Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162577 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Honesty Indria Nisa
"Dalam penelitian ini, dilakukan oleozon sebagai bahan antiseptik atau antidermatitis dalam bentuk minyak cair. Berdasarkan mekanisme reaksi Criegee, ozon mengikat asam-asam lemak tak jenuh pada minyak nabati yang secara ekslusif terjadi pada ikatan-ikatan rangkap C=C dalam masing-masing struktur gugus asam lemaknya. Pemilihan minyak zaitun, biji anggur, bunga matahari, dan kedelai adalah ditinjau pada kandungan asam-asam lemak yang cukup tinggi namun memiliki kandungan yang berbeda. Pembuatan oleozon ini dilakukan dengan menggunakan ozonator hasil rancangan sendiri yang dapat beroperasi secara kontinyu selama lebih dari 12 jam. Reaksi ozonasi dikondisikan pada kisaran suhu 15-22ºC selama 42 jam secara bertahap dengan laju alir udara sebesar 180 L/jam dengan konsentrasi ozon yang keluar dari ozonator sebesar 60 mg/jam. Selanjutnya dilakukan pengujian efikasi terhadap bakteri menggunakan metode kertas cakram. Sampel minyak akan dikarakterisasi menggunakan metode bilangan iod, bilangan asam, analisis FTIR, dan pH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keempat minyak nabati memiliki efikasi dalam mendisinfeksi bakteri Stapylococcus aureus. Pada penelitian ini, minyak zaitun dan kedelai memiliki efikasi tertinggi dibandingkan dengan minyak lainnya.

In this study will performed the synthesis of oleozon as a desinfectant or antidermatitis forming by liquid oil. By using ozone, Criegee mechanism for unsaturated fatty acid in vegetable oils will occurs to breaking down of bonds double C=C contained in structure of fatty acid. The selection of olive oil, grape seed, sunflower and soyabean based on the content of fatty acids that are quite highly and has a different fatty acid. For making ozonated oil is carried out by using design ozonator which can operate during 12 hours. The condition of reaction at temperature range of 15-22ºC for 42 hours gradually with constant air flow rate of 180 L/h with ozone concentration of 60 mg/hr. The control will be performed by Staphylococcus aureus bacteria effication by paper dishes method. The sample will be characterized and analyzed to see the change of oil after ozonation by using method of acid number, iodin number, FTIR, and pH. From the research, each sample after ozonation process can deactives Staphylococcus aureus bacteria. Olive oil and soyabean has higher effectively than other oils.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stivan Junan Navidad
"Latar Belakang. Daun kelor (M. oleifera) memiliki kandungan kimia yang berguna sebagai antibakteri pada bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Kandungan ini dapat merusak DNA dan membran sel yang nantinya senyawa pada daun kelor akan menembus dinding sel bakteri sehingga zat metabolisme bakteri terbuang hingga mengalami kematian. Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah Cutibacterium acnes, bakteri anaerobic aerotolerant, bersifat Gram positif. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antiseptik terhadap C. acnes. Metode: Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Uji Percentage Kill ekstrak daun kelor dengan etanol sebagai pelarut terhadap bakteri C. acnes. Pada kontrol dimasukkan akuades steril dengan bakteri terstandar Mc Farland 0,5 sedangkan pada perlakuan mengandung ekstrak M. oleifera dengan bakteri yang sama. Kontrol dan perlakuan dilakukan dalam waktu bersamaan dengan waktu kontak selama 1, 2, dan 5 menit. Selanjutnya diinokulasi pada medium agar darah. Setelah diinkubasi secara anaerob, pertumbuhan koloni bakteri dihitung dan persentase kematian dibandingkan antara kontrol dan perlakuan. Hasil Uji Percentage Kill dikatakan memenuhi kriteria apabila hasil yang didapatkan dalam setiap waktu kontak sebesar ≥90%. Hasil: Hasil Uji Percentage Kill dalam waktu kontak 1, 2, dan 5 menit pada bakteri C. acnes masing-masing adalah 59,7%, 72%, dan 91,8%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada menit ke-5 ekstrak daun kelor mampu mengeradikasi bakteri C. acnes secara efektif. Kesimpulan: Eksperimen ini menunjukkan hasil Uji Percentage Kill belum efektif pada menit pertama dan kedua namun efektif pada menit kelima.

