Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149834 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Brigita Purnawati Manohara
"Negara penghasil minyak dan gas (migas) sangat ditopang oleh regulasi dan institusi. Baik regulasi dan institusi dibutuhkan dalam rangka membangun iklim investasi industry termasuk industri migas yang memiliki karakteristik high risk, high technology dan high cost. Tingginya nilai investasi dan risiko di industry migas khususnya sektor hulu migas menjadikan regulasi sebagai landasan kegiatan usaha dibutuhkan kestabilannya. Apalagi bisnis migas merupakan bisnis dengan durasi kerja sama hingga puluhan tahun. Sementara institusi berkaitan erat dengan negara tempat sumber daya berada yang di beberapa wilayah, negara merupakan pemegang hak penguasaan atas sumber daya alam. Institusi inilah yang kemudian menjadi wakil negara sebagai pemegang hak penguasaan sumber daya dalam menyelenggarakan kegiatan hulu migas. Kehadiran institusi pada pengelolaan hulu migas memiliki peran penting karena dengan fungsi dan kewenangannya institusi dapat menjadikan migas sebagai penggerak kemajuan negara atau justru sebaliknya. Hal ini dikarenakan institusi terdiri dari beragam karakteristik sumber daya manusia sehingga dimungkinkan terjadinya mis-management atau perilaku koruptif yang dapat menjadikan kelimpahan sumber daya alam sebagai resource curse (kutukan sumber daya) bagi negara pemilik sumber daya. oleh karenanya penelitian ini menjawab pertanyaan mengenai: 1. Bagaimana pengelolaan sektor hulu minyak dan gas di sejumlah negara dalam perkembangan regulasi dan institusi?; 2. Bagaimana pengelolaan hulu minyak dan gas di Indonesia dalam perkembangan regulasi dan institusi berdasarkan Pasal 33 UUD NRI 1945?; dan 3. Bagaimana optimalisasi regulasi dan institusi dalam pengelolaan hulu minyak dan gas untuk kesejahteraan rakyat?. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dan deskriptif kualitatif. Perbandingan juga dilakukan terhadap perkembangan pengelolaan hulu migas khususnya regulasi dan institusi di negara penghasil migas lain yakni Venezuela, Arab Saudi, Malaysia, Rusia, dan Norwegia. dari penelitian ini diketahui bahwa pengelolaan sektor hulu migas di negara penghasil migas terus mengalami perkembangan sebagai wujud adaptasi terhadap kondisi sosial, politik, ekonomi dan terutama perubahan di industri migas global. Indonesia sebagai negara penghasil migas mengalami perkembangan regulasi dan institusi dalam usaha mewujudkan kesejahteraan sosial dan mencapai tujuan pemanfaatan migas yakni untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal 33 UUD NRI 1945. Namun demikian terdapat tantangan yang masih perlu dituntaskan dalam rangka mendorong perkembangan industri hulu migas nasional terutama berkaitan dengan implementasi regulasi dan kepastian mengenai lembaga pengelola hulu migas. Usaha optimalisasi regulasi dan institusi sudah dilakukan dalam rangka mengatasi tantangan dalam pengelolaan hulu migas untuk kesejahteraan rakyat meskipun implementasi regulasi belum simetris dengan kinerja institusi sehingga kesejahteraan sosial belum tercapai.

