Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tandhika Excellentio Yochanan
"Third place adalah bagian penting dalam pembentukan suatu komunitas dan juga sebagai tempat untuk melepas penat dari kegiatan rutin. Third place memberikan kesejajaran dan keselarasan, dimana orang-orang yang di kenal dapat di temukan dan juga memberikan tempat yang netral dimana orang bisa datang dan pergi sesuka hati (Oldenburg, 1989). Bagian terpenting dari third place, adalah menuntun ke bahagiaan, dimana orang dapat merasakan kehadiran sesame, tempat untuk berinteraksi yang di penuhi kegembiraan.
Apartment Margonda Residence Satu dipilih sebagai contoh studi kasus karena dapat menunjukan keberagaman di dalam hunian vertikal. Kebanyakan dari penghuni adalah pelajar yang dimana mereka membutuhkan ruang publik untuk berkumpul dan beraktifitas. Ada juga unsur eksternal dan internal yang dapat mencegah terbentuknya third place.
Skripsi ini tertuju kepada kehadiran third place di Apartment Margonda Residence Satu. Tertuju kepada penghuni, fasilitas umum, unsur-unsur penunjang, kenyamanan, dan halangan yang mencegah terbentuknya third place. Unsur-unsur tersebut sangatlah penting untuk mencakup pengertian tentang keberadaanya third place di hunian bertingkat.

Third place become an important factor in the forming of community it also become a place of escape from the daily routines. Third place provide equality and leveler, where the regulars with familiar faces could be found and it provide neutral ground where people are able to come and go as they please (Oldenburg, 1989). The importance of third place it leads to happiness, where people are able to enjoy each other company, a place where the interaction is filled with playful mood.
The Apartment of Margonda Residence One is picked for the study case because it is able to represent the mix used vertical housing. Most of the residents are students where the need of public place to contain their activities is in high demand. There are some external and internal factors that prevent the third place from forming.
This thesis focuses on the existence of the third place in the Apartment of Margonda Residence One. Focusing on the residents, the public facility, supporting factor, comfort, and what obstacle that prevent the third place to form. These factors are important in order to acknowledge the existence of the third place in the vertical housing.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalia Febyola Puspita Hadi
"Seiring berkembangnya waktu, kota-kota perlu memperhatikan kebutuhan manusia yang berubah sebagai makhluk sosial. Menciptakan sebuah lingkungan yang mengundang, termasuk third places, adalah fenomena yang menarik karena kemunculannya merupakan suatu urgensi demi meningkatkan kualitas hidup manusia. Disebutkan oleh Oldenburg, third place adalah jangkar sebuah komunitas dan kehidupan publik perkotaan untuk tumbuh. Menurutnya, third place adalah tempat netral, tidak ada yang bertindak sebagai tuan rumah, informal, dan penuh dengan individu di luar ranah rumah dan pekerjaan. Karakteristik yang disebutkan Oldenburg jauh sebelum teknologi informasi dan komunikasi (ICT) bersama dengan media sosial dan internet belum diciptakan. Di era modern ini, ICT telah menjadi “the fabric of everyday life” (Weiser, 1991), ICT memiliki peran penting dalam meningkatkan ruang fisik (Anacleto & Fels, 2013) dan mengambil tindakan untuk keberadaannya. Dengan begitu, kebutuhan masyarakat akan berubah dan mereka menuntut lebih banyak kebutuhan di dalam third place. Third place hari ini perlu dipertimbangkan kembali agar sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup manusia, termasuk komunitas yang hidup di dalamnya. Sebagai metode, penelitian ini menggunakan observasi langsung dan analisis kualitatif komunitas Sketsa Pulang Kerja yang berkumpul di Platform 78 Café sebagai third place, serta studi preseden terhadap Pixar Studio untuk melihat third place di era kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas dan integrasi teknologi adalah aspek terpenting untuk menumbuhkan rasa kebersamaan. Kehadiran ICT berdampak pada sosialisasi di third place, orang-orang sering melekat pada teknologi dan layanan jaringan. Hal ini terjadi karena ada bentuk sosialisasi yang lain.

