Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90682 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azhara Khayati
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas eksploitasi pada F (perempuan hamil kurir narkoba) sebagai
kekerasan berbasis gender. Skripsi ini melihat latar belakang F dilibatkan dalam
penyelundupan narkoba serta bentuk bentuk eksploitasi yang terjadi pada F oleh
kekasihnya sebagai bagian dari transnasional organized crime. Teori dalam
penelitian ini ialah politik seksual, feminis radikal dan feminist legal theory.
Pendekatan kriminologi feminis dan kritis digunakan dalam mengkaji eksploitasi
terhadap F. Metode yang digunakan ialah metode kualitatif melalui wawancara
mendalam.. Penelitian ini menemukan, keterlibatan F dalam perdagangan ilegal
narkoba melalui romantisme cinta yang diciptakan oleh kekasihnya. F mengalami
eksploitasi pada tubuhnya sebagai bentuk kekerasan berbasis gender. F juga
memberi pemaknaan terhadap eksploitasi yang dialaminya, serta bagaimana
respon sosial formal terhadap F merupakan bentuk dari penegakan hukum tidak
sensitif gender.

ABSTRACT
This research discuss about exploitation happens towards F (pregnant women as
drug courier) as gender based violence. This research sees background of F
involved in drug smuggling and exploitation happens toward F by her lover as
part of transnational organized crime. Theory used in this research are sexual
politic, feminist radical theory, and feminist legal theory. Feminist criminology
and critical approach used to explain how exploitation toward F. Method used in
this research is qualitative by depth interview. This research found F involved in
drug trafficking by love romanticism created by her lover. F experienced
exploitation toward her body as gender based violence. This research also
explains F?s understanding about exploitation towards her and social formal
responds towards F as form of non-sensitive gender criminal justice system."
2014
S55457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desvita Tria Ningrum
"Penelitian ini ingin mengeksplorasi pemahaman dan pemaknaan perempuan akan pengalamannya terhadap kekerasan berbasis gender online (KBGO) dalam bentuk surveillance (pengawasan) di media sosial. Pengawasan dalam studi terdahulu lebih banyak ditemukan dalam praktik yang melibatkan negara/komersial dan masyarakat. Penelitian ini mencoba menggunakan logika pengawasan yang sama dengan berfokus pada bentuk pengawasan terhadap sesama online user di media sosial, yakni oleh laki-laki terhadap perempuan di suatu hubungan intim/romantis. Perempuan cenderung sulit melihat pengawasan yang dilakukan oleh laki-laki di dalam hubungan interpersonal sebagai bagian dari situasi KBGO yang menindas. Hal ini terjadi karena relasi kuasa dalam hubungan membuat laki-laki kerap mendistorsi cara pandang perempuan akan kekerasan melalui tindakan kontrol yang bersifat memaksa dan kontrol yang berbasis rasa kasih sayang (benevolent sexism). Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif secara spesifik dengan cara melakukan wawancara mendalam kepada perempuan yang pernah mengalami KBGO dalam bentuk pengawasan. Analisis berfokus pada temuan dengan mengandalkan kerangka teoretis utama, yakni kontrak seksual oleh Carole Pateman dan pengawasan lateral oleh Andrejevic. Penelitian ini menemukan bahwa KBGO dalam bentuk pengawasan melibatkan kontrol dan penyalahgunaan hak privasi perempuan yang berhubungan dengan kerentanan data digital perempuan. Perempuan yang terjebak di situasi KBGO dalam bentuk pengawasan mengaku mengalami peretasan data pribadi, yang tidak hanya digunakan untuk mengawasi dirinya secara online, tetapi juga berpotensi berujung pada pengawasan fisik secara langsung. Selain itu, dengan menggunakan kerangka teoretis subjektivitas individu oleh Lacan dan taktik serta strategi sebagai praktik sehari-hari oleh Michel de Certeau, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa perempuan memiliki agensi yang mampu menyadari penindasan dan bertindak melawan kontrol laki-laki. Perempuan mempelajari celah-celah dalam struktur penindasan dan melakukan tindakan untuk melepaskan dirinya keluar dari situasi KBGO yang menindas.