Oil and gas producing countries are strongly supported by regulations and institutions. Both regulations and institutions are needed in order to build an industrial investment climate, including the oil and gas industry, which has the characteristics of high risk, high technology and high costs. The high investment value and risk in the oil and gas industry, especially the upstream oil and gas sector, means that regulations as a basis for business activities require stability. Moreover, the oil and gas business is a business with a collaboration duration of up to decades. While institutions are closely related to the country where the resources are located, in some areas, the state is the holder of control rights over natural resources. This institution then becomes the state's representative as the holder of resource control rights in carrying out upstream oil and gas activities. The presence of institutions in upstream oil and gas management has an important role because with their function and authority institutions can make oil and gas a driver of the country's progress or vice versa. This is because institutions consist of various characteristics of human resources so that it is possible for mis-management or corrupt behavior to occur which can make the abundance of natural resources a resource curse for resource-owning countries. Therefore, this research answers questions regarding: 1. How is the management of the upstream oil and gas sector in a number of countries in terms of regulatory and institutional developments?; 2. How is upstream oil and gas management in Indonesia related to the development of regulations and institutions based on Article 33 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia?; and 3. How to optimize regulations and institutions in upstream oil and gas management for people's welfare? This research is a normative and descriptive qualitative juridical research. Comparisons were also made with the development of upstream oil and gas management, especially regulations and institutions in other oil and gas producing countries, namely Venezuela, Saudi Arabia, Malaysia, Russia and Norway. From this research it is known that the management of the upstream oil and gas sector in oil and gas producing countries continues to experience development as a form of adaptation to social, political, economic conditions and especially changes in the global oil and gas industry. Indonesia as an oil and gas producing country is experiencing developments in regulations and institutions in an effort to realize social welfare and achieve the goal of utilizing oil and gas, namely for the greatest prosperity of the people in accordance with Article 33 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. However, there are challenges that still need to be resolved in order to encourage the development of the national upstream oil and gas industry. especially related to the implementation of regulations and certainty regarding upstream oil and gas management institutions. Efforts to optimize regulations and institutions have been carried out in order to overcome challenges in upstream oil and gas management for people's welfare, although the implementation of regulations has not been symmetrical with institutional performance so that social welfare has not been achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Ahmad
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 mengenai Pengujian UU 22/2001 menyebabkan BP Migas dibubarkan. BP Migas dinyatakan bertentangan dengan konstitusi karena eksistensinya menyebabkan negara kehilangan hak menguasai sumber daya migas. Penguasaan negara yang paling utama, dapat diwujudkan melalui negara melakukan pengelolaan langsung dengan menunjuk atau memberikan konsesi kepada perusahaan negara untuk menyelenggarakan pengelolaaan usaha hulu migas. SKK Migas kemudian dibentuk untuk menggantikan BP Migas.
Dalam penulisan ini Penulis akan mengacu pada Teori Hak Menguasai Negara dan pemikiran Konstitusi Ekonomi, untuk menganalisis dua pokok permasalahan menyangkut peran dan fungsi SKK Migas yang menggantikan tugas dan fungsi BP Migas dan bagaimana seharusnya bentuk pengaturan pengelolaan usaha hulu migas yang memperhatikan peran perusahaan negara. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan dan penelusuran peraturan perundang-undangan serta putusan hakim, kemudian dianalisis secara deskriptif.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulan bahwa peran dan fungsi SKK Migas pada dasarnya adalah sama dengan BP Migas yang telah dibubarkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/20012. Hal tersebut terjadi karena SKK Migas diberi fungsi yang sama dengan tugas yang dimiliki oleh BP Migas, tugas BP Migas terdapat dalam Pasal 44 UU 22/2001 telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Dibentuknya SKK Migas untuk mengambil alih pengelolaan usaha hulu migas mengindikasikan tidak ada perubahan yang mendasar yang berkaitan dengan penguasaan negara terhadap sumber daya alam migas.
Pengelolaan sumber daya migas yang mengedepankan kepentingan nasional dan sejalan dengan pemikiran konstitusi ekonomi (Pasal 33 UUD 1945) adalah harus ada keberpihakan pemerintah pada Perusahaan Negara (BUMN) dengan menugaskan Perusahaan Negara untuk mengelola sumber daya migas. Dengan diberikannya kuasa pertambangan kepada Perusahaan Negara untuk mengelola sumber daya migas, Perusahaan Negara dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiera Ulfa
"Pengaturan pengelolaan sumber daya migas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengatur bahwa dalam melakukan pengelolaan sumber daya migas saat ini dilakukan berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Adapun Kontrak Kerja Sama saat ini dilakukan dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) yang dilakukan antara SKK Migas dan Kontraktor yang berasal dari perusahaan minyak nasional maupun asing. Namun rupanya sistem pengelolaan sumber daya migas saat ini dianggap tidak sesuai dengan amanah yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai cita-cita Indonesia dalam melakukan penguasaan atas sumber daya migasnya. Diantaranya adalah karena terdapatnya pengusahaan asing yang melakukan pengelolaan sumber daya migas, sistem pengelolaan yang dilakukan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dan sumber daya migas yang tidak dikelola langsung oleh Perusahaan Negara. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pemahaman atas perkembangan sistem pengelolaan sumber daya migas, bentuk kerja sama pengelolaan sumber daya migas berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, serta analisis pengelolaan sumber daya migas saat ini yang sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu pemahaman terhadap sistem pengelolaan migas dengan berbasis Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) saat ini tidaklah bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Namun, penguasaan negara yang terkandung dalam cita-cita Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagaimana yang ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi saat ini tidak memenuhi unsur pengelolaan langsung yang dilakukan oleh Negara.