Introduction. Moringa leaves (M. oleifera) contain chemicals beneficial as antibacterials for Gram-positive and Gram-negative bacteria. This content can damage DNA and cell membranes so that the compounds in Moringa leaves will penetrate the bacterial cell walls, and the bacteria's metabolic substances are wasted until they die. The bacteria used in this study were Cutibacterium acnes, an aerotolerant, anaerobic, Gram-positive bacteria. This research was conducted to test the activity of Moringa oleifera leaf extract as an antiseptic against C. acnes. Method: The method employed in this research is the Percentage Kill test of moringa leaf extract with ethanol as the solvent against C. acnes bacteria. In the control group, sterile distilled water with McFarland 0.5 standardized bacteria is used, while the treatment group contains M. oleifera extract with the same bacteria. Both control and treatment are conducted simultaneously with contact times of 1, 2, and 5 minutes. Subsequently, they are inoculated on a blood agar medium. After anaerobic incubation, bacterial colony growth is counted, and the percentage of death is compared between the control and treatment. The Percentage Kill test results meet the criteria if the obtained results at each contact time are ≥90%. Results: The Percentage Kill test results at 1, 2, and 5 minutes of contact with C. acnes bacteria are 59.7%, 72%, and 91.8%, respectively. These results indicate that at the 5th minute, moringa leaf extract can eradicate C. acnes bacteria effectively. Conclusion: This experiment demonstrates that the Percentage Kill test was ineffective in the first and second minutes but became effective in the fifth minute."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Rasidy
"Penelitian bertujuan mengetahui manfaat antiseptik terhadap jumlah bakteri di tangan dan pengaruh perilaku kebersihan tangan pada perawat di ruang rawat Divisi Perinatologi, Neonatal Intensive Care Unit (NICU), dan Intensive Care Unit (ICU) Departemen IKA RSCM.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan penurunan jumlah bakteri sesudah menggosok tangan dengan antiseptik kombinasi alkohol-chlorhexidine gluconate- emolien dan mencuci tangan dengan chlorhexidine gIuconate.
2. Berapa persen perawat yang melakukan cuci tangan/ menggosoka tangan sesuai prosedur
3. Apakah efek samping cuci tangan dengan chlorhexidine gluconate lebih kecil dibandingkan menggosok tangan dengan alkohol-chlorhexidine gluconateemolien
4. Apakah air yang digunakan untuk cuci tangan memenuhi syarat air bersih sesuai dengan PerMenKes RI. No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shirly Kumala
"Ruang Lingkup dan metodologi: Pasca paparan antibiotik di bawah KHM mempengaruhi proses sintesis dan lisis septum bakteri, perubahan bentuk dan ukuran bakteri, penurunan jumlah pertumbuhan bakteri serta berkurangnya daya melekat bakteri pada set pejamu sehingga akan mempengaruhi aktivitas fagosit PMN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas fagosit PMN pada bakteri pasca paparan antibiotik di bawah KHM, dengan mengukur 'up take' dan 'killing' bakteri. Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coil ATCC 25922 dilabel dengan (methyl 3H) thymidine, dipaparkan antibiotik sefprosil dengan dosis ½, ¼ dan KHM selama 3 jam. Pengukuran 'up take' dan 'killing' bakteri dilakukan setelah bakteri diinkubasi dengan PMN selama 5, 10, dan 20 menit.
Hasil dan kesimpulan : Nilai rata-rata persen 'up take' dan 'killing' untuk Staphylococcus aureus pada paparan antibiotik sefprosil dosis ½, 1/4 KHM sama dibandingkan 'up take' dan 'killing' Staphylococcus aureus pads paparan antibiotik sefprosil dosis KHM (p > 0,05). Nilai rata-rata persen 'up take' dan 'killing' untuk Escherichia coil pada paparan antibiotik sefprosil dosis 1/2 ¼ KHM sama dibandingkan 'up take' dan 'killing' Escherichia coli pada paparan antibiotik sefprosil dosis KHM (p > 0,05), namun persen 'killing' untuk paparan antibiotik sefprosil dosis ¼ KHM dalam waktu 20 menit lebih kecil bila dibandingkan dengan dosis K M (p < 0,05). 'Up take' bakteri oleh PMN untuk Staphylococcus aweus lebih besar dibandingkan dengan Escherichia coli (p < 0,05). 'Killing' bakteri oleh PMN untuk Escherichia coli pada dosis KHM lebih kecil dari 'killing' Staphylococcus aureus (p < 0,05). Dari penelitian ini dapat disimpulkan aktivitas fagosit PMN pada Staphylococcus aureus pasca paparan sefprosil dosis KHM dan KHM sama dengan aktivitas fagosit PMN dosis KHM. Aktivitas fagosit PMN pads Escherichia call pasca paparan sefprosil dosis 1/2 KHM sama dengan aktivitas fagosit PMN dosis KHM, sedangkan pada pasca paparan antibiotik dosis KHM memberikan aktivitas fagosit PMN yang lebih kecil dibandingkan dengan dosis KHM. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan sementara bahwa dosis di bawah KHM bila perlu dapat dipertimbangkan sebagai dosis terapi, selama aktivitas fagosit PMN pada penderita cukup baik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T3699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristofer Baktiar
"Latar Belakang. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri yang masih menjadi masalah infeksi utama dengan kemampuan resistensi yang tinggi. Moringa oleifera (M. Oleifera) adalah tanaman yang ditemukan memiliki efek antimikroba. Kebutuhan antiseptik yang terus ada dan peningkatan resistensi membuat perlunya penelitian yang mencari jenis antiseptik baru yang dapat digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas ekstrak daun M. oleifera sebagai antiseptik terhadap bakteri MRSA. Metode. Penelitian ini menggunakan metode percentage kill dengan menggunakan media MSA. Percentage kill adalah metode yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan bakterisidal atau fungisidal zat tertentu. Hasil percentage kill dinyatakan baik jika menunjukkan hasil ≥90%. Suspensi bakteri dicampur dengan aquades di tabung kontrol dan dengan ekstrak M. oleifera pada tabung perlakuan. Campuran dari tiap tabung akan dipindahkan 1 ml ke 9 ml akuades pada waktu kontak 1, 2, dan 5 menit. Hasil yang didapat akan dipipet ke 3 set cawan petri lalu diinkubasi selama 18—24 jam. Nilai percentage kill kemudian akan dihitung. Hasil. Hasil uji percentage kill ekstrak daun M. oleifera sebagai antiseptik terhadap bakteri MRSA didapatkan 54.24%, 69.92%, dan 90.06% pada waktu kontak 1, 2, dan 5 menit berurutan. Kesimpulan. Ektrak daun M. oleifera efektif sebagai antiseptik terhadap bakteri MRSA pada waktu kontak 5 menit.

