Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80353 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sulistomo
"Sediaan tertahan di lambung merupakan sediaan yang didesain untuk dapat memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam lambung sebagai tempat terjadinya absorbsi obat di dalam tubuh. Sistem penghantaran mukoadhesif merupakan salah satu bentuk sediaan tertahan di lambung dengan mekanisme penempelan pada mukosa lambung. Pada penelitian sebelumnya, telah diteliti KPKX dengan beberapa variasi perbandingan kitosan dengan xanthan (1:1, 3:1, dan 6:1), dan diketahui KPKX 1:1 memiliki daya mengembang yang sesuai untuk dikembangkan sebagai sediaan mukoadhesif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan eksipien kompleks polielektrolit kitosan-gum xanthan (KPKX) sebagai matriks sediaan granul mukoadhesif tertahan di lambung. Pada penelitian ini KPKX 1:1 digunakan sebagai matriks pada granul mukoadhesif dengan perbandingan obat dengan KPKX (1:1, 1:2, dan 1:3), dengan diltiazem HCl sebagai model obat. Eksipien KPKX yang terbentuk tersebut kemudian diformulasikan menjadi granul mukoadhesif. Granul F2 yang mengandung perbandingan diltiazem HCl dengan KPKX 1:1 dinilai sebagai granul terbaik karena mampu tetap menempel di mukosa lambung hingga 8 jam berdasarkan uji wash-off dan 12 jam berdasarkan uji bioadhesif in-vitro. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa KPKX dapat digunakan sebagai matriks mukoadhesif.

Gastro-retentive drug delivery system (GRDDS) are designed to prolong the dosage residence time of dosage forms in stomach as one of drug absorbtion site. Mucoadhesive drug delivery system, is one of many GRDDS kind with adhesion mechanism to gastric mucosa. In previous study chitosan-xanthan gum polyelectrolyte complex (CXPC) had been produced in some variations (1:1, 3:1, and 6:1), and CXPC 1:1 showed better swelling index which suitable for sustained release dosage forms. The aim of this research is studying the ability of CXPC as matrix for mucoadhesive granules dosage form matrix. In this study CXPC 1:1 was used as the matrix in the mucoadhesive granules with drug-CXPC ratio of 1:1, 1:2, and 1:3, using diltiazem HCl as a drug model. The obtained CXPC was then formulated into mucoadhesive granules. F1 granules which were formulated using CXPC and diltiazem HCl in ratio of 1:1, considered as the best formulation because it can adhere on gastric mucosa up to 8 hours based on wash-off test and 12 hours based on in-vitro bioadhesive test. From this study it can be concluded that the CXPC can be used as a mucoadhesive matrix."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozi Fadjri
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan kompleks polielektrolit kitosan-xanthan (KPKX) dan menggunakannya sebagai matriks dalam tablet lepas terkendali dengan sistem mengapung. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kitosan, yang bermuatan positif pada suasana asam, dan xanthan, yang bemuatan negatif, dapat membentuk kompleks polielektrolit yang memiliki daya mengembang yang baik untuk sediaan dengan pelepasan terkendali. KPKX dibuat dengan cara melarutkan kitosan (1,0% b/v) dan xanthan (1,0% b/v) di dalam medium masing-masing kemudian mencampurkan keduanya pada pH 4,3-4,5 dengan perbandingan 1:1. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional. Selanjutnya, KPKX digunakan sebagai matriks dalam sediaan tablet mengapung dengan 2 variasi jumlah polimer pembentuk matriks (35,71% dan 57,14%). Asam sitrat dan natrium bikarbonat digunakan sebagai gas forming dalam 2 variasi (14,29% dan 21,43%). Kitosan, xanthan, dan campuran fisik keduanya digunakan sebagai polimer matriks pada formula pembanding. Diltiazem HCl digunakan sebagai model obat. Tablet dibuat dengan metode granulasi basah dan dikempa menjadi tablet 700 mg. Seluruh tablet mengapung yang dihasilkan memenuhi persyaratan fisik yang tertera di Farmakope Indonesia. Tablet mengapung F3 yang mengandung 57,14% KPKX dan 21,43% gas forming menunjukkan karakteristik yang terbaik dengan floating lag time 39,33 ± 1,53 menit dan dapat mengapung hingga 12 jam. Tablet F3 juga terbukti dapat menahan pelepasans obat hingga 12 jam dan menunjukkan profil pelepasan obat yang sesuai dengan kinetika orde nol.

