Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163699 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nidia Robertina
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kualitas attachment ayah-anak dan ibu-anak dengan kualitas persahabatan pada remaja madya. Partisipan pada penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 hingga 17 tahun, sebanyak 97 partisipan. Kualitas Attachment pada ayah-anak dan ibu-anak diukur dengan alat ukur Inventory of Parent and Peer Attachment yang disusun oleh Armsden dan Greenberg (1987). Kualitas persahabatan diukur dengan alat ukur Friendship Quality Questionnaire dari Parker dan Asher (1989) yang dibagi menjadi dua dimensi, yakni dimensi kualitas persahabatan positif yang terdiri aspek validation and caring, companionship and recreation, help and guidance, intimate exchange, dan conflict resolution, serta dimensi kualitas persahabatan negatif yang memiliki aspek conflict and betrayal. Hasil utama pada penelitian ini menemukan bahwa kualitas attachment ibu-anak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas persahabatan positif dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas persahabatan negatif. Kemudian pada kualitas attachment ayah-anak, ditemukan hasil yang signifikan terhadap dimensi kualitas persahabatan positif, namun tidak signifikan terhadap dimensi kualitas persahabatan negatif.

ABSTRACT
This research aimed to see the relationship between the attachment quality of father-child and mother-child with friendship quality among middle adolescence. The participants of this research were 97 adolescents aged 15 to 17 years old. Attachment quality of father-child and mother-child were measured using Inventory of Parent and Peer Attachment which developed by Armsden and Greenberg (1987). The friendship quality was measured using Friendship Quality Questionnaire developed by Parker and Asher (1989) which consists of two dimensions: positive friendship quality that consisting of aspects validation and caring, companionship and recreation, help and guidance, intimate exchange, conflict resolution; and negative friendship quality that having an aspect conflict and betrayal. The main result of this research found that the attachment quality on mother-child significantly correlated with positive friendship quality and also significantly correlated with negative friendship quality Attachment quality on father-child significantly correlated with positive dimension of friendship quality, but it there is no correlation with negative dimension of friendship quality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gendis Sekar Pitaloka
"Kualitas pertemanan yang baik merupakan hal penting untuk dimiliki oleh remaja, terutama remaja akhir. Adanya interaksi antara anak dan ayah akan meningkatkan kemampuan anak dalam menjalin hubungan pertemanan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keterlibatan ayah dan kualitas hubungan pertemanan pada remaja akhir. Dalam penelitian ini, keterlibatan ayah diukur dengan menggunakan alat ukur Nurturant Fathering Scale dan Father Involvement Scale yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz 2004 , sedangkan alat ukur digunakan untuk mengukur kualitas hubungan pertemanan adalah McGill Friendship Questionnaire-Friend 39;s Functions yang dikembangkan oleh Mendelson dan Aboud 2012 . Partisipan penelitian ini adalah remaja akhir berusia 17 hingga 21 tahun N = 635 . Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dan kualitas hubungan pertemanan pada remaja akhir. Dengan kata lain, semakin tinggi keterlibatan ayah, maka semakin tinggi pula kualitas hubungan pertemanan yang dimiliki.

