Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116470 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kevin Denowarsyah Widayaputra
"ABSTRAK

Dewan Pertimbangan Agung atau disingkat DPA merupakan dewan penasihat dan pertimbangan untuk Presiden yang merupakan salah satu Lembaga Negara yang berkedudukan di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi sederajat dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden/Wakil Presiden, Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. DPA sudah ada sejak di sahkannya UUD Negara Tahun 1945. DPA beberapa kali mengalami perubahan. Dari mulai perubahan nama DPA, yang pernah berubah menjadi DPAS, Dewan Nasional, dan akhirnya kembali lagi menjadi DPA. Perubahan juga pernah terjadi di dalam susunan dan keanggotan DPA di dalam perannya sebagai penasihat dan juga dewan pertimbangan untuk pemerintah. Pasca Amandemen ke empat (4) Undang-Undang Dasar 1945, BAB IV tentang DPA telah dihapus dan melalui Pasal 16 UUD 1945 setelah amandemen ke-4 UUD 1945 mengamanahkan kepada Presiden untuk membentuk suatu dewan pertimbangannya yang selanjutnya dinamakan Dewan Pertimbangan Presiden atau biasa disingkat Wantimpres. Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2006, Dewan Pertimbangan Presiden adalah lembaga pemerintahan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang berarti kedudukan Wantimpres menjadi di dalam kekuasaan eksekutif, atau di bawah Presiden (Pemerintah). Wantimpres di dalam fungsinya memberikan nasihat, opsi, ataupun pertimbangannya kepada Presiden, memiliki beberapa persamaan dan juga perbedaan jika dibandingkan dengan Dewan Pertimbangan Agung atau DPA pada masa sebelum adanya amandemen UUD Tahun 1945.


ABSTRACT

The Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung) or as known as the DPA is an advisory and consideration council for the President which is one of the Country’s Institution that constitutes under the People’s Consultative Assembly (Majelis Permusyawaratan Rakyat), however is equivalent with House of Representatives (Dewan Perwakilan Rakyat), the President/Vice President, the Supreme Court, and the Financial Investigation Bureau (Badan Pemeriksa Keuangan). DPA has been legitimated since the legitimation of the UUD of Republik of Indonesia year 1945. The DPA has encountered changes during the time of its existence. The changes range from a change of the name of DPA into DPAS, National Council, and then back to DPA. After the fourth Amendment of UUD 1945, CHAPTER IV concerning the DPA was erased and through Article 16 UUD 1945 after the fourth Amendment of UUD 1945, it is mandated to the President to form an advisory council that will further be named as President’s Advisory Council (Dewan Pertimbangan Presiden) or known as Wantimpres. According to Law Number 19 Year 2006, the President’s Advisory Council is a governmental institutaion that is in charge of providing advice and considerations to the resident, which means Wantimpres is positioned as part of the executive authority, or under the President (Government). Wantimpres functions on giving advice, options or considerations to the President, has a few similarities and differences if compared to the Supreme Advisory Council or DPA that existed before the Amendment of UUD 1945.

"
Universitas Indonesia, 2014
S57691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Virgiawan
"Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 telah mengubah banyak hal. Hal yang amat jelas terlihat terkait kekuasaan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam bidang legislasi.  Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar sebelum amandemen menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sementara setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah berganti menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sebelum Amandemen juga mengalami perubahan yakni yang sebelumnya menyatakan tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat berubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Hal ini menunjukan kekuasaan Presiden setelah perubahan UUD Tahun 1945 di bidang legislasi mengalami pengurangan secara signifikan. Ini memperlihatkan perubahan aturan yang berkenaan dengan kekuasaan Presiden oleh semua kalangan dianggap telah terjadi pergeseran dari executive heavy ke arah legislative heavy. Pasal 20 ayat (2) menyatakan setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama dan tercapainya checks and balances system dalam bidang legislasi pada Undang-Undang Dasar setelah amandemen. Walaupun telah tercapai nya prinsip checks and balances setelah amandemen UUD 1945, nyatanya pada prakteknya terdapat perselisihan/konflik yang terjadi antara Presiden dan DPR dalam bidang legislasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain analisis deskriptif. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normatif dan penulisan bersifat deskriptif.

