Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lydia Visita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik dan kekerabatan ikan cupang menggunakan sekuens Cytochrome Oxidase I. Keragaman genetik diketahui menggunakan sekuens Cytochrome Oxidase I. Amplifikasi Cytochrome Oxidase I dilakukan menggunakan primer HCO dan LCO dengan hasil sekuens yang diperoleh berukuran 680 pb. Hasil alignment sekuens menunjukkan keragaman genetik yang kurang signifikan pada B. imbellis, sedangkan pada B. pallifina, B. patoti, dan B. unimaculata menunjukkan keragaman yang cukup signifikan. Tiga spesies ikan cupang dari Kalimantan memiliki kekerabatan yang dekat. Namun demikian, kekerabatan ikan cupang dari Kalimantan dengan ikan cupang dari Sumatera cukup jauh.

This study aims to determine the genetic diversity and kinship of fighting fish using Cytochrome Oxidase I. Cytochrome Oxidase I is used to know the genetic diversity of fighting fish. Primer HCO and LCO were used to amplify 680 bp of Cytochrome Oxidase I. The results of sequence alignment showed less significant genetic diversity for B. imbellis, whereas B. pallifina, B. patoti, and B. unimaculata show significant diversity. Three species of fighting fish from Kalimantan are closely related. However, the kinship of fighting fish from Kalimantan with fighting fish from Sumatra are far enough.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Hendrayanti
"Untuk memperoleh koleksi kekayaan hayati Nostoc Indonesia dilakukan isolasi mikroflora tanah dari beberapa lahan persawahan di wilayah di Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan. Isolat-isolat yang tumbuh cepat diidentifikasi secara morfologi dan molekuler mengunakan sekuen parsial dari gen 16S rRNA. Walaupun hubungan kekerabatan antar isolat belum sepenuhnya dapat dijelaskan, pohon filogeni yang dihasilkan dari analisis sekuen mendukung identifikasi secara morfologi bahwa isolat-isolat yang diteliti berbeda jenis. Uji coba 6 strain Nostoc , dalam bentuk inokulum tunggal,
sebagai sumber nitrogen untuk padi dilakukan. Sebanyak 2 g biomasa basah dari masing-masing strain Nostoc diinokulasi ke dalam pot-pot yang telah berisi 3 tanaman padi. Percobaan dilakukan di rumah kaca selama 115 hari.
Secara statistik (ANOVA;α= 0.05) hanya strain GIA13a yang mempengaruhi panjang akar dan jumlah bulir padi bernas.

Abstract
In order to collect Indonesian Nostoc, isolation of soil microflora from several paddy fields in West Java, Bali, and
South Celebes was carried out. Fast-growing isolates of
Nostoc were selected to describe and perform molecular
identification using partial sequences of 16S rRNA. The results showed that partial sequences of 16S rRNA could not resolve the phylogeny of the isolates. However, it supported the morphological studies that recognize isolates as different species of Nostoc. Potential use of Nostoc as a nitrogen source for paddy growth was carried out using six
strains as single inoculums. A total biomass of 2 g (fresh weight) for each strain was inoculated, respectively, into the
pot planted with three paddy plants. This experiment was conducted in the green house for 115 days. Statistical analyses
(ANOVA;α= 0.05) showed that of six strains tested in this study, only strain GIA13a had influence on the augmentation of root length and the total number of filled grains."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2012
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Currently, we reported results of a nested polymerase chain reaction (PCR) assay specific 5` untranslated region (UTR)
region of hepatitis C virus (HCV) genome that showed three different patterns of deoxyribonucleic acid (DNA)
fragments (single expected specific DNA band, single DNA band higher in size than an expected band, and multiple
DNA bands). Three isolates (Isolate A, B, and C), representing all the three DNA bands, were analyzed by using
phylogenetic trees. The results showed that the Isolate A, B, and C were classified into HCV genotypes 2, 1, and 3,
respectively. The Isolate A and B were very closely related to viral isolates from Madagascar and Brazil, respectively
and were not closely related to other Indonesia isolates. In contrast with the Isolate A and B, the Isolate C was very
closely related to another Indonesia isolate. Among all there isolates, the Isolate C was very closely related to an
Indonesia isolate detected from a cirrhosis patient, indicating that the Isolate C might be more virulence than the Isolate
B and C. However, a complete genome-based comprehensive genetic characterization for all the three isolates needs to
be conducted in future research to confirm all findings in this study.
