Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Setiawan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
TA3013
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
TA3390
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Setiawan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
TA2304
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Setiawan
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah memungkinkan berbagai aplikasi spektrum yang baru. Kemampuan dari setiap negara untuk memanfaatkan sepenuhnya sumber daya alam spektrum sangat tergantung kepada kemampuan pengelola spektrum di dalam mempermudah implementasi sistem. Penerapan biaya hak penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio dengan tujuan menutupi biaya sistem manajemen spektrum merupakan suatu metoda untuk mendistribusikan biaya manajemen spektrum kepada pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penggunaan spektrum.
Saat ini di Indonesia struktur pentarifan spektrum harus segera diperbaharui, mengingat begini banyaknya jasa komunikasi radio baru berdatangan di Indonesia Struktur tarif spektrum yang lama tidak memadai, proporsional dan rasional, dan tidak mencakup teknoiogi baru. Oleh karena itu studi pentarifan BHP spektrum frekuensi radio di Indonesia ini sangat bermanfaat baik bagi regulator, operator, maupun pengguna spektrum.
Tesis ini bertujuan untuk memberikan alternatif sistem pentarifan spektrum di Indonesia. Gagasan dasar dari sistem pentarifan spektrum ini ialah menghubungkan antara potensi ekonomi spektrum dengan biaya manajemen spektrum. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk menyisihkan sebagian hasil penarikan tarif spektrum sebagai pendapatan negara bukan pajak yang dibutuhkan di dalam proses pembangunan.
Sistem pentarifan spektrum yang dibahas di dalam tesis ini dibatasi untuk servis-servis komersial saja, seperti Fixed Services, Mobile Services, Satellite Services dan Broadcasting Services. Selain itu juga akan dilakukan perbandingan antara struktur tarif spektrum alternatif dengan struktur tarif spektrum yang lama.

ABSTRACT
The ongoing technological developments have opened the door to a variety of new spectrum applications. The ability of each nation to take full advantage of the spectrum resource depends heavily on spectrum managers facilitating the implementation of radio systems, and ensuring their compatible operation. The use of license fees for the purpose of covering the costs of the spectrum management system is a potentially more appropriate method of distributing the costs of spectrum management to those who actually receive benefits.
Currently in Indonesia the spectrum license fees regimes need to be reviewed urgently, since many new radio communication services will be implemented here. The existing frequency license fees regime is not sufficient, proportional, rational, and unable to cover the new technology. This study of frequency license fees structure in Indonesia will contribute a great benefit for regulator, operator, and spectrum user in Indonesia.
This thesis is intended to develop spectrum license fees structure, which is most suitable in Indonesia. The basic idea is to relate the economic value of radio frequency spectrum and the spectrum management cost. Instead of that, there is a possibility to distribute a part of the spectrum revenues as a non-tax state income, which is heavily needed in the national development process.
The spectrum license fees discussed in this thesis is limited for the commercial services, such as Fixed Services, Mobile Services, Satellite Services and Broadcasting Services. Furthermore, there will be a comparative analysis between the alternative spectrum license fee structure and the existing license fee.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muriawan Djati Nugraha
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
TA3412
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Oktadiasih Muninggar
"Interkoneksi merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh suatu operator telekomunikasi demi terbangunnya suatu hubungan komunikasi. Konsekuensinya, ketersediaan jaminan interkoneksi yang reliable antar operator, baik pada skala lokal, nasional, regional maupun internasional merupakan prasyarat mutlak keberlangsungan beragam jenis layanan telekomunikasi. Munculnya teknologi Next Generation Network (NGN) yang merupakan integrasi jaringan telekomunikasi yang berbasis Internet Protokol (IP) atau paket. merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian dalam pengaturan bisnis interkoneksi. Dalam PERMENKOMINFO Nomor:08/Per/M.KOMINFO/02/2006 yang mengatur tentang interkoneksi hanya memetakan kondisi eksisting interkoneksi saat ini ke dalam perhitungan cost based, sehingga belum mengatur tentang konsep-konsep interkoneksi untuk mengantisipasi munculnya fenomena NGN.