Oil and gas operation Natural Oil and Gas Act No. 22 year 2001 regulate that in managing oil and gas is performed based on Contract. The contract is currently performed in the form of Production Sharing Contracts that made between SKK Migas and Contractors that come from both national and foreign oil companies. But apparently the oil and gas operation system is currently considered not in accordance with the mandate contained in Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, as the ideals of Indonesia in controlling the oil and gas resources. The reason told among them are due to the presence of foreign that conduct oil and gas resource operation, operation system that been done under Production Sharing Contracts, and oil and gas resources that has been not managed directly by the State Company. The issue in this thesis are the understanding of the history of oil and gas resource operation system, forms of cooperation operation of oil and gas resources under Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, as well as the analysis of the operation of today's oil and gas resources in accordance with Article 33 paragraph (3) 1945 Constitution. The method used in analyze this thesis is a normative juridical. The result of this study is the understanding of the oil and gas operation system based on production sharing contracts today is not contrary to Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution. However, the control of the state contained in the ideals of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution as interpreted by the Constitutional Court does not currently meet the elements of direct operation by the State.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Adiwinata Damanhuri
"Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bumi air dan seluruh kekayaan alam yang ada di dalamnya diperuntukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan alam yang dimaksud adalah minyak dan gas bumi, dimana sumber daya alam migas dikonsepkan sebagai Public Ownership (kepemilikan rakyat secara kolektif). SKK Migas sebagai badan khusus yang melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mempunyai beberapa tugas, salah satunya yaitu mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama, dimana dalam Hukum Administrasi Negara, setiap badan pemerintahan dapat melakukan tindakan hukum bersegi publik dan tindakan hukum bersegi privat. Maka, tindakan SKK Migas dalam mengadakan Kontrak Kerja Sama tersebut melahirkan pertan yaan, apakah tindakan tersebut termasuk tindakan hukum bersegi publik atau bersegi privat? lantas bagaimana peraturan perundang- undangan mengatur kewenangan SKK Migas tersebut? Penelitian ini mencoba menjawabnya dengan metode Yuridis normatif – kualitatif, dimana pada akhir penelitian ditemukan bahwa Tindakan SKK Migas tersebut merupakan Tindakan Hukum Pemerintah bersifat Publik bersegi dua. Diharapkan penelitian ini memberikan jawaban dan gambaran bagi para praktisi dan akademisi bagaimana kedudukan badan pemerintah ketika mengadakan Kontrak yang menyangkut kepentingan banyak orang yaitu minyak dan gas bumi.

