Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193354 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitinjak, Ricardo M.T.
"Studi degradasi fotokatalitik paraquat diklorida menggunakan fotokatalis magnetik Fe3O4/TiO2 dan Fe3O4/SiO2/TiO2 menjadi perhatian dalam masalah pencemaran lingkungan, misalnya kontaminasi air tanah oleh herbisida. Herbisida jenis paraquat ini sangat berbahaya dalam lingkungan khususnya daerah perkebunan kelapa sawit dimana senyawa ini dapat mencemari air tanah. Fototakalis magnetik Fe3O4/TiO2 dan Fe3O4/SiO2/TiO2 dipreparasi dengan menggunakan metode heteroaglomerasi. Komposit Fe3O4/TiO2 dipreparasi dengan rasio berat 1:1 dan Fe3O4/SiO2/TiO2 dengan rasio berat 2:1:3. Keunggulan dari komposit Fe3O4/TiO2 dan Fe3O4/SiO2/TiO2 yaitu memiliki sifat fotoaktif yang cukup baik dan mudah untuk dipisahkan dari air yang diolah. Karakterisasi komposit dilakukan dengan instrumentasi SEM-EDX, FT-IR, UV-VIS DRS, danVSM. Pengujian fotokatalis magnetik Fe3O4/TiO2 dan Fe3O4/SiO2/TiO2 untuk degradasi senyawa paraquat diklorida telah berhasil dilakukan. Hasil uji degradasi paraquat diklorida menggunakan komposit Fe3O4/TiO2 dan Fe3O4/SiO2/TiO2 pada reaktor batch dengan dosis katalis 1 g/L menghasilkan penurunan paraquat diklorida masing-masing sebesar 41% dan 85% dalam rentang waktu sampai 240 menit pada kondisi pH=6. Sedangkan pada reaktor alir kecil dengan dosis katalis 1 g/L dan masing-masing memiliki %degradasi sebesar 32% dan 71% dan pada reaktor alir besar dengan dosis 0,2 g/L masing-masing sebesar 7% dan 14% dalam retang waktu sampai 6 jam. Studi kinetika dari proses degradasi paraquat diklorida (sistem heterogen) mengikuti orde-satu pseudo, nilai konstanta kecepatan yang dihasilkan pada proses degradasi paraquat diklorida menggunakan komposit Fe3O4/TiO2 dan Fe3O4/SiO2/TiO2 adalah sebesar 0,153 Jam-1 dan 0,54 Jam-1 dengan waktu paruh yang paling cepat masing-masing sebesar 4,53 jam dan 1,286 jam. Sedangkan menggunakan reaktor alir kecil memiliki nilai konstanta kecepatan masing-masing komposit adalah 0,057 Jam-1 dan 0,207 Jam-1 dengan waktu paruh masing-masing 12,16 jam dan 3,348 jam dan untuk reaktor alir besar nilai konstanta kecepatan masing-masing komposit adalah 0,007 Jam-1 dan 0,0132 Jam-1 dengan waktu paruh masing-masing 99,021 jam dan 52,51 jam.

