Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naila Rahmania
"Skripsi ini membahas ketentuan di Indonesia tentang bergabungnya sebuah pihak ketiga yang bukan merupakan pihak dari perjanjian arbitrase dalam sebuah proses arbitrase beserta analisis yuridis terhadap pandangan majelis hakim di Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung No. 367.K/Pdt.Sus-Arbt/2013. Dalam tulisan ini digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian yang ditemukan adalah bahwa pengaturan dalam hukum positif Indonesia tentang penggabungan pihak ketiga benar ada dan berlaku, dan sesuai dengan asas-asas dalam hukum perdata dan arbitrase pada umumnya. Namun, lembaga peradilan di Indonesia masih gagal dalam mengakui dan menerapkan peraturan ini. Hal ini dapat dilihat dalam putusan Mahkamah Agung dalam kasus antara PT. Royal Industries Indonesia melawan PT Identrust Security Internasional dan PT. Komoditi dan Derivatif Indonesia mengenai arbitrase di lembaga Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi, dimana sebuah pihak ketiga yang telah sah bergabung dalam suatu proses arbitrase menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tidak diakui penggabungannya oleh majelis hakim di Mahkamah Agung.

This paper analyzes the positive law in Indonesia regarding the joinder of a third party originally not a party to an arbitration agreement to an arbitration process and the view of a panel of judges in the Indonesian Supreme Court in Supreme Court Decision No. No. 367.K/Pdt.Sus-Arbt/2013. This paper uses the juridical-normative research method with literature studies.
From the resulting research, it is concluded that the regulation regarding joinder of a third party in Arbitration in Indonesia truly valid and exists, and this part of the regulation is consistent with the applicable principles of private law and arbitration in general. However, the Indonesian judicial body fails in upholding these principles. This can be seen in the Indonesian Supreme Court decision in the case between PT. Royal Industries Indonesia against PT. Identrust Security International and PT. Komoditi dan Derivatif Indonesia regarding an arbitration held before Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi, where a third party validly joining an arbitration process satisfying the requirements in Law No. 30 Year 1999 was not recognized by the Indonesian Supreme Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Tridina Arsyad Temenggung
"ABSTRAK
Sktipsi ini membahas tentang konsep dana pihak ketiga (DPK) yaitu
metode pendanaan alternatif sebagai solusi untuk mengatasi kenaikan biaya diperlukan dalam penyelesaian sengketa dan penerapannya di Indonesia. Di Secara khusus, tesis ini mengkaji apa itu konsep DPK dan kegunaannya yang mulai berkembang dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Kemudian, juga membahas upaya beberapa negara untuk mengatur konsep ini dalam undang-undang perjanjian nasional maupun internasional, serta yang penting harus diatur untuk mengajukan TPF dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Pembahasan dalam tesis ini disusun berdasarkan metode yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, normatif, historis, dan hukum. Berdasarkan hasil Hasil penelitian, tulisan ini menyimpulkan bahwa DPK adalah metode pendanaan resolusi perselisihan sekarang semakin populer dan penggunaannya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase, yang kemudian disambut dengan upaya-upaya yang diatur oleh beberapa negara dalam hukum nasional serta dalam instrumen perjanjian internasional tentang hal-hal penting dapat mengatur dan meminimalkan risiko dalam penggunaan DPK. Meskipun mengenali praktik pendanaan informal dan mulai terlibat dalam perselisihan arbitrase internasional yang melibatkan TPF, Indonesia masih belum punya pengaturan khusus terkait TPF. Mengenai masalah ini, maka makalah ini mengusulkan beberapa hal yang perlu diatur untuk menerapkan konsep DPK dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase di Indonesia.