Analisis Filogenetik Berbasis Region5` yang Tidak Ditranslasikan Sebagian (Partly 5` UTR) terhadap Tiga Isolat
Virus Hepatitis C di Jakarta, Indonesia: Kajian Pendahuluan. Makalah ini adalah laporan hasil pengujian genom
HCV dengan metode nested PCR 5` UTR spesifik yang menunjukkan adanya tiga pola fragmen DNA yang berbeda
(untai DNA spesifik yang diekspektasi tunggal, untai DNA tunggal yang berukuran lebih tinggi daripada untai yang
diekspektasi, dan untai DNA majemuk). Tiga isolat (Isolat A, B, dan C) yang mewakili tiga berkas DNA itu dianalisis
dengan pohon filogenetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Isolat A, B, dan C tergolong genotipe HCV 2, 1, dan 3
secara berturut-turut. Isolat A dan B masing-masing berhubungan erat dengan isolat virus dari Madagaskar dan Brazil,
meskipun keduanya tidak berhubungan erat dengan isolat dari Indonesia. Berbeda dengan isolat A dan B, Isolat C
berhubungan erat dengan isolat dari Indonesia. Di antara ketiga isolat, Isolat C memiliki hubungan paling erat dengan
isolat Indonesia yang ditemukan pada seorang pasien kirosis. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa Isolat C
lebih berbahaya daripada Isolat B dan C. Bagaimanapun, karakterisasi genetis komprehensif berbasis genom yang
lengkap terhadap ketiga isolat perlu dilaksanakan pada kajian-kajian berikutnya untuk mendukung hasil penelitian ini."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Octavia
"Ikan gupi (Poecilia reticulata) merupakan ikan hias air tawar yang telah menjadi komoditas ekspor utama di Indonesia. Persilangan antar strain ikan gupi sudah banyak dilakukan, namun masih sedikit ketersediaan informasi genetik intraspesies ikan gupi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik intraspesies ikan gupi dan hubungan kekerabatan antar populasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menggunakan marka gen Cytochrome Oxidase Subunit 1 (CO1). Amplifikasi PCR dan sekuensing menggunakan marka gen CO1 (F): 5 TCAACCAACCACAAAGACATTGGCAC-3 (26 pb) dan CO1 (R): 5 TAGACTTCTGGGTGGCCAAAGAATCA-3 (26 pb). Analisis yang dilakukan terhadap sekuen DNA ikan gupi antara lain; homologi BLAST, jarak genetik, dan analisis filogenetik. Hasil analisis homologi berdasarkan BLAST menunjukkan persentase similaritas 98-99% terhadap mtDNA Poecilia reticulata dan Poecilia wingei. Hasil analisis didapatkan jarak terbesar dan kekerabatan terjauh adalah populasi Bekasi strain Albino Full Red dengan populasi Tangerang strain Cobra. Sekuens tersebut mungkin dapat digunakan untuk menghasilkan benih dengan keragaman tinggi.

