Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159605 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muflihah Firdaus Ilyas
"Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Waria sebagai populasi kunci perlu dikontrol prevalensinya agar tidak menyebar ke populasi umum. Berdasarkan STBP 2007 dan 2011, prevalensi HIV pada waria belum menunjukkan penurunan yang signifikan (24% di 2007 dan 22% di 2011). Penelitian ini membahas mengenai determinan HIV pada waria di 5 kota di Indonesia dengan menggunakan data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional mengikuti desain studi pada STBP 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan status HIV pada waria di 5 kota di Indonesia antara lain adalah umur, lama terlibat kerja seks, pendidikan, riwayat IMS, pekerjaan, jumlah pelanggan seks anal, konsistensi penggunaan kondom dan pelicin, tes HIV, dan kunjungan klinik IMS. Hasil penelitian ini menunjukkan pekerjaan waria merupakan faktor yang paling besar risikonya terhadap status HIV pada waria di 5 kota di Indonesia (OR=2,36).

HIV and AIDS is a public health problem that requires serious attention. Waria as key populations, the prevalence needs to be controlled to not spread to the general population. Based on the Integrated Biological and Behavioural Surveillance (IBBS) 2007 and 2011, the prevalence of HIV on the transgender has not demonstrated a significant reduction (24% in 2007 and 22% in 2011). The aim of this study is to discuss the determinants of HIV on transgenders in 5 cities in Indonesia using data Integrated Biological and Behavioral Surveillance (IBBS) in 2011. This study is a quantitative study with a cross-sectional study design followed the design of the study on IBBS 2011.
The results showed that the determinant of HIV status on transgender in 5 cities in Indonesia, are age, duration involved sex work, education, history of STIs, job as a sex worker, number of anal sex clients, consistency use of condoms and lubricants, HIV testing, and STI clinic visits. Results of this study indicate transgender job is the greatest risk factor of HIV status on transgender in 5 cities in Indonesia (OR = 2.36).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Wati Murliani
"Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) telah menjadi masalah kesehatan internasional karena telah terjadi peningkatan jumlah pasien di beberapa negara di dunia. Kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara, merupakan kawasan dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi kedua yaitu sebanyak 7,8 juta atau 5,2-12 juta. Prevalensi HIV pada kelompok waria di Indonesia tahun 2003 sebesar 22% lebih tinggi dibandingkan dengan negara Bangkok (16,8%) dan Kamboja (9,8%). Sekitar 59,3% waria tidak menggunakan kondom saat melakukan seks anal lebih tinggi dibandingkan pada gay (53,1%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan HIV(+) pada waria. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden berasal dari Jakarta, Bandung, Semarang, Malang dan Surabaya pada tahun 2011, dengan metode pengambilan sampel Two-stage Proportionate Probability Sampling. Dari 1089 sampel yang ada, sampel yang eligible dan masuk dalam analisis sebanyak 1070 sampel. Prevalensi kasus HIV(+) pada waria sebesar 21,9%, dengan analisis bivariat yang menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik adalah konsistensi penggunaan kondom, umur, pendidikan, lama melakukan seks komersil, jumlah pelanggan seks anal, negosiasi kondom, kontak dengan petugas, dan kunjungan klinik IMS. Setelah dilakukan uji stratifikasi, didapatkan ada interaksi variabel pendidikan dan konsistensi penggunaan kondom terhadap hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan HIV(+). Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil akhir hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan HIV(+) yang didapatkan setelah mengontrol pengetahuan komprehensif HIV/AIDS, negosiasi kondom, jumlah pelanggan seks anal, kunjungan klinik IMS, pendidikan, lama melakukan seks komersil, dan interaksi konsistensi penggunaan kondom dan pendidikan dengan OR sebesar 0,037 (95% CI: 0,004-0,349). Terdapat hubungan risiko yang tidak logis dalam penelitian ini, menyebabkan hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk 5 kota besar di Indonesia. Pada waria yang tidak konsisten dalam menggunakan kondom baik yang berpendidikan rendah maupun tinggi, perlu dilakukan upaya peningkatan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi. Monitoring dan evaluasi juga sangat diperlukan untuk memantau prevalensi HIV(+) pada waria dan mengumpulkan data/ informasi yang berhubungan dengan meningkatnya kasus HIV(+) pada beberapa propinsi dengan jumlah waria terbanyak berdasarkan estimasi populasi rawan tertular HIV di Indonesia.

Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) has been a health international problem due to the increasing of patient in several countries in the world. South and South-East Asia is the second region of the biggest number of HIV/AIDS, that is around 7,8 million or 5,2-12 million. The prevalence of HIV among transgender in Indonesia in 2003 is 22% higher than Bangkok (16,8%) and Cambodia (9,8%). Around of 59,3% transgender were not using condom during anal intercourse which was higher than among men who have sex with men (53,1%). The aim of this study is to estimate the correlation of consistent condom use and HIV (+) among transgender. The study design is cross-sectional. The respondents were taken from Jakarta, Bandung, Semarang, Malang and Surabaya in 2011, by Two-stage Proportionate Probability Sampling method. Total of available sample were 1089 sample, but only 1070 sample were eligible and continued to analysis. The prevalence of HIV(+) among transgender is 21,9%. The result of bivariat analysis showed that several covariat variables had a statistically significant: consistent of condom use, age, education, time of commersial sex practice, anal-sex partner number, condom negotiation, contact with health worker, and visit to sexually transmitted infection (STI)`s clinic. There is an interaction variable of education and consistent condom use to the correlation of consistent condom use and HIV (+). Logistic regression was used for multivatiate analysis. The end of the result in this study is odds ratio (OR) of the correlation of consistent condom use and HIV (+) after controlling some confounders: a HIV/AIDS comprehensive knowledge, condom negotiation, anal-sex partner number, visit to STI`s clinic, education, time of commersial sex practice, and interaction of education and consistent condom use, is 0,037 (95% CI: 0,004-0,349). There are unlogically risk correlation in this study, which can cause the end of this result could not be generalized for the transgender`s population in 5 bis cities in Indonesia. An unconsistent condom use among high and low education among transgender, should be intervented by strenghtening of communication, information, and education programme. Monitoring and evaluation is more important to be implemented for monitoring the number of prevalence of HIV(+) among transgender and compiling data/informations of the correlation increased number of HIV(+) in several provinces which have a biggest number of transgender based on the estimation of population at risk of infected HIV in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T36865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Setianingsih
"Waria merupakan salah satu kelompok berisiko tinggi untuk terinfeksi hiv. Berdasarkan STBP 2007 dan 2011, prevalensi hiv pada waria belum menunjukkan penurunan yang signifikan 24,33 dan 21,85. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status hiv pada waria di 5 kota di Indonesia Jakarta, Bandung, Semarang, Malang dan Surabaya menggunakan data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan total sampel dari penelitian STBP 2015 dan menggunakandesain studi cross sectional.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi hiv pada waria di 5 kota di Indonesia adalah 24,8. Diketahui sebanyak 52.9 responden berumur 21 - 35 tahun, 62.1 berpendidikan rendah, 95.9 berstatus belum kawin/pernah kawin, 41 merupakan pekerja seks, 35,7 berpengetahuan rendah, 35.1 memiliki riwayat IMS, 37.2 memulai berhubungan seks < 16 tahun, 50.5 telah terlibat kerja seks ge; 96 bulan, 42.9 tidak konsisten menggunakan kondom, 39.3 mengonsumsi alkohol, 7.4 mengonsumsi napza, dan 39 melakukan kunjungan klinik IMS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan p = 0,01 dan OR = 0,60; 95 CI: 0,43 - 0,82 , riwayat IMS p = 0,03 dan OR = 1,41; 95 CI: 1,05; 1,89 ,lama terlibat kerja seks p = 0,04 dan OR = 1,43 95 CI: 1,03 - 1,99, konsumsi alkohol p = 0,01 dan OR = 0,67; 95 CI: 0,49 - 0,91, dan konsumsi napza p = 0,04 dan OR = 1,64; 95 CI: 0,99; 2,71 berhubungan dengan status hiv pada waria.Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan kampanye terapi IMS dan melakukan inovasi mobile health care yang bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada populasi waria.

