Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179699 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astri Vianty
"Skripsi ini membahas pengaturan tindakan medis pelepasan ventilator dalam segi hukum perikatan yakni unsur kecakapan dalam persetujuan tindakan medis yang dilakukan keluarga terdekat pasien yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan peraturan kesehatan terkait lainnya, pandangan etika profesi kedokteran dan pelaksanaan etika "Do No Harm" pada tindakan medis pelepasan ventilator, serta kewenangan keluarga terdekat pasien tidak sadar dalam persetujuan tindakan medis pelepasan ventilator. Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian ini ialah yuridis-normatif, dengan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan.
Hasil dari penelitian ini bahwa (1) persetujuan tindakan medis pelepasan ventilator antara dokter dan keluarga terdekat harus memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, (2) bahwa terdapat perluasan definisi kaidah moral "Do Not Harm" yang dikaitkan dengan standar operasional prosedur pada tindakan medis pelepasan ventilator, (3) bahwa masih terdapat ketidakjelasan definisi keluarga terdekat dalam Pasal 1 angka (2) Permenkes No. 280/MENKES/PER/III/2008 tetang persetujuan tindakan kedokteran yang berdampak kemungkinan terjadinya konflik kewenangan pengambilan keputusan. Sehingga, penulis merasa perlu adanya pengaturan batas waktu dalam pengambilan keputusan pada persetujuan tindakan medis terutama untuk pelepasan alat medis pasien yang dilakukan oleh keluarga terdekat agar tidak terjadinya perselisihan paham kewenangan dalam pengambilan keputusan persetujuan tindakan medis di kemudian hari.

This thesis will discuss regulation on medical ventilator discharging action seen in terms of obligation law such as elements of proficiency in medical action approval fromthe nearest family of patient which arranged in civil code and the other regulation related to health, view of medical ethic profession and implementation of "Do No Harm" principle in medical ventilator discharging action, and the nearest family unconscious patient's competence for approval medical ventilator discharging action. This study used juridical-normative method which source by librarianresearch.
The result of this study are, (1) approval for medical ventilator discharging action between doctor and patient must be fulfill the condition of obligation on article number 1320 by civil code, (2) there is an extension definition from “do no harm” principle for medical ventilator discharging action, then, (3) the definition in the article number 1 numeral (2) of Indonesia's Health Ministry Act No. 280/MENKES/PER/III/2008 about Approval Medical Action not clear which can make a conflict about the competence of understanding in the medical approval. So, the writer think that need for time limit for the medical approval by the nearest family's patient in order to relieve the conflict of understanding in the future on medical action approval.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soedradjat Wijonomukti
"Sebuah perjanjian pada dasarnya harus memperinci secara tegas hak dan kewajiban dari para pihak. Jika tidak, akan menimbulkan banyak celah yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dari perjanjian tersebut. Perjanjian Medis atau Informed Consent yang dilakukan oleh dokter spesialis nefrologi dengan pasien penderita gagal ginjal pada Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk umumnya sama dengan perjanjian medis atau informed consent bagian lainnya dan biasanya tanpa uraian secara terperinci. Untuk itu perlu dilakukan analisis lebih lanjut apakah isi perjanjian medis atau informed consent tersebut sudah memenuhi syarat sah perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan apakah perjanjian medis atau informed consent itu telah melindungi kepentingan dari para pihak. Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui dan memahami keberadaan Perjanjian Medis atau Informed Consent antara dokter spesialis nefrologi dengan pasien penderita gagal ginjal pada Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dalam kaitannya dengan pemenuhan syarat sah perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan perlindungan kepentingan para pihak. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan memahami bentuk penyelesaian yang dapat dilakukan jika terjadi wanprestasi terhadap pelaksanaan perjanjian medis atau informed consent. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan wawancara dengan menggunakan data sekunder baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Perjanjian Medis atau Informed Consent yang dilakukan oleh dokter spesialis nefrologi dengan pasien penderita gagal ginjal pada Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk telah memenuhi syarat sah perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Namun bila dilihat dari substansi yang diatur dalam Perjanjian Medis atau Informed consent yang tanpa uraian secara terperinci maka Perjanjian Medis atau informed consent tersebut belum melindungi kepentingan para pihak secara sempurna. Dalam pelaksanaan perjanjian medis atau informed consent apabila terjadi wanprestasi dan menimbulkan sengketa maka penyelesaian dilakukan dengan musyawarah mufakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Satya Magdalena
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi di RSUD Koja Tahun 2018. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mendapatkan gambaran hasil analisis kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi. Jenis penelitian ini adalah mixed method dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dengan telaah dokumen formulir persetujuan tindakan operasi dan pengisian kuesioner oleh responden, penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian didapatkan rata-rata kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi RSUD Koja sebesar 76,54%. Hal ini menunjukkan bahwa kelengkapan formulir persetujuan tindakan operasi belum sesuai dengan standar RSUD Koja sebesar 100%. Hasil penelitian menunjukkan masih adanya perbedaan persepsi dalam pengisian formulir, kurangnya sosialisasi SPO, belum efektifnya pemberian umpan balik, belum ditetapkannya kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi sebagai standar kinerja individu, serta belum adanya sistem reward punishment. Hal tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan operasi di RSUD Koja.