ABSTRACT
This thesis discusses the concept of third party funds (DPK), namely
Alternative funding methods as a solution to address rising costs are required in dispute resolution and implementation in Indonesia. In particular, this thesis examines what the DPK concept is and its uses which have begun to develop in dispute resolution through arbitration. Then, it also discusses the efforts of several countries to regulate this concept in national and international treaty laws, and what is important must be arranged to submit TPF in dispute resolution through arbitration. The discussion in this thesis is prepared based on normative juridical methods with conceptual, normative, historical, and legal approaches. Based on the results of the research, this paper concludes that TPF is a method of funding dispute resolution which is now increasingly popular and its use in dispute resolution through arbitration, which is then greeted by efforts regulated by several countries in national law as well as in international treaty instruments on matters it is important to be able to regulate and minimize risks in the use of TPF. Despite recognizing informal funding practices and starting to get involved in international arbitration disputes involving the TPF, Indonesia still does not have specific arrangements regarding the TPF. Regarding this issue, this paper proposes several things that need to be regulated to apply the DPK concept in dispute resolution through arbitration in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Penelitian Hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami konsep dan teoritis akademis agar dapat mengantisipasi timbulnya berbagai masalah bila hendak menerapkan ajaran perbarengan tindak pidana atau concursus dilapangan secara praksis; Bahwa ajaran perbarengan tindak pidana terdiri dari berbagai bentuk, antara lain, @ Perbarengan tindak pidana dalam satu perbuatan; @ Perbarengan tindak pidana sebagai perbuatan yang berlanjut; @ Perbarengan tindak pidana dalam beberapa perbuatan. Dan rumusan berbagai bentuk perbarengan tindak pidana ini telah dituangkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, dan digunakan sebagai kerangka dasar hukum dalam sistem pemidanaan bagi setiap pelanggar aturan dan undang-undang tentang perbarengan tindak pidana di bidang perindustrian. Bahwa dalam era pembangunan ekonomi dan industri, seringkali elemen-elemen masyarakat terutama tingkat usaha kecil dan/atau mungkin tingkat menengah bidang perindustrian, dan secara berbarengan juga melanggar ketentuan pidana lainnya yang terkait, secara concursus; Permasalahan yang timbul adalah mengenai batasan-batasan perbuatan terlarang tersebut kedalam salah satu bentuk perbarengan tindak pidana.
Terkait dengan itu sesuai hasil penelitian, telah menunjukkan bahwa dari segi konsep dan teoritis akademis, pemenuhan beberapa syarat yang diperlukan bagi berbagai bentuk perbarengan tindak pidana itu telah menimbulkan banyak permasalahan, antara lain pelanggaran ketentuan yang terabaikan dan selain itu ada juga ketentuan persyaratan yang rumusannya kurang jelas. Sehingga hal itu berpengaruh pada perumusan dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum dalam membuat konstruksi hukum perbuatan perbarengan tindak pidana, dan konstruksi hukum yang disusun jaksa bagi penjatuhan hukum pidana ditingkat pengadilan; Hal ini tampak adanya kekurang jelian dan/atau terabaikan oleh jaksa, yaitu adanya bentuk perbuatan pidana lainnya dalam rangkaian perbuatan yang melanggar pidana selama dan sesudah proses produksi barang, dalam hal ini diawali dengan pelanggaran ketentuan pidana dalam perindustrian.
Sistem pemidanaan dalam berbagai bentuk perbarengan tindak pidana ternyata juga tidak atau kurang diperhitungkan di dalam penjatuhan pidana oleh putusan pengadilan, dalam hal ini terutama terkait berat ringannya hukuman pidana yang dijatuhkan pengadilan; terlepas dari pertimbangan adanya hal-hak meringankan dan hal-hal yang memberatkan, serta unsur keyakinan hakim pengadil; Sehingga seringkali tidak sesuai dengan ancaman hukuman yang seharusnya menurut pasal-pasal aturan perundang-undangan yang berlaku, terkait dengan ajaran perbarengan tindak pidana di bidang perindustrian.

ABSTRACT Legal research is aimed to know and understand the theoretical concepts and academia in order to anticipate problems if you want to apply the theory of joinder of offenses or concursus field in practical terms The doctrine of joinder of offense consists of various forms, among other things, Joinder of offenses in one criminal action Joinder of offense as continue criminal action Joinder of offenses in several criminal action. And the formulation of various forms of joinder of offenses is set forth in the Code of Penal Indonesia, and is used as the basic framework of law in the criminal system for any violators of rules and laws on joinder of offenses in the field of industry. That in an era of economic and industrial development, often elements of society, especially the level of small business and or maybe a mid level industrial field, and simultaneously also violates other related criminal provisions, it concursus Problems that arise are the boundaries of the forbidden actions into one form joinder of offences.
The research have shown that in terms of concept and theoretical academic, fulfillment of certain conditions that are required for various forms joinder of offense that have caused a lot of problems, among other violations of the provisions of the neglected and apart from that there is also provision requirements of the formulation is less clear. So it has an impact on the formulation of the indictments filed by the Public Prosecutor in making acts legal construction joinder of offences, and construction law prepared by the prosecutors for the imposition of criminal law court level It appears the lack of accuracy and or ignored by the prosecution, namely the existence of other forms of criminal acts in the series of criminal acts that violated during and after the production process of goods, in this case starting with the criminal offense provisions in the industry.