Study on the degradation of paraquat dichloride by using photocatalytic magnetic Fe3O4/TiO2 and Fe3O4/SiO2/TiO2 attracted attention in environmental pollution problems, including on the contamination of ground water by herbicide. Paraquat, one type of herbicide, which is being used in the palm oil plantation area may lead to a ground water contamination. Photocatalytic magnetic Fe3O4/TiO2 and Fe3O4/SiO2/TiO2 were prepared by using the heteroaglomeration method. Whre, the Fe3O4/TiO2 composite were prepared by the mass ratio of 1:1 and Fe3O4/SiO2/TiO2 with mass ratio of 2:1:3. Advantages of the composite Fe3O4/TiO2 and Fe3O4/SiO2/TiO2 are having the nature of quite good fotoactive and easy to recollect from the treated water, due to its magnetic properties. Composite characterizations were conducted by SEM-EDX, FT-IR, UV-VIS DRS, and VSM. Photocatalytic activity examination of the magnetic photocatalytic Fe3O4/TiO2 and Fe3O4/SiO2/TiO2, were carried out toward water containing paraquat dichloride. The results of the degradation experiments by using Fe3O4/TiO2 and Fe3O4/SiO2/TiO2 in the batch reactor with 1 g/L of catalyst dose, for the 240 minutes, at pH=6, showed that of paraquat dichloride can be eliminated as much as 41% and 85% , respectiveley. While in the small flow reactor with a dose of 1g/L catalyst paraquat can be eliminated as much as 32% and 71% respectively. While for the big flow reactor with a dose of 0,2 g/L paraquat dichloride can be eliminated only 7% and 14%, respectivelye. Kinetic study of the (heterogeneous) batch process indicated the pseudo-1st-order, with the apparent rate constant of the degradation of paraquat dichloride using composite Fe3O4/TiO2 and Fe3O4/SiO2/TiO2 were 0,153 h-1 and 0,54 h-1 and fastest half-life 4,53 h and 1,286 h, respectivelye. While when using a small flow reactor the value of the apparent rate constant of each composite was 0,057 h-1 and 0,207 h-1 with a half-life of each 12,16 h and 51,286 h respectivelye. For the big flow reactor the value of the apparent rate constant of each composite was 0,007 h-1 and 00132 h-1 with a half-life of each 99,021h and 52,51h respectivelye.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrurrachman
"Proses perbandingan antara sistem chiller absorpsi nap efek tunggal pembakaran tak langsung dengan chiller sentrifugalgal satu tingkat berpendingin air bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangaxmya masing-masing, baik itu dari faktor teknologi, faktor kinerja sistem, faktor ekonomi, serta faktor lainnya baik itu dari segi kehandalan, kenyamanan, dan operasionalnya.
Data-data yang dibutuhkan diambil dari studi kasus instalasi tata udara pada sebuah pusat perheianjaan yang menggunakan chiller absorpsi uap sebagai Air HancL'ing Tbzit (AI-IU)-nya. Analisa ini dilakukan dengan mclakukan perhitungan-perhitungan termodinamika untuk mengukur Iaju aliran massa fluida kerja dan laju perpindahan energi kalor di dalam sistem unmk mengukur koefisien prestasi sistem secara keseluruhan. Perhilungan ulang dengan tahap yang sama dilakukan untuk menganalisa sistem chiller sentrifugal dengan rnengideaiisasikan beberapa data yang diperoleh dari spesiiikasi pada chiller absorpsi uap.
Dari pengolahan data tersebut diperoleh hasil bahwa pada kondisi beban reiiigrasi operasional rata-rata yang sama laju perpindahan kalor yang terjadi di evaporator dan kondensor chillcr sentrifiigai lebih efekiif dan koeisien prestasi sistem yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan chiller absorpsi nap, namun dengan selisih perbedaan yang tidak terlalu mencolok. Kemudian perhitungan dilanjutkan untuk membandingkan biaya konsumsi energi dan biaya oparasional tahunan kedua sistem. Untuk chiller absorpsi dilakukan perhitungan terhadap biaya konsumsi energi listrilc, biaya konsumsi bahan bakar, dan biaya pemakaian air. Sedangkan untuk chiller sentrifugal dilakukan perhitungan terhadap biaya konsumsi energi iistrik, biaya pemakaian air, dan biaya perawatan sistem pelumasan. Hasil yang diperoleh adalah chiiler absorpsi uap memerlukan biaya pemakaian air yang lebih tinggi daripada chiller sentriiiigal, sedangkan chiiler sentrifirgal memerlukan biaya konsumsi energi listrik yang lebih tinggi daripada chiller absorpsi uap. Secara keseluruhan jika ditotal dengan biaya-biaya Iainnya, biaya operasional tahunan chiller absorpsi nap jauh Iebih murah jika dibandingkan dengan biaya operasional chiller sentrifugal.

The comparison process between indirect-fired single effect steam operated abso;pticn chiller with water-cooled single stage cenrifugal Chiller is to know the surplus and the laclc of each systems, either rain technologicalbv, perforvnance capability, economically. and some other factors such as reliability, connortability, and operationalhi.
The required datas taken from a case study of shopping center air conditioner installation using absorption chillerfor its Air Handling (bait MHKD. The anabisis conducted by theimoaynamic calculations to measure the massjlow of work fluid and the heat transfer in the .system in order to jind the value of .gistein Coefficient of Performance (COP). Re-calculating process with the some steps fo analyze centryitgal chiller .9/stem conahtcted by idealize some datas from absorption chiller specification.