Oleh karena itu kajian ini dilakukan untuk menganalisa isu dan permasalahan yang timbul terkait dengan sistem pentarifan interkoneksi pada era NGN di Indonesia, yaitu dengan melakukan studi banding dan menggunakan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh operator, konsultan maupun vendor di negara lain. Terdapat beberapa model perhitungan tarif interkoneksi dalam NGN yaitu Bill and Keep, Calling Party Network Pays maupun Receiving Party Network Pays. Dan selanjutnya dalam mendukung perkembangan operator telekomunikasi maka intervensi regulator dalam pengaturan interkoneksi sebaiknya dibatasi, penentuan sistem pentarifan interkoneksi diserahkan sepenuhnya kepada kesepakatan masingmasing operator.

Interconnection is a mandatory for any telecommunication operators to enable a good communication system. As a consequence, a reliable interconnection service guarantee inter operators whether on scale of local, national wide or even international is an unconditional prerequisite to set up various telecommunication services. Appearance of Next Generation Network (NGN) as an integrated telecommunication network based on Internet Protocol (IP) or packet should take in to consideration on interconnection business regulation. PERMENKOMINFO number 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 on the subject of interconnection, only provide current interconnection system into cost based tariff and not including interconnection consept as an anticipation of NGN implementation.
This study is done to analyze any issues related to interconnection charging system on Next Generation Network in Indonesia. This subject is carried on by doing benchmarking and adopting earlier researches done by operators, consultant and vendors in various countries. There are such models on calculating tariff for NGN, for instance Bill and keep, calling party network pay and receiving party network pays. Furthermore, in order to support inflating telecommunication operator, the involvement of regulator on interconnection business should be necessary limited, it is pleased that interconnection charging system should be given away to operators in a matter of business agreement.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T38869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Prabayanti
"The effective enforcement ofthe district autonomy regulations will influence all
sectors included health sector. Public health center as the point of spear that directly
provides health scmices to public, will be _inliuenced by that effect. Since the effective
enforcement of district autonomy, health financing depend on the district?s income and
the concem of the district government. Besides the health financing problems, health
sector is also faced with public demand of good services.
One way out altemative is application of self-financed public health center
concept which public health centers are given authority to manage their functional
revenue for filling their operational needs directly and to mobilize the potency of public
financing in order to increase their quality of services. Tebet public health center as one
ofthe self-financed public health centers in Jakarta is also faced with financing problem.
Being self-financed public health center, one of the efforts is price adjustment because
the prevailing prices have accorded to the reject pricing regulation which the prices of
the seitltinanced public health center are similar with the prices of the public health center that not a self-financed one. Price adjustment effort must consider unit cost and
ability to pay (ATP).
There are no reliable estimate of unit cost and rationale price at Tebet public
health center. So, the general objective of this study is to obtain the unit cost and the
rationale price of the basic health services at Tebct public health center.
The method used for cost analysis is the ?double distribution method" and the
results were used for price simulation in which ATP'is used to obtain rationale price.
The data was taken at 5 basic health services production units (BP, BPG, KB, KIA.,
Immunisation) in Tebet public health center fiom April until September 2000.
The results indicated that from the 5 production units analizecl, the normative
unit cost of BP is Rp.5.343, Dental Health Consultation is Rp.S_720, simple measures at
BPG is Rp.l0_364, complex measures at BPG is Rp.2l.l34, Family Planning is
Rp. 18.866, Mother and Children Care is R.p.7_018 and Immunization is Rp.4.628.
The rationale prices for _each production units when the ATP is considerated, are
as follow: BP production unit is Rp_7.000, Dental Health Consultation is Rp.7.000,
simple measures at BPG is Rp. R.p. 18.000, complex measures at BPG is Rp. Rp.25.000,
Family Planning is Rp.28.000, Mother and Children Care is Rp.8. 000, and
Immunization is only Rp.900, because immunization is one ofthe public goods.
With those results, it is Suggested for the public health center to ask about the
extent of the rationale price to decision maker and to carry out operational cost
eiiiciency. While the decision maker is suggested to adjust the price of self-finance
public health centers.