Guppy fish (Poecilia reticulata) is fresh water ornamental fish which have been the top export commodity in Indonesia. A lot of guppy strains had been hybridized, yet there are still few information about intraspecies genetic variation. Research was conducted to study intraspecies genetic variation and phylogenetic relationship among guppy population in region Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi using Cytochrome Oxidase Subunit 1 (CO1) as genetic marker. Amplification and sequencing were using CO1 (F): 5 TCAACCAACCACAAAGACATTGGCAC-3 (26 pb) and CO1 (R): 5 TAGACTTCTGGGTGGCCAAAGAATCA-3 (26 pb). Some analysis which had been done with guppy DNA were; BLAST homology, genetic distance, and phylogenetic analysis. BLAST homology resulted 98-99% similarity according to mtDNA Poecilia reticulata and Poecilia wingei. The biggest distance and farthest relationship belong to Albino Full Red strain in Bekasi with Cobra strain in Tangerang. Those sequences might be used to produce potential germ with high genetic variation."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pylogenetic tree merupakan tree yang merepresentasikan evolusi dari
berbagai spesies hidup di bumi. Untuk membangun phylogenetic tree ini
dibutuhkan suatu matriks jarak yang elemen-elemennya merupakan jarak
dari tiap pasang spesies yang terlibat. Jarak ini diperoleh dengan
menggunakan metode tertentu, diantaranya yaitu metode Jukes-Cantor dan
metode Kimura. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membentuk matriks
jarak dengan menggunakan metode Jukes-Cantor dan metode Kimura yang
selanjutnya akan disimulasikan terhadap data koleksi DNA dari 10 spesies
kelompok Khamir milik Wellyzar Sjamsuridjal, Ph.D.. Dari matriks jarak
yang terbentuk, selanjutnya akan dibangun phylogenetic tree yang akan
dianalisa dengan melihat pola percabangannya. Dari hasil simulasi dapat
disimpulkan bahwa nilai yang dihasilkan oleh masing-masing matriks jarak
dan pola percabangan yang dihasilkan oleh masing-masing phylogenetic tree
tidak begitu jauh berbeda. Namun berdasarkan teori, metode Kimura lebih
merepresentasikan kondisi yang sebenarnya dibandingkan dengan metode
Jukes-Cantor."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Usman
"Latar Belakang: Patogenitas Corynebacterium pada infeksi difteri, sangat terkait dengan toksin yang dihasilkannya. Indonesia merupakan negara ke dua di dunia yang memiliki kasus difteri terbanyak dengan 1.665 kasus dan 29 kasus kematian di tahun 2018. Toksin difteri dapat dihasilkan oleh 3 spesies penyebab, yaitu C. diphtheriae, C. ulcerans, dan C. pseudotuberculosis yang sulit dibedakan secara mikroskopik dan kultur, sehingga diperlukan deteksi molekuler untuk membedakanya. Karakterisasi C. diphtheriae sebagai spesies penyebab utama, diperlukan untuk mengetahui hubungan kekerabatanya dengan spesies negara lain untuk mencari kemungkinan sumber infeksi.
Metode: Sebanyak 108 sampel klinis digunakan dalam penenlitian ini. Teknik kultur dilakukan untuk mendeteksi 3 Corynebacterium patogenik, sedangkan realtime PCR hanya dirancang untuk mendeteksi C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis. Pengujian inhibitor, sensitifitas, dan spesifisitas dilakukan pada tahap optimasi. Karakterisasi C. diphtheriae dilakukan dengan metode sekuensing menggunakan gen rpoB parsial pada kultur sampel klinis.
Hasil: Limit deteksi real-time PCR untuk C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis secara berurutan sebanyak 4,49 dan 1,06 DNA copy number. Uji spesifisitas terhadap 18 mikrorganisme menunjukkan tidak terdapat reaksi silang. Pengujian terhadap 108 sampel klinis memberikan hasil yang sama dengan kultur, tidak ditemukan C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis. Pada kultur sampel klinis ditemukan C. diphtheriae sebanyak 10 sampel (9,26%), yang dapat dikelompokkan menjadi 4 clade yaitu clade I, III, IV dan V dengan similaritas 99,2 % sampai 99,7%.
Kesimpulan: Kasus suspek difteri dalam studi ini tidak berkaitan dengan infeksi C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis, dan hanya positif C. diphtheriae . Hasil karakterisasi gen rpoB pada C. diphtheriae, memperlihatkan hubungan kekerabatan dengan beberapa negara.

Background: Pathogenicity of Corynebacterium in diphtheria infection is closely related to toxin production. Indonesia is the second highest country in the world that has the most diphtheria cases with 1,665 cases and 29 deaths in 2018. Diphtheria toxin can be produced by 3 species, such as C. diphtheriae, C. ulcerans and C. pseudotuberculosis which are difficult to distinguish microscopically and culture, therefor molecular detection is needed to differentiate them. Characterization of C. diphtheriae as the main causative species, is needed to determine its relationship with other countries to find possible source of infection.
Method: A total of 108 clinical samples were used in this study. Culture techniques were performed to detect 3 pathogenic Corynebacterium and real-time PCR was only designed to detect C. ulcerans and C. pseudotuberculosis. Inhibitor, sensitivity and specificity testing were carried out at the optimization stage. Characterization of C. diphtheriae from culture of clinical samples, was carried out by sequencing method using partial rpoB genes.