The analysis results are, in the same average operational cooling load the heat transfer in the evaporator and condenser of the centrifugal chiller are more ejective and higher system COP, when compared with absorption chiller, however with small differences. Then the calculations continued to compare the cost of energy consumption and annualbw operational both systems. For absorption chiller conducted by calculating the cost of electricity consumption, water usage, and_)9tel consumption, and for centrifugal chiller by calculating the cost of electricity consumption, water usage and lubrication system maintenance. The results are, absorption chiller needs water usage higher than centrifugal chiller, and ceutrintgai chiller needs electricity consumption higher than absorption chiller. Generally, the total annualbt operational cost of absorption chiller is lower than centriyitgal chiiler.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S37458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Priambodo
"PLTN HTGR berdaya kecil mempunyai efisiesi 25%, sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkannya. Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan sistem kogenerasi HTGR-siklus refrijerasi dengan performa teknis dan ekonomis yang baik. Pemodelan HTGR dengan Cycletempo dan perhitungan energi, eksergi dan ekonomi terhadap sistem kogenerasi telah dilakukan. Hasil perhitungan eksergi menunjukan reaktor adalah komponen paling tidak efisien, akibat ireversibilitas transfer energi dari reaksi pembelahan ke pendingin helium dan beda temperature di reaktor. Disisi refrijerasi, ireversibilitas tertinggi terjadi pada generator dan evaporator, karena ireversibilitas transfer panas dan perbedaan temperatur. Analisis energi-eksergi mendapatkan rasio tekanan berbanding terbalik terhadap COP disebabkan meningkatnya irevesibilitas total siklus. Sementara temperatur generator, konsentrasi ammonia dan temperature evaporator berbanding lurus terhadap COP. Sedangkan pemanfaatan kogenerasi hanya mampu meningkatkan efisiensi siklus 0.7%. Untuk dapat memenuhi BPP PLN, HTGR harus mempunyai biaya sesaat 5,500 $/kWh? 6,500 $/kWh, faktor kapasitas diatas 75% dan discount rate 5%. Biaya pembangkitan sistem kogenerasi 1.5% lebih tinggi dibanding pada HTGR. Karena biaya panas lebih dominan dalam biaya pendinginan maka sistem dengan COP tinggi mempunyai biaya pendinginan yang murah. Biaya pendinginan sistem kogenerasi masih lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional. Selisih biaya pendinginan kogenerasi dengan sistem konvensional berkisar 6.86 - 11.24 ¢/kWh merupakan keuntungan langsung dari sistem kogenerasi yang dapat dijadikan subsidi bagi biaya pembangkitan.

HTGR Rankine Steam Cycle has a low efficiency, around 25%, therefore need to concern for improve the efficiency. The purpose of study was to obtain HTGR refrigeration cogeneration with the best technical and economic performance. Cycletempo modeling, energy exergi and economy analysis have done. Exergi calculation shows the nuclear reactor is the most inefficient, due to the irreversibility of the transfer of energy from fission to coolant helium and temperature difference. While the refrigeration side, the most inefficient located at generator and evaporator, due to heat transfer and temperature difference. Energy-exergy analysis shows pressure ratio affects to the COP inversely due to increased total irreversibility of cycle. While the generator temperature, ammonia concentration and evaporator temperature is proportional to the COP. Application of cogeneration will increase efficiency about 0.7% from single purpose HTGR. To fulfill BPP PLN, HTGR should have overnight cost $ 5.500 - $ 6.500 / kWh, capacity factors above 75% and 5% discount rate. Generation cost of cogeneration would be 1.5% more than HTGR single purpose. Heat cost have biggest share on cooling cost, so that system with high COP is cheaper than other. Cooling cost of cogeneration systems is cheaper than fossil-fired system. Difference in cooling cost between fossil and cogeneration system about 6.86 - 11.24 ¢/kWh is a revenue of the cogeneration that can be use as subsidize for generation cost.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farisy Yogatama Sulistyo
