Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk di dalam suatu wilayah pada suatu daerah pesisir akan berbanding lurus dengan kebutuhan air bersih. Namun hal yang biasa terjadi adalah terdapatnya ketidakseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air, untuk mencapai aspek tersebut di masa yang akan datang maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencapai target kebutuhan air di daerah pesisir. Tetapi air laut masih memiliki kandungan TDS (Total Dissolved Solid) dan salinitas yang cukup tinggi sehingga tidak layak pakai. Untuk mendesalinasi air laut harus menaikkan temperature air laut sampai kondisi di atas temperature saturasinya. Pada penelitian ini akan dibahas tentang bagaimana pengaruh tekanan kondenser dan konsentrasi kadar garam tehadap specific aquades production dan specific energy consumption untuk membuktikan seberapa mampu dan efisien metode throttling process dalam menghasilkan air akuades yang nantinya diharapkan dapat membantu keterediaan air untuk memenuhi kebutuhan air.
Along with the development of the population in a region in a coastal area will be directly proportional to the need for clean water. But the thing that usually happens is that there is an imbalance between water availability and water needs, in order to achieve this aspect in the future, further research is needed to achieve the water demand target in coastal areas. But sea water still has a high Ts (Total Dissolved Solid) content and salinity so it is not suitable for use. To desalinate sea water must increase the sea water temperature until conditions are above the saturation temperature. In this study, we will discuss how the influence of condenser pressure and salt concentration on specific aquades production and specific energy consumption to prove how capable and efficient the throttling process is in producing aquadest water which is expected to help provide water to meet water needs
"
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan harga energi terhadap konsumsi energi, terutama minyak dan batubara, pada sektor manufaktur Indonesia. Analisis data panel unbalanced digunakan pada data tingkat perusahaan dari tahun 2003 hingga 2015 untuk mengetahui elastisitas harga permintaan minyak dan batubara. Hasil estimasi menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia sensitif terhadap harga energi. Pada analisis agregat, kenaikan harga minyak satu persen signifikan untuk mengurangi permintaan sebanyak 0,194 persen, sedangkan konsumsi batubara tidak dipengaruhi secara signifikan oleh harganya. Estimasi regresi batubara menggambarkan hasil yang berbeda dari estimasi minyak yang menunjukkan hubungan positif antara harga batubara dan permintaan batubara meskipun tidak signifikan. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui beberapa hal: jumlah perusahaan yang menggunakan batubara relatif cukup kecil, permintaan batubara hanya terkonsentrasi di beberapa sub-sektor, dan harga batubara yang relatif lebih murah daripada minyak. Untuk pemahaman yang lebih dalam, analisis sektoral dilakukan pada lima sub-sektor prioritas — makanan dan minuman; tekstil, pakaian jadi dan alas kaki; bahan kimia dan farmasi; elektronik dan perangkat optik; dan perlengkapan otomotif dan transportasi. Analisis sektoral menunjukkan bahwa elastisitas harga untuk permintaan minyak adalah inelastis, berkisar antara 0,184 hingga 0,387 dalam nilai absolut. Perubahan harga minyak memiliki dampak paling besar pada sub-sektor tekstil, pakaian, dan alas kaki, sedangkan makanan dan minuman adalah sub-sektor yang paling tidak terpengaruh oleh perubahan harga minyak.
This study aims to investigate the effect of energy price changes on energy consumption, especially oil and coal, for Indonesian manufacturing sectors. Unbalanced panel data analysis is utilized on firm-level data from 2003 to 2015 to examine the price elasticity of oil and coal demand. The estimation indicates that Indonesia’s manufacturing sectors are sensitive to energy price. On the aggregate analysis, one percent oil price increase is significant to reduce the demand of 0.194 percent, while coal consumption is not significantly affected by its price. Coal regression illustrates different outcomes than oil estimation which shows a positive relationship between coal price and coal demand even though it is insignificant. This phenomenon can be possibly interpreted through several explanations: a small number of firms using coal, concentration of coal demand in a few sub-sectors, and meager price of coal relative to oil. For further understanding, sectoral analysis has been examined on five priority sub-sectors—food and beverage; textile, apparel and footwear; chemicals and pharmacy; electronics and optical device; and automotive and transport equipment. The sectoral evaluations suggest that price elasticity for oil demand is considered as inelastic, ranging from 0.184 to 0.387 in absolute value. Oil price changes have the most impact on textile, apparel, and footwear sub-sectors, while food and beverage is the most unaffected by oil shocks.
"