Transgender is one of the high risk populationfor hiv infection. According to Integrated Biological and Behavioural Survey IBBS 2007 and 2011, the prevalence of hiv on transgender has not demonstrated a significant reduction 24.33 and 21.85. This study discusses the determinants of hiv on transgender in 5 cities in Indonesia Jakarta, Bandung, Semarang, Malang and Surabaya using data Integrated Biological and Behavioural Survey IBBS in 2015. This study used the all of sample from the IBBS 2015 and used cross sectional study.
The results showed that the prevalence of hivon transgender in 5 cities in Indonesia is 24.8. It is known that 52.9 of respondents are 21 35 years old, 35,7 are low educated, 95.9 are single, 41 are sex workers, 65.1 having low knowledge, 35.1 having a history of STI, 37.2 starts sex before 16 years, 50.5 had worked as sex work ge 96 months, 42.9 inconsistently using condoms, 39.3 consuming alcohol, 7.4 taking drugs, and 39 had come STI clinic before.
The results of this study indicated that knowledge p 0.01 and OR 0,60 95 CI 0,43 ndash 0,82, history of STI p 0,03 and OR 1,41 95 CI 1,05 ndash 1,89, had worked as sex worker more than 96 months p 0.04 and OR 1,43 95 CI 1,03 ndash 1,99, alcohol consumption p 0.01 and OR 0,67 95 CI 0,49 ndash 0,9 , drug comsumption p 0.04 and OR 1,64 95 CI 0,99 ndash 2,71 are significantly associated to hiv infection. Therefore, it is recommended to conduct STI therapy campaigns and mobile health care innovation to reach transgender population.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sry Heniwati
"Tingkat penggunaan kondom pada kelompok Waria sebesar 39% pada tahun 2007 terjadi sedikit peningkatan sebesar 36% tahun 2011 (Kemenkes 2011), tetapi masih dibawah target (60%) (KPAN, 2010). Penggunaan kondom pada seks komersial dipengaruhi oleh kemampuan penjaja seks untuk menawarkan pemakaian kondom ketika berhubungan seks kepada pelanggannya. Dari penjaja seks yang tidak pernah menawarkan penggunaan kondom kepada pelanggannya ternyata pemakaian kondom pada seks komersial terakhir cukup rendah, hanya sekitar 10–20%. Determinan yang diduga berhubungan dengan perilaku Waria dalam menawarkan penggunaan kondom kepada pasangan seks antara lain : umur, tingkat pendidikan, pengetahuan pencegahan HIV/AIDS, riwayat IMS, kemudahan memperoleh kondom, lama melakukan seks komersil, kontak dengan petugas, konsumsi alkohol/napza sebelum berhubungan seks.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui determinan perilaku Waria dalam menawarkan penggunaan kondom kepada pasangan seks. Penelitian ini menggunakan data STBP tahun 2011 yang dilakukan di 5 kota besar di Indonesia, dengan desain studi Cross Sectional. Jumlah data yang dapat dianalisis sebanyak 684.
Hasil menunjukan bahwa proporsi Waria yang menawarkan penggunaan kondom kepada pasangan seks sebesar 81,3%. Determinan yang berhubungan signifikan adalah kontak dengan petugas (p=0,000), OR = 3,847 (95% CI= 2,507-5,902) dan kemudahan memperoleh kondom (p=0,000), OR = 3,010 (95% CI=1,934–4,685). Umur, tingkat pendidikan, pengetahuan pencegahan HIV/AIDS, riwayat IMS, lama melakukan seks komersil dan konsumsi alkohol/Napza sebelum melakukan hubungan seks tidak berhubungan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah peningkatan frekuensi kontak petugas dengan Waria baik petugas dari pemerintah maupun dari LSM yang peduli terhadap masalah HIV/AIDS dengan Waria untuk membahas risiko tertular HIV dan cara pencegahannya terutama tentang pentingnya menggunakan kondom dalam hubungan seks berisiko dan menjamin agar kondom selalu tersedia dan terjangkau dalam jumlah cukup terutama di dalam tempat kerja Waria.