"High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR) merupakan reaktor generasi keempat yang mempunyai sistem keselamatan pasif. Salah satu komponen penting dari reaktor ini adalah Hot Gas Duct (HGD). HGD merupakan komponen yang menghubungkan teras reaktor dengan steam generator secara langsung. Didalam HGD terdapat dua fluida helium yang berbeda arah dan temperatur. Salah satu masalah yang timbul dari perbedaan dua aliran ini adalah homogenitas temperatur yang akan menjadi input dari teras reaktor dan steam generator sehingga dimungkinkan akan terjadi gangguan pada operasi reaktor. Penelitian mengenai dua aliran ini penting dilakukan untuk memahami mengenai sifat aliran fluida di dalam HGD. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perpindahan panas pada fluida dan material insulasi melalui simulasi Computational Fluids Dynamics (CFD) dengan mengambil subjek pada Hot Gas Duct Reaktor Daya Eksperimental serta melakukan optimasi desain. Hasil perilaku fluida CFD divalidasi dengan kondisi eksperimen yang dilakukan. Perbandingan antara hasil eksperimen Hot Gas Duct experimental apparatus dengan model CFD memberikan hasil yang cukup dekat dengan nilai perbedaan deviasi maksimal -21,6% dan rata-rata deviasi sebesar -5,9% dengan ketidakpastian sebesar ±3.36%. Desain optimasi ketebalan insulasi pada HGD didapatkan dengan nilai D1 sebesar 267mm dan D2 sebesar 590mm. Dengan ketebatan insulasi optimal ini akan didapatkan temperatur rata-rata outlet gas panas 690,76 C dan temperatur rata-rata outlet gas dingin sebesar 239,34 C sedangkan beda tekanan sebesar -0,000521 MPa pada jalur gas panas dan 0,0000203 MPa pada jalur gas dingin

Hot Gas Duct (HGD) is a component that connects the reactor core with the steam generator directly. Inside the HGD there are two helium fluids with different directions and temperatures. One of the problems is the homogeneity of the temperature that will be the input from and to the reactor core and steam generator so it is possible that there will be disturbances in the operation of the reactor due to this homogeneity. This research aims to study heat transfer in fluids and insulation materials through Computational Fluids Dynamics simulation by taking the subject of Experimental Power Reactor Hot Gas Duct and performing optimization on the existing design. The results of CFD behavior were validated under the experimental conditions named Hot Gas Duct experimental apparatus (HGDea). The temperature comparison are quite close, the maximum deviation value is -21.6% and the average deviation is -5.9% with an uncertainty of ±3.36%. The optimization design of the insulation thickness on HGD was obtained with a value of D1 of 267mm and D2 of 590mm. With this optimal insulation thickness, the average hot gas outlet temperature is 690.76 C and the cold gas outlet average temperature is 239.34 C, while the pressure difference is -0.000521 MPa on the hot gas channel and 0.00000203 MPa on the cold gas cha"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Kusumadewi
"Degradasi fotokatalitik paraquat diklorida menggunakan fotokatalis magnetik Fe3O4/SiO2/TiO2 telah berhasil dilakukan untuk pertama kali di Indonesia. Paraquat diklorida merupakan salah satu pestisida yang digunakan dalam industri perkebunan kelapa sawit. Paraquat memiliki sifat tidak mudah terhidrolisis, resisten terhadap degradasi mikroba, dan karenanya mempunyai potensi mencemari air tanah di sekitar perkebunan serta berbahaya apabila terpapar pada makhluk hidup. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan aktivitas katalitik degradasi paraquat, digunakan fotokatalis magnetik Fe3O4/SiO2/TiO2 dengan keunggulan seperti mudah dipisahkan setelah digunakan dan memiliki sifat fotoaktif yang baik. Fotokatalis magnetik Fe3O4/SiO2/TiO2 (2:1:3) yang digunakan, dikarakterisasi menggunakan SEM - EDX, FTIR, XRD, dan UV Vis DRS. Analisis menggunakan SEM - EDX memperlihatkan morfologi dari komposit yang didomonasi oleh agregasi mikropartikel dengan komposisi Fe3O4/SiO2/TiO2 (1,04 : 1 : 1,68). Karakterisasi fotokatalis dengan FTIR sebelum dan setelah digunakan untuk reaksi degradasi paraquat menunjukkan bahwa puncak serapan vibrasi ikatan Fe - O, Ti - O - Ti, Si - O - Si, Si - O - Ti tetap dipertahankan keberadaannya, yang menandakan tidak adanya kerusakan yang berarti pada penyusun komposit adalah Fe3O4/SiO2/TiO2 selama pemakaian. Demikian juga hasil analisis XRD fotokatalis sebelum dan setelah pemakaian untuk degradasi menunjukkan bahwa ciri kristal TiO2 anatase, rutil, dan Fe3O4 magnetit tetap dipertahankan. Dari pengukuran band gap menggunakan UV-Vis DRS didapatkan hasil band gap TiO2 sebelum dan setelah digunakan adalah 3,21 dan 3,32 eV. Hasil uji fotokatalisis paraquat selama 4 jam menghasilkan penurunan konsentrasi paraquat sebesar 56%. Sedangkan uji fotolisis dan adsorpsi untuk paraquat tidak menunjukkan penurunan konsentrasi yang berarti. Pola spektrum UV Vis degradasi paraquat selama 15 jam menunjukkan terdapat pola serapan baru pada panjang gelombang 228 nm yang diindikasi merupakan nilai serapan dari senyawa intermediet yang terbentuk. Pola penurunan konsentrasi TOC dan paraquat juga mengindikasikan adanya senyawa intermediet. Uji identifikasi adanya senyawa intermediet menggunakan instrumen MS/MS mengindikasikan terdapat senyawa 4- karboksi-1 metil piridinium klorida sebagai senyawa intermediet hasil degradasi paraquat selama 15 jam.