The aim of this study was to investigate the ability of chisotan-xanthan polyelectrolyte complex (CXPC) and use it as matrix of controlled release tablet with floating system. The previous study has shown that chitosan, which have positive charge in acid condition, and xanthan, which have negative charge, could form polyelectrolyte complex which have good swelling index for controlled release dosage forms. CXPC was prepared by dissolving chitosan (1.0% w/v) and xanthan (1.0% w/v) in their medium then mix them in pH 4.3-4.5 with a ratio of 1:1. The obtained CXPC were characterized physically, chemically, and functionally. Furthermore, CXPC was used as matrix of floating tablet in two variations (35.71% and 57.14%). Citric acid and sodium bicarbonate were used as gas forming in two variations (14.29% and 21.43%). Chitosan, xanthan, and physical mixture of both were also used as comparison formula. Diltiazem HCl was used as drug model. Tablet was formulated by wet granulation method and compressed into 700 mg tablets. All floating tablets fulfilled all the Pharmacopoeia requirements. Floating tablets containing 57.14% CXPC and 21.43% gas forming (F3) have shown the best characteristic with 39.33 ± 1.53 minutes of floating lag time and 12 hours of floating time. This formula revealed a profile of controlled drug release and appoached to zero-order kinetics model.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jan Angelo Arinabo Sutiono
"Penyakit IBD pada kolon dapat ditangani dengan penggunaan mesalazin sebagai lini pertama pengobatan. Mesalazin merupakan obat golongan aminosalisilat dan hanya dapat bekerja secara lokal sehingga diperlukan formulasi sediaan dengan sistem tertarget kolon. Penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi dan mengetahui profil pelepasan obat dari tablet matriks mesalazin yang diformulasikan dengan kitosan serta Eudragit S100 dan Eudragit L100. Dengan menggunakan perangkat lunak Design-Expert, 9 formula diperoleh dengan jumlah kitosan dan Eudragit yang bervariasi. Formulasi tablet matriks mesalazin dibuat dengan metode granulasi basah. Setelah itu, tablet dievaluasi lebih lanjut terkait karakteristiknya. Kemudian, hasil uji evaluasi tablet dan granul dipertimbangkan untuk penentuan 3 formula yang paling optimal yang dapat digunakan untuk uji profil disolusi secara in-vitro, yaitu formula F1, F3, dan F4. Hasil menunjukkan pelepasan pada media asam hidroklorida pH 1,2 di menit ke-120 untuk formula F1, F3, dan F4 secara berturut – turut adalah 27,98 ± 1,58%; 27,20 ± 1,71%; dan 17,98 ± 2,30%. Di antara ketiga formula tersebut, formula F4 dianggap sebagai formula yang terbaik karena pelepasan obat kumulatif di media asam paling sedikit dibandingkan dengan 2 formula lainnya. Walaupun demikian, hasil uji ANOVA satu arah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara formula F1, F3, dan F4 dalam hal pelepasan kumulatif obat dari menit ke-15 hingga menit ke-1440 (p=0,451).