Levels of condom usage on MTF transgender group was found 39% at 2007, there was a increase of 36% in 2011 (Ministry of Health, 2011), still below the target (60%) (KPA, 2010). Condom usage in commercial sex is influenced by the ability to negotiation sex workers condom usage to sex patner. At sex workers who do not ever negotiation to sex patner of condom usage turns was found condom usage at last sex is quite low, only about 10-20%. Determinants related to MTF transgender behavior in condom usage negotiation to sex partner among others: age, level of education, knowledge of HIV/AIDS, STI history, ease of obtaining condoms, old of commercial sex, contact with the officer, the consumption of alcohol/drugs before sex.
The purpose of this study to knowing determinants of MTF transgender behavior in condom usage negotiation to sex partner. This study uses producted IBBS conducted in 2011 in 5 major cities in Indonesia, with a cross-sectional study design. The amount of data that can be analyzed as many as 684.
Results showed that the proportion of MTF transgender behavior in condom usage negotiation to sex partner was 81.3%. Determinants significantly related are contact with the officer (p = 0.000), OR = 3.847 (95% CI = 2.507 to 5.902) and the ease of obtaining condoms (p = 0.000), OR = 3.010 (95% CI = 1.934 to 4.685). Age, level of education, knowledge of HIV / AIDS, STI history, the old of commercial sex and alcohol / drugs before sex are not related.
Based on these results, the suggestions can be given are to increase the frequency of contact of the officers with MTF transgender both officers of the government and NGOs concerned with the problem of HIV/AIDS with MTF transgender to discuss the risk constracting HIV and how to prevent it, especially about the importance of condom usage in unsafe sexual behavior; and affordable in sufficient quantities, especially in the workplace MTF transgender.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliyana
"Perilaku lelaki berhubungan seks tidak aman dengan lelaki merupakan perilaku yang cenderung tertutup dan sulit ditemui di populasi umum, dengan jumlah kaum LSL yang semakin meningkat dan prevalensi HIV dan IMS masih tinggi di kalangan LSL, penelitian terkait HIV pada LSL masih belum banyak ditemui di Indonesia, serta kejadian HIV yang merupakan salah satu masalah kesehatan yang timbul dengan berbagai faktor.
Desain penelitian ini adalah potong lintang, dengan menggunakan data sekunder Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) di Indonesia Tahun 2011, Variabel dependen adalah kejadian HIV (+) dan variabel independennya meliputi karakteristik demografi (umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan), pengetahuan mengenai HIV-AIDS, perilaku (perilaku seksual dengan pasangan seks tetap, konsumsi napza, merasa berisiko tertular, riwayat mengalami gejala IMS), dan layanan klinik VCT. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi LSL yang mengalami status HIV(+) sebesar 8,5%, rata-rata umur LSL yaitu 29 tahun, sebagian besar LSL berpendidikan SMU/sederajat sebesar 52%, sebagian besar bekerja sebagai karyawan sebesar 32,4%, dengan status belum kawin sebesar 77,5%. Proporsi LSL yang memiliki pasangan tetap sebesar 56,3%. Sebagian besar LSL tidak mengkonsumsi napza sebesar 89,6%, merasa berisiko tertular 64,5% dan sebesar 30,7% LSL pernah mengalami gejala IMS, serta sebagian besar reponden tidak di rujuk ke layanan VCT sebesar 77,2%.
Faktor-faktor yang ada hubungan bermakna dengan kejadian HIV (+) pada LSL adalah tingkat pendidikan, status belum kawin dibandingkan dengan status kawin, bekerja disalon/panti pijat yang dibandingkan karyawan, merasa berisiko tertular, dan layanan klinik VCT.

The behavior of men having unsafe sex with men is tend to be closed and difficult to find in the general population. With the increasing number MSM (Men who have Sex with Men) and prevalence of HIV and STI stil remains high among MSM, HIV-related research on MSM also not widely found in Indonesia, as well as the case of HIV is a health issues that causes with various factors.
The study design was cross-sectional, using secondary data Integrated Biological and Behavioral Surveillance (IBBS) in the group of Men who have Sex with Men (MSM) in Indonesia in 2011. The dependent variable is HIV (+) incidence and the independent variables include demographic characteristics (age, education, occupation, marital status), knowledge about HIV-AIDS, behavior (sexual behavior, drug consumption, perceive by risk of contracting, history of IMS symptoms) and VCT clinics services. Data analysis was performed by univariate and bivariate analysis.