Checs and Balances Mechanism of the President and the House of Representatives in Indonesia in the Function of Legislation Based on the 1945 Constitution Before and After the Amendment Amendments to the 1945 Constitution have changed many things. This is very clearly seen related to the power of the President and the House of Representatives in the field of legislation. Article 5 paragraph (1) of the Constitution before the amendment states that the President holds the power to form laws with the approval of the temporary House of Representatives after the amendment to the 1945 Constitution has changed to the President has the right to submit draft laws to the House of Representatives. In addition, Article 20 paragraph 1 of the Constitution Before the Amendment also underwent changes, namely that previously stated that each law required the approval of the House of Representatives to change to the House of Representatives holding the power to form laws. This shows that the power of the President after the amendment to the 1945 Constitution in the field of legislation has decreased significantly. This shows that changes in the rules relating to the power of the President by all groups are considered to have occurred a shift from executive heavy to legislative heavy. Article 20 paragraph (2) states that each draft law is discussed by the House of Representatives and the President for mutual approval and the achievement of a checks and balances system in the field of legislation in the Constitution after the amendment. Although the principle of checks and balances has been achieved after the amendment to the 1945 Constitution, in practice there are disputes/conflicts between the President and the DPR in the field of legislation. This research is a qualitative research with descriptive analysis design. This problem is viewed from a legal comparison with normative juridical research methods and descriptive writing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafri Hariansah
"Salah satu permasalahan ketatanegaraan yang perlu dikaji secara akademis untuk mendapatkan jawaban akademis adalah permasalahan pengisian jabatan Presdien dan Wakil Presiden di Indonesia. Secara teoritis Pengisian jabatan dapat ditafsirkan dalam 2 (dua) persepktif, Pertama dalam artian sempit pengisian jabatan hanya dipahami sebagai sebuah proses pengisian jabatan apabila terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden saja. Kedua dalam artian luas pengisian jabatan dapat dipahami sebagai suatu proses atau mekanisme yang didalamnya memuat ketentuan tentang syarat calon, mekanisme pengisian jabatan, masa jabatan dan dalam hal terjadi kekosongan jabatan.
Penelitian yang terangkum dalam Tesis ini mengkaji pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dalam artian luas. Di Indonesia pengaturan tentang pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden ini tercantum dalam Ketentuan pasal 6, 6A, 7, dan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang RI No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Bertitik tolak pada penjelasan sebelumnya, tesis ini menganalisis 3 permasalahan utama yang akan terbagi dalam beberapa sub-bab. yakni menganalisis pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presdien di Indonesia khsusnya setelah perubahan, kemudian menganalisis dan mengkaji pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden di beberapa negara dan terakhir merumuskan konsep ideal berkenaan dengan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Penelitian dalam Tesis ini diklasifikasikan sebagai penelitian dengan tipe decriptive explanatory, yakni dengan mengumpulkan dan menyimpulkan informasi tentang permasalahan yang diteliti. Sementara studi explanatory digunakan untuk menjelaskan dan menghitung informasi deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Selain itu untuk memperdalam analisis dalam tesis ini, metode comparative analysis digunakan untuk mendapatkan fokus studi yang khusus dalam masyarakat yang berbeda.
Sebagai bahan perbandingan, tesis ini menganalisis 8 (delapan) negara yakni, Amerika Serikat, Republik Federasi Brazil, Republik Federasi Argentina, Republik Prancis, Singapura, Republik Philippines, Republik Islam Iran dan Federasi Russia Setelah melakukan analisis maka dapat disimpulkan bahwa Pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dari masa kemasa mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia mengalami pergeseran dari sistem indirect vote menjadi direct vote. Secara teoritis pemilu Presiden dan Wakil Presiden menganut sistem dukungan suara mutlak mayoritas (absolute majority) dengan Prinsip pemilu dua putaran (two round system).