Abstract
Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah, maka akan
berdampak pada berbagai sektor termasuk sektor kesehatan. Puskesmas sebagai ujung
tombak yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga akan
merasakan dampak dari pelaksanaan otonomi daerah. Dengan pemberlakuan otonomi
daerah, pembiayaan kesehatan tergantung pada Pendapatan Asli Daerah dan ?concern?
Pemerintah Daerah terhadap sektor kesehatan. Disamping pemxasalahan-pembiayaan,
sektor kesehatan juga menghadapi tuntutan masyarakat akan pelayanan yang bermutu.
Salah satu alternatif jalan keluarnya adalah dengan menerapkan konsep
Puskesmas Swadanzg yaitug puskesmas diberi kewenangan untuk mengelola selumh
pendapatan fungsionalnya untuk keperluan opcrasional dan mengoptimalkan mobilisasi
potensi pembiayaan masyarakat dalam rangka mcningkatkan mulu pelayanan.
Puskesmas Kecamatan Tebet, sebagai salah satu Puskesmas Swadana di DKI Jakarta
juga menghadapi masalah pembiayaan Dalam upaya menjadi puskesmas yang mandiri,
maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penyesuaian tarif mengingat bahwa
tarif yang benlaku di Puskesmas Tcbet masih nmcnggunakan pola tadf lama yang sama
dengan puskesmas-puskesmas lain yang belum swadana. Upaya penyesuaian tarif hams
dilakukan dengan mempcrtimbangkzm biaya satuan dan kemampuan membayar
masyarakat (ATP) Permasalahan yang dihadapi adalah belum diketahuinya biaya satuan dan tarif
rasional di Puskcsmas Tebet. Dcngan dcmikian tujuan umum dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan gambaran mcngenai besarnya biaya saluan dan tarif rasional
pelayanan dasar di Puskesmas Tcbet.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskdptif analitik dengan
rancangan cross sectional. Metoda analisis biaya yang digunakan adalah double
distribution dan aplikasi ATP melalui simulasi tarif. Data diambil dari bulan April
sampai dengan September 2000 pada unit pelayanan dasar (BP, BPG, KB, KIA dan
lmunisasi) di Puskesrnas Tebct, data ATP dari SUSENAS tahun 1999.
Hasil pcnelitian menunjukkan bahwa dari 5 unit produksi pelayanan dasar yang
dianalisis biaya saman dan tarifrasionalnya didapatkan biaya satuan normatif di unit BP
sebesar Rp.5.343, pcmcriksaan di BPG sebesar Rp.5.'720, tindakan ringan di BPG
sebesar Rp_10.364, tindakan berat di BPG sebesar Rp.2l.l34, KB sebesar Rp.18_866,
KIA sebcsar Rp_7.018 Serta Imqrlisasi sebesar Rp.4.628.
Kcnaikan tarif dengan mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat
(ATP) yang direkomendasikan untuk BP adalah sebesar Rp.7.000, pcmcxiksaan gigi
Rp.7_O00, tarif tindakan ringan di BPG Rp.18.000, tarif tindakan berat di BPG
Rp.25;000, tarifKB Rp.2s_ooo, tarifKIA Rp.8.000, tariff lmunisasi tetap Rp.9oo karena
Imunisasi merupakan salah salu public goods.
Dengan hasil tersebut disarankml bagi puskesmas untuk mengusulkan kepada
pengambil keputusan tentang besamya tarif rasional di unit pelayanan dasar dan
melakukan efisiensi biaya opemsional_ Sedangkan bagi pengambil keputusan untuk
menetapkan tarif puskesmas terutama Puskesrnas Swadana sesuai dengan biaya satuan
dan kemampuan membayar masyarakan.
"
Universitas Indonesia, 2001
T5499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida I Dewa G. Utama
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
TA3086
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada saat ini ,telekomunikasi telah berkembang dengan cepat baik dari segi evolusi teknology, segi pengguna maupun segi content. Pertumbuhan ini juga tentunya akan semakin menaikkan tingkat efisiensi operasional perangkat telekomunikasi sehingga tarif penggunaan komunikasi diprediksi semakin turun...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>