This study aims to explore women's understanding and interpretation of their experiences with online gender-based violence (KBGO) in the form of surveillance on social media. Surveillance in previous studies was mostly found in practices involving the state, commercial entities, and society. This research attempts to apply the same surveillance logic by focusing on the form of surveillance among online users on social media, specifically by men over women in intimate/romantic relationships. Women tend to find it difficult to see surveillance by men in interpersonal relationships as part of an oppressive KBGO situation. This occurs because power dynamics in relationships often lead men to distort women's perspectives on violence through coercive control and control based on benevolent sexism. This study was conducted using qualitative methods, specifically through in-depth interviews with women who have experienced KBGO in the form of surveillance. The analysis focuses on the findings by relying on the main theoretical frameworks, namely the sexual contract by Carole Pateman and lateral surveillance by Andrejevic. The study found that KBGO in the form of surveillance involves the control and abuse of women's privacy rights related to the vulnerability of their digital data. Women in a surveillance situation reported experiencing personal data hacking, which is not only used to monitor them online but also has the potential to lead to direct physical surveillance. Additionally, using the theoretical frameworks of individual subjectivity by Lacan and tactics and strategies as everyday practices by Michel de Certeau, this study also shows that women possess agency that enables them to recognize oppression and act against male control. Women learn to identify gaps within the oppressive structure and take actions to free themselves from the oppressive KBGO situation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Angelia Stefany
"Drama Korea merupakan salah satu media hiburan yang kerap kali mengangkat isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat Korea Selatan sebagai bagian dari narasi cerita. Kekerasan Berbasis Gender (KBG) menjadi permasalahan yang serius di Korea Selatan sehingga kerap diangkat dalam drama Korea. Salah satu drama yang mengangkat isu tersebut adalah Mask Girl dengan karakter bernama Mo-mi yang mengalami kekerasan berbasis gender. Tindak kekerasan berbasis gender yang dialami oleh Mo-mi menimbulkan perubahan perilaku pada dirinya menjadi agresif dan amoral. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perlawanan perempuan terhadap kekerasan berbasis gender melalui perubahan respons Mo-mi. Metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif deskriptif dengan pendekatan gothic feminism oleh Diane Hoeveler. Sumber data penelitian berupa potongan adegan dan dialog pada beberapa episode yang relevan dengan kajian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender yang dialami oleh Mo mi adalah negative lookism, kekerasan psikologis, stereotip, dan kekerasan seksual. Respons yang dilakukan oleh Mo-mi terhadap kekerasan berbasis gender yang ia alami adalah internalisasi dan perlawanan agresif.