Criminal system in many forms joinder of offeces or less was also not considered in the sentences by a court decision, in this case mainly related to the severity of criminal penalties imposed by a court regardless of their consideration of the rights of ease and things are burdensome, as well as elements of the judge 39 s conviction of the court So often did not correspond to the penalty that should have been according to the articles of the rules of law applicable, related to the teaching of joinder of offenses in the field of industry.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T47194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derek Gunawan Joedaatmadja
"Sengketa yang timbul dari hubungan kontraktual tidak dapat dihindari, sehingga sangat penting untuk para pihak memiliki metode penyelesaian sengketa. Salah satu metode yang umum digunakan saat ini adalah arbitrase. Banyak perjanjian arbitrase internasional saat ini yang menggunakan mekanisme berjenjang dimana para pihak sepakat untuk melakukan metode penyelesaian sengketa alternatif terlebih dahulu. Sehubungan dengan hal tersebut, menjadi penting untuk memahami apakah klausul penyelesaian sengketa berjenjang merupakan perjanjian arbitrase yang sah dan mengikat. Umumnya, dalam menentukan keabsahan klausul penyelesaian sengketa berjenjang, uji ‘tribunal versus claim’ akan digunakan untuk menyimpulkan apakah masalah dengan klausul tersebut berkaitan dengan yurisdiksi majelis arbitrase atau keabsahan klaim. Jika masalahnya terkait dengan yurisdiksi majelis arbitrase, masalah yang mendasarinya adalah bahwa para pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Di sisi lain, jika masalahnya adalah mengenai keabsahan klaim, para pihak dianggap setuju untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, namun klaim tidak dapat diterima karena alasan-alasan seperti ketidaktepatan waktu atau prematur. Pengadilan Singapura dan Hong Kong SAR telah memutuskan klausul penyelesaian sengketa berjenjang melalui proses penangguhan arbitrase. Baik Pengadilan Singapura dan Pengadilan SAR Hong Kong telah memutuskan bahwa klausul penyelesaian sengketa berjenjang dapat diterima. Namun, Pengadilan Singapura memandang bahwa kegagalan untuk memenuhi serangkaian prasyarat membuat majelis arbitrase tidak memiliki yurisdiksi atas kasus tersebut. Di sisi lain, Pengadilan SAR Hong Kong memandang bahwa sejauh para pihak setuju untuk melaksanakan arbitrase, majelis arbitrase akan memiliki yurisdiksi dan dapat menggunakan yurisdiksi tersebut untuk memerintahkan para pihak untuk melakukan kegiatan apapun untuk memenuhi prasyarat tersebut. Ketentuan hukum Indonesia tidak secara khusus mengatur mengenai klausul penyelesaian sengketa berjenjang, namun klausul-klausul tersebut telah lazim dalam praktik.

Disputes arising from contractual relations is inevitable, it is imperative for the parties to have a method of dispute resolution. One of the commonly used method today is arbitration. Many present international arbitration agreements utilize a multi-tiered mechanism whereby parties will agree to conduct alternative dispute resolution methods first. In relation to the foregoing, it becomes important to understand whether a multi-tiered dispute resolution clause constitutes a valid and binding arbitration agreement. Generally, in determining the validity of a multi-tiered dispute resolution clause, a 'tribunal versus claim' test will be used to conclude whether the issue with such clause relates to the jurisdiction of the arbitral tribunal or the admissibility of a claim. Should the matter be regarding jurisdiction of an arbitral tribunal, the underlying issue is that parties have not properly agreed to resolve the dispute through arbitration. On the other hand, if the matter is concerning admissibility, the parties are deemed to agree to resolve the dispute through arbitration, however the claim is not admissible due to reasons such as untimeliness or prematurity. Singaporean and Hong Kong SAR Courts have ruled on multi-tiered dispute resolution clauses through stay of arbitration proceedings. Both Singaporean and Hong Kong SAR Courts have ruled that a multi-tiered dispute resolution clause are acceptable. However, Singaporean Courts viewed that failure to fulfill a set of preconditions renders an arbitral tribunal to not have jurisdiction on the case. On the other hand, Hong Kong SAR Courts viewed that insofar the parties agree to arbitrate, the arbitral tribunal will have jurisdiction and may use such jurisdiction to instruct parties to conduct any activity to fulfill such preconditions. Indonesian statutory provisions do not necessarily shed a light on multi-tiered dispute resolution clauses, however such clauses are already prevalent in practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diena Muazizah Hasanah
"Skripsi ini menganalisa prinsip arbitrase yaitu, prinsip otonomi para pihak dan kompetenz-kompetenz. Khususnya, menjabarkan apakah para pihak dalam arbitrase melanggar prinsip otonomi para pihak apabila mengajukan sengketa ke Pengadilan Negeri; apakah PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) melanggar prinsip-prinsip arbitrase ketika mengajukan sengketa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan apakah tindakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam menerima kasus arbitrase sesuai dengan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbirase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif dan Peraturan Arbitrase oleh ICC.
