Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairu Nuzula
"Lantanida banyak diaplikasikan sebagai sistem penghantaran obat. Ini disebabkan sifat flourosensinya yang baik. Selain itu lantanida diduga memiliki aktivitas antijamur. Sementara Kitosan adalah matriks yang umum digunakan dalam sistem penghantaran obat. Matriks Kitosan sebagai penghantar obat berkoordinasi dengan lantanida memiliki potensi yang penting dalam studi penghantaran obat. Dalam studi pengantaran obat, sifat toksisitas menjadi pent ing karena obat yang digunakan tidak boleh membahayakan tubuh. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui toksisitas dari sistem penghantaran obat komposit kitosan termodifikasi lantanida dan Fe3O4. Selain itu penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui potensi lantanida sebagai obat antijamur. Dari penelitian didapatkan bahwa komposit obat yang didapatkan memiliki toksisitas LC50 pada Artemia salinia sebesar 3600-3900 ppm yang masih memenuhi standar toksisitas. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa lantanida ketika berkoordinasi dengan model obat ataupun dengan kitosan sebagai ligan dapat meningkatkan aktivitas antijamurnya dibanding dengan lantanida ataupun ligan tanpa koordinasi.

Lanthanides applied mainly in drug delivery system because of its good flourosence property. Furthermore, lanthanides is considered as an active antifungal agent. Chitosan matrices to bind a coordinated lanthanides-drug composite have great potential in terms of controlled release in vivo study. In drugs release, the drugs may not inhibit a potential toxicity because of clinical reason. This research is to determine the toxicity o a samarium and iron-oxide modified chitosan composite. From the research it is determined that the toxicity LC50 of composite is ranging from 3600 to 3900 ppm in Artemia salina which is still acceptable toxicity. The antifungal activity of the composite also determined better than the precursor and ligands when not coordinated complex.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Bintang R.
"Sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi, pemakaian komoditi lantanida terus meningkat. Aplikasinya yang semakin luas mendorong tersedianya unsur-unsur tersebut dengan harga relatif murah. Sumber komersial unsur-unsur tersebut adalah mineral-mineral seperti monasit dan basnasit. Untuk memperoleh unsur tersebut diperlukan teknik pemisahan yang sederhana. Dengan tersedianya berbagai jenis ligan makrosiklik yang mempunyai keselektifan yang tinggi terhadap berbagai logam di pasaran, perlu diteliti kemungkinan pemanfaatannya untuk memisahkan lantanida baik sebagai kelompok maupun sebagai individu.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum ekstraksi kedua ion logam Sm3+ dan Yb3+ dengan kriptan [2,2,1] dan [2,2,2] sebagai kompleks lantanida kriptat serta penentuan tetapan ekstraksi dan spesi yang terekstrak. Selanjutnya hasil yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menentukan kelayakan metoda ekstraksi pelarut ini untuk pemisahan kedua ion tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengamati pengaruh pH, jenis dan konsentrasi kriptan, pengaturan kepolaran pelarut terhadap person ekstraksi dan perbandingan distribusi (D) dengan mengukur konsentrasi ion-ion logam setelah ekstraksi dengan G.F. AAS. Beberapa sifat kompleks seperti stoikiometri logam-kriptan terhadap ekstraksi kompleks lantanida kriptat juga diamati dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.