Korean dramas are one type of entertainment that often bring social issues that occur in South Korean society as part of its story narrative. Gender Based Violence (GBV) is a serious problem in South Korea so it is often brought up in Korean dramas. One of the dramas that brought up this issue is Mask Girl with a character named Mo-mi that has experienced gender-based violence. From all of those gender-based violence Mo-mi had experienced, her behavior turned aggressive and immoral. This study aims to explain women’s resistance to gender-based violence through changes in Mo-mi’s response. The research method used is descriptive qualitative along with a gothic feminism approach by Diane Hoeveler. The data source of this research is in the form of cuts of scenes and dialogue in several episodes that are relevant to this study. The research results show that the forms of gender-based violence Mo-mi’s had experienced are negative lookism, psychological violence, stereotypes, and sexual violence. Mo-mi's response to the violence she experienced was internalization and aggressive resistance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Herna Wangsadijaya
"Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan bahwa terdapat gender based hate speech dalam materi penampilan stand up comedy komika Ge Pamungkas selama ia mengikuti kompetisi Stand Up Comedy Indonesia Season 2 yang diselenggarakan oleh stasiun televisi swasta Kompas TV Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan analisis wacana terhadap transkrip dari 16 video penampilan Ge Pamungkas selama ia menjalani kompetisi Analisis terhadap video penampilan Ge Pamungkas tersebut menggunakan pemikiran Erving Goffman dalam bukunya yang berjudul Forms of Talk serta Judith Butler dalam buku berjudul Excitable Speech A Politics of The Performative dan Gender Trouble Feminism and The Subversion of Identity juga pemikiran femnisme radikal dalam buku Rosemarie Tong dalam bukunya berjudul Feminist Thought
Hasil dari penelitian ini adalah Ge Pamungkas melakukan gender based hate speech yang ia sisipkan pada materi stand up comedy nya dan menyalurkannya kepada para penonton yang mana hal tersebut dapat merugikan perempuan Gender based hate speech yang disalurkan Ge Pamungkas melalui penampilan stand up comedy nya juga semakin melanggengkan kebudayaan patriarki dalam masyarakat yang selalu mengobjektifikasi serta mengopresi perempuan Ge pamungkas menggunakan komedi lelucon sebagai kamuflasenya dalam melakukan gender based hate speech tersebut Melalui komedi lelucon penonton lebih mudah untuk menyerap segala informasi penuh kebencian terhadap perempuan yang disampaikan oleh Ge Pamungkas

The purpose of this research is to show that Ge Pamungkas has brought a gender based hate speech on his stand up comedy's bits while he was competing in Stand Up Comedy Indonesia Season 2 held by Kompas TV This research uses a qualitative method by doing a discourse analysis for transcripts of all the Ge Pamungkas'sixteen videos The analysis uses Erving Goffman's thoughts from his book called Forms of Talks the idea of Judith Butler from her two books Excitable Speech A Politics of The Performative and Gender Trouble Feminism and The Subversion of Identity and also Rosemarie Tong's thought from her book Femnist Thought
The result of this research shows that Ge Pamungkas was doing a gender based hate speech through his stand up comedy's bits then delivered it to his audience which is harmful to women Gender based hate speech that Ge delivered through his stand up comedy's performance also perpetuate a patriarchal culture in society where women always being oppressed and objectified He used comedy or jokes as the camouflage so he could perform the gender based hate speech freely Through comedy or jokes it was easily for audiences to understand all of the hateful information about gender issues Ge has brought
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Apriliani
"Kajian ini menganalisis bagaimana media massa yaitu koran Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha pasca Peristiwa Gerakan 30 September 1965 melakukan konstruksi kejahatan terhadap Gerwani. Kajian ini menggunakan data sekunder yang berasaal dari pemberitaan Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha periode Oktober 1965-April 1966 yang tersedia di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu data sekunder juga diambil tulisan Saskia WIeringa yang berjudul Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI dan Benedict Anderson yang berjudul ldquo;How Did the Generals Die?'. Data sekunder dianalisis menggunakan teori Politik Seksual oleh Kate Millett 1970 dan teori Amplifikasi Penyimpangan oleh Stanley Cohen 1972 . Analisis menunjukkan bahwa konstruksi terhadap Gerwani sebagai perempuan jalang adalah hasil dari amplifikasi penyimpangan yang menyebabkan moral panic sehingga terjadi kejahatan kebencian terhadap Gerwani. Semua ini merupakan sebuah bentuk dari kekerasan berbasis gender.