Photocatalytic degradation of paraquat dichloride using magnetic Fe3O4/SiO2/TiO2 composite has been successfully conducted. Paraquat dichloride is one of pesticides used in the palm plantation. Paraquat is not easily hydrolyzed, resistant to microbial degradation, and therefore have potential to contaminate ground water nearby the palm plantation, and it is dangerous if exposed to a living things. In order to eliminate paraquat from the contaminated water by photocatalytic degradation, the magnetically separable Fe3O4/SiO2/TiO2 composite (with the formula raito of Fe3O4:SiO2:TiO2 is 2:1:3) was used. The Fe3O4/SiO2/TiO2 composite, was characterized by SEM- EDX which showed that the morphology of composite dominated by the aggregation of microparticles, where as the elemental composition ratio of Fe3O4:SiO2:TiO2 is 1.04:1:1.68. The photocatalyst before and after being used for paraquat degradation was subjected to FTIR, XRD, and UV Vis DRS measurements. FTIR characterization indicated that peaks absorption spectra correspond to vibration of Fe- O, Ti- O-Ti, Si-O- Si, and Si- O-Ti were relatively unchanged. In addition, XRD analysis also indicated that no significant change in diffraction pattern corresponding to rutile, anatase, and magnetite phase. Similar trend was also observed in their UV-Vis DRS spectra. These evidence indicate that no significant damage of the composite during photocatalytic process. The photocatalytic degradation of paraquat for 4 hours resulted decreasing paraquat concentration up to 56%. While the adsorption and photolysis of paraquat did not show significant decrease in the paraquat concentration. UV Vis spectral pattern of paraquat during 15 hours show a gradual changes, which are absorption peak at 257 nm disappear, while a new absorption peak at a wavelength of 228 nm occured, indicating the formation of intermediate compound. The decline pattern of Total Organic Carbon (TOC) was observed slower than that of paraquat concentration, give further indication of intermediate compound formation. The occurence of 4-carboxyl-1-methyl pyridinium chloride as intermediate compound was confirmed based on MS/MS analysis of treated water, after being photocatalytically degraded for 15 hours.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54474
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedi Surahman
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T40185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Pradipta Luthani
"Pada era informasi ini, komputer yang lebih baik dirancang untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Seiring dengan komputer yang lebih baik dirancang, Central Processing Unit (CPU) dengan kekuatan lebih baik juga dibutuhkan. CPU mengeluarkan panas sesuai dengan kekuatan komputasinya, yang membutuhkan solusi pendingin yang lebih baik agar CPU berjalan pada suhu yang aman. Selain itu, trend pendingin berbasis air sebagai metode baru untuk mendingin CPU dikenalkan yang mempunyai kapabilitas yang lebih baik dibanding pendingin berbasis angin.
Penelitian ini juga memfokuskan kepada perkembangan pendingin berbasis air dengan cara menambahkan heat pipe. Penelitian ini menyelidiki pendingin berbasis air yang ditambahkan dengan heat pipe dalam hal thermal disipasinya. Kombinasi dari Pendingin berbasis air dan heat pipe menghasilkan hasil yang terburuk dibandingkan dengan pendingin komersil yang sudah dijual dipasaran. Kombinasi dengan heat pipe yang lebih pendek membuahkan hasil yang lebih baik, akan tetapi performanya yang dihasilkan tidak sebagus dengan pendingin komersil, baik yang berbasis angin dan air.