Hasil percobaan dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan terbentuknya kompleks lantanida kriptat dalam kloroform dengan perbandingan stoikiometri logam : ligan = 1 : 1, yang diperkuat dengan molihat pengaruh konsentrasi kriptan terhadap %E. Selektivitas ekstraksi kriptan [2,2,1] pada pH 6 diperoleh %E untuk Sm(III) dan Yb(III) masingmasing adalah 76,02 dan 61,31; sedangkan dengan kriptan [2,2,2] pada pH 5 berturut-turut adalah 87,23 dan 36,31. Log K,, untuk Sm (III) dan Yb (I11) dengan kriptan [2,2,1] pada pH 6 masing-masing -1,003 dan -1,768 sedangkan dengan kriptan [2,2,2) pada pH 5 berturut-turut adalah 9,095 dan -2,552. Spesi yang ada di dalam ekstraksi diramalkan adalah MLH'C14 pada daerah pH 3 - 4, MLCI3 pada daerah pH 4 - 5 dan MLCI2OH pada daerah pH 6. Pada komposisi pelarut 6% n-heksan dalam kloroform didapat nilai %E untuk ekstraksi Sm(ltl) dan Yb(lit) dengan kriptan [2,2,1] pada pH 6 masing-masing 50,79 dan 18,70 sedangkan dengan kriptan [2,2,2] pada pH 5 berturut-urut adalah 89,40 dan 18,69. Pada ekstraksi campuran dengan menggunakan kriptan [2,2,1] pada pH 6 dan pelarut 6% n--heksanlCHCl3 diperoleh %E berturut-turut adalah 85 untuk Sm(UII) serta 16 untuk Yb(Il1), sedangkan dengan kriptan [2,2,2] pada pH 5 dan pelarut 0% nheksanikloroform diperoleh %E masing-masing 91 untuk Sm(III) dan 8,5 untuk Vb[lll). Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa kedua unsur lantanida tersebut dapat dipisahkan satu sama lain dengan kriptan [2,2,1] dan [2,2,2] dengan menggunakan ion Cl sebagai pasangan ion dan pengaturan kepolaran pelarut.

In line with the development of Science and Technology, the usage of lanthanide commodities keeps growing-up. Wide growing applications creates the availability of these elements with relatively cheap price. Commercial resources of these elements are minerals such as monazite and bastnaesite. Procuring these elements needs a simple separation method. The availability of various types of macrocyclic ligands which have high selectivity towards various metals, needs an observation of applications to select lanthanide either in group or individually.
The research target is to get an optimum extraction of metal ions Sm(III) and Yb(III) with [2,2,1] and [2,2,2] cryptands as lanthanide cryptates and to determine extraction constants and the extracted species. Then the obtained result can be used to determine the validity of this solvent extraction method for the separation of the two ions. Research was done by learning the effect of pH, cryptand's type, varying concentrations of the cryptands and adjustment of solution's polarity. Percentage extraction and the distribution ratio (D) are known by measurement of metal ion after extraction with MS G.F. Complex behavior such as the stoichiometric of lanthanide cryptates was examined using W Vs spectrophotometer.
UV-Vis spectrophotometer shows the formation of lanthanide cryptates in chloroform with the ratio of metal versus ligand = 1 : 1, which is strengthened by actualilization of the effect of cryptand's concentration versus % E. Extraction with cryptand [2,2,1 ] was selective at pH 6 and gave %E for Sm (III) and Yb (111) respectively are 76,02 and 61,31; while cryptand [2,2,2] at pH 5 are 87,23 and 36,31. Log K for Sm (Ill) and Yb (III) with cryptand [2,2,1 ] at pH 6 are -1,003 and -1,768; whereas cryptand [2,2,2] at pH 5 are 9,095 and -2,552. Species that expected at the extraction is MLH+CI4 in the pH range 3 - 4 and MLCI2OH at pH 6. At an 6% n-hexane in chloroform, obtained %E for extraction of Sm(III) and Yb(III) with [2,2,1] at pH 6 are 50,79 and 18,70 while using [2,2,2] at pH 5 are 89,40 and 18,69. At a mixed extraction using [2,2,1] at pH 6 and 6% n-hexane/CHCI3, %E are obtained to be 85 for Sm(lll) and 16 for Yb(lll), while using [2,2,2] at pH 5 and 0% n-hexanelchtoroform %E are obtained 91 for Sm (III) and 8,5 for Yb(III). From these experiments, it is concluded that the two lanthanide ions are able to be separated from each other with cryptand [2,2,1] and [2,2,2] using CI- as an ion pair and adjustment of solution's polarity.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfit Taufikoh
"Di Indonesia, terdapat beberapa wilayah yang berpotensi untuk ditemukannya cadangan unsur tanah jarang (UTJ). Salah satunya di Pulau Bangka dan Belitung yang berasosiasi dengan keberadaan Tin Belt of Southeast Asia. Mineral pembawa UTJ di wilayah penelitian terdiri dari zirkon, monasit, dan xenotim yang berasosiasi dengan endapan timah plaser. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis binokuler, sayatan tipis, sayatan poles, dan micro-XRF. Karakteristik monasit dan xenotim cenderung memiliki ciri yang hampir sama, sedangkan zirkon lebih mudah untuk dibedakan. Secara keseluruhan, komposisi zirkon di wilayah penelitian lebih dominan daripada monasit dan xenotim. M1 merupakan sampel dengan kandungan xenotim yang sangat tinggi. Berdasarkan jenis unsurnya, sampel penelitian lebih banyak mengandung unsur tanah jarang ringan (LREE) daripada unsur tanah jarang berat (HREE). Keterdapatan HREE yang cukup dominan ditemukan dalam sampel P1 dan M1.