IBD in the colon can be treated with the usage of mesalazine as a first-line therapy. Mesalazine is categorized as an aminosalicylic drug and can only provide therapeutic effect locally. Therefore, a formulation of colon targeted system is needed. The purpose of this study is to determine the characteristics and drug release profile of mesalazin matrix tablet formulated with chitosan, Eudragit L100, and Eudragit S100. The Design-Expert application is used to obtain 9 different formulas with a variety of chitosan and Eudragit concentrations. The formulation of mesalazin matrix tablet involve wet granulation method. After formulation, the tablet was evaluated to determine its characteristics. The results of the tests were used to determine which 3 of the 9 formulas are the most optimal to be evaluated for dissolution test. The chosen formulas were F1, F3, dan F4. The results of the dissolution test show that the cumulative drug release in the acidic media at the 120th minute of  F1, F3, and F4 were 27.98 ± 1.58%; 27.20 ± 1.71%; and 17.94 ± 2.30% respectively. It has been proved that F4 is the most desired formula due to its lesser cumulative drug release in the acidic media compared to the other two formulas. However, the one-way ANOVA test result showed no significant differences between the 3 formulas in terms of cumulative drug release from the 15th to the 1440th minute of dissolution time (p=0.451)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidik Pamungkas
"Memiliki waktu tinggal yang singkat yang disebabkan oleh pengaruh pengosongan lambung menjadi keterbatasan amoksisilin dalam menangani bakteri Helicobacter pylori sebagai penyebab utama penyakit radang pada lapisan lambung. Sediaan pembawa obat sistem mengapung telah disintesis untuk menangani keterbatasan tersebut menggunakan matriks hidrogel semi-IPN kitosan-metil selulosa mengandung agen pembentuk pori APP KHCO3 dan K2CO3 dengan komposisi kitosan:metil selulosa 60:40 b/b , agen pengikat silang glutaraldehid 0,1 M 2 b/b terhadap kitosan , amoksisilin trihidrat digunakan sebagai model obat, konsentrasi agen pembentuk pori KHCO3 dan K2CO3 yang digunakan divariasikan, yaitu 1; 5; 10; 15; 20 terhadap massa total reagen. Pengaruh jenis variasi konsentrasi APP yang berbeda KHCO3 dan K2CO3 pada hidrogel telah diselidiki dan dibandingkan menggunakan parameter uji kemampuan mengapung dan persen porisitas. Pengaruh proses loading obat yang berbeda in situ post loading juga telah diselidiki dan dibandingkan menggunakan parameter persen efisiensi penjeratan dan persen disolusi. Karakterisasi terhadap sifat hidrogel dilakukan menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy FTIR, spektrofotometri UV-Vis, dan mikroskop stereo optik. Secara keseluruhan APP KHCO3 memiliki waktu awal mengapung lebih cepat dibanding K2CO3 dan memiliki kemampuan mengapung >3jam, kecuali pada komposisi 1 untuk kedua jenis APP. Berdasarkan evaluasi kemampuan mengapung, matriks hidrogel semi-IPN yang optimum terdapat pada penambahan komposisi agen pembentuk pori KHCO3 20. Hasil perbandingan sediaan optimum pada penelitian ini dengan sediaan optimum pada peneliti sebelumnya yang menggunakan APP CaCO3 15 dengan proses loading obat yang sama in situ loading , yaitu sediaan optimum yang menggunakan KHCO3 20 memiliki efisiensi penjeratan obat lebih tinggi dan persen disolusi yang lebih terkontrol dibanding sediaan menggunakan CaCO3 15 , 79 72 untuk efisiensi penjeratan KHCO3 dan CaCO3 berturut-turut. Proses loading obat in situ loading memberikan hasil efisiensi penjeratan lebih tinggi serta memiliki persen disolusi yang lebih terkontrol dibanding proses post loading pada sediaan dengan APP yang sama.