On this era of information, a better computer is built to cope with the rising of development of technology. As better computer is built, higher power of central processing unit is required. While better Central Processing Unit (CPU) produces higher heat, a better cooling solution is developed to cope with the higher generation of heat to keep components operates on the permissible temperature. The trend of liquid cooling as a new method is introduced for better cooling capability compared to air cooling counterpart. Furthermore, Personal Computer with liquid cooling has a tendency to produce less noise than personal computer with air cooling counterpart.
This study focuses on the development of addition of heat pipes with heat spreader on both ends to the liquid cooling unit which is a room for future development to the liquid cooling unit as a whole. This study compares the performance of liquid cooling with the addition unit in terms of thermal dissipation to the liquid cooling without one. The combination of water-cooling and long heat pipe is proven to be worst compared to the existing commercial cooling design, the combination of water-cooling and shorter heat pipe is proven to be second worst in terms of performance.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irkham
"Indonesia merupakan negara terbesar produsen minyak kelapa sawit. Dalam aktifitas agroindustri kelapa sawit tidak dapat dihindari pemakaian herbisida. Residu herbisida dari perkebunan kelapa sawit memiliki potensi mencemari air tanah disekitarnya. Salah satu herbisida yang dipakai pada perkebunan kelapa sawit dan berpotensi mencemari air tanah adalah paraquat, karenanya perlu dilakukan studi cara penghilangan paraquat dari air yang tercemar. Degradasi fotokatalitik merupaka salah satu cara potensial untuk eliminasi paraquat. Dalam penelitian ini dilakukan studi degradasi fotokatalitik paraquat diklorida dalam air menggunakan TiO2 nanotube (TiO2-NT) yang terimobilisasi pada permukaan logam titanium. Lapisan TiO2-NT dipreparasi dengan cara anodisasi logam titanium, dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 500oC. Karakterisasi TiO2-NT dilakukan dengan spektrometri UV-Vis-DRS, XRD, dan SEM, serta cara fotoelektrokimia. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa TiO2 yang dipreparasi memiliki energi celah sebesar 3,3 eV (UV-Vis-DRS), berfasa kristal anatase dan ukuran kristalit sebesar 29,95 nm (XRD), dan menunjukkan morfologi highly ordered nanotube (SEM). Karakterisasi secara fotoelektrokimia menunjukkan bahwa iluminasi sinar UV pada lapisan TiO2-NT memberikan arus cahaya, yang mengindikasikan kemampuan TiO2-NT menghasilkan pasangan elektron dan hole positif (aktif sebagai fotokatalis). Uji kemampuan degradasi secara fotokatalitik TiO2-NT terhadap air yang mengadung paraquat, menunjukkan bahwa TiO2-NT yang dirangkai dalam reaktor fotokatalitik mampu mengurangi konsentrasi paraquat dalam larutan yang diuji. Untuk kondisi uji yang dilakukan dengan sistem batch (4 lembaran Ti/TiO2-NT vs volume larutan 200 ml) pada konsentrasi paraquat 5, 10, 20 ppm penurunan konsentrasi paraquat berturut-turut sebesar 7,62%, 19,42%, dan 15,98%. Sedangkan untuk system alir (40 lembaran Ti/TiO2-NT vs volume larutan 8L) pada konsentrasi paraquat 5, 10, 20 ppm penurunan konsentrasi paraquat berturut-turut sebesar 12,51%, 8,54%, dan 9,38%). Secara umum dengan kondisi uji yang dilakukan pada penelitian ini, baik untuk sistem batch dan sistem alir, Ti/TiO2-NT yang dipreparasi belum menunjukan kemampuan signifikan dalam mendegradasi paraquat. Rasio luas geometri (S) lembaran Ti/TiO2-NT dibanding volume larutan uji (V), S/V, yang sangat kecil, serta ketebalam lapisan (loading TiO2) yang kecil mungkin menjadi penyebab utama hasil tersebut.