One of constitutional issues which need to be reviewed academically in order to get the academic answer is the issue of filling the positions of president and vice president of Indonesia. The positions filling can be interpreted theoretically into two perspectives, first, in a narrow sense the positions filling can be seen as a process of positions filling if there are merely the vacancy of president and vice president position. Second, in a broad sense, the positions filling can be seen as a process or a mechanism which contain stipulation of the candidate, mechanism of positions filling, term of office, and vacancy of positions.
The summarized research in this thesis conducted the study of the positions filling of president and vice president of Indonesia in a broad sense. In Indonesia, the regulation of the positions filling of president and vice president is included in the provision of article 6, 6A, 7, and 8 the constitution of 1945 and the constitution of RI no. 42 2008 regarding the general election of president and vice president of Indonesia.
As noted above, this thesis analysed three main problems which will be divided into some sub-chapters. That are analysing the position filling of president and vice president in Indonesia, specifically after the alteration, analysing and reviewing the positions filling of president and vice president in some states, and ultimately formulating the ideal concept regarding the positions filling of president and vice president.
This research is classified as the descriptive explanatory, which is collecting and concluding the information about the observed problems. Whereas the explanatory study is conducted to describe and to account the descriptive information. This approach is a qualitative research. Moreover, in deepening the analysis, the comparative analysis method is conducted to get the specific study focus in diverse society.
As the matter of comparison, this thesis analysed eight states, US, republic federation of Brazil, republic federation of Argentina, republic of France, Singapore, republic of Philippines, republic of Islam Iran, and republic of Russia. After conducting the analysis, it can be concluded that positions filling of president and vice president in Indonesia from time to time undergoes a rapid development. The general election of president and vice president in Indonesia undergoes a shift from the indirect vote system into the direct vote. The general election of president and vice president theoretically embraces the absolute majority supporting system with the principle of two round systems in general election.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alfonso D.K. Tahapary
"Hak interpelasi merupakan salah satu hak yang dapat digunakan Dewan Perwakilan Rakyat dalam melaksanakan fungsi pengawasan yang dimilikinya berdasarkan konstitusi. Mekanisme pelaksanaannya telah diatur dalam undang- undang dan aturan pelaksananya yaitu tata tertib. Pelaksanaannya pun sudah dilakukan beberapa kali sejak Undang-Undang Dasar Tahun 1945 diamandemen, walaupun hanya sedikit di antaranya yang benar-benar digunakan atau disetujui untuk digunakan dalam rapat paripurna DPR. Dalam penggunaan hak interpelasi, beberapa kali terjadi perbedaan penafsiran antar sesama anggota Dewan terhadap ketentuan yang mengaturnya yang disebabkan adanya pertentangan antara undang-undang dan peraturan tata tertib DPR sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang dimaksud. Untuk itu diperlukan metode penafsiran sesuai dengan doktrin untuk dapat menjelaskan pengertian tersebut, sehingga dapat menciptakan kepastian hukum dalam menerapkan hak interpelasi.