A good friendship quality is important for adolescence, especially late adolescence. Interaction between father and his children will increase children rsquo s ability to develop friendship. The aim of this study was to examine the relationship between father involvement and friendship quality among late adolescence. In this study, father involvement was measured with Nurturant Fathering Scale and Father Involvement Scale developed by Finley and Schwartz 2004 , meanwhile friendship quality was measured with McGill Friendship Questionnaire Friend 39 s Functions developed by Mendelson and Aboud 2012 . Participants of this study consisted of late adolescence with aged between 17 and 21 years N 635 . This study was a correlational study which was conducted with a quantitative approach. The result of this study showed a positive and significant relationship between father involvement and friendship quality among late adolescence. In other words, the higher the father involvement, the higher their friendship quality is."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Dimas Bagus Prabowo
"Penelitian mengenai kualitas attachment dengan kemandirian sebelumnya masih sedikit yang memisahkan antara attachment ibu-anak dengan attachment ayah-anak. Pada studi ini, attachment orangtua dipisahkan menjadi attachment ibu-anak dan ayah-anak. Sampel pada studi ini adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun di kota Depok (N=103). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang mengukur attachment ibu-anak dan ayah-anak serta kemandirian. Attachment ibu-anak dan ayah-anak diukur melalui adaptasi alat ukur Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) dan kemandirian diukur melalui adaptasi alat ukur Adolescence Autonomy Questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan attachmen ibu-anak memiliki hubungan signifikan dengan kemandiran, sedangkan attachment ayah-anak tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kemandirian.

There's not many studies that distinguish parent attachment as mother-child and father-child attachment in connection with autonomy. In this study, parent attachment has been separated into mother-child and father-child attachment. The samples of this study is late adolescents between 18 and 21 years old, who lives in Depok (N=103). Respondents are asked to fill the questionnaires which measures mother-child attachment, father-child attachment and autonomy. Mother-child attachment and father-child attachment were measured with adaptation version of Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) and autonomy were measured with adaptation version of Adolescence Autonomy Questionnaire. This study found that mother-child attachment correlates significantly with autonomy, while father-child attachment didn’t correlates significantly with autonomy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savitri Puji Astuti
"Dalam persahabatan, salah satu kegiatan yang dilakukan antara dua sahabat adalah melakukan pengungkapan diri (Hays, dalam Deaux, 1993). Derlega (2004) mengatakan bahwa pengungkapan diri merupakan salah satu faktor penting dalam berkembangnya suatu hubungan. Derlega (1993) berpendapat bahwa pengungkapan diri adalah sesuatu yang diekspresikan oleh individu secara verbal mengenai dirinya.
Jourard (dalam Hirokawa, 2004) mengartikan pengungkapan sebagai suatu usaha dalam menjadikan diri "transparan" terhadap orang lain dengan melalui komunikasi. Pengungkapan terjadi apabila individu yang terlibat telah mengenal satu sama lain dan telah tertanam perasaan saling percaya (Argyle, 1992).
Menurut Derlega dan Grzelak (1979, dalam Rottenberg, 1995), pengungkapan diri memiliki 5 fungsi yaitu mendapatkan penilaian sosial, mendapatkan kontrol sosial, mendapatkan klarifikasi diri, melatih pengekspresian diri dan mengembangkan hubungan. Adapun Jourard (1964) mengutarakan mengenai 6 kategori dalam pengungkapan diri, yaitu perilaku dan opini, selera dan ketertarikan, pekerjaan atau sekolah, uang, kepribadian dan tubuh.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Jourard (1964), Brehm (1992), Derlega (1993) dan Papini et al. (2004) ditemukan beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap pengungkapan diri. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia, perilaku orang tua, dan rasa percaya serta waktu.
Pengungkapan diri dilakukan oleh tiap individu dan pada tiap tahap perkembangan. Derlega (1993) mengatakan bahwa usia memberikan pengaruh terhadap pengungkapan. Perubahan pola pengungkapan diri terkait dengan perubahan dasar dalam isu dan tugas yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian (Rottenberg, 1995). Hal ini berarti perkembangan individu memiliki pengaruh terhadap proses pengungkapan diri.
Berndt (dalam Papalia & Olds, 2004) mengutarakan bahwa intensitas persahabatan dalam masa remaja jauh lebih besar daripada periode lain selama rentang kehidupan seseorang. Sementara pada masa dewasa madya, persahabatan dapat dijadikan panduan bagi dewasa madya ketika individu mengalami stress kesehatan fisik ataupun mental (Cutrona, Russel, & Rose, dalam Papalia, 2002).