In Indonesia, several areas have potential reserves of rare earth elements (REE). One of them is the Bangka Belitung Islands which are related to the existence of the Tin Belt of Southeast Asia. REE minerals in the research area consist of zircon, monazite, and xenotime that are associated with tin placer deposits. This study used several methods, such as binocular, thin section, polished section, and micro-XRF analysis. The characteristics of monazite and xenotime incline to have the same pattern, while zircon is easier to distinguish. Relatively, the research area has a prominent zircon than monazite and xenotime. M1 is a sample with the highest xenotime content. Based on the type of REE, the sample study conceived of more light rare earth elements (LREE) than heavy rare earth elements (HREE). The dominant HREE was just found in P1 and M1 samples."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalvin Saputra Irawan
"Alumunium merupakan material yang umum digunakan dalam industri otomotif dan penerbangan. Namun dalam paduan Al-Si akan membentuk fasa intermetalik β-Al5FeSi yang berdampak buruk terhadap sifat mekanik paduan, tetapi belum bisa dihilangkan. Penambahan modifier dan peningkatan laju pendinginan merupakan cara mengurangi dampak fasa tersebut. Logam tanah jarang merupakan logam yang efektif dalam modifikasi fasa β-Al5FeSi. Sedangkan logam neodimium sampai sekarang belum ada digunakan sebagai modifier β-Al5FeSi.
Penelitian ini akan diamati pengaruh penambahan logam tanah jarang neodimium (0,3%, 0,6% dan 1%) dan laju pendinginan (5, 10 dan 30 oC/menit) terhadap morfologi fasa intermetalik beta pada paduan Al7Si1Fe. Kemudian dilakukan karakterisasi dengan pengontrolan laju pendinginan Simultaneous Thermal Analysis, pengamatan mikrostruktur Optical Microscope dan Scanning Electron Microscope, dan penembakan fasa yang terbentuk dengan Energy Diffraction Spectrum.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan logam Nd optimum pada kosentrasi 1%Nd untuk mengurangi fasa β-Al5FeSi dan 1%Nd untuk merubah morfologi fasa silikon eutektik, sedangkan laju pendinginan 30oC/menit menghasilkan ukuran fasa β-Al5FeSi maupun silikon eutektik paling halus yang disebabkan fenomena undercooling pada paduan. Sehingga dapat disimpulkan peningkatan laju pendinginan dan penambahan Nd dapat menyebabkan pengurangan ukuran fasa intermetalik β dan silikon eutektik.

Aluminum are widely used in automotive industry and aerospace structural application. Al-Si alloy can form intermetallic β-Al5FeSi phase that cause undesirable effect on mechanical properties. The addition of modifier and increase the cooling rate is a way to reduce the effect of the phase. Rare earth elements are effective to modified β-Al5FeSi phase. However, neodymium have been used as a modifier β-Al5FeSi.
This study will observed the effect of addition rare earth metal neodymium (0.3%, 0.6% and 1%) and cooling rate (5, 10 and 30 ° C / min) on morphology of intermetallic beta phase of Al7Si1Fe alloy. Futher, characterized by controlling the cooling rate by Simultaneous Thermal Analysis, observation of microstructure by Optical Microscope and Scanning Electron Microscope, and microchemical analysis by Energy Diffraction Spectrometer.