As time develops, cities need to pay attention to human changing needs as social beings. Creating such an inviting environment, including third places, is an interesting phenomenon because it is such an emergence in order to enhance the quality of life. Mentioned by Oldenburg, third places are the anchor of community and urban public life to grow. According to him, third place is a neutral place, no one acts as a host, informal, and filled with individuals beyond the realms of home and work. The characteristics that Oldenburg mentioned were long before information and communication technology (ICTs) along with social media and the internet had not yet been created. In this modern era, ICTs has become "the fabric of everyday life" (Weiser, 1991), it has an important role in increasing physical space (Anacleto & Fels, 2013) and taking action for its existence. That way, society's needs will change and they demand more needs within third place. Third place today needs reconsideration to fit in the community. As a method, this study used direct observation and qualitative analysis of Sketsa Pulang Kerja community that congregated in Platform 78 Café as the third place, and precedent study of Pixar Studio as a contemporary third place. The result showed that amenities and technology integration were the most important aspects to foster the sense of community. The presence of ICTs impacts the sociability in third place, people are often attached to technology and networking services. This happened because there was another form of socialization."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tedra Auralea Nufita Putri Shakeena
"Tren compound space muncul sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan ruang publik yang mendukung interaksi sosial, terutama pasca-pandemi. Third place, sebagai ruang untuk sosialisasi di luar rumah (first place) dan tempat kerja (second place), kini juga berfungsi sebagai ruang produktivitas. Hadirnya elemen fisik di third place memengaruhi cara manusia menggunakan ruang tersebut, menciptakan potensi dualitas fungsi antara ruang sosial dan produktivitas. Penelitian ini bertujuan memahami compound space sebagai third place dan mengeksplorasi potensi dualitas fungsi ruang sebagai second place dan third place. Analisis dilakukan terhadap elemen fisik dan konfigurasi ruang pada compound space untuk mengidentifikasi karakteristik dan fungsinya dalam mendukung aktivitas sosial dan produktivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa compound space mendukung aktivitas sosial dan kreatif, memenuhi sebagian besar karakteristik third place. Dalam konteks urban modern pasca-pandemi, compound space memiliki potensi dualitas fungsi sebagai ruang sosialisasi sekaligus ruang kerja. Namun, aktivitas produktivitas di ruang ini cenderung berdurasi singkat, sementara sosialisasi tetap menjadi fungsi utama. Tidak semua third place menyediakan elemen fisik yang mendukung pekerjaan, seperti meja nyaman, stopkontak, dan suasana tenang. Compound space memiliki potensi besar sebagai ruang publik inklusif dan adaptif yang mengakomodasi kebutuhan sosial dan produktif, dengan keberhasilan fungsinya bergantung pada desain elemen fisik yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

The trend of compound spaces has emerged as a response to the increasing demand for public spaces that support social interaction, especially in the post-pandemic era. Third places, which serve as spaces for socializing outside the home (first place) and workplace (second place), now also function as spaces for productivity. The presence of physical elements in third places influences how people utilize these spaces, creating the potential for dual functionality between social and productive uses. This study aims to understand compound spaces as third places and explore the potential for dual functionality as both second and third places. The analysis focuses on the physical elements and spatial configurations of compound spaces to identify their characteristics and functions in supporting social and productive activities. The findings reveal that compound spaces support social and creative activities, fulfilling most of the characteristics of third places. In the context of modern urban life in the post-pandemic era, compound spaces show the potential for dual functionality as spaces for both social interaction and work. However, productivity activities in these spaces tend to be short-lived, with socialization remaining the primary function. Not all third places provide physical elements that support work, such as comfortable desks, power outlets, and quiet atmospheres. Compound spaces hold great potential as inclusive and adaptive public spaces that accommodate both social and productive needs, with their success depending on the design of physical elements that are responsive to the needs of society. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Khairunnisa Komarudin
"Skripsi ini membahas mengenai konsep frame dan framing pada konteks ruang publik yang bersifat non-place. Proses framing akan selalu menghasilkan frame. Terdapat tiga mekanisme framing, yaitu framing oleh user, framing oleh desainer dan framing oleh user yang berinteraksi dengan karya desainer. Ketiga mekanisme tersebut dapat menjelaskan bahwa framing dapat mengubah non-place menjadi place melalui mekanisme terbentuknya identitas dan relasi frame. Studi kasus dilakukan melalui pengamatan langsung dan tidak langsung yang menghasilkan temuan bahwa mekanisme framing berpotensi dalam merubah non-place menjadi place dengan dua ketentuan. Pertama, subjek harus merupakan user yang berinteraksi dengan karya desainer agar menghasilkan frame dengan relasi yang bersifat“melekat” sehingga menghasilkan keterikatan interior antara user dengan ruang. Kedua, identitas user atau site harus dapat didefinisikan. Poin kedua dapat ditunjukan dengan user yang melepaskan identitas anonimnya menjadi identitas dirinya masing-masing atau frame yang dapat memberikan citra yang ikonik bagi site.