ABSTRACT
This research discuss about the completeness of filling informed consent in surgical procedure at Koja District Hospital. The purpose of this research is to get illustration of analysis the completeness of filling informed cosent in surgical procedure. The design of this study uses mixed method which combine quantitative and qualitative. A quantitative method through document review informed consent forms through checklists and questionnaires for respondent, a qualitative method through in depth interviews. Result of this study shows that an average of completeness filling informed consent is about 76,54%. It shows that the completeness of filling informed consent has not convenient to the standard at Koja District Hospital which is about 100%. This study also reveals that there is different perception to filling informed consent, less socialization of Standard Operational Procedure, ineffectiveness of giving feedback, completeness of filling informed consent in surgical procedur has not set as standard performance of individu, the lack of reward punishment system which may be the factors contributing to completeness of filling informed consent forms in surgical procedure at Koja District Hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rumah Sakit Pusat Pertamina; FKUI, 1991
344.041 2 INF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajri
"Transaksi terapeuti k (pengobatan) merupakan salah satu bentuk penting dalam hubungan pelayanan medis yang terjadi antara pasien dengan dokter. Pelayanan terapeutik pada dasarnya dilandasi dengan sua sana saling percaya (konfidensial) antara sipasien dengan dokter, namun seiring be rkernba ngnya i lmu pengetahuan dan penyebaran arus informasi yang ada dalam masyarakat awam mengenai ilmu kedokteran maka pasien tidak lagi berperan sebagai pihak yang pasif arau dikontrol dokter dalam suatu pelayanan pengobatan. Berubahnya pola hubungan antara dokter dengan pasien tersebut menjadi suatu penyebab lahirnya suatu bentuk persetujuan medis yang dinamakan dengan informed consent. Sekarang, di dalam dunia kedokteran era modern, pelaksanaan Informed consent dalam pelayanan terapeutik menjadi suatu hal penting yang menimbulkan akibat hukum yang fundamental dalam aspek hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter. Pihak pasien memiliki kepentingan dimana transaksi terapeutik yang ia lakukan menjadi suatu pelayanan yang semestinya ia dapatkan baik dalam hal pelaksanaan maupun dari segi hasil dari pengobatan yang di jalankan, sedangkan pihak dokter memiliki kepentingan agar pelayanan medis yang ia lakukan bebas dari ancaman tuntutan hukum dari pihak pasien apabila terjadi masalah kegagalan pengobatan yang dilakukan terhadap pasien . Mengingat dewasa ini masih banyak terjadi tuntutan hukum terhadap dokter yang berupa dugaan malpraktik membuktikan bahwa masih kurang kuatnya pengaruh informed consent dalam pelaksanaan pelayanan terapeutik, sehingga diperlukan suatu bentuk formulir prosedur yang baku dan representatif yang mendukung keberadaan informed consent dalam dunia pelayanan kesehatan di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Suryani
"Informed consent pada pasien paliatif, adalah sangat berperan sekali didalam pengambilan keputusan setiap dilakukan tindakan medik. Bermasalahan persetujuan tindakan medik yang timbul pada pasien ini tidak terlepas dari norma hukum yang berlaku khususnya hukum perdata karena mengingat kondisi atau keadaan penyakit pasien yang tidak dapat disembuhkan bila dihubungkan dengan tindakan medik yang dilakukan tidak sesuai dengan penyembuhan penyakit yang diharapkan pasien tindakan medik pada pasien paliatif hanya untuk meningkatkan quality of life dan meringankan penderitaan pasien sehingga pasien merasa nyaman dan tenang didalam menghadapi penyakitnya. Informed consent dalam Perjanjian therapeutik yang telah di sepakati dikenal dengan asas konsensualitas yaitu pasal 1320 KUHPer merupakan syarat sahnya suatu perjanjian sehingga mengikat secara hukum untuk kedua belah pihak bila dilakukan dengan itikad baik (pasal 1338 KUHPer). Bila terjadi penyimpangan dari perjanjian yang dilakukan, maka pihak tersebut dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara yuridis dalam pasal 50 dan 53 ayat 2 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya bertugas menyelenggarakan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan standar profesinya serta mematuhi hak pasien antara lain hak atas informasi dan hak memberikan persetujuan. Kedua hak tersebut berkaitan dengan informed consent dalam transaksi therapeutik. Pasien memiliki hak untuk mengetahui semua keadaan penyakitnya, pengobatan, tetapi tidak semua kebenaran dari informasi harus disampaikan apabila hal tersebut dapat merugikan pasien yang bersangkutan. informed consent dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum yang timbal balik, baik untuk pasien sendiri yang meminta dan menerima pelayanan kesehatan serta dokter yang melakukan tindakan medik pada pasien. Informed consent bukan hanya kewajiban moral tetapi juga kewajiban hukum yang berhubungan dengan hak-hak seseorang dan tanggungjawab individu atas pelayanan kesehatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnanza Zulkarnaini
"Informed consent merupakan persetujuan dari pasien terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap dirinya, setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap tentang tindakan kedokteran tersebut, termasuk melakukan tindakan medis berupa perluasan operasi. Persetujuan dalam tindakan perluasan operasi sebaiknya dilakukan secara tertulis karena informed consent berperan untuk melindungi dokter dan pasien. Informed consent harus memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: cakap, sepakat, hal tertentu, sebab yang halal. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa informed consent yang digunakan RSUD Dr. Abdul Moeloek pada tindakan operasi atau perluasan operasi adalah informed consent secara tertulis dan tidak tertulis. Dalam keadaan gawat darurat informed consent tidak diprioritaskan, karena prioritas utama adalah keselamatan jiwa pasien.