Berdasarkan metode penelitian hukum normatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak dalam perjanjian arbitrase melanggar prinsip otonomi para pihak jika mengajukan sengketa ke Pengadilan Negeri; PT GSEI pada dasarnya melanggar kedua prinsip otonomi para pihak dan kompetenz-kometenz dengan mengajukan sengketa arbitrase ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, meskipun Pengadilan Negeri telah menyetujui untuk megadili gugatan; dan tindakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam menerima sengketa arbitrase tidak sesuai dengan Pasal 3 dan 11 (2) UU No. 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahawa Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase.

This thesis analyzes the principle of party autonomy and kompetenz-kompetenz in arbitration. Particularly, it elaborates whether party to arbitration violates principle of party autonomy when filing commercial dispute to court; whether PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) violates the principle of arbitration in filing dispute settlement to Central Jakarta District Court; and whether the action of Central Jakarta District Court in accepting an arbitration case is inconsistent with Law No. 30 year 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution and ICC Arbitration Rules.
Based on normative legal research, it has found that party to arbitration violates principle of party autonomy when settling dispute by litigation when there is a valid arbitration clause; PT GSEI basically violates both principles of party autonomy and kompetenz-kompetenz in filing dispute to Central Jakarta District Court, even though the District Court approved to hear legal claim; and the action of Central Jakarta District Court is inconsistent with Article 3 and 11 (2) of Law No. 30 Year 1999, which states that District Court must refuse to settle arbitration disputes that contain any written arbitration clause.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Petronella Maytea Lantio
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aspek hukum dari keputusan dan pelaksanaan arbitrase di Indonesia dengan maksud untuk mempelajari penegakan arbitrase, upaya hukum terhadap putusan arbitrase serta kendala dalam pelaksanaan putusan arbitrase di Indonesia. Pasal 60 UU No. 30/1999 (UU Arbitrase dan APS) menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak, artinya putusan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi dan peninjauan kembali. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 70 putusan arbitrase dapat dibatalkan. Selain itu, pelaksanaan putusan arbitase masih menghadapi kendala di dalam praktek. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya akan efektif jika para pihak yang terlibat sengketa adalah para pihak yang bona fide, pihak yang menang berusaha supaya putusan arbitrase didaftarkan pada pengadilan negeri agar memiliki kekuatan hukum, dan pihak yang kalah tetap menghormati dan tidak menghalanghalangi eksekusi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh, terkait dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu dengan menganalisis putusan pengadilan serta membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dan dianalisis lebih lanjut untuk menjawab permasalahan yang diteliti.

ABSTRACT
This study aimed to find out how the legal aspects of the decision and enforcement of arbitration in Indonesia with a view to study the enforcement of arbitration, the legal effort against the decision of arbitration as well as constraints in the execution of arbitration decision in Indonesia. Article 60 of Law No. 30/1999 (Arbitration and ADR Law) states that arbitral award is final and legally binding the parties, which means that the award could not be corrected by an appeal, cassation and review. However, in accordance with the Article 70 of the arbitration law the arbitral award can be annulled. Furthermore, the decision of arbitration is very hard to be implemented. It is due to the settlement of disputes through arbitration that will only be effective if the parties involved in the dispute are bona fide parties. The winning party tried to keep the decision of the Arbitration filed in state court in order to have legal force, and the losing party still respects and does not hinder the execution. This research includes the study of normative and descriptive legal. The research which is descriptive of this study are intended to illustrate and describe all the data obtained, related to the problem being investigated. In this research, data collection techniques used are literature studies, namely by analyzing court decisions and make notes of books of literature, legislation, documents and other matters relevant to the issues being investigated."
2016
T46529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dotto Koyage Philipo
"Makalah penelitian ini menggali peningkatan efektivitas arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif (ADR) dalam sistem hukum Indonesia. Dengan menganalisis kerangka hukum yang ada, kapasitas kelembagaan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan metode ADR, studi ini mengidentifikasi tantangan dan hambatan utama yang dihadapi oleh praktisi dan pengguna. Berdasarkan model sukses dari yurisdiksi seperti Singapura, Prancis, Hong Kong, dan Swedia, makalah ini menawarkan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan efektivitas mekanisme arbitrase dan ADR secara keseluruhan di Indonesia. Melalui pendekatan penelitian kualitatif dan pemeriksaan menyeluruh terhadap praktik terbaik internasional, penelitian ini bertujuan untuk berkontribusi pada kerangka hukum yang kuat dan dukungan kelembagaan untuk ADR di Indonesia, yang pada akhirnya mempromosikan lingkungan bisnis yang menguntungkan, akses terhadap keadilan, dan mengurangi beban peradilan.

