Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lutfi Abdul Karim
"ABSTRAK
Protein kedelai tersuksinilasi merupakan protein kedelai yang termodifikasi secara kimia dan berpotensi dimanfaatkan sebagai pembentuk matriks mikrosfer. Protein kedelai disuksinilasi dengan suksinat anhidrida 100% b/b dalam suasana basa. Protein kedelai tersuksinilasi yang diperoleh memiliki derajat suksinilasi 35,74±0,38%, menunjukkan peak pada bilangan gelombang 1653 cm-1 mengindikasikan gugus karbonil amida yang terbentuk, memiliki nilai uji daya larut pada pH 1,2 sebesar 0,21±0,010 gram/100 ml dan pada pH 7,5 sebesar 0,35±0,003 gram/100 ml, serta memiliki kemampuan mengembang pada pH 1,2 sebesar 33,21±2,04% dan pada pH 7,5 sebesar 66,36±2,12%. Mikrosfer lepas lambat propranolol hidroklorida dibuat dengan eksipien konsentrat protein kedelai dan protein kedelai tersuksinilasi sebagai matriks menggunakan alat spray dryer dan dihasilkan mikrosfer dengan ukuran partikel 11,54-16,79 µm, nilai presentase rendemen 36,46-58,91%, dan nilai efisiensi penjerapan 95,75-99,81%. Formula 2 menahan pelepasan obat paling baik dalam medium pH 1,2 dengan nilai pelepasan obat kumulatif 14,44±0,10% selama 1 jam dan 63,05±0,40% jika dilanjutkan dalam medium pH 7,5 hingga jam ke-12.

ABSTRACT
Succinylated soybean protein was chemically-modified soybean protein that could be used as matrix for sustained release microspheres containing propranolol hydrochloride. Soybean protein was succinylated with anhydride succinic 100% w/w in basic condition. Succinylated soybean protein had degree of succinylation 35.74±0.38%, showed peak in wave numbers 1653 cm-1 on IR spectrum which was indicating formed amide carbonyl group, had solubility index 0.21±0.010 gram/100 ml in aqueous medium pH 1.2 and 0.35±0.003 gram/100 ml in aqueous medium pH 7.5, and had swelling index 33.21±2.04% in aqueous medium pH 1.2 and 66.36±2.12% in aqueous medium pH 7.5. Sustained release microspheres containing propranolol hydrochloride were made by using spray dryer and obtained microspheres had particle diameters 11.54-16.79 µm, had yield values 36.46-58.91%, and had encapsulation efficiency values 95.75-99.81%. Second formula was the best formula that could sustain drug release in the aqueous
medium pH 1.2 with the value of cumulative drug release 14.44±0.10% for 1 hour and 63.05±0.40% if it was continued in aqueous medium pH 7.5 up to 12 hours."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Cinthya Chatarina
"Tablet lepas lambat merupakan tablet yang didesain untuk dapat melepaskan zat aktif secara perlahan di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi eksipien protein kedelai tersuksinilasi yang digunakan sebagai matriks dalam formulasi tablet lepas lambat dengan propranolol hidroklorida sebagai model obat. Konsentrat protein kedelai suksinat (PKS 1) diperoleh melaui cara esterifikasi konsentrat protein kedelai (PK) dengan anhidrida suksinat 100% b/b pada kondisi basa. PK dan PKS 1 dikarakterisasi secara fisik, kimia dan fungsional, kemudian diformulasikan menjadi matriks tablet lepas lambat dengan metode granulasi basah. Tablet lepas lambat yang dihasilkan dievaluasi dan dipelajari profil pelepasan obatnya.
Hasil penelitian menunjukkan pita serapan pada bilangan gelombang 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 dan derajat substitusi PKS 1 sebesar 35,74 ± 0,38%. Eksipien tersebut menunjukkan kemampuan mengembang yang baik sebesar 35,38 ± 2,08% dalam HCl pH 1,2 dan 66,36 ± 2,12% dalam dapar fosfat pH 7,5. Profil pelepasan propranolol hidroklorida dari tablet lepas lambat yang mengandung PKS 1 sebagai pembentuk matriks (F1, F2, dan F3) menunjukkan profil pelepasan obat yang mengikuti persamaan Higuchi. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PKS 1 dapat digunakan sebagai eksipien pembentuk matriks pada tablet lepas lambat dan dapat digunakan untuk pemakaian 24 jam.

