk belum dalam keadaan insolven, serta menyimpulkan eksekusi harta pailit dalam bentuk saham yang dimiliki Induk Perusahaan terhadap Anak Perusahaannya.

There are several business models that can be used by an entrepreneur in building his business. One of them is using the Parent-Subsidiary type (Group Company). Using any business model, failure is often inevitable. Financial difficulties with various factors become the reason for the failure of a business. Bankruptcy comes as a solution for an entrepreneur to be able to solve these problems. However, economic life in Indonesia still has many shortcomings. The absence of regulations regarding the Parent-Subsidiary Company is one of them. Whereas the practice of Parent-Subsidiary Company is not only one or two entities in Indonesia but is widely used for entrepreneurs. In addition, Indonesian bankruptcy law is not free from shortcomings. The absence of an insolvency test means that a company can easily go bankrupt as long as it meets the bankruptcy requirements stipulated in the UUKPKPU, even though the company is still able to pay its debts. This paper discusses these issues, starting from the urgency of the insolvency test in Indonesia, a case study of the application of the insolvency test in the bankruptcy case of PT Hanson International Tbk, which is an example of the chaos of economic law in Indonesia, as well as the execution of bankruptcy in the event of Parent-Subsidiary bankruptcy in Indonesia. This paper uses a qualitative approach, which then concludes that PT Hanson International Tbk is not yet insolvent and concludes the execution of bankruptcy assets in the form of shares owned by the Parent Company against its Subsidiaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annysa Ayu Putri
"Skripsi ini membahas mengenai transparansi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Adapun transparansi tersebut merupakan kewajiban hukum yang secara tersirat diamanatkan oleh Undang-Undang Kepailita dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu juga merupakan kewajiban yang diatur di dalam Standar Profesi Kurator. Penulis akan membahas transparansi kurator dan akibat hukum apabila transparansi tersebut tidak diterapkan, dengan meninjaunya dari suatu Putusan No. 07/G.Lain-Lain/2015/PN.Niaga.SBY Kemudian, penulis akan membahas apakah Surat Edaran Mahkamah Agung no. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparasi Penanganan Perkara Kepailitan di Pengadilan SEMA No. 2 Tahun 2016 dapat menjawab ketidaktransparanan yang terjadi para prakteknya. Pada akhirnya penulis memperoleh kesimpulan bahwa apabila transparansi tidak diterapkan oleh Kurator selaku pihak yang menguasai dan memiliki informasi mengenai harta pailit, akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kreditor. Dan SEMA No. 2 Tahun 2016 tersebut dalam pengaturannya berusaha menjawab permasalahan transparansi yang ada, namun tidak menyeluruh, bahkan berpotensi menimbulkan permasalahan baru.

This thesis is discussing about transparency of a trustee in the management and settlement of bankruptcy assets. Trustee 39 s obligation to be transparent is implicitly mandated by Law no. 2 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Settlement Obligation. Moreover, trustee obligation to be transparent is regulated under trustee of professional standard. In this thesis, the writer will discuss trustee obligation and the legal consequences, whether the transparency is applied by the trustee, by reviewing The Court Decision Number 07 G.Lain Lain 2015 PN.Niaga.SBY. Subsequently, the writer will discuss whether the Circular Letter of Supreme Court No. 2 of 2016 concerning The Improvement of Efficiency and Transparency in Handling Bankruptcy Case in The Court can resolve lack of transparency which happen in practices. Eventually, the writer come to the conclusion that if the trustee as a party that controls and has all the information regarding bankruptcy assets, doesn 39 t apply transparency, it will lead into legal uncertainty for the creditors. In regards to this, Circular Letter of Supreme Court No.2 of 2016 in its regulation is trying to solve transparency problems that exist, however it doesn 39 t solve thoroughly, even potentially will raise new problems.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inaya Safa Nadira
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana dan jalan keluar atas objek sita umum pailit yang telah dieksekusi lelang yang di kemudian hari diketahui sebagai hasil tindak pidana serta akibat hukum bagi pembeli dalam lelang harta pailit. Dalam praktiknya, terdapat tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Apabila harta yang berada di dalam proses pailit dan dilakukan sita umum disita oleh penyidik, maka harta tersebut tidak dapat dilakukan pemberesan dan dibagikan kepada para krediturnya sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Namun, apabila tidak dilakukan penyitaan oleh penyidik, maka penyidik akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyidikan, penuntutan, dan pengajuan perkara ke pengadilan karena harta tersebut merupakan barang bukti. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipologi deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan sita pidana dalam rangka kepentingan publik harus didahulukan dan dalam hal objek sita umum pailit telah dilelang namun di kemudian hari diketahui sebagai hasil dari tindak pidana, maka pembeli lelang yang beriktikad baik harus dilindungi kedudukannya.