The results showed that the proportion of MSM with HIV (+) status approximately 8.5% , the MSM average age is 29 years old, most of the MSM education was high school/equivalent was 52%, mostly working as an employee approximately 32.4%, unmarried status approximately 77.5%. The proportion of MSM who had a regular partner approximately 56.3 %. Most of the MSM do not consume drugs approximately 89.6%, perceive by risk of contracting approximately 64.5% and approximately 30.7% of MSM had experienced symptoms of IMS, as well as most of the respondents did not refer to the VCT service approximately 77.2%.
Factors that not have significant correlation with the incidence of HIV (+) on MSM is: level of education, unmarried status compared with marital status, work at salon / massage parlor compared by office employees, perceive by risk of contracting , and the VCT clinic services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shena Masyita Deviernur
"Perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL dapat dipengaruhi oleh pengetahuan pencegahan dan miskonspsi terkait HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan HIV/AIDS dengan perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL di 3 kota Yogyakarta, Tangerang, Makassar di Indonesia tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 343 LSL di 3 kota di Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dianalilsis secara univariat, bivariat, dan stratifikasi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah 16 LSL memiliki tingkat perilaku seksusal berisiko tinggi, 30.9 LSL memiliki pengetahuan pencegahan dan miskonsepsi kurang, 52.5 LSL berusia >24 tahun, 48 LSL kurang berpartisipasi dalam program pelayanan kesehatan HIV/AIDS, 51 LSL mendapat sumber informasi kurang. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan hubungan dengan perilaku seksual berisiko HIV AIDS yaitu kurang memiliki pengetahuan HIV/AIDS PR=2.0;95 CI 1.2-3.2 , usia le; 24 tahun PR=1.7 ; 95 CI 1.0-2.7 , kurang berpartisipasi pada program kesehatan PR=2.0 ; 95 CI 1.2-3.4 , kurang mendapatkan sumber media informasi PR=0.6 ; 95 CI 0.4-1.0 . Hasil stratifikasi antar strata pada variabel kovariat yaitu PR lebih tinggi pada LSL berusia >24 tahun PR=2.14 ; 95 CI 0.98-4.66 , LSL yang kurang mengikuti program pelayanan kesehatan PR=2.10; 95 CI 1.17-3.77 , dan LSL yang baik mendapat media sumber informasi PR=2.05 ; 95 CI 1.11-3.77 . Oleh karena itu disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP, memberikan edukasi sesuai dengan usia, dan memberikan sumber informasi yang lebih efektif dan massive.Kata kunci: Lelaki Seks Lelaki LSL ; pengetahuan HIV/AIDS; perilaku seksual berisiko.

Sexual risk behavior HIV AIDS among MSM can be influenced by prevention and misconception knowledge of HIV AIDS. This study aims to determine the relations about knowledge of HIV AIDS and sexual risk behavior HIV AIDS among MSM in 3 cities Yogyakarta, Tangerang, Makassar in Indonesia on 2013. This study used cross sectional design by using data IBBS 2013. Samples in this study were 343 MSM in 3 cities in Indonesia meet the criteria inclusion and exclusion and analyzed by univariate, bivariate, and stratification. Form the result, the percentage were 16 MSM have high risk of sexual risk behavior, 30.9 MSM have prevention and misconception knowledge less, 52.5 MSM 24 years, 48 MSM less participate in the health services HIV AIDS, 51 MSM less of source information. Based on analysis bivariate relationships with sexual risk behavior HIV AIDS less having knowledge HIV AIDS PR 2.0 95 CI 1.2 3.2 , age le 24 years PR 1.7 95 CI 1.0 2.7 , less participate in the health program PR 2.0 95 CI 1.2 3.4 , less get media source information PR 0.6 95 CI 0.4 1.0 . Stratification results of the strata on the variables of covariate variable have higher PR on MSM aged 24 years PR 2.14 95 CI 0.98 4.66 , MSM less follow the program health service PR 2.10 95 CI 1.17 3.77 , and MSM got a better media source information PR 2.05 95 CI 1.11 3.77 . It is therefore advisable to improve program IPP back, give education in according by age, and provide a source of information that is more effective and massive.Keywords Men Sex with Men MSM , sexual behavior risk HIV AIDS, knowledge of HIV AIDS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivi Maharani Amri