Minimnya penelitian yang mengkaitkan mengenai proses, fungsi dan kategori pengungkapan diri dengan masa perkembangan seorang individu merupakan salah satu alasan penelitian ini dilakukan. Masalah yang muncul adalah bagaimana fungsi, kategori dan proses pengungkapan diri pada persahabatan remaja dan dewasa madya?
Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, dengan metode penelitian in-depth interview. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, terdiri dari 2 remaja (laki-laki dan perempuan) dan 2 dewasa madya (laki-laki dan perempuan). Karakteristik subjek adalah memiliki minimal 1 orang sahabat dan hubungan persahabatan masih berlangsung selama masa penelitian dilakukan.
Hasil utama yang diperoleh dalam penelitian adalah munculnya kelima fungsi pengungkapan diri pada tiga kasus dan tiga fungsi pengungkapan diri pada kasus ke empat. Kategori yang muncul pada keempat kasus adalah selera dan ketertarikan, uang, dan kepribadian. Untuk proses pengungkapan diri, rasa percaya dan waktu merupakan faktor penting untuk munculnya pengungkapan diri secara mendalam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Saraswati
"[ABSTRAKBR
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan kualitas
pertemanan pada remaja akhir dari keluarga utuh, bercerai, dan menikah kembali.
Resiliensi didefinisikan sebagai perwujudan kualitas pribadi atau kemampuan
individu dalam melakukan coping untuk menghadapi dan dapat bertahan dari
kesulitan atau perubahan. Kualitas pertemanan adalah penilaian individu terhadap
seberapa baik teman dalam memenuhi fungsi-fungsi pertemanan. Pengukuran
resiliensi dilakukan dengan menggunakan alat ukur Resiliency Attitudes and
Skills Profile (RASP) yang dikembangkan oleh Hurtes dan Allen (2001).
Pengukuran kualitas pertemanan dilakukan dengan menggunakan alat ukur
McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) yang
dikembangkan oleh Mandelson & Aboud (2012). Partisipan penelitian berjumlah
75 remaja akhir yang tinggal bersama keluarga kandung, bercerai, dan atau tiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara resiliensi dan kualitas pertemanan pada remaja akhir dari keluarga utuh,
bercerai, dan menikah kembali. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya
pemeliharaan kualitas pertemanan bagi remaja dalam mengalami perceraian atau
pernikahan kembali orang tua untuk mengembangkan resiliensinya.;This research was conducted to find the relationship between resiliency and
friendship quality among late adolescence. Resiliency defined as the manifestation
of individual quality or the ability to cope and survive from adversity or change.
Friendship quality is an individual judgement of the degree to which a friend
fulfills friendship functions. Resiliency was measured by Resiliency Attitudes and
Skills Profile (RASP) (Hurtes and Allen, 2001). Friendship quality is measured by
McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) (Mandelson &
Boud, 2012). Participants of this research were 75 late adolescents living with
biological, divorced, or step family. Results shows a positive significant
correlation between resiliency and friendship quality among late adolescence from
intact, divorced, or remarried families. The implication of this study is the
importance of maintaining a good friendship quality for late adolescence who has
experienced parental divorce or remarriage in order to develop their resiliency., This research was conducted to find the relationship between resiliency and
friendship quality among late adolescence. Resiliency defined as the manifestation
of individual quality or the ability to cope and survive from adversity or change.