Sustained release tablet is solid oral dosage form which is designed to release drugs slowly in the body. This research was conducted to produce and characterize the succinylated excipient of soybean protein as matrix for sustained release tablet formulation with propranolol hydrochloride as model drug. Soybean protein succinate (SPS 1) was obtained by esterification of soybean protein (SP) with anhydride succinic 100% b/b in alkaline solution. SP and SPS 1 were characterized physically, chemically, and functionally, then were formulated as matrix in sustained release tablet by wet granulation method. Furthermore, the sustained release tablets were evaluated and the drug release profiles were studied.
Characterization of excipient results showed a peak at the wave number 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 and substitution degree of PKS 1 is 35,74 ± 0,38%. That modified excipient show good swelling capability that are 35,38 ± 2,08% in medium HCl pH 1,2 and 66,36 ± 2,12% in medium buffer phosphate pH 7,5. Drug released profil of Propranolol hydrochloride from sustained release tablet which contain PKS 1 as matrices (F1, F2, and F3) showed Higuchi drug release kinetics. This study suggested that the PKS 1 can be applied as matrix for sustained release tablets and extend drug release up to 24 hours.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Ayu Fajarningrum
"Sediaan enterik merupakan sediaan yang dapat melewati lambung kemudian obat akan hancur dan diabsorpsi di usus. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi protein kedelai dengan ftalatasi kemudian suksinilasi dan memformulasikan sediaan tablet matriks enterik menggunakan protein kedelai ftalat suksinat (PKFtS) dimana asetosal digunakan sebagai model obat. Konsentrat protein kedelai (PK) diftalatasi dengan anhidrida ftalat dengan perbandingan 1:2 (PKFt), kemudian disuksinilasi dengan anhidrida suksinat dengan perbandingan 1:2,5 (PKFtS) pada pH 8,0-8,5. PKFtS diformulasikan sebagai eksipien matriks tablet enterik dimana dibuat 3 formulasi PKFtS (F1), PKFtS:HPMCP (Hidroksi Propil Metil Selulosa Ftalat) (F2), dan HPMCP (F3) sebagai pembanding.
Tablet enterik yang dihasilkan dievaluasi dan dilihat pelepasan obatnya. Hasil penelitian menunjukkan F1 memiliki kemampuan mengembang 154,79 ± 1,69% dalam HCl pH 1,2 dan sebesar 242,16 ± 3,55% dalam dapar fosfat pH 6,8. Pengujian kadar dari F1, F2 dan F3 berturut-turut adalah 101,66 ± 1,63%, 101,44 ± 1,84%, dan 97,91 ± 1,49%. Pelepasan asetosal dari tablet matriks enterik F1, F2, dan F3 terdisolusi sebanyak 22,62 ± 2,44%, 16,65 ± 1,39% dan 1,10 ± 0,15% pada HCl pH 1,2 dan 60,78 ± 2,39%, 44,21 ± 2,22% dan 19,88 ± 1,49% pada dapar fosfat pH 6,8. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa PKFtS yang dibuat pada penelitian ini belum dapat digunakan sebagai matriks tunggal pada sediaan lepas tunda.

Enteric solid dosage forms are intended to pass through the stomach intact to disintegrate and release their drug content fot absorption along the intestines. The aim of this study was to modified soybean protein with phthalated then succinylated and to formulate matrix enteric dosage form using soybean protein phthalate succinate (SPPS) with acetylsalicylic acid as model drug. Soybean protein (SP) was phthalated using phthalic anhydride 1:2 (SPP), then succinylated using succinic anhydride 1:2,5 (SPPS) in pH 8,0-8,5. SPPS were formulated as matrix in enteric tablet, there 3 formulations SPPS (F1), SPPS:HPMCP (Hydroxy Propyl Methyl Celullose Phthalate) (F2), and HPMCP (F3) as comparator.