Introduction. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a serious problem that needs to be addressed because of its resistance capabilities. M. oleifera is a plant that has antimicrobial capabilities. The needs of antiseptics that will always be there and the increasing resistance capabilities of bacteria cause the need for a new form of antiseptic. This research aims to test the effectiveness of M. oleifera leaf extract as an antiseptic for MRSA. Method. This research uses the percentage kill method with MSA as the medium. Percentage kill is a method that can be used to determine the bactericidal and fungicidal capabilities of a substance. The results of a percentage kill can be called effective if they’re ≥90%. The bacterial suspension was mixed with aquadest in the control and M. oleifera extract in the treatment test tubes. From the control and extract test tube, 1 ml of the mixture was then pipetted into 9 ml of aquadest with 1, 2, and 5 minutes of contact time. The end products will then be pipetted into three set of petri dishes and incubated for 18—24 hours. The percentage kill will then be counted. Results. The result of the percentage kill test on M. oleifera leaf extract as an antiseptic for MRSA is 54.24%, 69.92%, and 90.06% on 1, 2, and 5 minutes of contact time consecutively. Conclusion. M. oleifera leaf extract is effective as an antiseptic for MRSA with 5 minutes of contact time."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Eka Susilarini
"Dalam penelitian ini, dilakukan sintesis minyak terozonasi (Oleozon®) dari minyak zaitun dan minyak bunga matahari dengan cara ozonasi secara semi kontinu selama 42-84 jam. Ozonasi dilakukan pada suhu 15 - 22°C menggunakan ozonator rancangan sendiri yang dapat beroperasi ±13 jam. Kedua jenis Oleozon® tersebut dianggap memiliki efikasi sebagai disinfektan untuk bakteri Staphylococcus aureus. Ozonasi akan dilakukan pada minyak zaitun, bunga matahari, dan campurannya yang ekivolum yang bertujuan untuk memecah ikatan rangkap C=C dan menghasilkan ozonida yang bertindak sebagai disinfektan. Kualitas Oleozon® ditentukan dengan sejumlah analisis seperti uji bilangan iod, bilangan asam, dan pengukuran pH produk samping (air). Analisis FT-IR juga digunakan untuk melihat perubahan konsentrasi ikatan-ikatan yang berhubungan dengan pembentukan ozonida. Secara sederhana, efikasi Oleozon® diujikan pada bakteri Staphylococcus aureus. Hasil yang didapat adalah minyak zaitun dan campuran minyak zaitun-matahari terozonasi memiliki efek antiseptik yang sebanding.