The results showed that the addition of Nd optimum concentration of 1% can reduce β-Al5FeSi phase and change silicon eutectic phase morphology, whereas the cooling rate of 30 ° C / min produces finer structure morphology of β-Al5FeSi phase or silicon eutectic due to the phenomenon of undercooling on the alloy. In conclusion, increasing the cooling rate and Nd addition can decrease the size of intermetallic β phases and silicon eutectic.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iftironi Haritsah
"Telah dilakukan pemisahan logam tanah jarang Ce, La dan Nd dari konsentrat logam tanah jarang hasil olah pasir monasit. Pemisahan dilakukan melalui proses leaching menggunakan asam nitrat HNO3 dan oksidasi menggunakan asam nitrat berlebih. Selanjutnya dilakukan proses dijesti menggunakan natrium hidroksida NaOH. Penambahan amoniak NH4OH kedalam larutan hingga mencapai tingkat keasaman denga pH = 4.0 ditemukan efektif memisahkan serium Ce dan konsentrat lainnya. Endapan berwarna kuning yang terbentuk adalah endapan konsentrat Ce. Penambahan larutan amoniak NH4OH hingga pH = 8.0 untuk memisahkan konsentrat Nd dan filtratnya yaitu konsentrat La. Prosedur pengendapan bertingkat ini bertujuan untuk memperoleh hasil ekstraksi dalam bentuk senyawa oksidanya yaitu CeO2, La2O3 dan Nd2O3 dengan fraksi massa mencapai berturut-turut 48.3, 71.1 dan 54.8. Proses leaching dan presipitasi bertingkat yang diterapkan dalam penelitian ini memiliki tingkat perolehan yield masing-masing 80,38, 9,4 dan 10,21 untuk ketiga jenis oksida tersebut.

Results of separation of rare earth metals consisted of Ce, La and Nd from monazite sands are reported. Separation was carried out through a leaching process employing a nitric acid HNO3 as the leaching agent and oxidized by an excess nitric acid. Furthermore, the process is done using sodium hydroxide NaOH. Additional treatment of digestion was applied to the solution using ammonia NH4OH until the acidity level of pH 4.0 was achieved and found to effective to separate the cerium Ce and other concentrates. The yellow precipitates which formed from this selective pH was Ce concentrates. The addition of an ammonia NH4OH into the solution with intended pH 8.0 has resulted in Nd concentrate as the precipitates and La in the filtrate. This multilevel precipitation procedure aims to obtain the extraction results in the form of the oxidation compounds CeO2, La2O3 and Nd2O3 with respective mass fraction reaching 48.3, 71.1 and 54.8. The leaching and precipitation processes which applied in this study has succeeded in obtaining the above mentioned rare earth oxides with yield level respectively 80.38, 9.4 and 10.21.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T49519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Yulianiza
"Lanthanide-Metal Organic Frameworks (Ln-MOFs-CH, Ln : Sm atau La) telah disintesis menggunakan ligan chrysophenine (CH) sebagai linker organik dengan menggunakan metode solvotermal. Variasi waktu yang digunakan adalah 24 jam (a) dan 72 jam (b). Karakterisasi menggunakan FTIR untuk Ln-MOFs-CH menunjukkan pergeseran puncak yang mirip dengan ligan yaitu chrysophenine, kecuali untuk Sm-MOF CH (a) dan La-MOF-CH (b) tidak memiliki puncak serapan yang lebar di sekitar 3472 cm-1 yang menunjukkan interaksi antara gugus O-H dengan ion logam pusatnya. Karakterisasi XRD menunjukkan tingkat kristalinitas yang baik untuk Ln-MOFs-CH (b) namun untuk La-MOF-CH (b) memiliki tingkat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan Sm-MOF-CH (b). Hasil SEM EDS untuk La-MOF-CH (b) menunjukkan morfologi MOF seperti kumpulan batang dan EDS mengkonfirmasi bahwa dalam MOF tersebut terkandung La dengan persentase sebesar 58,38 % dan atom-atom lain seperti O, C dan S dari ligan chrysophenine. Pengukuran nilai energi celah pita pada Ln-MOFs-CH menggunakan UV-DRS berada di kisaran 1,9-2,12 eV, sehingga dapat digunakan sebagai material fotokatalis di daerah sinar tampak (energi celah pita ideal : 1,8-3,1 eV). Studi uji degradasi zat warna Rhodamine B menunjukkan persentase degradasi tertinggi sebesar 53 % dengan menggunakan 30 mg La-MOF-CH (b) dengan waktu reaksi selama 60 menit.