ABSTRACT
This thesis discusses the concept of frame and framing within the context of non-place. The framing process generates frames through three mechanisms, namely framing by the user, framing by the designer and framing by the user who interacts with the work of the designer. These three mechanisms allow the framing to transform non-place into place through the mechanism of identity formation and frame relation. The case studies were conducted based on direct and indirect observation. The results indicate that the framing mechanism has the potential to transform non-places into places with two conditions. First, the subject should perform as the user interacting with the work of the designer in order to create an attachment between user and space. Second, the identity of the user or site should be clearly defined. This point can be indicated by the user releasing his anonymous identity into their respective identities or the frames that can provide an iconic image for the site.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivon Lestari
"Ruang terbuka sebagai salah satu elemen penting untuk membentuk kota, sehingga direncanakan setiap kawasan perkotaan memiliki ruang terbuka publik untuk masyarakatnya. Pada tahun 2010, Kota Baubau melakukan reklamasi pantai untuk dibangun kawasan Kotamara. Berkembangnya kawasan Kotamara berpengaruh pada ramainya aktivitas masyarakat di kawasan ini. Seiring dengan itu, juga menimbulkan banyaknya pedagang kaki lima yang berdagang di kawasan ini. Akibatnya, keberadaan pedagang kaki lima semakin banyak menempati ruang kawasan Kotamara dan menggunakan ruang-ruang yang ada secara tidak terencana untuk kepentingan usaha para pedagang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ruang pemanfaatan dan pola spasial ruang pemanfaatan oleh pedagang kaki lima (PKL) di ruang terbuka publik kawasan Kotamara, Kota Baubau. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan analisis overlay, tabulasi dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik ruang pemanfaatan di ruang terbuka publik kawasan Kotamara secara umum diperuntukkan untuk aktivitas masyarakat (rekreasi, olahraga, perkantoran, dan sebagainya) dan secara khusus diperuntukkan untuk pedagang kaki lima sebagai lokasi berdagang. Karakteristik ruang pemanfaatan dibagi berdasarkan tiga segmen, masing-masing segmen memiliki ketersediaan fasilitas yang berbeda. Pola spasial ruang pemanfaatan oleh pedagang kaki lima yang terbentuk dari pola aktivitas pedagang kaki lima berdasarkan ketersediaan fasilitas dan lokasi kegiatan pengunjung menghasilkan pola spasial ruang pemanfaatan oleh PKL umumnya berbeda pada setiap segmen.