Result: The real-time PCR detection limits for C. ulcerans and C. pseudotuberculosis were 4.49 and 1.06 DNA copy number, respectively. Specificity test for 18 microorganism showed no cross reaction. Tested on 108 clinical samples gave the same results as culture, there were not found C. ulcerans and C. pseudotuberculosis. In clinical culture samples found 10 (9.26%) C. diphtheriae, which can be grouped into 4 clades namely clades I, III, IV and V with similarities of 99.2% to 99.7%.
Conclusion: Suspected diphtheria cases in this study were not related to C. ulcerans and C. pseudotuberculosis infections, and were only positive for C. diphtheriae. The results of the rpoB gene characterization test on C. diphtheriae showed a close relationship with several countries.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaika Rajabdihara Kurniawan
"

Cantigi ungu (Vaccinium varingiifolium) merupakan tumbuhan yang teramati hanya dapat tumbuh di daerah pegunungan dengan ketinggian 1800—3340 mdpl di Indonesia. Cantigi ungu memiliki manfaat sebagai sumber makanan dan memiliki kadar antioksidan yang tinggi. Vaccinium spp. di Amerika telah didomestikasi sehingga memiliki nilai komersial. Proses domestikasi tersebut melibatkan identifikasi morfologi, tetapi identifikasi secara molekuler lebih baik digunakan agar breeding menjadi efisien dan efektif. Identifikasi molekuler dapat menggunakan DNA barcoding dan rekonstruksi filogeni. Consortium for the Barcode of Life (CBOL) telah menetapkan bahwa matK dan rbcL merupakan gen penanda (DNA barcoding) yang ideal dalam identifikasi tumbuhan terestrial. Gen matK dan rbcL merupakan gen yang berada pada kloroplas. Hasil analisis filogenetik Cantigi ungu yang ada hanya menggunakan gen penanda ITS. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mengonfirmasi kekerabatan sekuens Cantigi ungu yang dikoleksi dari Gunung Gede, Gunung Tangkuban Parahu dan Kawah Putih Ciwidey menggunakan gen penanda matK dan rbcL dengan rekonstruksi pohon filogeni. DNA Cantigi Ungu dari tiga tempat berbeda di Jawa Barat diisolasi menggunakan kit ekstraksi DNA tanaman kemudian dilakukan amplifikasi PCR dan optimasi suhu annealing. Suhu annealing optimal Cantigi ungu pada matK adalah 52°C dan rbcL adalah 55°C. Hasil amplifikasi PCR tersebut kemudian disekuensing, dilakukan contig sekuens, di-trimming dan diunggah pada GenBank. Hasil BLAST sekuens ketiga sampel Cantigi ungu pada kedua gen menunjukkan bahwa ketiga sampel Cantigi ungu merupakan spesies yang sama. Hasil analisis alignment menunjukkan bahwa ketiga sampel Cantigi ungu memiliki indeks similaritas 100% pada kedua gen. Hasil Rekonstruksi pohon filogeni dengan Vaccinium spp. dan out-group menunjukkan bahwa ketiga sampel berada pada cabang yang sama, mengindikasikan bahwa ketiga sampel tersebut berasal dari spesies yang sama, Vaccinium varingiifolium.