Amoxicilin have shorter of a recidence time which are caused by influence gastric emptying. Floating drug delivery system as a resolve restriction of amoxcicilin in combating bacterial Helicobacter pylory had been synthesized by based on semi IPN hydrogel chitosan methyl cellulose containing pore forming agent PFA KHCO3 and K2CO3 with the composition of chitosan methyl cellulose 60 40 w w , glutaraldehyde as a crosslingking agent 0.1 M 2 w w to chitosan , amoxcicilin trihydrate as a drug model, and pore forming agent KHCO3 and K2CO3 with varied concentrations were 1 5 10 15 20 to the total mass of reagents. The effect of kind and varied concentrations of PFA on hydrogel characterizations had been investigated and compared by using floating ability and percent porosity parameters. The effect of kind drug loading process in situ and post loading also had been investigated and compared by using encapsulation efficiency and percent drug dissolution parameters. Characterizations of the hydrogel were carried out by using Fourier Transform Infrared Spectroscopy FTIR , UV Vis spectrophotometry, and stereo optical microscope. Overall, KHCO3 incorporated hydrogels showed faster floating lag time than K2CO3 and both had a floating time more than 3 hours, except on 1 composition of both PFA. Based on floating ability evaluation, optimum composition of PFA incorporated hydrogel was KHCO3 20 . The results of compared between optimum composition for this research and optimum composition for previous research used PFA CaCO3 15 with the same drug loading prosess in situ showed that KHCO3 incorporates hydrogel had the higher encapsulation efficiency and more controlled drug release profile than CaCO3 incorporated hydrogel, 79 72 for encapsulation efficiency KHCO3 20 and CaCO3 15 , respectively. The results of compared loading drug process with the same PFA, in situ loading drug process showed higher encapsulation efficiency and drug release profile more controlled than post loading drug process."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S66411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tryas Yanuari Tryas Yanuari
"Kitosan merupakan biopoliaminosakarida linear alami bersifat polikationik, biokompatibel, biodegradabel serta bioadhesif sehingga berpotensi besar untuk digunakan dalam sediaan penghantaran obat tertarget. Kitosan dapat berinteraksi dengan gugus anionik membentuk ikatan taut silang ionik. Tujuan penelitian ini adalah formulasi beads kitosan-tripolifosfat menggunakan metode gelasi ionik dengan menggunakan tiga variasi konsentrasi tripolifosfat yang berbeda yaitu 3% (F1), 4% (F2), dan 5% (F3). Beads dikarakterisasi menggunakan Scanning electron microscope, Diffraction scanning calorimeter, X-Ray Diffractometer, dan mikroskop optik dengan hasil menunjukkan F3 sebagai formulasi terbaik berbentuk bulat sferis kuning keemasan serta miliki ukuran diameter rata-rata 1,031 mm. Efisiensi penjerapan obat dari ketiga formulasi secara berurutan yaitu 11,725%; 15,865%; 22,934%. Selanjutnya beads dengan formulasi terbaik disalut dengan HPMCP HP-55 10% (F3C) dan 12% (F3B) dan CAP 10% (F3C) dan 15% (F3D). Pada uji pelepasan obat yang dilakukan berkelanjutan pada tiga medium berurutan yaitu HCl 0,1 N pH 1,2, dapar fosfat pH 7,4, dan dapar fosfat pH 6,8 didapatkan kadar kumulatif obat dari empat formulasi penyalutan berturut-turut sebesar 83,25%; 82,04%; 85,24%; 80,71%. Formulasi terbaik berdasarkan uji pelepasan in vitro yaitu F3C selanjutnya digunakan pada uji pentargetan in vivo. Setelah 2,5 jam beads ditemukan pada usus halus tikus, menunjukkan bahwa formulasi penyalutan beads berhasil mencapai terminal usus halus.