"Prevalensi kejadian HIV pada kelompok lelaki seks lelaki LSL secara global termasuk di Indonesia terjadi peningkatan. Faktor yang menyebabkan kenaikan prevalensi HIV pada LSL antara lain adalah perilaku seks berisiko yang dilakukan. Namun di sisi lain juga terdapat beberapa perilaku pencegahan yang juga telah dilakukan oleh LSL tersebut maupun oleh petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan HIV. Skripsi ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara perilaku berisiko dan perilaku pencegahan HIV/AIDS dengan status HIV pada lelaki seks lelaki LSL di 6 kota di Indonesia tahun 2015. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang Cross Sectional dari data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP tahun 2015 pada kelompok LSL di 6 kota di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat untuk melihat distribusi serta analisis bivariat menggunakan uji Chi Square untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel independen meliputi perilaku berisiko usia seks pertama, jenis pasangan seks pertama, jenis dan status pasangan seks, usia seks komersial pertama, durasi seks komersial, serta mobilisasi hubungan seks dan perilaku pencegahan konsistensi penggunaan kondom, kehadiran program intervensi HIV, penerimaan kondom gratis, serta keikutsertaan tes HIV. Sedangkan variabel dependen adalah status HIV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi LSL yang memiliki status HIV positif sebesar 34,7. LSL dengan status HIV positif yang melakukan perilaku berisiko HIV tertinggi pada LSL dengan usia seks pertama lebih atau sama dengan 20 tahun, jenis pasangan seks pertama laki-laki, jenis dan status pasangan seks adalah pasangan seks tetap laki-laki, usia seks komersial pertama lebih atau sama dengan 20 tahun, durasi seks komersial lebih dari 2 tahun, serta pernah melakukan mobilisasi hubungan seks. Sedangkan yang melakukan perilaku pencegahan HIV tertinggi pada LSL yang konsisten menggunakan kondom, hadir dalam program intervensi HIV, pernah menerima kondom gratis, serta pernah mengikuti tes HIV. Perilaku berisiko yang berhubungan dengan status HIV pada LSL adalah jenis pasangan seks pertama PR= 1,23; 95 CI 1,02 ndash; 1,47, jenis dan status pasangan seks PR= 1,42; 95 CI 1,12-2,49 dan PR= 1,35; 95 CI 1,01-1,07, usia seks komersial pertama PR= 0,69; 95 CI 0,51-0,96, serta durasi seks komersial PR= 1,49; 95 CI 1,11-2,03. Sedangkan perilaku pencegahan yaitu penerimaan kondom gratis PR= 0,84; 95 CI 0,71-0,99 dan keikutsertaan tes HIV PR= 0,69; 95 CI 0,57-0,86.

The prevalence of HIV among population of Men Who Have Sex with Man MSM has increased globally including in Indonesia. Factor leading to an increase in HIV prevalence among MSM is, among other things, risky sex behaviors. In addition, there are also some preventive behaviors that have been done by the MSM group and the health workforce to prevent HIV transmission. This study aims to determine the Association between Risk Behavior and Preventive Behaviors of HIV AIDS and the Status of HIV among Men Who Have Sex with Man MSM in Six Cities of Indonesia in 2015. This study used cross sectional design from Integrated Biological and Behavioural Surveillance IBBS 2015 on MSM groups in 6 cities in Indonesia. Data analysis were done by univariate analysis to see the distribution and bivariate analysis using Chi Square test to see the significance of the relationship between independent and dependent variables. Independent variables includes risk behaviors age of first sexual intercourse, gender of first sexual partner, gender and status of sexual partner, age of first commercial sex, commercial sex duration mobilization of sexual activity and preventive behaviors consistency of condom use, participation in HIV intervention program, received a free condom, participation in HIV testing. While the dependent variable is the HIV status. The result of this study showed that 34.7 of MSM have a positive HIV status. MSM with HIV positive status who perform the highest HIV risky behaviors are the MSM group with the age of first sexual intercourse are more than or equal to 20 years, the gender of first sexual partner is men, status of the sex partners are male fixed sex partners, first commercial sex age are more than or equal to 20 years, commercial sex duration are more than 2 years, and have ever conducted in sexual mobilization. While those who did the highest HIV preventive behavior in MSM are the ones who consistently used condoms, participated in HIV intervention program, had received free condoms, and had done HIV test. In conclusion, significance risk behaviors associated with HIV status in MSM are the gender of first sexual partner PR 1,23 95 CI 1,02-1,47 , gender and status of sexual partner PR 1,42 95 CI 1,12-2,49 dan PR 1,35 95 CI 1,01-1,07, age of first commercial sex PR 0,69 95 CI 0,51-0,96, and commercial sex duration PR 1,49 95 CI 1,11-2,03. While the preventive behaviors that are statistically significant is free condom acceptance PR 0,84 95 CI 0,71-0,99 and HIV test participation PR 0,69 95 CI 0,57-0,86."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Noor Azzahra
