Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126599 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gregorius Yonathan Deowikaputra
"ABSTRAK

Skripsi ini membahas mengenai penerapan eksibisionisme sebagai dasar penghapus pidana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 865 K/PID.SUS/2013. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis teori mengenai aturan penghapus pidana dalam Pasal 44 KUHP tentang kemampuan bertanggung jawab, teori eksibisionisme berdasarkan rumpun ilmu psikologi, dan teori eksibisionisme berdasarkan rumpun ilmu hukum. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Hasil yang didapatkan dari penelitian ialah bahwa eksibisionisme tidak dapat diterapkan sebagai dasar penghapus pidana dikarenakan eksibisionisme merupakan suatu tindak pidana dan eksibisionisme tidak masuk ke dalam kategori gangguan seperti dalam rumusan Pasal 44 KUHP.


ABSTRACT

This thesis discuss about exhibitionismas a criminal act. However, according to Supreme Court Decision Number : 865 K/PID.SUS/2013, exhibitionism is categorized as an exemptions of criminal liability based on human disorder. The focus of this thesis is analyzing the exemptions of criminal liability in Article 44 of Indonesian Criminal Code which stated about “the ability to be or not to be responsible”, and also discuss the theories of exhibitionism based on law and psychology perspectives. The method of this thesis is qualitative, by using literature study and interviews. The results obtained from the research is that exhibitionism is not a disorder, author believes that exhibitionism is apart of criminal act and therefore cannot be applied as the exemptions of criminal liability.

"
Universitas Indonesia, 2014
S56636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kana Martin
"Pemutusan hubungan kerja merupakan tindakan pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. Salah satu penyebab pemutusan hubungan kerja adalah pekerja melakukan pelanggaran berat atau melakukan tindak pidana. pada kasus yang diteliti penulis ini adalah pemutusan hubungan kerja karena melakukan tindak pidana, selanjutnya dalam rincian rumusan masalah diangkat mengenai pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam memutuskan perselisihan pemutusan hubungan kerja karena melakukan tindak pidana, bagaimanakah pertimbangan pembuktian dan alat bukti tindak pidana dan sudah sesuaikah pertimbangan hakim dalam memutuskan perselisihan tersebut. adapun hasil dari penelitian ini adalah Hakim harus menggunakan dasar hukum normatif ketika memutus PHK karena melakukan tindak pidana atau kesalahan berat yaitu Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Hak Uji Materil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mana pekerja yang melakukan tindak pidana dapat di PHK apabila telah mendapatkan putusan pidana pada pengadilan negeri.

Termination of employment is an act of terminating the employment relationship between an entrepreneur and a worker. One of the causes of termination of employment is that workers commit serious violations or commit criminal acts. In the case investigated by this writer is termination of employment due to committing a criminal act, then in the details of the problem formulation is raised regarding the considerations and legal basis of judges in deciding disputes over termination of employment due to a criminal act, how are the considerations of evidence and evidence of a criminal act and are according to consideration judge in deciding the dispute. As for the results of this study, the Judge must use a normative legal basis when deciding on dismissal for committing a crime or serious mistake, namely the Circular of the Minister of Manpower and Transmigration of the Republic of Indonesia Number: SE-13 / MEN / SJ-HK / I / 2005 Regarding the Court's Decision The Constitution on the Rights of Judicial Review Law No. 13 of 2003 concerning Manpower, where workers who commit a criminal act can be laid off if they have received a criminal verdict at a district court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuris Yurisprudentia
"ABSTRAK
Skripsi ini mencari jawaban mengenai kriteria apa yang digunakan oleh Mahkamah Agung dalam menerapkan ketentuan Pasal 51 KUHP tentang melaksanakan perintah jabatan sebagai alasan penghapus pidana, pada Putusan No. 572 K/Pid/2003 tentang kasus korupsi dana non-budgeter bulog Akbar Tandjung. Kriteria dalam putusan tersebut selanjutnya akan dijadikan tolok ukur untuk menguji konsistensi Mahkamah Agung dalam menerapkan ketentuan Pasal 51 KUHP terhadap lima putusan lain yang sejenis. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer serta sekunder, melalui alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dan kajian disimpulkan bahwa dalam Putusan No. 572 K/Pid/2003, Mahkamah Agung menggunakan dua kriteria untuk menerapkan Pasal 51 KUHP, yaitu ldquo;perintah harus diberikan berdasarkan suatu jabatan kepada bawahan dalam hubungan kerja yang bersifat hukum publik rdquo;; dan ldquo;perintah harus merupakan perintah jabatan yang diberikan oleh kekuasaan yang berwenang rdquo;. Akan tetapi dua kriteria tersebut tidak selalu konsisten diterapkan oleh Mahkamah Agung dalam lima putusan lainnya, padahal konsistensi Mahkamah Agung dalam menerapkan Pasal 51 KUHP akan memudahkan dalam penerapan hukum dan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