Lanthanide-Metal Organic Frameworks (Ln-MOFs-CH, Ln : Sm or La) has been synthesized with chrysophenine ligand as organic linker by solvothermal method. Time variation used here were 24 hours (a) and 72 hours (b). Characterization by FTIR for Ln-MOFS-CH showed peak shifts which were similar with the ligand (chrysophenine) except for (a) Sm-MOF CH and (b) La-MOF-CH were not showing broad absorption peak around 3472 cm-1 which confirmed interaction between O-H with their central atom ions. Characterization by XRD showed high cristallinity for (b) Ln-MOFS-CH but for (b) La-MOF-CH had higher cristallinity than (b) Sm-MOF-CH. SEM EDS result for (b) La-MOF-CH showed the MOF morphology like set of fibers and EDS confirmed that La was in the (b) La-MOF-CH with the percentage 58,38 % and another atoms like O, C, N and S from chrysophenine ligand. Measurement of bandgap for Ln-MOFS-CH by UV DRS were in 1,9-2,12 eV range so all of them can be used as photocatalyst material at visible region (ideal bandgap : 1,8-3,1 eV). Study of Rhodamine B degradation showed highest degradation efficiency percentage was 53 % by using 30 mg (b) La-MOF-CH for 60 minutes as time reaction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakaria Jaka Bahari
"Penelitian ini merupakan studi tentang proses pemisahan lantanida dari limbah penambangan bijih bauksit yang diperlukan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan alumunium. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah separasi magnetik dengan magnetic separator dan proses ekstraksi padat cair yang akan dilamjutkan dengan pengendapan menggunakan metode pengaturan pH 3,5 dan 9. Penelitian dilakukan dengan metode separasi magnetik dimana limbah tailing bauksit akan diperkecil ukuran partikelnya hingga mencapai ukuran 200 mesh menggunakan grinder, dan diberi perlakuan panas menggunakan furnace pada suhu 500oC yang kemudian akan melalui proses separasi magnetic menggunakan magnetic basah dengan intensitas 1400 gauss dengan tujuan untuk memisahkan logam lantanida dan non-lantanida berdasarkan sifat kemagnetannya. Proses ini dapat memisahkan sampel magnetic, low magnetik dan non-magnetic sebanyak 3,37, 12,97 dan 81,54 dengan loss sebesar 2,12. Sampel yang bersifat non-magnetic direaksikan dengan asam oksalat pada proses leaching dengan 5 variasi suhu 25, 40,60,75 85oC dan konsentrasi 0.5, 1, 2, 3, 5 mol/L. Selanjutnya, melalui proses pengendapan menggunakan natrium sulfat dan fosfat sebagai agen pengendap. pH pengendapan diatur dengan larutan ammonia dan natrium hidroksida dimana proses tersebut menghasilkan recovery lanthanum paling optimum sebesar 68,23, cerium 18,88, dan yttrium 7,84.

The present work describes the extraction of rare earth elements REE from tailing bauxite by mechanical and chemical processes with oxalic acid. The aim of this study to obtain the best condition for upgrading and extraction of REE from the tailing bauxite. The effects of magnetic separation, mechanical treatment and chemical process were studied in details. The tailing bauxite sample was pre treated by i reduce the particle size until 200 mesh 74 m, ii wet magnetic separation using below 1,400 gauss. After treated by mechanical process, then the sample was extracted by chemical process using 1.0 mol L oxalic acid solution at 75 C for 2 hours to reduce the content of iron oxides in the tailing bauxite. The rare earth oxalate was obtained and purified by the addition of sodium sulphate in order to obtain the precipitation of rare earth element REE sodium disulphate NaREE SO4 2. xH2O. To obtain the individual rare earth elements, the REE sulphate sample is converted into high soluble compound, namely REE hydroxide using sodium hydroxide NaOH solution. Magnetic separation efficient was 5 percent resulting 3 outputs. The most efficient leaching condition is 40 C with 1mol L oxalic acid solution concentration. The recovery shows 68,23 of lanthanum, 18,88 cerium and 7,84 yttrium.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67157
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andikaputra Brahma Widiantoro
"ABSTRACT
Recovery logam tanah jarang dari pasir silika menggunakan adsorben komposit Karbon Aktif / Pektin telah dilakukan. Pemanfaatan pasir silika di indonesia masih sangat kurang padahal di dalam pasir silika terdapat komponen logam tanah jarang yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Metode yang sering dilakukan adalah metode biosorpsi. Adsorben yang digunakan adalah adsorben komposit ini dikarenakan karbon aktif / pektin bisa lebih dimaksimalkan lagi untuk melakukan proses adsorpsi. Penelitian dimulai dengan mengekstraksi kulit pisang kepok untuk mendapatkan pektin dilakukan dengan mencampurkan asam klorida pada suhu 80C dan mengendapkan dengan etanol selama 15-17 jam. Proses pretreatment pasir silika dengan cara roasting hingga suhu 600 ? ?C selama 2 jam. Proses pembuatan adsorben komposit dengan cara mencampurkan karbon aktif dengan pektin selama 2 jam dengan suhu 30C. Proses adsorpsi pasir silika dengan cara mengaduk adsorben komposit dengan larutan pasir silika selama 2 jam. Variasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah variasi waktu kontak dan variasi massa pektin. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah isolasi pektin dari kulit pisang dengan rata rata yield sebesar 13. Sintesis adsorben komposit untuk digunakan sebagai adsorben dalam pengujian adsorpsi logam tanah jarang yang ada di dalam pasir silika. Kondisi optimum yang didapat pada saat variasi waktu kontak adalah 1,5 jam. Kondisi optimum yang didapatkan untuk variasi massa pektin adalah saat berat pektin 0,35 gram. Kondisi terbaik yang didapat dari penelitian ini adalah pada saat massa pektin sebesar 0,35 gram dengan rincian 84,40 untuk Y, 54,38 untuk La, 59,38 untuk Nd, 79,50 untuk Ce, 68,00 untuk Sm. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben komposit berpontensi untuk menyerap logam tanah jarang yang ada di pasir silika.