"Dilaporkan terdapat 38,4 juta orang yang hidup dengan HIV pada tahun 2021 dan terdapat sebanyak 58 juta kasus kasus kronis Hepatitis C pada tahun 2019. Pengguna NAPZA suntik merupakan populasi yang paling rentan untuk terinfeksi kedua virus ini akibat jalur transmisi kedua virus ini yang sangat besar melalui jarum suntik tidak steril. Kedua penyakit ini dapat terjadi secara bersamaan yang menyebabkan percepatan progres keduanya menjadi kronis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian koinfeksi HIV/HCV untuk mencegah penyebaran yang lebih lanjut dengan melakukan analisis bivariat dengan menggunakan chi-square dan melihat crude prevalence ratio. Studi cross-sectional dari data STBP 2018-2019 di tujuh kabupaten/kota Jawa Barat populasi Penasun dilakukan dan didapatkan bahwa positivity rate koinfeksi HIV/HCV pada Penasun mencapai sebesar 9%. Ditemukan bahwa terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawninan, riwayat dipenjara, usia pertama kali menggunakan NAPZA suntik, lama menggunakan NAPZA suntik, pernah menggunakan alat suntik tidak steril, usia pertama kali berhubungan seksual, hubungan seksual satu tahun terakhir, penggunaan kondom dengan pasangan tetap, pengetahuan komprehensif HIV, akses LASS, dan akses PTRM dengan kejadian koinfeksi HIV/HCV. Dari hasil tersebut diperlukan intervensi yang tepat untuk mencegah dan menanggulangi tingginya kejadian koinfeksi HIV/HCV pada Penasun.

In 2021, approximately 38.4 million individuals were reported to be living with HIV, while an estimated 58 million cases of chronic hepatitis C were recorded in 2019. Among vulnerable populations, IDU (injecting drug users) face the highest risk of contracting both viruses due to the transmission through unsterile needles. Co-infection of HIV and HCV can occur simultaneously, leading to an accelerated progression of chronic infections. This research aims to identify factors associated with the occurrence of HIV/HCV co-infection in order to prevent further spread. Bivariate analysis using chi- square and examining the crude prevalence ratio was conducted using cross-sectional data from 2018-2019 IBBS in seven districts/cities of West Java among the injecting drug user population. The study revealed a 9% positivity rate of HIV/HCV co-infection among injecting drug users. Several factors were found to be correlated with HIV/HCV co- infection, including age, gender, education level, marital status, history of imprisonment, age at first drug use through injection, duration of drug injection, use of unsterile equipment, age at first sexual intercourse, sexual activity within the past year, condom usage with regular partners, comprehensive knowledge of HIV, access to sterile syringe services, and access to methadone treatment. These findings emphasize the need for targeted interventions to prevent and address the high incidence of HIV/HCV co-infection within the injecting drug user population. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmanadia Hidayat
"ABSTRAK
Wanita Pekerja Seks Langsung (WPS) adalah salah satu kelompok populasi kunci yang paling berisiko tertular dan menularkan virus HIV. Prevalensi HIV pada WPSL pada tahun 2015 meningkat dibandingkan tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status HIV pada WPSL di 16 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2015. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Integrated Biological and Behavioral Survey (STBP) 2015. Sampel penelitian ini adalah wanita pekerja seks (WPS) berusia 15 tahun ke atas yang pernah melakukan hubungan seks komersial dengan minimal 1 pelanggan dalam 1 bulan terakhir. Hasil penelitian didapatkan WPSL dengan status HIV (+) sebesar 8,6%. Variabel yang secara statistik berhubungan adalah riwayat penggunaan narkoba suntikan (OR 5,449, CI 95% 1,624 - 18,285) dan riwayat gejala IMS (OR 1,579, 95% CI 1,148 - 2,172). Oleh karena itu, program pencegahan HIV-AIDS perlu terus ditingkatkan bagi kelompok perempuan pekerja seks untuk mencegah penularan HIV melalui penggunaan jarum suntik dan penularan melalui hubungan seksual.