The Purple Cantigi (Vaccinium varingiifolium) is a plant observed to only grow in mountainous areas at altitudes of 1800—3340 meters above sea level in Indonesia. The Purple Cantigi has benefits as a food source and possesses a high level of antioxidants. Vaccinium spp. in America has been domesticated, thus having commercial value. The domestication process involves morphological identification, but molecular identification is preferably used for efficient and effective breeding. Molecular identification can utilize DNA barcoding and phylogenetic reconstruction. The Consortium for the Barcode of Life (CBOL) has established that matK and rbcL are ideal marker genes (DNA barcoding) for identifying terrestrial plants. The matK and rbcL genes are located in the chloroplast. The only available results of the phylogenetic analysis of purple Cantigi use the ITS marker gene. This research aims to analyze and confirm the sequence relationships of the Purple Cantigi collected from Mount Gede, Mount Tangkuban Parahu, and Kawah Putih Ciwidey using the matK and rbcL marker genes with phylogenetic tree reconstruction. DNA of the Purple Cantigi from three different places in West Java was isolated using a plant DNA extraction kit and then subjected to PCR amplification and annealing temperature optimization. The optimal annealing temperature for the Purple Cantigi in matK was 52°C, and in rbcL was 55°C. The PCR amplification results were sequenced; contig sequences were performed, trimmed, and uploaded to GenBank. BLAST results of the sequence of the three Purple Cantigi samples on both genes showed that all three samples are the same species. Alignment analysis showed that all three Purple Cantigi samples have a 100% similarity index on both genes. Phylogenetic tree reconstruction with Vaccinium spp. and out-group showed that all three samples are on the same branch, indicating they belong to the same species, Vaccinium varingiifolium.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrini Cesarina
"Pylogenetic tree merupakan tree yang merepresentasikan evolusi dari berbagai spesies hidup di bumi. Untuk membangun phylogenetic tree ini dibutuhkan suatu matriks jarak yang elemen-elemennya merupakan jarak dari tiap pasang spesies yang terlibat. Jarak ini diperoleh dengan menggunakan metode tertentu, diantaranya yaitu metode Jukes-Cantor dan metode Kimura. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membentuk matriks jarak dengan menggunakan metode Jukes-Cantor dan metode Kimura yang selanjutnya akan disimulasikan terhadap data koleksi DNA dari 10 spesies kelompok Khamir milik Wellyzar Sjamsuridjal, Ph.D.. Dari matriks jarak yang terbentuk, selanjutnya akan dibangun phylogenetic tree yang akan dianalisa dengan melihat pola percabangannya. Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa nilai yang dihasilkan oleh masing-masing matriks jarak dan pola percabangan yang dihasilkan oleh masing-masing phylogenetic tree tidak begitu jauh berbeda. Namun berdasarkan teori, metode Kimura lebih merepresentasikan kondisi yang sebenarnya dibandingkan dengan metode Jukes-Cantor.
Kata kunci: Jukes-Cantor dan Kimura distance matrix; Jukes-Cantor dan
Kimura method; DNA; alignment.
vii + 78 hlm.; lamp.
Bibliografi: 10 (1980-2008)"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S27690
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Humaida
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik lima spesies ikan cupang menggunakan DNA mitokondria 16S rRNA sebagai DNA target. Amplifikasi daerah 16S rRNA dilakukan menggunakan primer 16S rRNA forward dan 16S rRNA reverse. Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan bahwa daerah 16S rRNA lima spesies ikan cupang berukuran 500?600 bp. Berdasarkan hasil alignment sekuens sampel, menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik dari kelima spesies ikan cupang. Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining (NJ), menunjukan kekerabatan lima spesies ikan cupang. Betta unimaculata, Betta pallifina, dan Betta strohi yang merupakan spesies dari Kalimantan berkerabat dekat dibandingkan dengan Betta bellica dan Betta imbellis yang berasal dari Sumatera. Kekerabatan spesies ikan cupang yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera cukup jauh, yaitu ditunjukkan dengan perbedaan percabangan dalam pohon filogenetik.

This study aims to determine the genetic variation of five species Betta fish using mitochondrial DNA 16S rRNA as the DNA target. The primer set of 16S rRNA forward and 16S rRNA reverse were used to amplify the 16S rRNA region. Gel electrophoresis result showed that the size of 16S rRNA of those Betta fish were 500?600 base pair. Based on sequence alignment result that showed genetic diversity of five spesies Betta fish. Phylogenetic analysis by Neighbor Joining (NJ) method showed a genetic relationship or kinship of five spesies Betta fish. Betta unimaculata, Betta pallifina, and Betta strohi from Kalimantan are related more closely compared to Betta imbellis and Betta bellica from Sumatera. Kinship of Betta fish from Kalimantan is far enough with Betta fish from Sumatera, that indicated by the difference in the cluster of phylogenetic tree.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This collection of reviews will be of considerable interests to biologists and MDs working on any aspect of cardiovascular function. With state-of-the-art reviews written by competent experts in the field."
New York: Springer, 2012
e20401697
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>