This study analyze how the mass newspapers, Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha, after the 30 September 1965 Movement constructed Gerwani Indonesian Women's Movement as criminals. This study used secondary data sources from Angkatan Bersendjata and Berita Yudha articles ranged from October 1965 to April 1966 which available at Perpustakaan Nasional Republik Indonesia National Library of Republic of Indonesia. The author also used works by Saskia Wieringa titled Penghancuran Gerakan Perempuan Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI and Benedict Anderson, 'How Did the Generals Die'. These secondary data analyzed with Kate Millett's Sexual Politic theory 1970 and Deviancy Amplification theory by Stanley Cohen 1972. The result was the construction of Gerwani as sexually deviant was the effect of deviancy amplification which caused moral panic that leads to hate crime against Gerwani. These whole proccess is a form of gender based violence. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meirizka Yolanda Yusuf
"Salah satu modus operandi yang banyak digunakan oleh jaringan perdagangan narkoba selama beberapa dekade terakhir adalah dengan memanfaatkan perempuan sebagai kurir dan/atau pengedar narkoba. Banyaknya jumlah perempuan yang dilibatkan dalam perdagangan gelap narkoba menjadikan hal tersebut sebagai isu yang sangat penting untuk dikaji, terutama karena sebagian besar jaringan perdagangan gelap narkoba melibatkan perempuan dengan tujuan untuk mengeksploitasi femininitas dan mengobjektifikasi tubuh mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai konteks sosial keterlibatan perempuan dalam jaringan perdagangan gelap narkoba serta eksploitasi femininitas yang dialami perempuan dalam jaringan perdagangan gelap narkoba. Penelitian ini merupakan penelitian feminis dengan tipe penelitian studi kasus yang mengkaji mengenai pengalaman eksploitasi tiga perempuan kurir narkoba. Data didapatkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap tiga perempuan kurir dan/atau pengedar narkoba. Temuan data dianalisis dengan menggunakan Teori Feminis Radikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilibatkan dan dieksploitasinya perempuan dalam perdagangan gelap narkoba tidak terlepas dari budaya patriarki di dalam masyarakat dan jaringan perdagangan gelap narkoba. Terdapat berbagai bentuk objektifikasi tubuh dan eksploitasi femininitas yang dilakukan oleh jaringan perdagangan narkoba terhadap perempuan kurir dan/atau pengedar narkoba yang sebagian besar terjadi tanpa disadari oleh perempuan kurir narkoba itu sendiri. Objektifikasi dan eksploitasi tersebut dilakukan terhadap, mulai dari tubuh perempuan, sampai dengan emosi dan penampilan perempuan. Para perempuan yang terlibat dengan jaringan perdagangan gelap narkoba dipaksa untuk memenuhi standar femininitas perempuan yang dikonstruksikan oleh laki-laki. Untuk kemudian femininitas tersebut dieksploitasi oleh para laki-laki sebagai alat untuk keuntungan mereka sendiri.

One of the modus operandi used by drug trafficking networks over the last few decades is to use women as drug couriers an/or drug dealers. The large number of women involved in the illicit drug trade makes this a very important issue to address, especially since most of the illicit drug trafficking networks involve women with the aim of exploiting their femininity and objectifying their bodies. This study aims to explain the social context of women's involvement in drug trafficking networks and the exploitation of femininity experienced by women in drug trafficking networks. This research is a feminist research with a case study type that examines the experiences of exploitation of three female drug couriers and/or drug dealers. Data were obtained using in-depth interview techniques with three women drug couriers and/or drug dealers. Data findings were analyzed using Radical Feminist Theory. The results of the study show that the involvement and exploitation of women in drug trafficking is inseparable from the patriarchal culture in society and drug trafficking networks. There are various forms of objectification of the body and exploitation of femininity carried out by drug trafficking networks against women drug couriers and/or drug dealers, most of which occur without the women themselves realizing it. Objectification and exploitation are carried out on women's bodies, up to women's emotions and appearance. Women who are involved in drug trafficking networks are forced to meet the standards of women’s femininity that are constructed by men. For then the femininity is exploited by men as a tool for their own gain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Febrianto
"Tugas karya akhir ini membahas pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang kerja online saat work from home pada masa pandemi COVID-19. Dengan menggunakan teori feminis radikal, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana terjadinya kekerasan seksual berbasis jenis kelamin/gender yang difasilitasi teknologi terhadap perempuan pekerja selama WFH, apa yang menjadi latar belakangnya, dan menjelaskan perbedaan kekerasan seksual berbasis sex/gender di ruang fisik dengan ruang cyber. Tugas karya akhir ini menggunakan secondary data analysis untuk menganalisis data dari Never Okay Project dan South East Asia Freedom of Expression Network (2020) dan ditemukan bahwa kekerasan seksual berbasis gender terhadap perempuan pekerja dalam ruang cyber memiliki penyebab dasar yang sama dengan yang terjadi di ruang fisik karena teknologi mereproduksi hubungan hierarki gender. Meski begitu, pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang cyber saat pandemi COVID-19 menghasilkan dampak, kerentanan, dan ketidakberdayaan yang lebih buruk daripada pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja fisik pada umumnya.