ABSTRACT
Recovery of rare earth element from silica sand using adsorbents composite activated carbon pectin has been performed. Utilization of silica sand in Indonesia is still very less when in silica sand there are rare earth element components that are potential to be utilized. The most common method is the biosorption method. Adsorbent used is adsorbent composite because the activated carbon pectin can be maximized again to do the adsorption process. Research begins by extracting banana peel skin to obtain pectin by mixing hydrochloric acid at 80 C and depositing with ethanol for 15 17 hours. Silica sand pretreatment process by roasting up to 600 C for 2 hours. The process of making composite adsorbent by mixing the activated carbon with pectin for 2 hours with temperature 30 C. Silica sand adsorption process by stirring the composite adsorbent with silica sand solution for 2 hours. Variations used in this experiment were variations of contact time and variations mass pectin. The results obtained in this study are pectin isolation from banana peel with an average yield of 13. The synthesis of composite adsorbents for use as adsorbents in the rare earth metal adsorption testing is present in silica sand. The optimum condition obtained when the contact time variation is 1.5 hours. The optimum condition obtained for pectin mass variation is when the weight of pectin is 0.35 gram. The best conditions obtained from this study were at the time of pectin mass of 0.35 grams with details of 84.40 for Y, 54.38 for La, 59.38 for Nd, 79.50 for Ce, 68.00 for Sm. The results show that the composite adsorbent has the potential to absorb rare earth metals present in silica sand."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
"Permintaan terhadap logam tanah jarang meningkat sangat cepat akibat pertumbuhan yang tajam pada bidang teknologi terkini. Penelitian mengenai teknik pengambilan senyawa logam tanah jarang dari limbah pertambangan telah banyak berkembang, salah satunya adalah menggunakan limbah tailing bauksit yang dilakukan oleh Aulia 2018. Salah satu tahapan pengambilan kembali dari penelitian tersebut adalah ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat cair ini dilakukan dengan menggunakan asam sulfat. Melihat betapa tingginya permintaan terhadap logam tanah jarang, peningkatan skala ekstraksi logam tanah jarang dari skala penelitian menjadi skala industri sangatlah penting. Untuk dapat meningkatkan skala ekstraksi, maka perlu didesain alat ekstraktor dengan skala yang lebih besar pula. Dalam mendesain ekstraktor, pemodelan terhadap bagaimana ekstraksi logam tanah jarang ini harus dilakukan. Dengan adanya model ekstraksi, memprediksi ukuran ekstraktor yang diperlukan lebih mudah dengan biaya dan waktu yang lebih sedikit.