Open space is one of the important elements to shape a city, so it is planned that every urban area has public open space for its people. In 2010, the City of Baubau carried out a beach reclamation to build the Kotamara area. The development of the Kotamara area affects the bustling community activities in this area. Along with that, it also raises the number of street vendors who trade in this area. As a result, the presence of street vendors is increasingly occupying the space of the Kotamara area and using the existing spaces unplanned for the business interests of the traders. This study aims to determine the characteristics of utilizational place and the spatial patterns of utilizational place by street vendors (PKL) in public open spaces in the Kotamara area, Baubau City. The approach used in this research is qualitative with overlay analysis, tabulation, and descriptive analysis. The results showed that the characteristics of the utilizational place in public open spaces in the Kotamara area were generally intended for community activities (recreation, sports, offices, etc) and specifically for street vendors as trading locations. The characteristics of the utilizational place are divided into three segments, each segment has a different availability of facilities. Spatial patterns of utilizational place by street vendors which is formed from the activity pattern of street vendors based on the availability of facilities and the location of visitor activities results in the pattern of utilizational place by street vendors generally differing in each segment."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelique Imanuella Josephine
"Kehadiran Third Place menjadi salah satu aspek daya tarik yang dapat mengundang masyarakat untuk lebih memilih menaiki transportasi melalui kemudahan dan pengalaman yang ditawarkan di dalamnya. Tidak hanya menawarkan dari keberadaan fasilitas namun juga menawarkan keuntungan melalui sisi sosial melalui penyediaan ruang untuk berinteraksinya, sehingga dapat membuat kegiatan bertransit dapat lebih menyenangkan. Pembahasan dilakukan pada Taman Dukuh Atas yang terletak pada pusat Transit Oriented Design (TOD). Melihat bagaimana local spatial settings pada Taman Dukuh Atas berkorelasi dengan elemen transit dan aktivitas penikmat third place membangun bentuk interaksi yang terbangun. Dengan melihat lebih dalam bagaimana morfologis ruang sekitar dan juga pengaturan ruang mendetail dapat menentukan bentuk topik serta bagaimana diskusi itu dapat berlangsung.

The presence of Third Places becomes one of the aspects of attraction that can invite the community to prefer using transportation through the convenience and experience it offers. It not only provides facilities but also offers social benefits by providing space for interaction, making transit activities more enjoyable. The discussion focuses on Taman Dukuh Atas, which is located in the center of Transit Oriented Design (TOD). By examining how the local spatial settings at Taman Dukuh Atas correlate with transit elements and the activities of Third Place enthusiasts, the form of interaction that is built can be understood. By looking deeper into the morphological aspects of the surrounding space and the detailed spatial arrangements, the form of topics and how the social interaction can take place can be determined."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Julia Azizah
"Relaksasi dan interaksi sosial merupakan aktivitas ketiga yang berperan sebagai salah satu kebutuhan fundamental manusia untuk mencapai hidup yang seimbang. Dalam lingkungan hidup manusia dibutuhkan ruang untuk memenuhi aktivitas ketiga tersebut. Ruang untuk memenuhi aktivitas ketiga berupa domain publik yang terpisah secara jelas dari domain domestik dan domain produktif. Hal ini membuat manusia membutuhkan ruang publik sebagai fasilitas aktivitas ketiga mereka. Ruang publik pun menjadi bagian dari salah satu kebutuhan fundamental manusia. Dari sini, aktivitas ketiga dan ruang publik membentuk kebutuhan ketiga manusia. Namun, pada kenyataannya masih terdapat lingkungan tinggal manusia yang tidak memiliki ruang publik. Dalam kondisi tersebut manusia masih memiliki tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ketiga, namun, mereka dihadapi dengan persoalan absensi ruang publik. Berdasarkan situasi tersebut, skripsi ini menganalisis area permukiman Kampung Setu, Bintara, Bekasi Barat. Lingkungan tersebut dihadapi dengan absensi ruang publik yang membuat kebutuhan ketiga penduduk terancam. Dari hasil observasi dan analisis ditemukan bahwa dalam menghadapi isu absensi ruang publik masyarakat akan berusaha untuk mencari ruang dengan karakter yang dimiliki ruang publik secara sadar maupun tidak sadar. Kemudian mereka akan ‘membentuk’ ruang publik mereka sendiri dengan cara beradaptasi dalam melakukan aktivitas ketiga di ruang pengganti tersebut. Hal ini memperlihatkan bagaimana kebutuhan ketiga, yaitu ruang publik dan aktivitas ketiga, telah menjadi bagian fundamental hidup manusia. Meskipun dihadapi dengan isu absensi ruang publik, manusia dengan berbagai cara akan berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan ketiga mereka.