ABSTRACT
This thesis seeking the answer of the criteria that being used by the Supreme Court of Indonesia, when applying the article 51 of criminal code about execution of an official order as an exclusion of criminal punishment in corruption case of Bulog Non Budgeter Fund by Akbar Tandjung Case No 572 K Pid 2003 . The criteria will be used to examine the consistency of Indonesian Supreme Court when applying the article 51 of criminal code in another five 5 similar corruption cases. The methodology that being used in this thesis is juridical normative with secondary data that consist of primary and secondary law material and using literature review as the data collection instrument. The conclusion of this thesis are the Indonesian Supreme Court uses two criteria when applying the article 51 of criminal code in Akbar Tandjung case. The first criteria is the order must be given based on an ldquo office rdquo which there is a public legal relation between the order giver and receiver, and the second criteria is the order must be given by an official office. In the end, the Supreme Court rsquo s not always consistent in using this two criterias in another five case whereas the consistency of Indonesian Supreme Court when applying the article 51 of penal code will simplify the application of the law and fulfil the justness of the people."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jauzaa Giovani Kusumaputri
"ABSTRACT
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah konsep dari penyalahgunaan transfer dana pada sebuah bank dan dalam hal apa bank dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan hukum yang dilakukan karyawannya. Bentuk penelitian yang akan digunakan Penulis, yaitu yuridis normatif, dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1566 K/Pdt/2013. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsep penyalahgunaan transfer dana telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Selanjutnya, bank sebagai majikan dapat bertanggungjawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan dengan berdasarkan teori vicarious liability yang diatur dalam Pasal 1367 ayat 3 KUH Perdata. Dalam kasus ini, karyawan melakukan pengambilan atau pemindahan sebagian atau seluruh dana milik nasabah melalui Perintah Transfer Dana palsu. Dengan adanya hubungan hukum antara nasabah dengan bank, maka bank wajib menjaga keamanan dan wajib menjamin dana nasabah yang disimpan pada bank tersebut. Bank sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila karyawannya telah menyalahgunakan kewenangannya atau perbuatannya masih dalam ruang lingkup pekerjaannya. Penelitian ini juga memberikan saran kepada pihak bank untuk meningkatkan sistem keamanan dengan lebih memperinci SOP mengenai prosedur pegawai bank dalam melakukan pekerjaan memproses pengambilan dan pemindahan dana, dan perlu adanya pengaturan mengenai batasan teori vicarious liability guna menghindari perbedaan pendapat Majelis Hakim.