Informed consent is an agreement from the patient for performing medical actions towards him, after the patient is being given a complete explanation about it, including medical action of operations expansion. Approval of the act of expanding operations should be done in written informed consent in order to protect doctors and patients. Informed consent must meet the elements of Article 1320 of Indonesia Civil Code, such as: competent, agreed, certain things, and legal. The results of this study concluded that informed consent which is applied in Dr. H. Abdul Moeloek Hospital for surgery or expanding operations is written and unwritten form. In emergency situations, informed consent is not a priority, because the priority is the safety of patients' lives.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
L. Ratna Kartika Wulan
"Pesatnya perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi serta meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, mengakibatkan perubahan sistem penilaian masyarakat yang menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kelengkapan pengisian formulir Informed Consent. Indikator Informed Consent yang lengkap adalah kelengkapan pengisian tanda tangan Informed Consent oleh dokter dan keluarga pasien. RSU Karawang adalah rumah sakit kelas C dan rumah sakit pendukung industri kelas B, seyogyanya petugas yang menangani tindakan bedah menyelenggarakan pelayanan dengan baik.
Untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan penandatanganan Informed Consent untuk tindakan bedah besar di RSU Karawang telah dilakukan penelitian cross sectional dengan telaah berkas formulir Informed Consent dari tanggal 1 Januari 1997 sampai dengan tanggal 31 Desember 1997 secara retrospektif untuk memperoleh gambaran kelengkapan Informed Consent serta wawancara dengan dokter spesialis.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa didapatkan pengisian Informed Consent yang tidak lengkap sebesar 76,8% untuk jenis tindakan bedah besar di RSU Karawang. Hal ini disebabkan oleh karena tidak lengkapnya pengisian tanda tangan dokter (69%) dan pengisian tanda tangan keluarga pasien (23,2%). Karakteristik dokter yang berhubungan dengan kelengkapan Informed Consent adalah pendelegasian wewenang dengan beban kerja jumlah pasien yang ditangani operasi tiap bulan.
Perlu adanya peraturan tentang tata tertib Informed Consent di RSU Karawang yang dapat membantu penyelenggaraan kelengkapan Informed Consent. Penandatanganan Wormed Consent tidak boleh dilakukan pendelegasian oleh dokter ke perawat, Wormed Consent harus ditandatangani dokter dan keluarga pasien adalah bukti pertanggungjawaban hukum jika nantinya ada gugatan dari keluarga pasien.

Factors Correlated with Signature Completed of Informed Consent Form in Major Surgery, Karawang Hospital, January 1- December 31, 1997. Rapid advances in the medical science and technology and improvement in social economic conditions and education increase public awareness for high quality health care. Good health care quality in hospital is reflected by signature completed of Informed Consent form, Signature in Informed Consent form must be completed from physician and patient family. Karawang Hospital is a class C and hospital of industry support in class B, it should maintain in high completed Informed Consent.
To obtain overview correlating factors of signature completed of Wormed Consent to major surgery in Karawang hospital. A cross sectional retrospective study of the Informed Consent performed from January 1 through December 31, 1997. This effort is directed towards determining the correlation between signature completed of Informed Consent form and the characteristics of health personnel involved (physician).
It is concluded from study that about 76,8% Informed Consent form the signature not completed, majority of which (69%) is caused by physician and 23,2% by patient family. Characteristics of physician, correlated with completed of Informed Consent form is delegating with workload physician in surgery every month.
It is recommanded that there should be a rule of Informed Consent in Karawang Hospital can help Informed Consent completed. The signature of Informed Consent form don't delegated from physician to nurse. Informed Consent should be completed by physician and patient family , because Informed Consent is an evidence of legal accountability is tomorrow has plaintiff from patient family.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Guwandi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
344.041 GUW h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>