The third activity are relaxation and social interaction that play a role as one of the human’s fundamental needs to reach a balance life. Human’s living environment needs a space that will accommodate the third activity. The space to satisfy the third activity are in the form of public domain that has a clear boundary from the domestic domain and the productive domain. This make public space into a facility for the human’s third activity and it becomes a part of the human’s fundamental needs. From here, the third activity and the public space are establishing the human’s third need. Nevertheless, in reality there are still exist a living environment that doesn’t have public space. In that condition, human still has the demand of the third need, but they face the absence of public space. Based on the said situation, this thesis analyzes a neighborhood called Kampung Setu in Bintara, West Bekasi. That neighborhood faces the absence of public space issue that endanger the inhabitant’s third need. The results from observations and analysis shows that in dealing with the issue of public space absenteeism, the community will try to find a space that has the character of the public space, consciously or unconsciously. Then, they will ‘form’ their own public space by adapt themselves in doing third activity at those substitute space. This shows how the third need, namely public space and the third activity, has become a fundamental part of human life. Even though they are faced with the issue of public space absenteeism, people will in any various way try to fulfill their third need."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Rahma Putri
"Manusia akan berinteraksi dengan sesamanya, dikarenakan keinginan maupun kebutuhan. Untuk mencapai kegiatan interaksi sosial ini, mereka bergerak menuju tempat publik yang memberikan ruang untuk kegiatan sosial ini berlangsung. Dalam lingkungan kota, tempat publik dapat ditemukan diberbagai sudut dengan variasi, jenis dan fungsi yang berbeda. Tempat publik meskipun mayoritas memiliki akses dan memfasilitasi kegiatan sosial, tetapi tidak semua komunitas dapat secara fleksibel menggunakannya. Maka itu, dengan melihat sebuah tempat publik menjadi sebuah ruang common yang dapat digunakan dan dikelola secara bersama sesama komunitas dapat memberikan perspektif menarik dengan bagaimana desain dapat bergerak dalam kegiatan komunitas yang lebih luas. Common space mengedepankan kebutuhan komunitas dan kegiatan commoning yang memiliki potensi untuk terjadi dalam ruang publik. Dengan perspektif ini, dapat dilakukan analisis mengenai apa yang membuat sebuah ruang menjadi lebih inklusif dan memberikan potensi maksimal dalam membuat interaksi sosial antar individu maupun antar komunitas.

Humans will interact with each other, because of their desires or needs. To achieve this social interaction activity, they move towards public places that can provide space for their social activity to take place. In the city environment, public places can be found in various corners with different variations, types, and function. Although the majority of public places have access and facilitate social activities, not all communities can use them freely. Therefore, by seeing a public place as a common space that can be used and managed together with fellow communities, it can provide an interesting perspective on how design can move in wider community activities. Common space prioritizes community needs and commoning activities that have the potential to occur in public spaces. With this perspective, an analysis can be carried out on what makes a space more inclusive and provides maximum potential in creating social interactions between individuals and between communities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Achmad
"Perkembangan kota dan kemajuan teknologi telah mengembangkan penggunaan alat angkut yang bersifat kolektif. Sebuah kota metropolitan mensyaratkan ketersediaan sistem transportasi umum yang baik. Sistem ini harus pula didukung infrastruktur yang terencana baik moda transportasi maupun sarana pendukungnya, termasuk terminal dan halte. Terminal harus dapat menjalankan fungsinya dengan efektif dan memudahkan semua kalangan pengguna secara umum. Dalam hal ini, Tanda Informasi sebagai kebutuhan elementer di terminal terkadang terlupakan fungsinya. Bagaimana sebuah bahasa visual dan atau gambar tertulis yang sistematis dapat menavigasi, memandu, memudahkan, mengamankan dan melindungi manusia yang berlalu lalang dengan berbagai tujuan yang berbeda daiarn sebuah ruang publik.