ABSTRACT
Female Direct Sex Workers (FSW) are one of the key population groups most at risk of contracting and transmitting the HIV virus. The prevalence of HIV in FSW in 2015 increased compared to 2013. The purpose of this study was to determine the factors associated with HIV status in FSW in 16 districts/cities in Indonesia in 2015. The design of this study was cross sectional. This study uses secondary data from the 2015 Integrated Biological and Behavioral Survey (STBP). The sample of this study is female sex workers (FSW) aged 15 years and over who have had commercial sex with at least 1 customer in the last 1 month. The results of the study found that the WPSL with HIV (+) status was 8.6%. The variables that were statistically related were a history of injection drug use (OR 5,449, 95% CI 1,624 - 18,285) and a history of STI symptoms (OR 1,579, 95% CI 1,148 - 2,172). Therefore, HIV-AIDS prevention programs need to be continuously improved for groups of women sex workers to prevent HIV transmission through the use of needles and transmission through sexual contact."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"ABSTRAK
Konsistensi penggunaan kondom pada Penasun masih rendah. Menurut
Laporan STBP 2013, konsistensi penggunaan kondom pada Penasun sebesar 17%
pada pasangan tetap, 17% pasangan tidak tetap dan 16% pasangan komersial.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat determinan penggunaan kondom pada
Penasun di 4 Kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data STBP Penasun
tahun 2013. Cara pengambilan sampel STBP Penasun adalah Responden Driven
Sampling (RDS). Analisis data secara univariat, bivariat dan multivariabel.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi penggunaan kondom pada saat
berhubungan seks sebesar 18% pada pasangan tetap, 17% pada pasangan tidak
tetap, 17% membeli seks dan 5% menjual seks. Determinan penggunaan kondom
pada 4 pasangan berbeda, namun tidak memiliki kondom selalu ada pada semua
jenis pasangan. Determinan penggunaan kondom pada pasangan tetap adalah
tidak memiliki kondom, tidak merasa berisiko, pengetahuan rendah, tidak
mengakses LASS, tidak menikah dan merasa kondom tidak bermanfaat dalam
mencegah HIV merupakan determinan dari perilaku penggunaan kondom Penasun
pada pasangan tetap. Determinan penggunaan kondom pada pasangan tidak tetap
adalah tidak memiliki kondom dan tidak menikah merupakan determinan
penggunaan kondom Penasun pada pasangan tidak tetap. Determinan penggunaan
kondom pada Penasun yang membeli seks adalah tidak memiliki kondom
merupakan determinan penggunaan kondom Penasun saat membeli seks

ABSTRACT
Consistent condom use in IDUs remains low. According to the report IBBS
2013, the consistent use of condoms in 17% IDU steady partner, 17% of couples
are not fixed and 16% commercial partner. This study aims to look at the
determinants of condom use among IDU in four cities in Indonesia. This study
uses IBBS IDU 2013. How sampling IBBS IDU is Respondent Driven Sampling
(RDS). Analysis of univariate, bivariate and multivariable.
The results showed the proportion of condom use during sex by 18% on a
regular partner, 17% on casual partners, 17% and 5% purchase sex sell sex.
Determinants of condom use on four different couples, but does not have a
condom always exist in all types of couples. Determinants of condom use on a
regular partner is not having a condom, do not feel at risk, low knowledge, no
access LASS, not married and feel condoms are not useful in preventing HIV is a
determinant of condom use behaviors of IDUs in couples staying. Determinants of
condom use in casual partners is not to have condoms and abstaining from
marriage is the determinant of condom use in casual partners of IDUs. The
Determinants of condom use among IDU who buy sex is not having a condom is a
determinant of the use of condoms when buying sex IDU"
2016
T46541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>