Indonesia is the world’s first largest palm oil producer and in intensive culture areas of oil palm trees, the surface and groundwater is contaminated by pesticides used in plantations. One of the compound that can contaminated groundwater is paraquat, an active compound from herbicide. Photocatalytic degradation of organic compounds in water is a clean and promising technology for the treatment of a variety of polluted media. In this research the photocatalytic degradation of paraquat dichloride in water using TiO2 nanotubes (TiO2-NT) were immobilized on the surface of titanium metal is being studied. TiO2-NT prepared by anodizing titanium metal, followed by calcination at a temperature of 500oC. Characterization of TiO2-NT performed with UV-Vis spectrometry-DRS, XRD, and SEM, and photoelectrochemical. The characterization results showed that the prepared TiO2 has a band gap of 3.3 eV (UV-Vis-DRS), have anatase crystalline phase and crystallite size of 29.95 nm (XRD), and showed highly ordered nanotube morphology (SEM). Photoelectrochemical characterization showed that the UV light illumination on TiO2-NT layer provides curent of light, which indicates the ability of TiO2-NT produce pairs of electrons and positive holes (active as photocatalysts). Test the ability of TiO2-NT photocatalytic degradation of water, which contained paraquat, showed that TiO2-NT are strung together in a photocatalytic reactor capable of reducing the concentration of paraquat in the tested solution. For the test conditions are performed with batch systems (4 sheets Ti/TiO2-NT vs volume of the solution 200 ml) at a concentration of paraquat 5, 10, 20 ppm decrease in the concentration of paraquat in a row of 7.62%, 19.42%, and 15 , 98%. As for the flow system (40 sheets TiO2-NT/Ti vs 8L solution volume) at a concentration of paraquat 5, 10, 20 ppm decrease in the concentration of paraquat, respectively for 12.51%, 8.54%, and 9.38%). In general, the conditions of the tests conducted in this study, both for batch and flow systems, the prepared TiO2-NT/Ti not shown significant ability to degrade paraquat. Ratio geometry (S) TiO2-NT/Ti sheet compared to the volume of test solution (V), S / V, which is very small, as well as the thickness of the layer (TiO2 loading) that are small may be the main cause of these results.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jarnuzi Gunlazuardi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
PGB-PDF
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian detoksifikasi air secara fotokatalisis dengan menggunakan lapisan tipis titanium dioksida yang dilekatkan pada permukaan logam titanium. Didalam penelitian yang dilaporkan telah dikembangkan cara pembuatan lapisan tipis titanium dioksida dengan teknik sol-gel dan pemanasan. Inovasi dilakukan dengan mengganti perkursor yang umum dipakai (titanium isopropoksida=TIPP) dengan prekursor lain, yaitu titanium diisopropoksi bis asetil asetonate (TAA) dan titanium diisopropoks bis asetil asetoasetat (TEA), yang memberikan kemungkinan diterapkannya suatu prosedur yang memberikan lapisan tipis yang homogen, terikat kuat, dan mempunyai bentuk kristalinitas yang dikehendaki.
Keadaan ini dimungkinkan karena (tidak seperti TIPP) TAA dan TEA diudara terbuka cukup stabil sehingga hidrolisis dan pembentukan oksidanya dapat dikontrol. Dengan cara demikian kita mempunyai banyak kesempatan mengarahkan pelekatan titanium dikosida yang masih sangat kecil ukuran partikelnya dan menjamin diperolehnya lapisan-lapisan yang terikat kuat. Kenyataannya, prosedur yang cukup reliable dan mudah dikerjakan berhasil ditetapkan melalui penelitian ini.
Matrik katalis yang dikembangkan dengan cara tersebut diatas kemudian disusun dalam konfigurasi reaktor fotokatalisis. Inovasi konfigurasi reaktor dilakukan dengan pendekatan baru, yakni konfigurasi yang memungkinkan kita memberikan bias potensial pada permukaan lapisan tipis titanium dioksda. Dengan cara demikian tidak hanya proses fotokatalisis saja yang dapat dipelajari dan atau dijalankan, tetapi juga proses fotoelektrokatalisis.
Konfigurasi reaktor yang disusun telah dicobakan untuk mematikan e.Coli dan mendegradasi 2,4-diklorofenol didalam air. Dalam penelitian ini telah berhasil dikonfirmasi keberadaan fenomena fotoelektrokatalisis disamping fenomena fotokatalisis. Lebih jauh, dapat dikenali bahwa fotoelektrokatalisis mempunyai potensi yang lebih baik dalam hal menurunkan kualitas toksisitas air yang terkontaminasi."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>