Terminal bus Blok M sebagai terminal yang paling representatif di DKI, saat ini memang masih berfungsi sebagai terminal, pertemuan bus dengan penumpang naik-turun penumpang. Tetapi aspek pelayanan terhadap kemudahan informasi, kenyamanan, dan keselamatan para penumpangnya sudah terkubur bersama mati fungsinya sistem tanda informasi yang ada. Kesemrawutan pun terjadi dan masih terus berlangsung.
Penelitian ini bermaksud mengurai permasalahan dan hubungan kesemrawutan dengan keberfungsian tanda informasi yang ada. Dilakukan secara kualitatif melalui observasi dan survei lapangan, kajian teori hingga pengamatan ke beberapa kota di negara lain dengan harapan akan ditemukan titik-titik permasalahan yang dapat diuraikan dan dibenahi nantinya.
Dari hasil pengamatan dan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terminal BIokM sebagai terminal transit masih dapat berfungsi semata sebagai alat distribusi penumpang. Tetapi sistem tanda Informasi yang mendukungnya, walaupun masih cukup disadari keberadaanya, sudah tidak berfungsi sesuai tujuannya. Ribuan pengguna terminal yang berinteraksi tanpa panduan dan kejelasan informasi merupakan pangkal kesemrawutan yang terjadi.
Penulis berasumsi bahwa pembenahan tanda informasi akan berperan penting .dalam memperbaiki kualitas terminal, tetapi dengan menyadari sepenuhnya terhadap sayap persoalan secara makro. DiperIukan penelitian lanjutan yang menyoroti masalah besar lain yang saling berkaitan di terminal BlokM, diantaranya : masalah efisiensi arsitektural ruang publik, masalah manajemen dan swastanisasi terminal, masalah kualitas alat transportasi yang melalui terminal, masalah sosial (kaki lima) di terminal, masalah prilaku dan disiplin masyarakat dan masalah aturan dan hukum yang dapat diberlakukan dalam mendukung kelancaran transportasi perkotaan.

The progression of the city and the advancement of technology has created the need and use for collective transportation. A metropolitan city's regulation neccesities are for a good system of transportation. This system has to be able to support the well planned infrastructure of transportation and all the supporting aids that go along with it; this includes its terminals and stations. A terminal's usage is targeted to be accessible and easy for all persons in the general public. In correlation to this point, the sign guide's function as the elementary need of a terminal is often forgotten. Focusing on this point however, a visual language and or picture written systematically is able to navigate, guide, facillitate easily, protect and safe-guard an individual that is busy going about their daily lives with different purposes within a public space.
The bus terminal, BlokM Terminal, as the most represented terminal in DKI at the present moment still functions as a terminal, a bus station with commuters entering and departing. But the service aspect towards the accessibility of information, comfort, and the safety of its commuters have become buried along with the dead dysfunctions of the information signs system that is existing today. Much chaos still occurs and still continues to continue.
This research is focused towards tackling the problems and relationships of the chaos that occurs within the functioning of information signs that exists today. This is done qualitatively through observation and field surveys, theoretical reviews until exchange studies; with the hope that the main points of the problems are able to arise to the surface and be explained and fixed at a latter time.
From observation results and research that was completed, it is possible to conclude that the Blok M terminal as a transit terminal is still able to function as a transport distribution tool for the commuters. But the information signage that is supposed to support the terminal although still in the awareness of the public, is not currently functioning as it is purposed to be. Thousands of commuters interact without any clear guide or information clarity which is the center or reason behind the chaos that occurs in public transit terminals.