Based on Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, this earth and all natural resources in it are intended for the greatest prosperity of the people. One of the natural resources referred to is oil and natural gas, where the natural resources of oil and gas are conceptualized as Public Ownership (collective ownership of the people). SKK Migas as a special agency that manages upstream oil and gas business activities has several tasks, one of which is to enter into Cooperation Contracts with Cooperation Contract Contractors, where in State Administrative Law, every government agency can take public legal action and legal action. private side. So, SKK Migas' action in entering into the Cooperation Contract raises the question, is this action a legal action on a public or private side? So how do the laws and regulations regulate the authority of SKK Migas? This research tries to answer it with a normative - qualitative juridical method, where at the end of the study it was found that the SKK Migas Action was a two-sided Public Law Action. It is hoped that this research will provide answers and descriptions for practitioners and academics about the position of government agencies when entering into contracts that concern the interests of many people, namely oil and natural gas."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Darmayanti
"ABSTRAK
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Atas dasar hak menguasai negara tersebut, negara melalui pemerintah berhak untuk melakukan pengelolaan terhadap sumber daya air salah satunya melalui pemberian izin penggunaan dan izin pengusahaan sumber daya air yang diberikan berdasarkan hak guna air. Kewenangan pemberian izin diberikan secara atribusi oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air kepad Pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan pembagian wilayah sungai dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012. Lebih lanjut lagi, saat ini Pemerintah sedang mengatur kembali hak atas air dan perizinannya melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hak Guna Air. Pengaturan dalam RPP ini selain menjabarkan mengenai hak guna air yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air juga mengakomodir amanat dari Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor Perkara Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005 mengenai Judicial Review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

ABSTRACT
Article 33 verse (3) Indonesian?s Constitution Year 1945 stated that earth, water, dan other natural resources controlled by the State dan used for the maximum welfare of the people. Based on such right, the state through government have rights to manage water resources, one of the method is by issued water resources utilization and water resources beneficial use permit which given based on water use right. The authority to issued such permit attributively given by Law Number 7 Year 2004 Regarding Water Resources to Central Government and Regional Government based on the classification of river basin in President?s Decree Number 12 Year 2012. Furthermore, currently Central Government is readjusting water rights and its permit system through the Government Regulation Draft of Water Use Right. Regulation in the Government Regulation Draft other than elucidate water use right in the Law Number 7 Year 2004 also accomodate Constitutional Court?s Decree on Case Number 058-059-060-063/PUU-II/2004 and Case Number 008/PUU-III/2005 Regarding Judicial Review of Law Number 7 Year 2004 Regarding Water Resources."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Evasari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan usaha hulu minyak
dan gas bumi. Pengelolaan asuransi ditinjau dari bentuk perjanjianya serta
kesesuaiannya dengan prinsip kebebasan memilih penanggung dan prinsip penutupan
objek asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri. Dalam penyusunannya skripsi ini
menggunakan metode yuridis empiris, dimana dalam pengumpulan datanya selain
melalui literatur, juga melalui Focused Group Discussion (FGD). Dari sana ditemukan
bahwa perlunya sosialisasi lebih lanjut mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan
usaha hulu migas ini oleh regulator kepada pihak-pihak yang berkepentingan, serta perlu
pembahasan lebih lanjut mengenai komponen dalam negeri berkaitan dengan prinsip
penutupan asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri.

Abstract
This undergraduate thesis examines about juridical observation of insurance
management in the upstream oil and gas business. The observation examines the
insurance?s policy format, and its relevance with the insurance principles such as
freedom to choose the insurer, and the principle of insurance covering object with
national insurance company. The method that been used to arrange this thesis is
juridical-empiric method, which was in data colleting, aside from the literature study; we
held a focused group discussion (FGD). As the result, it had been found that there
should be more of socialization about insurance management system in this kind of
business from the regulator to the parties who needed it. And also, more explanation
needed about domestic component in the terms of insurance covering from national
insurer principle."
Universitas Indonesia, 2012
S43220
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Syafira
"