Friendship quality is an individual judgement of the degree to which a friend
fulfills friendship functions. Resiliency was measured by Resiliency Attitudes and
Skills Profile (RASP) (Hurtes and Allen, 2001). Friendship quality is measured by
McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) (Mandelson &
Boud, 2012). Participants of this research were 75 late adolescents living with
biological, divorced, or step family. Results shows a positive significant
correlation between resiliency and friendship quality among late adolescence from
intact, divorced, or remarried families. The implication of this study is the
importance of maintaining a good friendship quality for late adolescence who has
experienced parental divorce or remarriage in order to develop their resiliency.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manopo, Christine
"ABSTRAK
Attachment (kelekatan) yang teijadi antara pengasuh utama dan anak mempengaruhi kehidupan seseorang, terutama kehidupan individu saat berhubungan dengan orang lain (Bowlby, 1982). Perilaku attachment yang berkembang pada masa kanak-kanak akan direfleksikan dalam berbagai bentuk hubungan, termasuk persahabatan (Kerns, Klepac & Cole, 1996). Dalam hal ini, setiap individu akan mengembangkan kategori adult attachment yang berbeda berdasarkan kombinasi tertentu yang terpola dari dimensi avoidance dan dimensi anxiety.
Persahabatan sebagai salah satu bentuk hubungan interpersonal yang kualitasnya dipengaruhi pola tersebut di atas tidak luput dari penelitian-penelitian yang berkembang saat ini. Berkualitas atau tidaknya sebuah hubungan persahabatan tergantung bagaimana indikator-indikator dalam hubungan tersebut berfiingsi dengan baik (Mendelson, 2000). Indikator-indikator tersebut terdiri atas 6 dimensi, yaitu stimulating companionship, help, intimacy, reliable alliance, self validation, dan emotional security. Topik ini layak untuk diteliti karena berpengaruh pada aspek kehidupan manusia. Namun, penelitian mengenai topik ini belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk menyelidiki pengaruh perbedaan karakteristik dimensi-dimensi adult attachment terhadap kualitas persahabatan remaja akhir.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan yang teijadi antara variabel-variabel penelitian. Tehnik utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa regresi berganda dan korelasi produk momen-Pearson. Disamping itu, penelitian ini juga melakukan uji beda means dengan t test. Adult attachment dimensi avoidance dan dimensi anxiety diukur dengan menggunakan skala ECL yang disusun Brennan et al (1998). Skala ini terdiri atas 18 pemyataan yang berbentuk skala Likert 1-7 yang berfungsi mengukur masing-masing dimensi. Sedangkan untuk kualitas persahabatan, peneliti menggunakan McGill Friendship Questionairre yang disusun Mendelson (2000). Skala ini terdiri atas 6 sub skala berbentuk skala Likert. Skala ini terdiri atas 6 pemyataan untuk masing-masing dimensi yang bertujuan mengukur apakah indikator yang mempengaruhi kualitas persahabatan berfungsi dengan baik.
Subyek penelitian ini adalah 162 mahasiswa yang terdapat di Universitas Indonesia dan memasuki tahap remaja akhir (18-22). Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa individu yang berada pada tahap ini lebih tenang dan stabil serta lebih berkualitas dibanding sebelumnya (Kems, Klepac & Cole, 1993). Sedangkan tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara dimensi adult attachment avoidance terhadap kualitas persahabatan dimensi stimulating companionship, help, reliable alliance, self validation dan emotional security. Pada hasil tambahan, tidak ditemukan adanya perbedaan antara responden pria dan wanita pada dimensi adult attachment dan kualitas persahabatan. Selain itu, lama hubungan persahabatan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kualitas persahabatan. Saran praktis dari penelitian ini adalah seseorang perlu memperhatikan selfmodel sebagai sesuatu yang positif pada saat memandang diri sendiri dalam rangka membentuk hubungan interpersonal dengan orang lain.
Saran metodologis dari penelitian ini adalah melakukan variasi karakteristik subyek sehingga basil yang diperoleh lebih beragam. Disamping itu, perlu ditambahkan alat ukur, seperti observasi dan wawancara, sehingga dapat dilakukan validasi silang yang berguna untuk meningkatkan keakuratan suatu pengukuran dan konstruk yang diukur."