Enteric dosage forms were evaluated and the drug release profile were studied. Result of study showed that F1 had swelling index 154,79 ± 1,69% in medium HCl pH 1,2 and 242,16 ± 3,55% in medium buffer phosphate pH 6,8. Assay of F1, F2, and F3 were 101,66 ± 1,63%, 101,44 ± 1,84%, and 97,97 ± 1,49%. Drug release profil of acetylsalicylic acid from matrix enteric tablet F1, F2 and F3 were dissoluted with 22,62 ± 2,44%, 16,65 ± 1,39% and 1,10 ± 0,15% in medium HCl pH 1,2 then 60,78 ± 2,39%, 44,21 ± 2,22% and 19,88 ± 1,49% in medium buffer phosphate pH 6,8. Based on the research result, it can be concluded that SPPS that made in this study hasn't yet applicated as matrix in delay release.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Andrew Raymizard
"ABSTRACT
Mikrosfer telah diaplikasikan pada berbagai bidang, salah satunya dalam drug delivery, hal ini dikarenakan mikrosfer dapat mengenkapsulasi banyak jenis obat termasuk molekul kecil, protein, dan asam, selain itu juga dapat mengontrol pelepasan obat di dalam tubuh. Untuk memperoleh pelepasan obat yang optimum di dalam tubuh, mikrosfer harus memiliki ukuran tidak melebihi 250 mm, dan distribusi ukuran yang sempit. Adapun parameter yang mempengaruhi hal tersebut antara lain: jenis surfaktan, konsentrasi surfaktan, kecepatan pengadukan, dan waktu pengadukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi dan optimasi mikrosfer polipaduan Poli (D-asam laktat) dan Polikaprolakton menggunakan surfaktan tween 80 dengan metode penguapan pelarut, kemudian mengkarakterisasi mikrosfer yang telah berhasil dibuat dengan FTIR, PSA, Mikroskop Optik. Penelitian ini melakukan beberapa variasi metode, yaitu variasi konsentrasi tween 80, variasi kecepatan pengadukan dispersi, dan variasi waktu pengadukan dispersi. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum pembuatan mikrosfer dengan menggunakan surfaktan Tween 80 pada konsentrasi 1,5%, dengan kecepatan pengadukan dispersi sebesar 900 rpm, dan lama waktu pengadukan dispersi selama satu jam. Kondisi tersebut menghasilkan % padatan mikrosfer sebesar 71,5%, ukuran mikrosfer 0,451 mm, dan distribusi ukuran yang sempit.

ABSTRACT
Microspheres have been applied to various fields, one of which is in drug delivery systems, this is because the microspheres can encapsulate many types of drugs including small molecules, proteins, and acids, while also controlling drug release in the body. To obtain the optimum drug release in the body, microspheres must have a size not exceeding 250 µm, and a narrow size distribution. The parameters that affect this include: type of surfactant, surfactant concentration, stirring speed, and stirring time. This study aims to characterize and optimize Poly (D-lactic acid) and Polycaprolactone microspheres using tween 80 surfactant with solvent evaporation method, then characterize microspheres that have been successfully made with FTIR, PSA, Optical Microscope. This study carried out several variations of the method, namely variations in the concentration of tween 80, variations in the speed of dispersion stirring, and variations in time of stirring dispersion. In this study showed that the optimum conditions for making microspheres using Tween 80 surfactant at a concentration of 1.5%, with a dispersion stirring speed of 900 rpm, and the duration of stirring dispersion for one hour. This condition produces% microsphere solids of 71.5%, microspheres size of 0.451 µm, and narrow size distribution."
[, ]: 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auvan Lutfi
"Latar Belakang: Potensi lunasin dari ekstrak kedelai telah banyak diketahui memberikan manfaat dalam terapi kanker melalui efek antipoliferatifnya. Bcl-2 merupakan protein antiapoptosis yang ekspresinya meningkat pada kanker payudara dan dapat mencegah kejadian apoptosis dari sel kanker. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kedelai kaya lunasin terhadap ekspresi protein Bcl-2 sel kanker payudara tikus yang diinduksi DMBA. 
Metode: Penelitian menggunakan bahan biologi tersimpan dari jaringan kanker payudara tikus jenis Sprague-Dawley (SD) yang telah diberi perlakuan dalam 5 kelompok percobaan dan dipulas dengan pewarnaan imunohistokimia. Identifikasi ekspresi Bcl-2 dilakukan dengan aplikasi ImageJ dan dikuantifikasi menggunakan metode H-score untuk dianalisis secara statistik. 
