Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94483 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Cicia Firakania
"Proliferasi sel merupakan peningkatan dalam jumlah sel sebagai hasil dari pertumbuhan dan pembelahan sel. Selain terjadi pada sel normal pembelahan sel juga terjadi pada sel kanker yang ditandai dengan proliferasi tak terkendali. Banyak di antara penghambatan proliferasi dilakukan dengan cara menghambat sintesis DNA, yaitu mengintervensi pembentukan basa nukleotida purin atau pirimidin. Mengingat dalam sintesis purin de novo terdapat peran biotin yang merupakan koenzim dalam proses karboksilasi, maka penambahan avidin diduga kuat dapat mengikat biotin dengan afinitas yang sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi avidin dalam kemampuannya mengikat botin untuk menghambat mitosis. Pada penelitian ini SMDT dikultur dalam medium yang distimulasi oleh PHA, IL-2, serta PHA dan IL-2 dengan dan tanpa avidin. Efek dari penambahan avidin ini dilihat pada jam-jam tertentu dan dilakukan analisis terhadap proliferasi, viabilitas, serta siklus sel. Berdasarkan hasil penelitian, avidin menghambat proliferasi SMDT serta menurunkan viabilitas SMDT baik pada kultur yang distimulasi PHA maupun pada kultur yang distimulasi PHA dan IL-2. Penambahan avidin juga menghambat masuknya progresi SMDT yang dikultur selama 72 jam dari fase G0/G1 ke fase S. Penelitian ini menunjukkan bahwa avidin dapat mengikat biotin yang ada dalam medium sehingga proliferasi sel menjadi terhambat.

Cell proliferation is the increment of cell number as a result of cell growth and cell division. Cell division occurs not only in normal cells but also in cancer cells which undergo uncontrolled cell division. Most of the cell proliferation inhibition was done by inhibiting the DNA synthesis by which intervening the formation of purine or pyrimidine nucleotide bases. Considering the role of biotin in purine de novo synthesis as a coenzyme in the carboxylation reaction, it was assumed that avidin can bind biotin with very high affinity. The aim of this research is to study the potential of avidin to bind biotin for inhibit mitosis. In this study PBMC was cultured in a medium that stimulated by PHA, IL-2, PHA and IL-2 with and without avidin. The effect of the addition of avidin was observed at certain hours for the analysis of proliferation, viability, and cell cycle. This study suggest that avidin inhibits proliferation and decreases viability of PBMC both of PBMC stimulated by PHA and stimulated by PHA and IL-2. The addition of avidin also inhibits the entry of progression of PBMC when cultured for 72 hours from phase G0/G1 to S phase. Based on these data, we propose that avidin might bind extracellular biotin in the medium therefore the cell proliferation was inhibited.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ariane Iskandar
"Glutamat adalah molekul monoamin yang mengatur sel-sel saraf. Senyawa ini juga memiliki reseptor pada sel imun. Regulasi glutamat sel imun termasuk kemotaksis, diferensiasi, proliferasi dan apoptosis. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan produksi sitokin PBMC yang dirangsang dengan glutamat. Sitokin dinilai dengan metode elisa. PBMC dikumpulkan dari 10 donor pria sehat. PBMC 7x105 yang diisolasi dirangsang dengan glutamat atau tidak diobati, diinkubasi selama 24 jam 5% CO2 37 oC dalam media lengkap asam amino, vitamin B kompleks dan ion. Terjadi penurunan sitokin pada kelompok yang distimulasi glutamat daripada kelompok kontrol. Dijelaskan bahwa glutamat berubah menjadi metabolit dalam mitokondria. Sebagai kesimpulan, hasil ini menunjukkan bahwa glutamat memiliki dampak menurunkan produksi sitokin pada PBMC manusia yang sehat.