ABSTRACT
The problem discussed in this thesis is the concept of misuse of fund transfers in a bank and in what case can the bank be held accountable for the legal acts committed by its employees. The form of research used is normative juridicial by analyzing Award of the Supreme Court Number 1566 K Pdt 2013. The results of the study indicate that the concept of misuse of fund transfers has been clearly regulated in Act Number 3 of 2011 on Fund Transfers. Furthermore, the bank as an employer may be liable for tort by employees by virtue of the vicarious liability theory set forth in Article 1367 paragraph 3 of the Civil Code. In this case, the employee taking or removing part or all of the customer rsquo s funds through a fake fund transfers order. By the existence of a legal relationship between the customer and the bank, requires the bank to maintain the security and must guarantee the customer rsquo s funds deposited in the bank. The bank should be the party who rsquo s responsible if their employees have misused their authority or actions are still within the scope of their work. This study has also advised the banks to increase their security systems by further detailing the SOP on bank staff procedures in undertaking the work of collecting and transferring of funds, and the need to regulate the limits of the vicarious liability theory to avoid differences of opinion of the Panel of Judges. "
2017
S69529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ove Syaifudin Abdullah
"Secara konsep perlu adanya pembedaan antara subjek hukum anak dengan subjek hukum orang dewasa. Anak harus dianggap berbeda dengan orang dewasa karena anak tidak mengerti tolak ukur moral yang ada dimasyarakat. Anak-anak belum mengerti secara utuh atas kesalahan yang ia perbuatan, sehingga anak dipandang sebagai orang dewasa yang belum cakap, secara moral dan tidak memiliki kesalahan yang sama dengan orang dewasa. Penerapan dasar penghapus pidana pembelaan terpaksa di Indonesia tidak memiliki standar tertentu dalam menentukan apakah seorang subjek hukum yang melakukan perbuatan pembelaan diri tersebut telah dapat dikatakan wajar atau tidak. Untuk menentukan standar perbuatan pembelaan yang wajar perlu terpenuhinya asas subsidiaritas dan proporsionalitas. Penentuan standar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pengetahuan dan kemampuan hakim dalam menilai perkara yang terjadi. Hakim dalam menilai pembelaan paksa yang dilakukan oleh anak haruslah menggunakan standar yang berbeda dengan orang dewasa yang melakukan pembelaan terpaksa. Melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan putusan pengadilan di Indonesia, penelitian ini berupaya menganalisis penerapan dasar pengahapus pidana pembelaan terpaksa terhadap subjek hukum anak di Indonesia dan diperbandinkan dengan konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat. Hasil dari penilitian ini menunujukan bahwa terhadap perkara yang pembelaan terpaksa yang dilakukan oleh seorang anak dalam kasus di Indonesia. Apabila adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak tersebut, Majelis Hakim cenderung berpandangan bahwa anak dalam situasi tersebut, seharusnya dapat berfikir untuk melakukan upaya lain seperti menghindar ataupun melarikan diri. Sedangkan pada konsep pembelaan paksa di Amerika Serikat adanya rentang waktu antara serangan atau ancaman serangan terhadap diri anak itu, haruslah dipandang sebagai suatu tekanan psikologi, yang membuat Anak-anak ini terus-menerus mengkhawatirkan diri mereka. Oleh karena standar yang digunakan Amerika Serikat dalam mengukur perbuatan pada anak cukup didasarkan dengan adanya ketakutan dan/atau keyakinan atas serangan atau sncaman serangan yang akan segera terjadi terhadap dirinya.

Conceptually, there needs to be a distinction between children and adult legal subjects. Children must be considered different from adults cause they do not fully understand the mistakes they make, so children are seen as adults who are not yet capable, morally and do not have the same mistakes as adults. The application of Exclusion Criminal Punishment self defense in Indonesia does not have a certain standard. To determine the standard of reasonable defense, it is necessary to fulfill the principles of subsidiarity and proportionality. The determination of the standard is left entirely to the knowledge and ability of the judge in assessing the case. Judges in assessing forced defense committed by children must use different standards from adults who commit forced defense. Through the normative juridical research method, with data collection using literature study and court decisions in Indonesia, this research seeks to analyze the application of exclusion criminal punishment self defense against child legal subjects in Indonesia and compared with the concept of forced defense in the United States. The results of this research indicate that in cases of forced defense committed by a child in Indonesia. If there is a time span between attacks or threats of attacks against the child, the judges tend to think that the child in that situation should be able to think of making other efforts such as avoidance or escape. Whereas in the concept of forced defense in the United States, the time between attacks or threats of attacks on the child should be viewed as a psychological pressure, which makes these children constantly worry about themselves. Therefore, the standard used by the United States in measuring the actions of children is based on the fear and/or belief of an imminent attack or threat of attack against them."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audaraziq Ismail
"Berangkat dari pembaharuan norma dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran yang diputuskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No 4/PUU/-V/2007 tentang Praktek Kedokteran, pembaharuan bentuk Rumah Sakit sehingga menjadi badan usaha serta eksistensinya, dan hukum kedokteran atau hukum kesehatan merupakan cabang ilmu yang masih tergolong muda di Indonesia. Atas dasar permasalahan tersebut, skripsi ini membahas hubungan hukum dan tanggungjawab antara rumah sakit dan dokter sebagai tenaga medisnya serta pertanggungjawaban pidana rumah sakit akibat kelalaian yang dilakukan oleh dokter sebagai tenaga medisnya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis yuridis-normatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi kepustakaan. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Kesimpulan atas penulisan skripsi ini, bahwa pertanggungjawaban pidana Rumah Sakit didasarkan atas tanggung jawab kepada pasien sebagai penyelenggara pelayananan medis yang diterapkan berdasarkan hubungan hukum hukum yang terjalin antara Rumah Sakit dengan pasien. Hubungan hukum antara Rumah Sakit dengan pasien adalah hubungan yang timbul berdasarkan fungsi Rumah Sakit sebagai tempat yang memberikan upaya pelayanan medis yang didasarkan pada perjanjian medis antara dokter dengan pasien.