In this study, synthesis of ozonized oil (Oleozon®) from olive oil and sunflower oil is carried out by means of semi-continuous ozonation for 42-84 hours. Ozonation is performed at 15-22 ° C using own design ozonator that can operate ± 13 hours. Both types of oil are considered have efficacy as an antiseptic for bacteria Staphylococcus aureus. Ozonation of olive oil, sunflower, and mixtures olive-sunflower will break the C = C double bond and produce ozonide which acts as an antiseptic. Oleozon® quality is determined by numbers of analysis such as iodine number, acid number, and pH measurements of byproducts (water). FT-IR analysis was also used to look at changes in the concentration of bonds associated with the formation of ozonida. In short, the efficacy Oleozon® tested to grampositive bacteria Staphylococcus aureus. The result is mixed olive-sunflower oil and olive oil have a comparable disinfection effect.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Many microorganisms capable of degrading petroleum components have been isolated and few of the seem to be important for petroleum biodegradation in natural environments...."
MAREIND
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Ambarwulan
"

Latar Belakang : Infeksi intraabdomen (IIA) merupakan respons inflamasi peritoneum oleh mikroorganisme penyebab sepsis dan kematian kedua terbanyak di ruang intensive care unit (ICU).1,2Complicated intra-abdominal infection worldwide observational study (CIAOW) menunjukkan angka kematian infeksi intraabdomen komplikata sebesar 10,5%. Terapi antimikroba atau antibiotik merupakan hal penting dalam penanganan IIA. Dalam mendukung keberhasilan penanganan kasus IIA dibutuhkan informasi akurat mengenai karakteristik dan pola kepekaan terhadap antibiotik yang dapat digunakan sebagai acuan penggunaan antibiotik pada kasus IIA. Tujuan: Mendapatkan karateristik mikrobiologis dan klinis pada kasus IIA dan mengetahui hubungan antara faktor klinis dan mikrobiologi dengan luaran klinis pasien.

Metode: Data diambil secara prospektif  dengan desain pontong lintang. Sampel penelitian berupa jaringan intraabdomen dan darah yang diambil saat pembedahan. Uji identifikasi dan uji kepekaan dilakukan untuk deteksi bakteri aerob dan bakteri anaerob. Hasil:. Infeksi intraabominal komplikata lebih banyak dibandingkan IIA non-komplikata (63,63%), kasus sepsis (63,63%) dan peritonitis (45,45%). Infeksi intraabominal terkait rumah sakit lebih banyak dibanding IIA komunitas yaitu 56,36%). Patogen yang paling sering ditemukan adalah Eschericia coli (34,78%), Klebsiella pneumoniae (10,86%) dan Enterococcus faecalis ((8,69%). Pola kepekaan terhadap amikasin, meropenem, ertapenem dan tigesiklin adalah 100% pada isolat E. coli, sementara piperasilin/tazobaktam lebih rendah (90,62%), seftazidim dan sefepim (68,75%). Ditemukan E. coli resisten multiobat  (62,5%), K. pneumoniae resisten multiobat (50%) dan E. faecalis resisten multi obat (50%). Terdapat hubungan antara faktor klinis sepsis dengan luaran klinis. Pemberian terapi antimikroba sebaiknya mengacu kepada rekomendasi yang dibuat berdasarkan pola kuman dan pola kepekaan setempat.

Kesimpulan: Bakteri Gram negatif masih merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada kasus IIA. Dengan tingginya temuan bakteri resisten multiobat makan pemberian antimikroba harus mempertimbangkan cakupan antimikroba terhadap patogen penyebab.

<

Background: Intraabdominal infection (IAI) is the peritoneum inflammatory process due to microorganisms, the leading cause of sepsis, and the second cause of death in the intensive care unit (ICU). Complicated intra-abdominal infection worldwide observational study (CIAOW) showed the mortality rate of complicated IAI of 10.5%. Antimicrobial therapy or antibiotics is important in managements of IAI. Accurate information is needed to improve IAI management; regarding the characteristics and patterns of sensitivity of antibiotics as a reference for antibiotics use in IAI.

Aim: This study aims to obtain microbiological and clinical pictures in IAI and the correlation between clinical and microbiological factors with the patient’s clinical outcomes.

Method: Data were collected prospectively using a cross-sectional design. The sampel in this study is intraabdomen tissue and blood that was taken during surgery. Identification and antimicrobial sensitivity testing was carried out to detect aerob and anaerob bacteria.