The writer assumes that with fixing the information signs, its role is significant to improving the quality of the terminal. Realizing the macro affects of the problem at hand, further research is needed to assess the other major problems which accompany and interrelate with the Blok M terminal. Such problems are : architectural efficiency of a public space, management problems (terminal privatization), quality aspects of the transport that enters and departs from the terminal, social problems (side-road) at the terminal, problems of social behavior and conduct, public discipline, and the regulations and laws that are applicable in supporting the ease of metropolitan transportation.
"
2005
T20562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Wulan Febrianto
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia tetapi kebutuhan akan rumah tinggal tidak sebanding dengan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan rumah layak huni sehingga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan peningkatan kawasan kumuh khususnya di kota-kota besar. Untuk memeratakan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan yang layak dengan harga terjangkau oleh daya beli masyarakat sekaligus meremajakan permukiman, pemerintah mendorong pembangunan rumah susun-rumah susun murah.
Pemindahan penghuni, dari rumah horizontal yang lebih individu ke rumah susun tentu diikuti permasalahan baru sehingga penghuni harus melakukan penanggulangan (coping) terhadap kondisi baru tersebut. Dalam disiplin ilmu Psikologi Lingkungan dikenal dua jenis coping, yaitu adaptasi (penyesuaian diri terhadap lingkungan) dan adjustment (penyesuaian keadaan lingkungan terhadap kondisi individu). Adjusment perlu dilakukan oleh penghuni terhadap keterbatasan ruang hunian karena melalui adaptasi saja tidak mungkin dapat menyelaraskan keterbatasan dimensi satuan rumah susun (unit) dengan kebutuhan ideal penghuninya, berupa tuntutan privacy, ruang pribadi dan teritorialitas. Tetapi ternyata adjustment yang dilakukan penghuni, membuat lingkungan menjadi tidak teratur dan kumuh kembali. Karena dilakukan dengan mengambil ruang publik, yang mengakibatkan rusak dan hilangnya ruang-ruang hijau permukiman dan ruang publik lainnya sehingga tidak dapat diakses oleh publik. Karena itu perlu diketahui karakteristik penghuni dan karakteristik hunian yang ada hubungannya dengan adjustment penghuni terhadap ruang publik. Karakteristik penghuni yang dimaksud adalah jumlah penghuni, usia penghuni. struktur keluarga, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengeluaran keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan karakteristik hunian adaiah tipe unit, posisi lantai dan posisi unit pada bangunan. Selain itu juga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola adjustment terhadap ruang publik yang berlangsung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data, dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi untuk melengkapi data-data tersebut. Desain penelitian adalah deskriptif, dengan teknik pengambilan sampel Stratified Random Sampling. Populasi penelitian adaiah penghuni yang bukan penyewa sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 70 responden atau 20% dari populasi, dan disebarkan pada seluruh blok yang ada di RSKK (8 blok).
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapat hasil penelitian berupa karakteristik penghuni yang ada hubungannya dengan adjustment penghuni terhadap ruang publik adalah jumlah penghuni dan struktur keluarga. Sedangkan karakteristik hunian, seluruh sub variabelnya ada hubungan dengan adjustment terhadap ruang publik, yaitu tipe unit, posisi lantai dan posisi unit pada bangunan. Jadi adjustment terhadap ruang publik lebih didorong oleh kesempatan dan potensi tata letak hunian terhadap blok RSKK.
Penelitian ini juga menghasilkan gambaran pola adjustment yang ada terentang antara bentuk melakukan adjustment terhadap ruang publik dan mampu beradaptasi (maladjustment -- well adaptive), tidak melakukan adjustment tetapi mampu beradaptasi (well adjustment - well adaptive), dan melakukan adjustment terhadap ruang publik tetapi tidak beradaptasi (maladjustment-maladaptive).