This research paper delves into enhancing the effectiveness of arbitration and alternative dispute resolution (ADR) in Indonesia's legal system. By analysing the existing legal framework, institutional capacity, and factors influencing acceptance of ADR methods, the study identifies key challenges and obstacles faced by practitioners and users. Drawing upon successful models from jurisdictions like Singapore, France, Hong Kong, and Sweden, the paper offers policy recommendations to improve the efficiency, accessibility, and overall effectiveness of arbitration and ADR mechanisms in Indonesia. Through a qualitative research approach and a thorough examination of international best practices, the research aims to contribute to a robust legal framework and institutional support for ADR in Indonesia, ultimately promoting a favourable business environment, access to justice, and reducing the burden on the judiciary."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Sentiana Amarella
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana keabsahan perjanjian arbitrase yang dibuat dalam bentuk pertukaran surat elektronik (e-mail) serta bagaimana akibat hukum jika suatu perjanjian arbitrase dalam bentuk pertukaran surat yang tidak disertai dengan catatan penerimaan oleh para pihak pada kasus PT. Indoexim International v. PT. Agility International. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang mengacu kepada kaidah-kaidah atau norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa perjanjian arbitrase yang dibuat dalam bentuk pertukaran surat elektronik (e-mail) adalah sah menurut hukum selama terpenuhinya syarat-syarat perjanjian arbitrase sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Undang-undang arbitrase tidak menjelaskan lebih rinci mengenai akibat hukum jika tidak terdapat catatan penerimaan oleh para pihak pada kasus PT. Indoexim International v. PT. Agility International, namun majelis hakim berwenang untuk menafsirkan ketentuan yang ada dalam undang-undang tersebut. Sehingga keputusan yang diberikan oleh majelis hakim terkait catatan penerimaan oleh para pihak tersebut dapat menjadi solusi atas persoalan yang tidak dijelaskan lebih rinci oleh undang-undang.

This thesis discusses about how the validity of the arbitration agreement that is made in the form of exchanges of electronic mail (e-mail) and how legal consequences if an arbitration agreement in the form of an exchange of letters which are not accompanied by a note of the acceptance by the parties. The methods used in this research is the juridical normative, i.e. the legal research that refers to norms of the law contained in the legislation.
This research it was concluded the arbitration agreement that is made in the form of exchanges of electronic mail (e-mail) is lawful as long as satisfy the terms of the arbitration agreement as provided for in article 4 paragraph (3) of Act No. 30 of 1999. The arbitration law does not explain in more detail about the legal consequences if there is no note of the acceptance by the parties in the case of PT. Indoexim International v. PT. Agility International, however the Tribunal judges are authorized to interpret the existing provisions in the law. So the decision given by the Tribunal judge related note the acceptance by the parties can be a solution over the issue that are not described in more detail by law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyumurti Setya Sasmita
"Jika konflik tidak dikelola dengan baik, mereka dengan cepat berubah menjadi sengketa. Salah satu lembaga badan arbitrase untuk penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Penelitian ini menunjukan proses arbitrase pada proyek konstruksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi waktu penyelesaian sengketa konstruksi dalam proses arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Penelitian dilakukan dengan wawancara terstruktur dan survei untuk mengumpulkan data. Selanjutnya dilakukan analisa statistik dan analisa risiko kualitatif. Terdapat 3 tiga proses yang memiliki risiko dominan dalam arbitrase yaitu putusan, pemeriksaan, dan permohonan arbitrase yang dilakukan respon untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

If conflicts are not managed properly, they quickly turn into disputes. One of the institutions of the arbitration institutional for the settlement of construction disputes in Indonesia is the Indonesian National Board of Arbitration BANI. This study shows the arbitration process on construction projects and risk factors that are in the process of arbitration at the Indonesian National Board of Arbitration BANI. The study was conducted with structured interviews and surveys to collect data. Furthermore, statistical analysis and qualitative risk analysis. There are 3 three processes that have the dominant criteria in arbitration, namely award, examinations, and arbitration appeals made to reduce the time required in arbitration dispute settlement."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>