2002
S2871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaskia Toyyibatun Zulkaisy
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara attachment ibu-anak, attachment ayah-anak, dan self-esteem remaja akhir Kota Depok. Penelitian ini dilakukan terhadap 104 remaja akhir di Kota Depok berusia 18-21. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) yang dibuat oleh Armsden dan Greenberg pada tahun 2009. Alat ukur ini mengukur attachment ibu-anak dan attachment ayah-anak. Sementara self-esteem diukur menggunakan kuesioner yang dibuat oleh Rosenberg (1965), yaitu Rosenberg?s Self-Esteem Scale yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan mengukur satu dimensi, yaitu global self-esteem. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa attachment ibu-anak memiliki hubungan positif yang signifikan dengan self-esteem remaja akhir Kota Depok (r=0,204: l.o.s. 0,05) dan attachment ayah-anak tidak memiliki hubungan positif yang signifikan dengan self-esteem remaja akhir Kota Depok (r=0,068; l.o.s. 0,05).

The purpose of this study is to understand the correlation between mother- child attachment, father-child attachment, and self-esteem in late adolesence in Depok. The sample of this study consist of 104 late adolescence (18 ? 21 years old) in Depok. Mother-child attachment and father-child attachment measured by Inventory of Parent and Peer Attachment-Revised (IPPA-R) which is created by Armsden and Greenberg on 2009. Whereas, self-esteem is measured by Rosenberg?s Self-Esteem Scale and measuring one dimension of self-esteem (global self-esteem). Result of this study showed that mother-child attachment correlates significantly with self-esteem in late adolescence in Depok (r=0,204: l.o.s. 0,05) and father-child attachment has no correlation with self esteem in late adolescence in Depok (r=0,068; l.o.s. 0,05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Loisa
"Sering dikatakan kebudayaan merupakan faktor penting di dalam menentukan komunikasi manusia, apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya dipelajari seseorang di dalam kebudayaannya. Berbagai studi di dalam bidang ilmu yang mempelajari keterkaitan antara kebudayaan dengan manusia, menyatakan bahwa kebudayaan mengkondisikan manusia kepada suatu karaktersitik watak tertentu. Pandangan-pandangan yang sejalan dengan pernyataan para ahili di atas ternyata juga banyak dianut oleh para ahli komunikasi. Keterlibatan kebudayaan di dalam watak manusia, sudah cukup lama diperhatikan oleh para pakar studi ilmu komunikasi. Mereka mengkonseptualisasikan apa yang disebut sebagai watak komunikasi, dimana sebagian besar watak komunikasi ini cenderung dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan orang bersangkutan.
Penelitian Konteks Kebudayaan dan Strategi Reduksi Ketidakpastian pada dasarnya mencari tahu bagaimana kebudayaan terlibat di dalam prilaku komunikasi. Sementara itu disebut-sebut, bahwa prilaku komunikasi manusia tidak hanya dilatarbelakangi oleh watak komunikasinya, tetapi juga oleh persepsi terhadap situasi. Karena itu, pengumpulan data tentang watak komunikasi di dalam penelitian ini dilengkapi dengan data yang berkaitan dengan situasi komunikasi.
Karena prilaku komunikasi begitu beragam, pada penelitian ini prilaku komunikasi dibatasi pada prilaku pencarian informasi, yang disebut sebagai strategi reduksi ketidakpasatian. Penelitian-penelitian tentang strategi reduksi ketidakpastian yang sudah ada sampai saat ini berfokus pada aspek situasi komunikasi. Karena itu penelitian ini bermaksud untuk melihat prilaku komunikasi tersebut dari sisi watak komunikasi, maupun situasi komunikasi. Strategi reduksi ketidakpastian, menjadi bahasan khusus di dalam studi komunikasi antarpribadi. Disebut-sebut, bahwa strategi reduksi ketidakpastian ini dapat menjelaskan bagaimana suatu hubungan antarpribadi berkembang dari tahap perkenalan sampai pada tahap hubungan yang intim.