The work of this final paper discusses sexual harassment experienced by women workers in the online workspaces when working from home during the COVID-19 pandemic. Using radical feminist theory, this paper aims to explain how technology-facilitated gender/gender-based sexual violence occurs against women workers during WFH, what is the background, and also explain the difference between sex/gender-based sexual violence in physical space and cyberspace. This final paper uses secondary data analysis to analyze the data from Never Okay Project and South East Asia Freedom of Expression Network (2020) and it is found that gender-based sexual violence against women workers in cyberspace has the same basic causes as those that occur in physical space because technology reproduces hierarchical gender relations. Even so, the sexual harassment experienced by women workers in cyberspaces during the COVID-19 pandemic resulted in a worse impact, vulnerability and helplessness that sexual harassment that occurred in the physical workplace in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmin Afifah Andriani
"Penulisan ini membahas tentang kasus penyerangan doxing ‘Open BO’ oleh perusahan pinjaman online ilegal terhadap tiga korban perempuan yang gagal bayar pinjaman sebagai bentuk dari kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di ruang siber. Teks dari foto penawaran jasa ‘Open BO’, serta wawancara dengan korban digunakan sebagai data utama penulisan. Analisis wacana kritis model Van Dijk digunakan untuk melihat kekerasan dalam teks dan aspek yang mempengaruhi produksi teks tersebut. Feminis radikal melihat hal tersebut dipengaruhi oleh patriarki yang membentuk ekspektasi peran perempuan dan misogini. Doxing ‘Open BO’ merupakan kekerasan berbasis gender di ruang siber terhadap perempuan yang dibentuk oleh doxing, gendered based slurs, dan pornografi sebagai alat untuk mewujudkan online shaming yang berfungsi memproduksi rasa malu sebagai hukuman terhadap perempuan gagal bayar tagihan pinjaman online ilegal yang dianggap melanggar ekspektasi peran gender.

This paper discusses the case of the ‘Open BO’ doxing attack by an illegal online loan company against three female victims who failed to pay their loans as a form of gender-based violence against women in cyberspace. The text of the photo of the ‘Open BO’ service offer, as well as interviews with victims, were used as the primary data for writing. Van Dijk's critical discourse analysis model is used to see the violence in the text and the aspects that affect the production of the text. Radical feminists see this as influenced by patriarchy which shapes women's role expectations and misogyny. Doxing ‘Open BO’ is gender-based violence in cyberspace against women formed by gendered-based slurs, pornography, and doxing as a tool to realize online shaming that functions to produce shame as a punishment for women who fail to pay their illegal online loan bills which are considered to violate gender roles expectations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deani Agnes Monikha
"Kekerasan berbasis gender telah diakui sebagai penyalahgunaan hak asasi manusia, dengan perempuan dan anak perempuan sering menjadi korban. Menggabungkan teori agensi Kabeer dan konsep resistensi Crann dan Barata, penelitian ini mengkaji tentang agencyperempuan dan strategi mereka melawan kekerasan dalam konteks film Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Melalui analisis tekstual dari narasi, adegan, karakter, dan dialog dalam percakapan dengan konsep agency perempuan dan perlawanan, penelitian ini berusaha untuk menantang pemahaman konvensional tentang perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender yang seringkali dipandang sebagai korban pasif. Penulis berpendapat bahwa agensi perempuan dalam kedua film tersebut sangat penting dalam mengembangkan strategi untuk memerangi penindasan. agency mereka mencakup pasif seperti polos dan mematuhi pelaku dan respon aktif, seperti memutuskan pendekatan terbaik untuk keadaan tertentu sebagai strategi mereka. Selain itu, analisis menemukan bahwa agency bisa mengubah perempuan dari korban menjadi penyintas dengan mengaktifkan dan melatihnya untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini berkontribusi pada studi tentang kesetaraan gender dalam film.