Hasil: Hasil H-score setiap kelompok secara berurutan dari tertinggi adalah kontrol negatif (171,61%), lunasin kuratif (156,28%), kontrol positif (147,92%), adjuvan (142,12%), dan kelompok normal (127,22%). Terdapat perbedaan bermakna pada uji perbandingan tiap dua kelompok kecuali pada kelompok normal-adjuvan, kontrol positif-adjuvan, kontrol positif-kuratif, serta adjuvan-kuratif. 
Kesimpulan: Pemberian ekstrak kedelai kaya lunasin mampu menunrunkan ekspresi protein Bcl-2 sel kanker payudara payudara tikus yang diinduksi DMBA. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok lunasin dengan tamoksifen. Kelompok adjuvan lebih efektif dalam menurunkan ekspresi Bcl-2 dengan hasil yang tidak berbeda secara statistik dengan kelompok normal.

Background: The potential of lunasin from soybean extract has been widely known to provide benefits in cancer therapy through its antiproliferative effect. Bcl-2 is an antiapoptotic protein whose expression increases in breast cancer and can prevent apoptosis in cancer cells. The purpose of this study was to determine the effect of administration of lunasin-rich soybean extract on the expression of Bcl-2 protein in DMBA-induced rat breast cancer cells. 
Methods: The study used stored biological material from breast cancer tissue of Sprague-Dawley (SD) rats that had been treated in 5 experimental groups and stained immunohistochemically. Identification of Bcl-2 expression was carried out using ImageJ application and quantified using the H-score method for statistical analysis. 
Results: The results of the H-scores of each group sequentially from the highest were negative control (171.61%), curative lunasin (156.28%), positive control (147.92%), adjuvant (142.12%), and group normal (127.22%). There were significant differences in the comparison test of each of the two groups except for the normaladjuvant, positive-adjuvant control, positive-curative control, and adjuvant-curative group. 
Conclusion: The administration of lunasin-rich soybean extract was able to reduce the expression of Bcl-2 protein in DMBA-induced rat breast cancer cells. There was no statistically significant difference between the lunasin and tamoxifen groups. The adjuvant group was more effective in reducing Bcl-2 expression with results that were not statistically different from the normal group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Adha Yuliani
"Mikrosfer merupakan salah satu bentuk sediaan yang banyak diteliti saat ini karena sifat unik yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi mikrosfer kitosan suksinat tersambung silang natrium sitrat. Pada penelitian ini mikrosfer kitosan suksinat yang disambung silang dengan sitrat (KS-S) telah berhasil dibuat dengan metode semprot kering dan perbandingan obat-polimer yaitu 1:2. Polimer kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi antara kitosan dengan anhidrida suksinat. Mikrosfer kemudian dievaluasi ukuran partikel, bentuk dan morfologi, efisiensi penjerapan,indeks mengembang, efiseiensi penjerapan, dan pelepasan obat secara in vitro. Dari hasil penelitian diperoleh, diameter rata-rata mikrosfer KS-S 29,29 μm dengan permukaan mikrosfer yang halus dan cekung pada sisinya. Efisiensi penjerapan mikrosfer KS-S sebesar 84,30%. Pelepasan teofilin pada medium asam dari mikrosfer KS-S pada jam ke-2 lebih cepat dibanding pada medium basa dengan nilai masing-masing 82,63% dan 69,24%.

Microsphere is one of the dosage form that is currently widely studied because of its unique properties. This study aims to create and characterize chitosan succinate microspheres crosslinked sodium citrate. In this study, micro-spheres chitosan succinctness cross-linked sodium citrate (CS-S) has been successfully prepared by spray drying method and the drug-polymer ratio 1:2. The used chitosan succinctness polymer was the modified-chitosan with succinct an-hydride. Then, the particle size, shape and morphology, entrapment efficiency, swelling behavior, and in vitro drug release of the microspheres were evaluated. Based on the results, the average volume diameter of CS-S was 29,29 μm with a smooth and concave surface on the side. The entrapment efficiency of CS-S micro-sphere was 84,30%. The release of theophylline from CS-S microsphere in acidic medium during 2h was faster than that in alkaline medium, which were 82,63% and 69,24%, respectively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1770
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gardiani Febri Hadiwibowo
"Pada penelitian ini mikrosfer telah dihasilkan dan terbentuk dari hasil reaksi sambung silang antara kitosan suksinat (KS) dan natrium tripolifosfat (STPP) pada pH 6 dengan menggunakan metode semprot kering. Teofilin digunakan sebagai model obat dengan perbandingan polimer dan obat 2:1. Kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi kimia kitosan dengan reaksi substitusi gugus suksinat ke dalam gugus amin kitosan.