Agar bisa mendapatkan gambaran tentang prilaku komunikasi yang memang khas di dalam suatu kebudayaan tertentu, perlu untuk memperhatikan apakah kebudayaan yang ingin dipelajari memang berbeda dari kebudayaan lainnya. Untuk itu dipilih dua sub-kebudayaan di dalam masyarakat Indonesia, yang memiliki karakeristik yang berbeda dalam hal konteks kebudayaannya, yaitu kebudayaan Batak, yang memiliki ciri-ciri kebudayaan konteks tinggi-rendah, dengan kebudayaan Jawa yang karakterstiknya cenderung kepada konteks tinggi-tinggi. Karena perbedaan kebudayaan justru terlihat jika kedua kebudayaan berinteraksi di wilayah yang tidak memiliki kebudayaan dominan, maka penelitian ini dilakukan di Jakarta. Berbagai studi lainnya menjelaskan bahwa kelompok wanita cenderung untuk lebih banyak melakukan pengungkapan diri, dan memiliki kecenderungan yang kuat untuk membina suatu hubungan. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, dipilih nara sumber yang dapat diandalkan dalam hal memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mereka yang mengalami intemalisasi kebudayaannya, dan mengaktifkan strategi reduksi ketidakpastian baik di dalam kehidupan sehari-hari, juga kepada partner hubungannya. Karena yang akan dipelajari adalah mereka yang berasai dari suku bangsa Batak dan suku bangsa Jawa, maka pasangan hubunganhubungan pertemanan, yang komposisinya terdiri atas sepasang wanita Jawa, sepasang wanita Batak, atau sepasang wanita yang terdiri atas suku bangsa Batak dan suku bangsa Jawa, dan berdasarkan pertimbangan lainnya dibatasi pada mereka yang berpendidikan minimal D3 dan bekerja di Jakarta.
Dari hasil wawancara mendalam, bahwa para nara sumber mengalami internalisasi kebudayaan di dalam keluarga mereka masing-masing, nara sumber wanita dari suku bangsa Batak, cenderung menginternalisasi kebudayaan konteks tinggi-rendah. Sementara itu nara sumber wanita suku bangsa Jawa, cenderung menginternalisasi kebudayaan konteks tinggi-tinggi. Dimana pada gilirannya internalisasi kebudayaan ikut membentuk watak komunikasi, dimana strategi reduksi ketidakpastian yang biasanya mereka aktif kan, juga sejalan dengan strategi reduksi ketidakpastian yang biasanya dipraktekkan di dalam keluarga ketika mereka menginternalisasi konteks kebudayaan.
Ketika dikhususkan pada situasi hubungan pertemanan, kelihatan bahwa masing-masing partisipan melakukan adaptasi, termasuk adaptasi strategi reduksi ketidakpastian. Nara sumber yang berasal dari suku bangsa Batak yang di dalam kehidupannya sehari-hari cenderung menggunakan strategi interaktif dengan bahasa verbal yang serba langsung, mulai menggunakan strategi interaktif dengan cara-cara pengamatan. Sementara itu nara sumber wanita Jawa yang cenderung untuk menyimpan data tentang dirinya dari orang lain, mulai melakukan pengungkapan diri. Dengan demikian penelitian ini mengangkat keterlibatan kebudayaan di dalam prilaku komunikasi dengan menjelaskan aspek watak dan aspek situasi komunikasi. Dimana di dalam aspek watak komunikasi, strategi reduksi ketidakpastian yang diaktifkan cenderung sejalan dengan yang diinternalisasinya di dalam pranata primer. Sementara itu di dalam situasi hubungan pertemanan, keterlibatan kebudayaan terutama mengacu kepada kebudayaan sebagai cara-cara adaptasi. Dimana sejalan dengan perkembangan hubungan pertemanan, strategi yang digunakan berdasarkan adaptasi kedua pihak, dengan sama-sama bergeser pada strategi interaktif yang disertai pengamatan terhadap prilaku satu sama lain. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T3915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Putri Anandiva
"Kualitas pertemanan merupakan hal yang paling penting untuk dilihat dalam meneliti mengenai pertemanan anak-anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara keterampilan komunikasi dan kualitas pertemanan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat perbedaan kualitas pertemanan dari anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif berdasarkan jenis kelamin. Dalam penelitian ini, keterampilan komunikasi diukur dengan menggunakan alat ukur Social Skills Improvement System SSIS dimensi komunikasi yang dikembangkan oleh Gresham dan Elliott 2008, sedangkan kualitas pertemanan diukur dengan menggunakan alat ukur Friendship Quality Questionnaire FQQ yang dikembangkan oleh Parker dan Asher 1993. Partisipan dari penelitian ini adalah anak berkebutuhan khusus yang berusia antara 7 hingga 12 tahun, hanya memiliki satu jenis kebutuhan khusus, memiliki tingkat gangguan yang tergolong ringan, dan memiliki kemampuan membaca N = 108. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterampilan komunikasi dan kualitas pertemanan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif. Dengan kata lain, semakin tinggi keterampilan komunikasi dari anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif, semakin tinggi pula kualitas pertemanannya. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari kualitas pertemanan anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif berdasarkan jenis kelamin.