Gender-based violence has been recognized as an abuse of fundamental human rights, with women and girls frequently being the victims. Incorporating Kabeer's theory of agency and Crann and Barata's resistance concept, this research examines female agency and their strategies for fighting violence in the context of the movies, namely Believe Me: The Abduction of Lisa McVey (2018) and Citation (2020). Through a textual analysis of the narratives, scenes, characters, and dialogue in conversation with the concept of female agency and resistance, this study seeks to challenge the conventional understanding of women and girls who encounter gender-based violence that are often viewed as passive victims. The author argues that the female agency in both films is crucial in developing the strategy to combat oppression. Their agency encompasses both passive as innocent and obeying perpetrators and active response, such as deciding on the best approach for particular circumstances as their strategies. In addition, the analysis found that female agency can transform women from victims to survivors by activating and exercising it to combat violence against women. This research contributes to the study of gender equality in movies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eulul Ma`ruf
"Feminine-gay man dalam masyarakat heteropatriarkal distigma sebagai penyimpang, abnormal, dan pendosa karena mereka melawan kodrat ‘kelaki-lakian’. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa patriarki tidak hanya menempatkan perempuan pada posisi subordinat, melainkan juga feminine-gay man. Skripsi ini menggunakan perspektif queer criminology dengan narrative analysis untuk menganalisis pengalaman kekerasan yang dialami oleh feminine-gay man melalui kisah yang mereka tuturkan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa patriarki merupakan akar dari kekerasan terhadap feminine-gay man melalui hegemonic masculinity. Kekerasan ini dapat terjadi sebab anggapan bahwa mereka telah melakukan penolakan terhadap konstruksi maskulinitas. Kekerasan terhadap feminine-gay man merupakan kekerasan berbasis gender. Dalam hal ini, feminine-gay man menjadi korban yang mengalami derita dan kerugian sebab identitas gender dan seksual mereka yang berbeda dengan masyarakat heteronormatif. Kekerasan terhadap feminine-gay man memengaruhi setiap individu dengan membatasi kebebasan dan kedaulatan atas identitas gender dan seksualitas mereka. Dengan demikian, konstruksi gender dan seksualitas telah dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan eksistensi patriarki melalui kekerasan berbasis gender.

Feminine-gay man in heteropatriarchal society are stigmatized as deviant, abnormal, and sinner because they do resistant the nature of ‘maleness’. This thesis aims to explain that patriarchy does not only place women in a subordinate position, but also feminine-gay man. This thesis applies a queer criminology perspective with narrative analysis to analyze the experience of violence experienced by the feminine-gay man. The results of data analysis show that patriarchy is the root of violence against feminine-gay man through hegemonic masculinity. This violence can occur because of the assumption that they have rejected the construction of masculinity. Violence against feminine-gay man is gender-based violence. In this context, the feminine-gay man becomes the victim who suffers and loses because of their gender and sexual identity which is different from the heteronormative society. Violence against feminine-gay man affects individuals by limiting their freedom and sovereignty over their gender and sexual identity. Thus, the construction of gender and sexuality has been used as a tool to perpetuate the existence of patriarchy through gender-based violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>