This thesis discusses the legal standing of general bankruptcy confiscation against criminal confiscation and the settlement of the object of general bankruptcy confiscation that has been auctioned which in the future time is known as the proceeds of crime and the legal effects for buyers in the auction of bankrupt treasures. In practice, there is an overlap between general bankruptcy confiscation against criminal confiscation. If the property in the process of bankruptcy and general bankruptcy confiscation is re confiscated by the criminal investigator, then the property can not be settled and distributed to the creditors. But if there is no criminal confiscation, the investigator will have difficulty in conducting an investigation, prosecution, and court proceedings as the property is evidence. This research is a qualitative research with descriptive typology. The result of this research is that the execution of criminal confiscation in the framework of the public interest must take precedence and if the object of general bankruptcy confiscation has been auctioned but later known as the proceeds of crime, then the buyer with good faith must be protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Maesa
"Berbagai persoalan yang berkembang dalam berbagai perkara-perkara kepailitan yang terjadi di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan, terutama apabila menyangkut kepailitan terhadap perusahaan asing dalam bentuk holding company. Perusahaan grup semakin mendominasi kegiatan usaha dan memiliki peran penting dalam pembangunan. Konstruksi perusahaan grup terpisah secara hukum namun berada dalam satu kesatuan ekonomi. Permohonan PKPU oleh anak perusahaan terhadap holding company yang berakhir pailit dalam satu perusahaan grup merupakan hal yang tidak biasa. Permohonan PKPU tersebut terjadi pada kasus kepailitan AcrossAsia Limited sebagai holding company yang berkedudukan di Hong Kong dan dipailitkan oleh anak perusahaannya yaitu PT. First Media Tbk. Apakah permohonan PKPU tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah hukum kepailitan, bagaimana tanggung jawab holding company yang pailit terhadap anak perusahaan dalam satu perusahaan grup, dan apa saja hambatan dalam penerapan cross-border insolvency dalam hukum kepailitan terkait adanya putusan pengadilan asing. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, sejarah, dan pendekatan analisis. Kepailitan terhadap holding company oleh anak perusahaan merupakan penyalahgunaan kekuasaan holding company dan trik bisnis yang memanfaatkan instrumen hukum kepailitan untuk menghindari kewajiban terhadap pihak ketiga. Hukum kepailitan di Indonesia perlu merumuskan insolvensi tes terhadap permohonan pailit debitor, hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi kepailitan terhadap perusahaan yang masih solven. Dalam pengaturan cross-border insolvency, UU Kepailitan Indonesia belum mengakomodasi aturan mengenai cross-border insolvency dalam UNCITRAL Model Law. Hal tersebut menyulitkan proses eksekusi harta debitor pailit di luar negeri dan pemerintah Indonesia juga perlu melakukan perjanjian bilateral maupun multilateral dengan negara lain dalam hal pengakuan putusan pengadilan asing.

Various problems that develop in various cases of bankruptcy that occurred in Indonesia still has many weaknesses, particularly when it concerns of foreign companies bankruptcy in the form of holding company. The domination of Company group business activity increasingly raising and have an important role in development. The construction of group company is legally separated but it is in one economic entity. The Suspension of Debt Payment Obligation PKPU petition by subsidiaries against its holding company that ends in insolvency in one of the group company is uncommon. The PKPU petition occurred in the bankruptcy case of AcrossAsia Limited as a holding company with legal domiciled in Hong Kong and bankrupted by its subsidiary PT. First Media Tbk. Is the PKPU petition of its case is in accordance with the principle of bankruptcy law, how is the responsibility of the insolvent holding company to its subsidiary in the one of the group company, and what 39 s are the obstacles in implementing of the cross border insolvency in bankruptcy law related to the foreign court resolution. The legal research method that used is legal normative research, with the statute, case, historical and analytical approach. The bankruptcy of a holding company by its subsidiary is an abuse of holding company powers and business tricks that take an advantage of bankruptcy legal instruments to avoid liability to the third parties. Bankruptcy law in Indonesia needs to formulating insolvency test to the debtor bankruptcy petitioner, due it is necessary to avoid bankruptcy against the company that is still solvent. In a cross border insolvency regulations, the Indonesian Bankruptcy Law has not accommodated the rules of UNCITRAL Model Law on cross border insolvency. This matter makes complicating the execution process of the bankrupt debtor assets abroad and Indonesian government also needs to enter into bilateral and multilateral agreements with other countries in the recognitions of foreign courts resolution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakaditya Wiemas Bangun
"Skripsi ini membahas mengenai peran yuridis kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan dalam harta pailit. Sampai saat skripsi ini ditulis, Balai Harta Peninggalan di Indonesia masih menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada Staatsblad 1872 No. 166 tentang Instruksi untuk Balai-Balai Harta Peninggalan, yang notabene merupakan aturan peninggalan Belanda. Ditambah lagi di negara Belanda sendiri Balai Harta Peninggalan weeskamer sudah ditiadakan sejak tahun 1810. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan oleh Penulis adalah dengan studi dokumen dan wawancara dengan pihak Hakim pada Pengadilan Niaga, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan dan Ahli hukum kepailitan. Pada akhirnya, Penulis mendapatkan hasil dari penelitian bahwa kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugasnya hanya mendasarkan pada UUK-PKPU, dimana belum terdapat pengaturan khusus mengenai pedoman bagi Balai Harta Peninggalan untuk menjalankan tugas sebagai kurator.