Departing from the renewal of norms in Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practices which was decided in the Constitutional Court Decision No. 4 / PUU / -V / 2007 about Medical Practices, renewal of Hospital forms so as to become a business entity and its existence, and the law of medicine or law health is a branch of science that is still relatively young in Indonesia. On the basis of these problems, this thesis discusses the legal relations and responsibilities between hospitals and doctors as medical personnel as well as hospital criminal liability due to negligence of medical practices carried out by doctors.This research is a qualitative juridical-normative research. Data collection techniques are literature studies. Data collected in the form of secondary data. The conclusion of the writing of this thesis is that the criminal liability of the Hospital is based on the responsibility to the patient as the provider of medical services that are applied based on the legal relationship between the Hospital and the patient. The legal relationship between a hospital and a patient is a relationship that arises based on the function of the hospital as a place that provides medical services that are based on medical agreements between doctors and patients."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaidir Tiar Arsyad
"ABSTRAK
Pengangkutan barang itu memiliki tujuan memindahkan barang dari satu
tempat ke tempat tujuan. Salah satu risiko yang sering terjadi dalam
pengangkutan barang melalui laut adalah terjadinya kerusakan dan kehilangan
barang. Dalam hal terjadi kerusakan maupun kehilangan barang, pengangkut
bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan oleh rusak atau hilangnya
barang. Dalam penelitian ini dibahas lebih dalam mengenai tanggung jawab
pengangkut dalam pengangkutan barang melalui laut, serta akan dilakukan
analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 2149/K/PDT/2012 antara
Rahmad Setiawan melawan Yuni. Penelitian ini bersifat yuridis normatif,
yaitu dengan menggunakan sumber data sekunder yang berupa bahan
kepustakaan. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa tanggung jawab
pengangkut dimulai pada saat diterimanya barang hingga diserahkan kepada
penerima; dan Majelis Hakim sudah tepat dalam menetapkan bahwa perbuatan
Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum yang mana hal ini terbukti
dengan terpenuhinya unsur-unsur perbuatan melawan hukum sesuai rumusan
Pasal 1365 KUHPerdata.