Berbicara mengenai sektor minyak dan gas bumi yang merupakan sektor strategis tidak terlepas dari kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga yang terlibat didalamnya. Berbagai perkembangan peraturan dan kebijakan pun ikut mempengaruhi tata kelola migas khususnya pada sektor hulu. Mulai dari tata kelola migas dikendalikan oleh Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan negara, kemudian terbit UU No. 22 Tahun 2001 yang mengalihkan pengelolaan migas kepada Badan Pelaksana (BP Migas), sampai akhirnya keberadaan BP Migas dibubarkan karena dinilai inkonstitusional berdasarkan Putusan MK No. 36/PUU-X/2012. Akan tetapi, saat ini kewenangan yang ada pada BP Migas dahulu masih dijalankan oleh SKK Migas sebagai suatu entitas baru yang menyelenggarakan pengelolaan sektor hulu migas yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2013. Tidak terlepas dengan perwujudan negara di dalam Kementerian ESDM yang juga berwenang melaksanakan pengawasan dan pembinaan dalam tata kelola migas di Indonesia. Kemudian adanya wacana pembentuk Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) pada sektor hulu migas di dalam Rancangan UU Cipta Kerja menimbulkan pertanyaan bagaimana status kelembagaan dari SKK Migas dan seberapa urgensinya pembentukan BUMN-K ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan kepustakaan serta wawancara. Untuk menghadapi berbagai tantangan dalam tata kelola migas saat ini menjadi sangat penting untuk menentukan peran dan tanggung jawab secara efektif dan efisien antara Kementerian ESDM, PT Pertamina (Persero), dan SKK Migas, serta perlu ditinjau kembali mengenai badan usaha yang ideal dan sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 untuk melaksanakan pengelolaan migas di Indonesia.

 


Talking about the oil and gas sector which is a strategic sector is inseparable from the authority possessed by each institution involved in it. Various developments in regulations and policies have also affect oil and gas governance, especially in the upstream sector. In the begining oil and gas governance is controlled by Pertamina as the only state company, then Law Number 22 of 2001 which is transferred management of the upstream oil and gas sector to the Implementing Agency (BP Migas), until finally the existence of BP Migas was dissolved because it was considered unconstitutional based on the Constitutional Court Decision Number 36/PUU-X/2012. However, the existing authority at BP Migas was previously still exercised by SKK Migas as a new entity that carries out management of the upstream oil and gas sector established under Presidential Regulation Number 9 of 2013. It is inseparable from the realization of the state within the Ministry of Energy and Mineral Resources which is also authorized to carry out supervision and guidance in oil and gas governance in Indonesia. Then the discourse of forming a Special State-Owned Enterprise (BUMN-K) in the upstream oil and gas sector in the Draft Employment Law raises the question of the institutional status of SKK Migas and how urgent is the establishment of BUMN-K. The method in this research is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interviews. To face various challenges in oil and gas governance, it is now very important to determine the role and responsibilities effectively and efficiently between the Ministry of Energy and Mineral Resources, PT Pertamina (Persero), and SKK Migas, and needs to be reviewed on the ideal business entity in accordance with mandate of Article 33 paragraph (3) of the UUD 1945 Constitution to carry out oil and gas management in Indonesia.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E.M. Alfalesa
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum khususnya pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Proyek Pembangunan Drilling, Flowline Dan Access Road Di Kabupaten Wajo. Konsinyasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 02 Tahun 2012 berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH Perdata, dimana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk Proyek Pembangunan Drilling, Flowline Dan Access Road Di Kabupaten Wajo dan hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas tanah, Peran SKK Migas, Kontraktor, Tim Pengadaan Tanah, dan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, serta pengaruhnya terhadap pemilik hak atas tanah yang terkena proyek tersebut.