Jika adjustment tidak diredam dapat mendorong terjadinya konflik sosial berupa perebutan lahan dan terjadinya kekumuhan kembali di wilayah tersebut karena itu perlu diatur mengenai jumlah anggota keluarga dan struktur keluarga yang disesuaikan dengan luas unit, penegakan peraturan mengenai pemanfaatan ruang publik untuk kepentingan bersama jika perlu meremajakan kembali RSKK. Usulan bagi pihak yang terkait dengan rumah susun adalah, sebaiknya unit rumah susun tidak diperjualbelikan melainkan disewakan, sosialisasi kepada para calon penghuni mengenai seluk beluk kehidupan di rumah susun. Usulan dalam mendesain rumah susun selanjutnya adalah, sirkulasi vertikal (tangga) sebaiknya diletakkan di ujung bangunan, hal ini untuk mencegah pengambilan ruang publik di area tersebut, dan lantai dasar digunakan seluruhnya untuk kepentingan umum.
Sebagai bahan diskusi, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai persepsi penghuni terhadap ruang publik yang dikaitkan dengan kondisi hunian mereka sebelum tinggal di rumah susun. Hal ini untuk mempelajari lebih dalam lagi hal-hal yang mendorong mereka mengambil ruang publik. Sehingga diperoleh gambaran yang lebih akurat tentang pengalaman ruang penghuni sebelum menghuni rumah susun.

Housing is the very basic need of people's living necessity; although such need does not necessarily on the same wavelength with their purchasing power, and because of this reason, there has been diminishing quality on public space an ever-increasing worrying growth of slums on almost every corner of the city. To provide and accommodate this particular need of affordable housing and to rejuvenate public residences, the government has set in motion the concept of vertical housing.
The allocation of tenants from a more individual horizontal housing will probably generate new problems as well, which requires new tenants to perform coping to new living conditions. Environmental Psychology recognize 2 categories of coping, which is adapting (individual to environment); and adjustment (modification of environment to individual condition). Adjustment is required to be acted upon by the tenants towards their living space, since adapting alone will not be suffice to harmonize the space limitation in the architectural design of the Vertical Housing Unit to match their ideal living space (such as privacy and territory). The physical alterations done by the tenants prove to have significant consequence to the disorganizing of the environment mentioned above. This occurred due to the adapting and adjusting process usually claims the public space. Therefore, this has cause the loss and diminishing of green area and makes some public space inaccessible.
Therefore, the characters of tenant and housing play major role in the tenants' adjustment on public space. Tenant's characters comprises: the number of family member, age, family structure, genders, education level, expenses. In contrast, housing characters are: unit type, floor position and unit position in the building. The research is conducted to explore the pattern of ongoing adjustment on public space.
The method used in this research is: the quantitative and qualitative method, and also descriptive research design. Data collection is acquired from the utilization of 70 questionnaires, interviews and observation. In which the data obtained is processed using the SPSS 14 analysis program for windows.
Base on analysis results and discussions, the research provide evidence that the number of family members and family structure are the tenant's characters which have direct correlation to tenant's adjustment on public space. While the housing character with all its sub variables that provide direct correlation to the adjustment on public space are: unit type, floor position and unit position in the building. Accordingly, adjustment on public space is driven by the opportunity on the housing design potentials on RSKK block.
This research also provide a clear picture on adjustment pattern that stretched into form of maladjustment - well adaptive, well adjustment - well adaptive, and maladjustment maladaptive. If these adjustments are not restrained, it will generate social conflict such as space dispute and the forming of slums on the area. Therefore, reorganization on the number of family members and family structure is required, which will adjust to the unit size and regulation enforcement on the utilization of public space based on common interest, and also to rejuvenate RSKK. The application of this idea is: to rent the unit instead of selling it. Impose the living rules and customs to new tenants. Next is the proposed ideas on design are: vertical circulation (stairs) are better to be positioned on every corner of the building, hopefully this will help prevent public space invasion on the area, and that ground floor are to be put to better use for public affairs.
For discussion matters, it is necessary to have further research on tenant's perception on public space relevantly to their pre-living conditions. This way, we will be able to delve deep on the things that encourage them to invade public spaces. Therefore, we will have clearer understanding and more accurate picture on the tenant's space experience before living in RSKK.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>