ABSTRACT
The Carriage of goods has purpose of moving goods from one place to a
destination. One of the risks of carriage of goods by sea is the damage and loss of
the goods. In the event of damage or loss of the goods, carrier shall be liable for
loss or damage arising or resulting from the damaged or lost of goods. This
research discussed about liability or responsibility of the carrier in the carriage of
goods by sea, and analysis of the Supreme Court Decision No. 2149/K/Pdt/2012
between Rahmad Setiawan versus Yuni. This research is using normative
jurudical method, through study of various sources of primary law and secondary
data. This research concluded that liability of carrier begins upon the goods are
received and ends when the goods are delivered to the consignee; and the panel
decisions which established that the actions of the defendant is a tort are correct.
It's proved to the fulfillment of the elements of a tort in accordance the provisions
of Article 1365 KUH Perdata."
2016
S63742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maudy Rahma Pranadia
"Permasalahan dalam skripsi ini ialah bagaimana permasalahan terkait barang bawaan penumpang baik itu bagasi kabin dan bagasi tercatat yang dialami oleh konsumen pengguna jasa angkutan udara di Indonesia, apakah maskapai penerbangan Qatar Airways dapat memberikan tanggung jawab atas hilangnya bagasi kabin milik Leo Mualdy Christoffel, serta bagaimana pelaksanaan tanggung jawab dari pihak maskapai penerbangan Qatar Airways dalam kasus Qatar Airways v Leo Mualdy Christoffel. Bentuk penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif dengan cara menganalisis bahan pustaka atau dokumen siap pakai. Hasil penelitian menjelaskan bahwa permasalahan yang kerap terjadi terkait dengan barang bawaan penumpang maskapai penerbangan ialah terjadinya kehilangan terhadap barang bawaan penumpang baik bagasi tercatat maupun bagasi kabin. Maskapai penerbangan Qatar Airways dapat memberikan tanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen karena tindakan yang dilakukan oleh Qatar Airways yang telah lalai dalam menerapkan pelayanan jasa serta standar mutu yang sangat merugikan konsumen. Qatar Airways sebagai pelaku usaha penerbangan harus bertanggung jawab untuk melakukan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Penerbangan. Penulis memiliki beberapa saran terkait permasalahan dalam skripsi ini yaitu Kementerian Perhubungan harus menindak tegas segala bentuk pelanggaran karena hal tersebut merugikan konsumen penerbangan di Indonesia, perlunya perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat udara sebagai konsumen yang merasa hak-hak nya dirugikan, serta maskapai Qatar Airways harus meningkatkan sistem keamanan dalam kabin pesawat dengan penyediaan alat pengamanan dalam kabin serta pihak maskapai harus menindak secara tegas oknum-oknum yang melakukan pencurian.
The problem explained within this thesis is about the carriages carried by passengers of airline companies whether it 39 s listed baggage or cabin baggage experienced by indonesian users of international airline service, whether Qatar Airways capable of the liability caused by the loss of baggage belonging to Leo Mualdy Christoffel that was stored on the cabin, and how the liability is enforced. The Writing form for this thesis is normative juridical, by analyzing Literatures and ready documents. The research points out the problem that is often experienced with passenger 39 s baggage is the loss of carriages whether it 39 s listed or not cabin. Qatar Airways airline service may give responsibility for losses suffered by consumers due to the action taken by Qatar Airways which has been negligent in applying the standard of service and quality that is very detrimental to consumers. Qatar Airways as flight business operators should be responsible for conducting compensation for losses suffered by consumers under the Consumer Protection Law and the Law on Aviation. The author has suggestions related to problems in this thesis which is for the Ministry of Transportation must take stern action against any violation because it is detrimental to consumers low in Indonesia, the need for legal protection against air passengers as consumers feel the rights of its impaired, Qatar Airways must improve security systems within the aircraft cabin with the provision of security equipment in the cabin and the airline should minimize those who commit theft."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel
"Peninjauan kewajiban dokter dalam penelitian ini dikarenakan maraknya malpraktik dokter di Indonesia yang sarat akan pelanggaran kewajiban dokter di dalamnya. Penelitian ini membahas konsep kewajiban secara filsofis dan yuridis; melihat kewajiban dokter dalam undang-undang tentang praktik kedokteran dan kewajiban dokter dalam kode etik dokter Kodeki ; serta meninjau penerapan kewajiban dokter pada putusan Nomor 365K/Pid/2012.
Tujuan penelitian untuk mengetahui serta memahami konsep kewajiban, baik secara filosofis maupun yuridis terutama dalam kaitannya dengan profesi dokter. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan perundang-undangan Pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Jenis data berupa data sekunder. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Laporan penelitian berbentuk deskriptif-analitis.
Kesimpulan penelitian yaitu: terdapat perbedaan konsep kewajiban secara filosofis dengan konsep kewajiban secara yuridis; terdapat perbedaan kewajiban dokter dalam undang-undang tentang praktik kedokteran dengan kewajiban dokter dalam Kodeki; serta terdapat pelanggaran kewajiban dokter dalam putusan Nomor 365K/Pid/2012.