ABSTRACT
This research is conducted in order to obtain a description of the Mechanism of Compensation Consignment in the Land Procurement for Public Importance, especially for the Construction of Drilling, Flowline Dan Access Road in Wajo Area. The consignment applied Under Act No. 02 of 2012 is different to the consignment regulated in the Civil Code, in which, in the Civil Code, a consignment may be applied if there is any legal relationship among the parties previously. The objectives that will be achieved in this research are to find out the mechanism of compensation consignment of the land used for the Construction of Drilling, Flowline Dan Access Road in Wajo Area and the obstacles emerging in the mechanism of compensation of the land used for the Construction of Drilling, Flowline Dan Access Road in Wajo Area, role of SKK Migas, Contractor, P2T Team, and the process of land procurement for public importance and its influence on the owners of rights upon land included in that project.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Ames Remonda
"Mekanisme pengembalian kembali pajak Pertambahan Nilai pada industri hulu migas mengalami perubahan yang signifikan sejak PMK No. 218 Tahun 2014 diberlakukan. Tambahan persyaratan dokumen pengajuan pengembalian kembaliPPN seperti SKF, SKPN dan konfirmasi faktur pajak dari DJP membuat prosedur pengembalian kembali PPN menjadi lebih lama dari sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi prosedur pengembalian kembali PPN Migas berdasar PMK 218 Tahun 2014 di PT X. Penelitian kualitatif ini menggunakan wawancara mendalam untuk pengumpulan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pengembalian kembali PT X harus melalui lima tahap yaitu penyiapan surat permohonan kembali PPN, verifikasi dokumen oleh SKK Migas dan konfirmasi DJP, penelitian terhadap surat permintaan pengembalian kembali PPN oleh DJA, pengeluaran surat perintah pembayaran, dan pencairan dana dari rekening migas. Namun, dalam proses pengimplementasiannya PT X mengalami permasalahan seperti birokrasi yang terlalu panjang.

The mechanism of reimbursement of Value Added Tax on the upstream oil and gas experienced a significant change since the PMK No. 218 of 2014 was enforced. Additional requirements filing documents VAT reimbursement such as SKF, SKPN, and confirmation tax invoice from the DJP make VAT reimbursement procedures become longer. This study aimed to analyze the implementation of the VAT reimbursement procedure based on PMK 218 2014. This qualitative research used in-depth interview as data collection technique.
As the result, there are five stages that has to be passed in the procedure. The stages are preparation of VAT returns documents, documents verification by SKK Migas and confirmation by DJP, study of VAT reimbursement's letter of request by DJA, the issue of a payment order, and funds disbursement from oil and gas account. However, there are some problems in the implementation, long bureaucracy is one of them.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainul Fikri
"Industri minyak dan gas bumi merupakan industri khusus karena perannya sangat vital bagi Indonesia. Demi menjaga amanat UUD 1945 pemerintah perlu mengatur secara khusus seluruh indikator, terutama terkait perpajakan. Pada akhir tahun 2010 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2010. Pada Pasal 13 huruf (u) peraturan tersebut menjelaskan bahwa pembayaran biaya bonus kepada pemerintah tidak dapat diperhitungan dalam pajak kontraktor apabila tidak diatur secara detail dalam kontraknya yang mengacu kepada Pasal 38 huruf (b). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan tersebut pada dasar tujuan dan maksud pembuatannya baik, namun sifatnya yang berlaku retroaktif menunjukan bahwa peraturan tersebut tidak sesuai dengan azas dan prinsip hukum perpajakan. Hal tersebut membuat iklim industri migas menjadi tidak kondusif.

Upstream Oil and Gas Industri is a special industri for Indonesia because it’s vital role. In order to follow the constitution, government must specially regulate all every indicators, particularly related to taxation. In the end of year 2010 government published Government Regulation No. 79 year 2010. On article 13 letter (u), the regulation explained that bonus which paid to the government cannot be deducted in calculating the contractor’s income tax if the contract not provided in details. This research use descriptive qualitative method. The research shows that the objective and the purpose of the regulations is absolutely veritable, but because of its retroactive character shown that the regulation is wrong according to the principle of taxation law. That makes the environment of oil and gas industri not conduicive."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>