Abstract
The right of interpellation is a right that can be used by The House of Representatives in carrying out its oversight function by the constitution. Implementation mechanisms are set in statute and the rules implementing the order. Implementation were already done several times since the Constitution of 1945 was amended, although only a few are actually used or approved for use in the plenary session of Parliament. In the use of interpellation, some times there is a difference of interpretation among fellow members of the Board of the provisions that govern them are caused by the contradiction between the law and disciplinary rules of the House of Representatives as the regulations implementing the law in question. It required a method of interpretation in accordance with the doctrine to be able to explain the sense, so as to create legal certainty in applying the right of interpellation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S525
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Koesnoe
Surabaya: Ushara Press, 1998
347.01 KOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Sinar Grafika 2001,
R 342.039 Und
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Basroni
"Sejak Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini kita telah menggunakan tiga buah Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku itu meliputi UUD 1945, UUD RIS 1949, UUDS 1950. UUD 1945 yang berlaku pada awalnya merupakan hasil konstruksi dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) Indonesia dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Undang-Undang Dasar 1945 diberlakukan kembali hingga saat ini. Pemberlakuan kembali UUD 1945 setelah gagalnya lembaga kontituante hasil Pemilihan Umum 1955 yang dibentuk dan ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar yang baru.
Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) di dalam praktek ketatanegaraan pada pelaksanaannya ternyata sangat menguntungkan Presiden sebagai lembaga eksekutif yang merupakan pihak penyelenggara pemerintahan. Hal tersebut dapat dilihat dimana pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur kewenangan Presiden selaku Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan terlalu besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Kondisi seperti ini menyebabkan Check and Balances itu tidak berjalan secara baik.
Oleh karena hal yang demikian, maka pengaturan terhadap peran dan fungsi lembaga lembaga negara yang ada pada UUD 1945 sudah saatnya untuk ditinjau kembali. Peninjauan kembali tugas dan fungsi tersebut dengan melakukan amendemen atau revisi terhadap UUD 1945. Amendemen terhadap UUD 1945 sebelurnnya pada masa lalu merupakan sesuatu yang sakral dan tidak dapat disentuh atau merupakan suatu hal yang tabu. Penapsiran yang keliru tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek politis, tanpa memahami makna historis dibuatnya konstitusi. Ketentuan perubahan terhadap UUD 1945 di atur pada pasal 37 UUD 1945.
Munculnya pasal tersebut merupakan suatu konsekuensi atau jawaban dari perumusan UUD 1945 yang terasa tergesa-gesa dalam waktu yang begitu singkat. Disamping itu proses pembuatan Undang-Undang Dasar 1945 dirancang oleh mereka yang bukan ahli dibidang ketatanegaraan.
Soekarno sebagai Ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 mengutarakan :
"Bahwa UUD 1945 yang dibuat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar Sementara, kalau boleh saya memakai perkataan lain adalah Undang-Undang Dasar Kilat. Soekarno lebih lanjut kemudian mengatakan bahwa dalam suasana yang damai dan tenteram nanti akan dikumpulkan kembali anggota MPR untuk membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap".
Perkembangan kondisi ketatanegaraan yang begitu cepat saat ini ternyata tidak mampu diakomodir oleh UUD 1945. Untuk itu perubahan atau amendemen terhadap UUD 1945 merupakan suatu hal yang logis dan keharusan dalam upaya menanggulangi perkembangan kondisi ketatanegaraan yang begitu pesat. Pencantuman pasal 37 UUD 1945 meng-isyaratkan kepada kita bahwa UUD 1945 dapat diamendemen atau dirubah.
Dalam melakukan amendemen atau perubahan dapat ditempuh dengan cara formal amendemen yang tertera di pasal 37 UUD 1945. Perubahan atau amendemen terhadap UUD 1945 dapat meniru cara amendemen yang dilakukan oleh Amerika Serikat dimana AS mengunakan konstitusi yang lama dan diperbaharui sehingga menjadi satu kesatuan.
Perubahan konstiutusi di beberapa negara dapat ditempuh dengan melakukan perubahan secara keseluruhan terhadap pasal-pasal yang ada sehingga konstitusi yang digunakan adalah konstitusi yang baru sama sekali. Cara berikutnya adalah dengan melakukan perubahan pada beberapa pasal saja, sehingga konstitusi yang digunakan bukanlah konstitusi yang baru. Pasal-pasal yang diubah dijadikan satu kesatuan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan.
Dalam melakukan perubahan terhadap suatu konstitusi di beberapa negara juga ada batasan-batasan yang dijadikan pegangan. Di Indonesia perubahan atau amendemen dilakukan tidak untuk menghasilkan Undang-Undang Dasar yang baru. Amendemen terhadap UUD 1945 dilakukan dengan cara melakukan perubahan terhadap beberapa pasal yang ada di Batang Tubuh UUD 1945 tersebut. Disamping itu dalam melakukan perubahan juga di berikan batasan-batasan yang dijadikan sebagai acuan. Batasan yang dijadikan acuan dalam melakukan amendemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dengan mengacu pada pengalaman di beberapa negara dalam melakukan perubahan atau amendemen terhadap konstitusi. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sesuatu kondisi yang tidak perlu untuk disentuh serta beberapa pasal lainnya seperti bentuk negara dll.
Dalam melakukan amendemen menurut hemat penulis ada beberapa hal yang perlu untuk diamendemen yakni meliputi hal-hal sbb : pengaturan mengenai Hak Asasi manusia, Kedudukan, tugas dan wewenang MPR, kedudukan dan pertanggungjawaban Presiden, kedudukan tugas dan wewenang DPR, hal-hal lain. Dengan adanya amendemen diharapkan Check and Balances dapat berjalan dengan baik."
Universitas Indonesia, 2000
T980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2001
342.02 JIM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>