The review of physician 39 s obligation in this research is caused by the malpractice of doctor in Indonesia which is full of violation of doctor 39 s obligation in it. This research discusses the concept of philosophical and juridical obligations see the doctor 39 s obligations in the law on medical practice and the obligations of doctors in the code of conduct of doctors Kodeki as well as reviewing the application of physician obligations to the decision Number 365K Pid 2012.
The purpose of research to know and understand the concept of obligations, both philosophically and juridically, especially in relation to the profession of doctors. This research is normative juridical. Problem approach using the legislation approach The collection of data in the form of literature study. Data type is secondary data. Data analysis is done qualitatively. The research report is descriptive analytical.
The conclusion of the research are there are differences of concept of philosophical obligation with the concept of juridical obligation there is a difference of physician 39 s obligation in the law on medical practice with the doctor 39 s duty in Codeci and there is a violation of the obligations of doctors in the decision Number 365K Pid 2012.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S70296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Helmi Syarif
"Terjadinya kecelakaan atas transportasi massal yang menimbulkan banyaknya korban meninggal dunia, adakalanya ditengarai karena ulah manajemen, seperti misalnya perusahaan otobus, yang tidak secara teratur melakukan pemeriksaan kelaikan alat transportasinya, atau tidak memenuhi kelayakan teknis dengan tujuan menghemat biaya investasi yang mana perbuatan itu pada akhirnya dapat mengabaikan faktor keselamatan penumpang bus dan pengguna jalan yang lain, sehingga mengakibatkan kecelakaan yang fatal yang banyak orang meninggal atau luka-luka. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diundangkan tanggal 22 Juni 2009 memunculkan perspektif baru dalam hukum pidana menyangkut pertanggungjawaban pidana bagi perusahaan angkutan umum sebagaimana ketentuan di pasal 315 ayat (1) yang menyatakan dalam hal tindak pidana dilakukan oleh perusahaan angkutan umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap perusahaan angkutan umum dan/atau pengurusnya. Namun demikian, walaupun pertanggungjawaban pidana perusahaan angkutan umum sudah diatur dalam ketentuan pidana, dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum, para penegak hukum masih saja menempatkan pengemudi kendaraan sebagai subyek tindak pidana yang harus bertanggungjawab secara pidana. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan apakah doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi dalam ketentuan pidana yang mengatur Perusahaan Angkutan Umum di Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, dapatkah ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dipergunakan untuk menjerat perusahaan angkutan umum dalam kasus kecelakaan lalu lintas, apakah yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum terhadap perusahaan angkutan umum dalam kasus tindak pidana lalu lintas. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Perusahaan Angkutan Umum sebagai subjek tindak pidana hanya diatur di 3 (tiga) pasal saja yaitu pasal 308 yang mengatur tentang pelanggaran izin trayek, pasal 309 tentang pelanggaran karena tidak mengikuti asuransi ganti kerugian kepada penumpang dan pasal 313 karena pelanggaran karena tidak mengasuransikan penumpang dan awak kendaraannya. Secara teoritis, ajaran/doktrin Identifikasi dapat diterapkan di Pasal 308 dalam ketentuan pelanggaran izin trayek, yang mana ketentuan ini mensyaratkan adanya directing mind walaupun pelaku fisiknya adalah pengemudi angkutan umum. Doktrin Strict Liability dapat digunakan dalam pasal 309 serta pasal 313. Namun demikian pasal-pasal tersebut tumpang tindih atau berbenturan dengan pasal 199, yang mana pasal ini mengatur ketentuan yang sama hanya sanksinya berupa sanksi administratif. Berdasarkan analisa contoh kasus, secara teoritis perusahaan angkutan umum dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam hal kecelakaan yang diakibatkan ketidaklaikan kendaraan. Namun dalam dalam pelaksanaannya belum dapat dilakukan karena undang-undang tidak mengatur secara jelas dalam hal apa dan kapan perusahaan angkutan umum dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana dan hambatan yuridis belum diakuinya korporasi dalam hukum acara pidana. Perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan pertanggungjawaban pidana perusahaan angkutan umum dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009, khususnya berkaitan dengan kejahatan lalu lintas.

The occurence of the accident on mass transportation which caused many victims died sometimes suspected because of the manner of transportation transportation instrument, or not meet technical feasibility for the purpose to save the cost that where the dees ultimately don?t care about passenger safety and other road users resulting in a fatal accident that many people killed or injured. Republic Indonesia Act number 22/2009 on traffic and road transportaion which was enacted on 22 June 2009, led to a new perspective in the criminal law regarding criminal responsibility for transportation companies as stipulated in article 315 paragraph (1) expressed in terms of the offenses are committed by public transport companies, the criminal charges aganist the public trasport company and/or managers. Despite, the criminal liability of transportation companies is subjected to the provisions of criminal, in case of traffic accidents involving trasportation companies, the law enforcer is still only puts the driver?s vehicle as the subject of criminal act should be criminally liable. This research was conducted to answer the question of wether the doctrine of corporate criminal responsibility of criminal provisions in act no.22/2009 that regulate transportation company, can the criminal provisions in the Act No.22/2009 on road traffic and transport used to trap transportation companies in case of a traffic accident, what are the bottlenecks in the law enforcement against transportation companies in case of traffic offences. This is a normative research. The result showed that the transportation company as a criminal offense subject set at 3 articles only, namely article 308 which regulates the route permit violations, Article 309 of violations for not follow the insurance compensation to passangers, and Article 313 for violation not insuring his passanger and crew. Theoritically, doctrine of identification can be applied in violation of the provision of article 308 in the route permit, which requires a directing mind despite his physical perpetrator is transportation company drivers. Doctrine strict liablility can be used in article 309 and article 313. However, these provisions overlap or conflict with article 199, which sets out the provisions just the same which is their different in sanctions, article 199 have an administrative sanctions nor article 308 have a criminal responsibility. Based on the analysis of case, theoritically transportation company can be held accountable in a traffic accidents because of incapable and unsafe company's vehicle. But in its implementation, it is not success because the regulation does not set clearly in terms of what and when the transportation company can be said to commit a criminal act and there is legal barriers the corporation have not admitted in the act of criminal trial procedure. It is necessary to improve criminal liability of transportation company in act number 22/2009, particularly with regard to traffic crimes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>