Friendship quality is the most important thing to be seen when studying about friendship of children, including children with special needs. The aim of this study was to examine the relationship between communication skills and friendship quality among children with special needs in inclusive primary school. This study was also aimed to examine the difference of friendship quality of children with special needs in inclusive primary school by gender. In this study, communication skills was measured by the communication dimension of Social Skills Improvement System SSIS Gresham Elliott, 2008, meanwhile friendship quality was measured byFriendship Quality Questionnaire FQQ Parker Asher,1993. Participants of this study consisted of children with special needs aged between 7 and 12 years, only have one type of special needs, have a mild level of disability, and have the ability to read N 108 . This study was a correlational study which was conducted with a quantitative approach. The results of this study showed a significant relationship between communication skills and friendship quality among children with special needs in inclusive primary school r 0.613, p 0.01. This meansthe higher the communication skills of children with special needs, the higher their friendship quality is. The result of this study also showed a significant difference of friendship quality of children with special needs in inclusive primary school by gende."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Nur Kharimah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kualitas hubungan pertemanan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan serta melihat korelasi antara kualitas hubungan pertemanan dan tingkat depresi pada siswa SMA di wilayah DKI Jakarta. Friendship Quality Scale FQS dan Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL-25 digunakan pada penelitian ini untuk mengukur kualitas hubungan pertemanan dan psychological distress dalam bentuk gejala depresi. Responden penelitian ini terdiri dari 746 siswa kelas X SMA yang tersebar di lima kotamadya di Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kualitas hubungan pertemanan pada remaja laki-laki dan perempuan, dengan skor kualitas hubungan pertemanan pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki.
Berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara kualitas hubungan pertemanan dan tingkat depresi, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas hubungan pertemanan maka akan semakin tinggi pula tingkat depresi, dan begitu sebaliknya. Penelitian lanjutan dinilai perlu dilakukan untuk menggali dinamika hubungan positif antara kualitas hubungan pertemanan dan tingkat depresi.

The aim of this study is to compare friendship quality between boys and girls, and also to investigate whether any correlation between friendship quality and depression among high school students in Jakarta. Friendship Quality Scale FQS and Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL 25 are used to measure friendship quality and psychological distress in the form of depressive symptoms. Participants of this study were 746 tenth graders of high school from five urban cities in Jakarta.
The result of the study shows that there is a significant difference of friendship quality between boys and girls, whereas girls tend to be higher than boys. Contradictory with previous studies, the result of this study shows that there is a positive correlation between friendship quality and depression, which means that higher friendship quality correlates with higher depressive symptoms, and vice versa. Future researches are needed to explore the dynamics of positive correlation between friendship quality and depression.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>