Chitosan is a natural biopolyaminosaccharide linear with polycationic, biocompatible, biodegradable, and bioadhesive characteristics, so it has a big potential as a drug delivery targeted. Chitosan can interract with anionic site in order to form ionic crosslink reaction. The target of this research was to formulate of beads chitosan-tripolyphosphate using ionic gelation method with three variation of cross linker concentration which are 3% (F1), 4% (F2), and 5% (F3). Beads were characterized by SEM, DSC, XRD, and microscope optic. The characteristics results is F3 showed the best beads spherical form with yellow- gold color and have average diameter size 1.0305 mm. The entrapment efficiency drug result were 11.725%; 15.865%; and 22.934% for F1, F2, F3 respectively. Then the best formulations coated with four different confentration which are HPMCP HP-55 10% (F3A); 12% (F3B) and CAP 10% (F3C); 15%(F3D). On the dissolution test were performed sustainable on three consecutive medium is 0.1N HCl pH 1.2, phosphate buffer pH 7.4 and phosphate buffer pH 6.8 earned a cumulative grade coating formulations of drugs in four successive equal to 83.25%; 82.04%; 85.24%; 80.71%. Based on in vitro release study CAP 10% has "choosen as the best coated formulation with cumulative content is 85.24%. Then the best beads coated formulation used for in vivo study. After 2,5 hours beads were found in small intestine, show that the coating formulation successfully to reach the terminal of small intestine.
"
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Chitosan is a polycatonic biopolymer that can form gel in acidic environment so that can be used as a hydrophilic matrix in controlled release drug delivery system. In this research, propranolol hydrochloride controlled release granule was made in chitosan matrix. Granules were made by wet granulation method with variety of
matrices, i.e. chitosan, hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) and ethyl cellulose (EC). HPMC and EC were used as a comparing matrix. The release rates of propranolol HCl from matrix were determined by using dissolution apparatus type I with 50 rpm stirring rotation in acidic media of pH 1,2 and base media of pH 7,5 for 8 hours. Sample was taken at certain time and the samples were analyzed by spectrophotometer.The result showed that the release of propranolol hydrochloride from chitosan matrix was the slowest compared to the other matrices."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"lsolasi kitin dari kulit udang melalui dua tanap yaitu deproteinasi dengan
perendaman kulit udang dengan NaOH 10% pada sunu 70°C selama 1 jam,
kedua demineralisasi dengan perendeman kulit udang dengan HCI 10%
selam 1 jam. Konversi kitosan dari kitin dilakukan dengan proses
deasetalisasi dengan perendaman kitin dengan NaOH 60% selam 48 jam.
Besarnya kitosan yang didapat dari 300 g kulit udang sebesar 27,16%_
I\/lodifikasi kitosan menjadi kitosan-PAA dilakukan dengan metode ozonasi
secara simultan I\/lodifikasi dilakukan dengan variasi sunu dan konsentrasi
asam akrilat Sunu optimum modifikasi kitosan-PAA 27°C dan konsentrasi
optimum 1% asam akrilat Karakterisasi kitosan dan kitosan-PAA dilakukan
dengan FT-IR. Adsorpsi Iogam Cu2+, Cr3+ dan Zn” dengan kitosan dan
kitosan-PAA dilakukan dengan optimasi pH dan vvaktu kontak adsorpsi Studi
kinetik adsorpsi Iogam Cu2+, Cr3+ dan Zn” dengan kitosan dan kitosan-PAA
dilakukan dengan persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlicn"
Universitas Indonesia, 2007
S30446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Andrianti
"Kitosan sebagai biomaterial yang memiliki sifat bioaktif, biokompatibel, tidak beracun dan biodegradable menunjukkan aplikasi yang potensial dalam berbagai bidang seperti peningkatan gizi, kosmetik, pengolahan makanan dan bidang medis. Dengan adanya gugus hidroksil dan gugus amina, kitosan bersifat sangat reaktif sehingga dapat digunakan sebagai bahan penghantaran pembawa obat. Pada penelitian ini, kitosan digabungkan dengan ion Sm3+ untuk menghasilkan bahan pembawa obat yang memiliki sifat fotoluminesensi sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pelepasan obat dengan ibuprofen sebagai model obat.