Result: Complicated cases is larger in number more than non-complicated IAI (63.63%), sepsis (63.63%) and peritonitis (45.45%). Hospital-related IAI much more than community IAI (56.36%). The most common pathogens are Eschericia coli 34.78%), Klebsiella pneumoniae (10.86%) and Enterococcus faecalis (8.69%). The sensitivity of amikacin, meropenem, ertapenem and tigesycline was 100% in E. coli, while piperacillin/ tazobactam was lower (90.62%), ceftazidime and cefepime (68.75%). It was found that multi-drug E. coli was (62.5%), multi-drug resistant K. pneumoniae (50%) and multi-drug resistant E. faecalis (50%). There is correlation between sepsis clinical factors with patient’s outcome. The administration of antimicrobial therapy should refer to recommendations made based on local microba and sensitivity patterns. 

Conclusion: Gram-negative bacteria are still the most common bacteria found in patient intraabdominal infections. With the high findings of multi-drug resistant bacteria, antimicrobial administration must consider the antimicrobial coverage of the causative pathogen.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marvella Nethania
"Enam isolat bekteri pembentuk histamin telah ditapis untuk melihat kemampuannya menghasilkan histamin pada medium Niven termodifikasi. Hasil penapisan menunjukkan ke enam isolat mampu menghasilkan histamin dengan ditandai terjadinya perubahan warna merah jambu/pink pada medium. Produksi histamin ke enam isolat pada medium Niven cair diukur menggunakan metoda Hardy & Smith. Hasil uji menunjukkan ke enam isolat menghasilkan histamin pada medium cair sebanyak 92,35 - 305,49 mg/100 ml medium. Dari enam isolat tersebut, Enterobacter spp. menghasilkan aktivitas tertinggi (305,49 mg/100 ml). Medium sintetik digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan dan waktu optimum produksi enzim HDC pada Enterobacter spp and Morganella morganii (kontrol). Hasilnya menunjukkan bahwa untuk kedua jenis bakteri tersebut, jam ke 8 merupakan waktu optimum untuk memproduksi enzim.

Selection and test of L-histidine decarboxylase enzyme activity of six isolates of histamine forming bacteria. Six isolates of histamine forming bacteria were screened to see the degree of ability in producing histamine on modified Niven?s medium. The result showed that the six bacteria were able to produce histamine by giving a pinkish color on the medium, which could be used as a preliminary identification of histamine-forming bacteria (HFB). The isolates were grown in liquid modified Niven medium to measure the production of histamine. The histamine produced were determined by Hardy and Smith method. The result showed that all of the isolates produced high level of histamine (92.35 - 305.49 mg/100 ml of the medium). From all of them, Enterobacter spp. produced the highest level of histamine (305.49 mg/100 ml). A synthetic medium was used to measure the growth pattern and optimum time required by Enterobacter spp and Morganella morganii (as control bacteria) to produce the L-histidine decarboxylase enzyme (HDC) which is responsible for histamine production. The result showed that for both bacteria, the optimum enzim production was 8 hours after incubation."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ariadna Adisattya Djais
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara Penelitian : Umumnya pada masyarakat Indonesia pencabutan gigi masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan gigi. Pasca pencabutan gigi seringkali menimbulkan bakteremia, yang dapat melanjut menjadi endokarditis atau infeksi pada organ lain. Profilaksis yang dilakukan berupa pemberian antibiotika dan upaya profilaksis lain yaitu berkumur, untuk mengurangi jumlah bakteri oral yang dapat masuk dalam darah akibat tindakan pencabutan gigi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan Hexetidine 0,1% dalam mereduksi jumlah bakteri oral, dan juga daya Hexetidine 0,1% dalam mencegah kasus bakteremia pasca pencabutan gigi terhadap bakteri aerob maupun anaerob. Telah diteliti empat puluh subyek penelitian yang dibagi dalam dua kelompok. Sebelum pencabutan gigi kelompok kontrol berkumur dengan air garam faal steril dan kelompok perlakuan dengan Hexetidine 0,1%, dilakukan pemeriksaan terhadap hasil kumuran, plak gigi dan darah peserta yang diambil dari vena cubitis.
Hasil dan kesimpulan : Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa besar reduksi bakteri oral setelah berkumur dengan Hexetidine 0,1% dan air garam foal steril, terdapat perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Pada pemeriksaan darah lima menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia sebesar 85% dan pada kelompok perlakuan sebesar 50%. Pada pemeriksaan darah sepuluh menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia 40% dan kelompok perlakuan sebesar 25%. Disimpulkan bahwa dengan berkumur Hexetidine 0,1% sebelum pencabutan gigi, akan mereduksi bakteri oral dengan persentasi tinggi dan menurunkan insidens kasus bakteremia pasca pencabutan gigi. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>