Modifikasi ini terbukti menambah kelarutan kitosan suksinat pada medium basa dibandingkan dengan kitosan. Reaksi sambung silang dilakukan untuk menghasilkan suatu polimer yang lebih dapat menahan obat dan mengubah profil pelepasan obat.
Dari hasil penelitian diperoleh diameter rata-rata mikrosfer sebesar 22,12 μm dengan efisiensi penjerapan teofilin berkisar antara 79-81%. Indeks mengembang mikrosfer KS-STPP pada medium basa lebih rendah jika dibandingkan dengan pada medium asam selama 2 jam.
Dari hasil penelitian, pelepasan teofilin dari mikrosfer kitosan suksinat-STPP pada medium basa (44,37%) lebih rendah daripada medium asam (51,61%). Selama 8 jam mikrosfer kitosan suksinat-STPP lebih dapat menahan pelepasan teofilin dibandingkan dengan mikrosfer kitosan-STPP dalam medium asam dan basa. Hal ini menunjukkan bahwa mikrosfer kitosan suksinat berpotensi digunakan sebagai matriks dalam sediaan lepas lambat."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S1790
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Giarni
"Anemia akibat kekurangan zat besi merupakan masalah global yang perlu penanganan serius karena dampaknya yang berbahaya bagi kesehatan. Defisisensi zat besi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi, serta daya serap zat besi yang rendah. Telah diketahui bahwa, peptida yang diperoleh dari hidrolisat protein dapat berperan sebagai pengkhelat besi. Peptida dapat meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas zat besi. Peptida dari hidrolisat protein memiliki efek membantu penyerapan zat besi melalui kemampuannya dalam mengkelat zat besi. BPPT atau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi telah mengembangkan hidrolisat protein kedelai yang diperoleh secara hidrolisis termal dan enzimatis, dan telah diuji dapat meningkatkan penyerapan zat besi secara in vivo dan juga melalui uji efikasi pada remaja putri. Namun, untuk itu perlu diketahui peptida apa yang berperan dalam aktivitas penyerapan zat besi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan karakterisasi dan identifikasi peptida dari hidrolisat protein kedelai yang berperan dalam meningkatkan penyerapan zat besi. Penelitian ini melakukan 2 tahap pemisahan, yaitu menggunakan membran ultrafiltasi Molecular Weight Cut Off 10 kD dan kromatografi kolom filtrasi gel menggunakan kolom superdex 30 untuk mengetahui peptida pada fraksi mana yang aktif berperan dalam pengikatan zat besi. Selanjutnya, untuk mengetahui karakter dari peptida yang berperan sebagai promotor penyerapan zat besi, maka dari setiap tahap pemisahan dilakukan analisis bobot molekul protein dengan SDS-PAGE dan analisis komposisi asam amino menggunakan HPLC. Sedangkan identifikasi peptida pengikat zat besi menggunakan LCMS/MS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peptida dari hidrolisat protein kedelai yang berperan sebagai promotor (membantu) pengikatan zat besi memiliki karakter bobot molekul sekitar 10 kDa, dengan komposisi asam amino terbesar adalah arginin, asam aspartat dan asam glutamat. Hasil analisis LCMS/MS terdeteksi 15 sekuen peptida yang berasal dari 4 protein yang terdapat pada kedelai. Dua diantaranya berasal dari protein kedelai yang belum terkarakterisasi, dan dua lainnya adalah protein kedelai yang sudah terkarakterisasi, yaitu berasal dari protein lipoxygenase dan β-konglisinin subunit β.