Pada penelitian ini dilakukan pengembangan pemodelan ekstraksi logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit di dalam ekstraktor unggun diam. Tujuannya adalah untuk mengetahui yield ekstraksi tertinggi dan mendapatkan model yang dijadikan dasar landasan terhadap perancangan ekstraktor dengan aplikasi. Pada penelitian ini model matematik dan simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi yaitu: ukuran partikel, laju alir fluida, dan konsentrasi asam terhadap yield yang didapatkan. Ekstraktor unggun diam dengan ukuran tinggi unggun 30 cm dan diameter unggun 3 cm menghasilkan total ekstrak logam tanah jarang sebesar 0,0065761 gram selama waktu ekstraksi 300 menit. Hasil ekstraksi meningkat apabila ukuran jari-jari partikel tailing bauksit yang digunakan semakin kecil, laju alir asam sulfat semakin kecil dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan semakin besar. Berdasarkan studi kelayakan ekonomi maka ekstraksi menggunakan ekstraktor unggun diam pada penelitian ini dinilai tidak layak secara ekonomi karena mendapatkan nilai net present value yang negatif sebesar Rp465.094.967. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan untuk ukuran ekstraktor yang lebih besar dimana perlu memperhatikan koefisien dispersi secara angular dan tangensial. Ukuran ekstraktor yang lebih besar juga diharapkan memberikan hasil yang lebih optimum sehingga dapat lebih ekonomis.

Demand of rare earth elements is growing rapidly due to significant growth in advance information technology industry and other electronic appliances. Research about rare earth elements recovery from mining waste has been developed widely, one of them from bauxite tailing is done by Aulia 2018. Leaching is one of these recovery technology step. This leaching method uses sulfuric acid as solvent. Due to the high demand of rare earth element, scaling up extraction of rare earth element from laboratorium scale to industry scale has become very important. In order to scale extraction up, a larger extractor scale need to be designed. In designing extractor, model of how rare earth element extraction phenomeno happen has to be made. With this model, it will help to predict extractor size needed with less cost and time.
In this research, rare earth element extraction from bauxite tailing waste inside fixed bed extractor model is developed. Aim of this research are to know highest extraction yield and to obtain a model to be used in extractor designing. In this research, mathematics modelling and simulation are done to understand effect of operation condition such as particle size, fluid velocity, and acid concentration to yield obtained. Fixed bed extractor with size of 30 cm in height and 3 cm in diameter extracts 0.0065761 gram of rare earth element for 300 minutes of extraction. Extraction yield will increase if particle size is decreased, sulfuric acid flow rate is decreased and concentration of sulfuric acid is increased. Usage of this fixed bed extractor is not economically feasible with a negative net present value of Rp465.094.967. Research advancement could be done by creating model for bigger extractor size which consider angular and tangensial dispersion coefficient. Bigger extractor output is expected to have higher yield so that it will be more economic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shiva Frida Vincia
"Logam niobium, tantalum dan logam tanah jarang LTJ merupakan logam yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi. Terak timah dijadikan sumber sekunder untuk mendapatkan Nb, Ta dan LTJ. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh dari pelindian asam dengan HClO4 pada konsentrasi 0,1 M; 0,4 M; 0,8 M selama 2 jam dengan temperatur 25 C terhadap terak timah. Sampel terak timah yang digunakan mengandung Nb 0,47; Ta 0,23; La 0,13; Ce 1,0.57; Th 0,15.
Pengujian XRF dilakukan untuk melihat kadar pada residu hasil dari proses pelindian dimana kadar maksimum dari Nb 1,28; Ta 0,79; La 0,59; Ce 3,72; Th 0,38. Proses pelindian dengan HClO4 dapat melarutkan CaO, Al2O 3, dan Fe2O3. Hasil pada pengujian ICP-OES menunjukkan kadar maksimum Nb 0,208 ppm dan Th 0,138 ppm, sedangkan dari pengujian AAS kadar dari Ca dan Fe semakin meningkat saat konsentrasi HClO4 semakin besar.

Niobium, tantalum and rare earth elements REE are often used in many applications. Tin slag is a secondary source for Nb, Ta and REE. In this research will be seen the effect of acid leaching with HClO4 at concentration 0.1 M 0.4 M 0.8 M for 2 hours with temperature 25 C to tin slag. The tin slag sample used contained 0.47 Nb Ta 0.23 La 0.13 Ce 1.57 Th 0.15.
XRF test was performed to see the grade of residue result from leaching process where maximum content of Nb 1.28 Ta 0.79 La 0.59 Ce 3.72 Th 0.38 . The leaching process with HClO4 can dissolve Ca, Al, and Fe. The results of the ICP OES test showed maximum levels of Nb 0.208 ppm and Th 0.138 ppm, result from the AAS test the grade of Ca and Fe increased as the HClO4 concentration grew larger.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>