Dalam penelitian ini juga dikaji mengenai interaksi kitosan dengan ion Sm3+, serta interaksi material kompleks kitosan-Sm dengan model obat dan pengaruh penambahan ion Sm3+ terhadap kemampuan kitosan dalam menyerap obat. Karakterisasi kitosan-Sm dilakukan dengan menggunakan FTIR dan SEM-EDX. Kitosan-Sm dengan konsentrasi ion Sm3+ terbesar yaitu 5 g/L memiliki efisiensi penyerapan ibuprofen tertinggi yaitu 33,04%.
Pada proses pelepasan ibuprofen dari kitosan-Sm-IBU, terjadi perubahan fotoluminesensi berwarna jingga dengan transisi 4G5/2 → 6H7/2 pada panjang gelombang 590 nm. Intensitas luminesensi meningkat seiring dengan jumlah kumulatif ibuprofen yang dilepaskan sehingga pelepasan ibuprofen dari kitosan-Sm dapat dimonitor dengan perubahan fotoluminesensi yang terjadi.

Chitosan as a biomaterial which has the properties of bioactive, biocompatible, non-toxic and biodegradable show potential applications in various fields such as nutrition, cosmetics, food processing and medical fields. In the presence of hydroxyl and amina groups, chitosan is highly reactive so it can be used as drug delivery carriers. In this study, chitosan combined with Sm3+ ion to produce a drug carrier material which has photoluminecent properties so it can be used as an indicator of drug release with ibuprofen as a model drug.
In this study also examined the interaction of chitosan with Sm3+ ion, as well as the interaction of chitosan-Sm complex material with a model drug and the effect of the addition of Sm3+ ion on the ability of chitosan to absorb the drug. Characterization of chitosan-Sm conducted using FTIR and SEM-EDX. Chitosan-Sm with the largest concentration of Sm3+ ion 5 g/L has the highest efficiency of absorption of ibuprofen that is 33.04%.
In the process of release of ibuprofen from the chitosan-Sm-IBU, orange photoluminesence properties changed with the transition 4G5/2 → 6H7/2 at a wavelength of 590 nm. Luminescence intensity increases with the cumulative amount of ibuprofen that are released so that the release of ibuprofen from the chitosan-Sm can be monitored by the changes of photoluminesence properties.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43185
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Agus Kurniawan
"[ABSTRAK
Injectable bone substitute (IBS) merupakan metode penanganan kerusakan tulang yang efektif, karena dapat mempermudah proses operasi dan memberi kenyamanan bagi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan material pengisi tulang mampu injeksi berbasis kalsium fospat dengan perbandingan Ca/P (1.67) dan kitosan. Sintesis dilakukan dengan cara mencampurkan semen kalsium fosfat dan kitosan sebesar 0%, 4%, 8%, 11% dalam larutan Na2HPO4 (1mol/L) yang kemudian dicetak dan dipanaskan pada suhu 370C selama 2 jam. Sampel hasil percobaan kemudian dikarakterisasi dengan XRD, SEM, FTIR, serta pengujian kemampuan injeksi dan setting time. Dari hasil karakterisasi tersebut didapatkan bahwa proses injeksi yang baik dapat dilakukan dengan perbandingan larutan dan serbuk (0.68 ml/gram). Setting time dan kekuatan tekan meningkat dengan penambahan kitosan, sedangkan modulus kompresi-nya berkurang dari 140-106 MPa. Terbentuknya senyawa HA yang diindikasikan dari uji XRD serta hasil uji FTIR menunjukkan tidak ada ikatan secara kimia antara semen kalsium fospat (HA,DCPD) dan kitosan, melainkan berupa ikatan hidrogen. Adapun hasil karakterisasi menunjukkan bahwa produk IBS yang telah disintesis berpotensi untuk dijadikan material pengisi tulang.