Anemia due to iron deficiency is a global problem that needs serious treatment because its effects are harmful to health. Iron deficiency can be caused by a lack of iron intake in food consumed, and a low absorption of iron. It is well known that, peptides obtained from protein hydrolysates can be known as iron chelating. Peptides can increase iron solubility, bioavailability, absorption and stability. Peptides from protein hydrolysates have the effect of helping to absorb iron through its ability to chelate iron. BPPT (Agency of Assessment and Application of Technology) has developed soybean protein hydrolysates obtained by thermal and enzymatic hydrolysis, and has been tested to increase iron absorption in vivo and also through clinical trials. For this reason, it is necessary to know what peptides play a role in the absorption of iron. The purpose of this study is to characterize and identify peptides from soybean protein hydrolyzates which play a role in increasing iron absorption. This study conducted two stages of separation, using a 10 kD Molecular Weight Cut Off ultrafiltration membrane and gel column filtration chromatography using a superdex 30 column to determine which peptides in which fraction were actively involved in iron binding. Furthermore, to determine the character of the peptide which acts as an iron absorption promoter, then from each phase of separation an analysis of molecular weight of protein with SDS-PAGE is carried out and analysis of amino acid composition using HPLC. Whereas identification of iron binding peptides using LCMS/MS. The results showed that the peptide of soybean protein hydrolyzate which acts as promoter (helps) iron binding has a molecular weight of about 10 kDa, with the largest amino acid composition being arginine, aspartic acid and glutamic acid. LCMS/MS analysis detected 15 sequences of peptides from 4 proteins in soybeans. Two of them come from soybean protein that has not been characterized, and the other two are soybean proteins that have been characterized, which are derived from the lipoxygenase protein and the β-conglisinin β subunit."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54007
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniar Yusuf
"Untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadap hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Orba, biji-biji kedelai direndam dalam berbagai konsentrasi kolkisin, masing-masing selama 3, 6, dan 9 jam. Konsentrasi kolkisin yang dimaksud adalah 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm. Selanjutnya biji tersebut ditanam dalam kantung polietilen hitam. Metode penelitian adalah rancangan acak lengkap. Analisis variansi 2 faktor pada a = 0,05 menunjukan bahwa lama perendaman biji berpengaruh terhadap jumlah polong dan biji, nilai tertinggi berturut-turut dihasilkan 22,87 polong dan 42,20 biji, yaitu pada perendaman 3 jam. Tingkat konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu seberat 16,19 g/100 biji. Jumlah polong dan biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 0 ppm, masing-masing dengan nilai 34,56 polong dan 62,22 biji. Interaksi lama perendaman biji dan tingkat konsentrasi kolkisin hanya berpengaruh terhadap ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada lama perendaman 9 jam dengan tingkat konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu 19,44 g/100 biji. Persentase protein meningkat sejalan dengan besarnya konsentrasi dan lama perendaman biji dalam larutan kolkisin sedangkan persentase karbohidrat menurun pada semua perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Astri Faradiba
"Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi adalah strategi yang layak saat ini untuk meningkatkan asupan mineral zat besi. Dalam penelitian ini, kedelai dalam olahan tahu, tempe, dan susu diuji untuk kesesuaian sebagai media fortifikasi dengan zat besi. Ferrous fumarate dan ferrous bisglycinate ditambahkan pada beberapa variasi penambahan dan diuji bioavailabilitasnya secara in vitro pencernaan. In vitro pencernaan pada pangan berbasis kedelai menggunakan enzim pepsin dan campuran enzim pancreatin beserta extract bile. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bioavailabilitas zat besi yang difortifikasi pada pangan berbasis kedelai dapat terserap baik pada tahu dengan nilai efektivitas 94,86% untuk ferrous fumarate dan 77,14% untuk ferrous bisglycinate.

Fortification of staple foods with iron is a viable strategy at this time to increase the intake of iron minerals. In this study, processed soy in tofu, tempeh, and milk were tested for suitability as a medium for fortification with iron. Ferrous fumarate and ferrous bisglycinate added on some additional variations and tested its bioavailability in vitro digestion. In vitro digestion in soybean-based food using the pepsin enzyme and pancreatin enzyme mix along with extract bile. The results of this study indicate that the bioavailability of iron in fortified soy-based food can be absorbed well in tofu with the effective value for ferrous fumarate 94.86% and 77.14% for ferrous bisglycinate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>