This thesis discusses about the juridical role of Balai Harta Peninggalan Trustee in performing the task of managing and liquidating in the bankruptcy estate. Until this thesis is written, Balai Harta Peninggalan in Indonesia is still carrying out its main duty and function by referring to Staatsblad 1872 No. 166 on Instructions for Balai Harta Peninggalan, which is a legacy of the Dutch legacy. Plus in the Netherlands own country Balai Harta Peninggalan weeskamer has been abolished since 1810. The research method used in this thesis is the normative juridical. Research conducted by the author is by document studies and interviews with the Judge on Commercial Court, Legal Technical Member of Balai Harta Peninggalan and Bankruptcy legal expert. In the end, the author got the result from the research that the trustee of Balai Harta Peninggalan in performing its duties only based on UUK PKPU, where there is no specific arrangement regarding guidance for Balai Harta Peninggalan to perform duty as a bankruptcy trustee.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusin Yanasriksa Halintari
"Penelitian ini membahas mengenai tindakan actio pauliana oleh Kurator sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. Putusan tersebut dilatarbelakangi oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW yang merupakan istri sah dari Debitor Pailit DH, dengan membebani obyek yang merupakan harta bersama dalam perkawinan dengan Hak Tanggungan untuk pelunasan utangnya dengan PT Bank PMRSA. Perkawinan keduanya dilangsungkan setelah Debitor Pailit dinyatakan pailit sebagaimana dalam suatu Putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status harta bersama yang didapatkan setelah putusan pernyatan kepailitan dan dimasukkan sebagai boedel pailit akibat tindakan actio pauliana dari Kurator, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepala PT Bank PRMSA selaku pihak ketiga tersangkut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yang merupakan suatu penelitian dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum untuk selanjutnya dibuat suatu interpretasi terhadap suatu peraturan hukum. Adapun tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam dari suatu gejala. Hasil analisa menyatakan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW terhadap harta bersamanya dengan Debitor Pailit adalah melanggar ketentuan dalam UU PKPKU, sehingga tindakan actio pauliana yang dilakukan oleh Kurator adalah tepat, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada PT Bank PRMSA adalah dengan memberikannya kesempatan untuk tampil sebagai Kreditor Konkuren atau dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap piutang yang dimilikinya kepada Debitor Pailit.

This research discusses the actions taken by the Curator in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. The decision was caused by legal action conducted by RSW as the legal wife of DH as a bankrupt debtor related to marital property with a Mortgage to pay off its debt to PT Bank PMRSA. The marriage was held after the bankrupt debtor is declared bankrupt in a court decision. The purpose of this research was to determine the status of marital property obtained after the decision to declare bankruptcy and was included as a bankruptcy property due to actio pauliana by the curator, also the legal protection that the head of PT Bank PRMSA as the third party in this matter. To answer these problems, normative juridical legal research methods are used, which is a study by referring to legal norms or principles to further make an interpretation of a legal rule. The research typology used in this research is explanatory research, which describes or explains more deeply of a symptom. The results of the analysis show that the legal actions taken by RSW against the assets together with the Bankrupt Debtor violate the provisions in the PKPKU Law, so the actions of actio pauliana taken by the Curator are appropriate, and the legal protection that can be given to PT Bank PRMSA is by giving it the opportunity to appear as a creditor. Concurrent or may request compensation for account receivables calculated from the Bankrupt Debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>