ABSTRACT
Injectable bone substitute (IBS) is an effective methode to treat bone damage, because it can provide a minimun surgical and make the patient feel comfort. The aim of this study is to make injectable calcium phosphate-based bone substitute material with a ratio of Ca/P (1.67) and chitosan. Synthesis was performed by mixing calcium phosphate cement and chitosan at 0, 4, 8, 11 wt.% in Na2HPO4 (1 mol/L) as a solvent. Sampels were then characterized by using XRD, SEM, FTIR, injectability and seting time. The results showed that the injection process can be performed with liquid and powder rasio of 0.68 ml/g. Setting time and compression strength increases with the addition of chitosan, while its Young's modulus decreases. Formation of HA indicated by XRD and FTIR showed that there is no chemical bond between calcium phosphate cement (HA, DCPD) and chitosan, but in the form of hydrogen bonds. Based on the aforementioned data, the results showed that IBS produced in this work has the potential to be used as a bone substitute material.
, Injectable bone substitute (IBS) is an effective methode to treat bone damage, because it can provide a minimun surgical and make the patient feel comfort. The aim of this study is to make injectable calcium phosphate-based bone substitute material with a ratio of Ca/P (1.67) and chitosan. Synthesis was performed by mixing calcium phosphate cement and chitosan at 0, 4, 8, 11 wt.% in Na2HPO4 (1 mol/L) as a solvent. Sampels were then characterized by using XRD, SEM, FTIR, injectability and seting time. The results showed that the injection process can be performed with liquid and powder rasio of 0.68 ml/g. Setting time and compression strength increases with the addition of chitosan, while its Young's modulus decreases. Formation of HA indicated by XRD and FTIR showed that there is no chemical bond between calcium phosphate cement (HA, DCPD) and chitosan, but in the form of hydrogen bonds. Based on the aforementioned data, the results showed that IBS produced in this work has the potential to be used as a bone substitute material.
]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S61821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vini Paramita Afriadi
"Sirsak merupakan salah satu tanaman yang dikenal memiliki sitotoksisitas yang baik dan berpotensi sebagai antikanker. Suatu senyawa dalam tanaman sirsak merupakan senyawa bioaktif yang bertanggung jawab atas sitotoksisitas tanaman ini. Senyawa bioaktif adalah annonaceous acetogenin yang akan digunakan sebagai obat. Asetogenin digunakan sebagai obat sesuai dengan dosisnya dalam tubuh sehingga tidak mengakibatkan efek samping terhadap pengguna.Mikrosfer kitosan dengan penaut silang dibuat agar dapat melepaskan senyawa asetogenin secara terkendali pada sistem pencernaan.
Simulasi profil pelepasan dilakukan dengan buffer pH: 1,2; 6,8; 7,4; 1,2 penambahan enzim α-amilase; 6,8 penambahan enzim β-glukosidase; dan 7,4 penambahan enzim α-amilase. Penentuan efisiensi enkapsulasi ekstrak asetogenin dan profil pelepasannya dari mikrosfer kitosan-TPP dilakukan dengan metode penentuan kandungan total lakton menggunakan spektrofotometri sinar tampak.Hasilnya keberadaan enzim dalam larutan untuk pengamatan profil pelepasan menunjukkan peningkatan jumlah asetogenin yang dilepaskan empat kali lebih besar dibandingkan larutan yang tanpa enzim.

Soursop is a plant that is known to have good cytotoxicity and potential as anticancer. A compound in soursop plant bioactive compounds that are responsible for the cytotoxicity of this plant. Annonaceous acetogenin bioactive compounds is to be used as medicine. Asetogenin used as a medicine in accordance with the dose in the body so it does not cause side effects on patients. Chitosan microspheres and cross-linker were made in order to release acetogenin controlled substance in the digestive system.
Simulations performed with buffer release profiles pH: 1,2: 6,8; 7,4; 1,2 addition of enzyme α-amilase; 6,8 addition of enzyme β-glukosidase; and 7,4 addition of enzyme α-amilase. Determination of encapsulation efficienty acetogenin extract and release profile of chitosan-TPP microspheres made by the method of determination of total lactones content using spectrophotometry uv-vis. The presence of enzymes in solution to release profile observations show an increase in the number acetogenin released four times larger than that without the enzyme solution.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47192
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>