Glutamate are monoamine molecules that regulate nerve cells. These compounds also have receptors on immune cells. Glutamate regulation of immune cells include chemotaxis, differentiation, proliferation and apoptosis. Aim of this study is determining cytokine production PBMC stimulated with glutamate. Cytokine was assessed by elisa method. PBMC was collected from 10 healthy male donors. Isolated 7x105 PBMCs were stimulated with Glutamate or untreated, incubated for 24 hours 5 % CO2 37 oC in a complete medium of amino acids, vitamin B complex and ions. A decrease in cytokine in glutamate treated group than control group. It was suggested that Glutamate role as metabolite in mitochondria. As conclusion, these results suggest that glutamate have suppresing impact on cytokine production in healthy human PBMC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Untuk menilai peningkatan imunitas selular terhadap biakan sel endometriosis dari sel LAK hasil perangsangan Sel Mononuklir Darah Tepi (SMDT) penderita endometriosis dengan IL-2.
Metode: Studi ini merupakan penelitian kuasi-eksperimental pra dan pasca-perlakuan dengan menggunakan pembanding (kontrol). Dilakukan pemeriksaan fenotip CD3+ CD4+, CD3+ CD8+ dan CD56+ sel efektor dari SMDT endometriosis dan kontrol. Dilakukan pula uji sitotoksisititas SMDT penderita endometriosis dan kontrol terhadap lini-sel Daudi, K562, dan biakan sel endometriosis dengan menggunakan 51 Chromium pada teknik teraradioimun (radioimmunoassay, RIA).
Hasil: Pada pemeriksaan fenotip SMDT dari 10 pasien endometriosis dan 6 pasien kontrol pada sebelum dan sesudah perangsangan dengan IL-2 ditemukan bahwa sebelum perangsangan dengan IL-2 ditemukan CD3+CD4+, CD56+ pada kelompok endometriosis lebih rendah daripada kelompok kontrol (p>0,05); fenotip CD3+ CD8+ pada kelompok endometriosis lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Setelah perangsangan dengan IL-2 ditemukan CD3+CD8+, CD56+ dari SMDT kelompok endometriosis lebih tinggi daripada sebelum perangsangan dengan IL-2 dan ditemukan perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Pada uji sitotoksisitas ditemukan peningkatan bermakna (p < 0,05) sitotoksisitas sel efektor baik pada SMDT endometriosis maupun SMDT kontrol terhadap sasaran (target) lini-sel Daudi dan K562 setelah perangsangan IL-2. Sitotoksisitas sel efektor baik pada SMDT endometriosis maupun SMDT kontrol terhadap sasaran biakan sel endometriosis setelah perangsangan IL-2 tampak meningkat.
Kesimpulan: Sel LAK hasil perangsangan SDMT penderita endometriosis dengan IL-2 meningkatkan imunitas selular terhadap biakan sel endometriosis. (Med J Indones 2011; 20:87-93 ).

Background: To assess the increased cellular immunity of Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC) derived LAK cells from endometriosis patients towards endometriosis cell cultures after stimulation with IL-2.
Methods: This study is a quasi-experimental study of pre and post treatment using controls. Phenotype evaluation of CD3+CD4+, CD3+CD8+ and CD56+ effector cells of PBMC from endometriosis patients and controls was performed. Cytotoxicity test of PBMC from endometriosis patients and control towards Daudi, K562 cell line and endometriosis cell cultures using 51Chromium release assay was also carried out.
Results: Phenotype evaluation of PBMC from endometriosis patients (n=10) and controls (n=6) were done prior to and after IL-2 stimulation. Before IL-2 stimulation, CD3+CD4+, CD56+ from endometriosis group (n=10) tend to be lower than control (n=6) whereas CD3+CD8 + were higher in endometriosis group than controls. After IL-2 stimulation, CD3+ CD8+, CD56+ of PBMC from endometriosis group were signifi cantly increased (p <0.05).Cytotoxicity test revealed a signifi cant increase (p <0.05) in both PBMCâ??s effector cells from endometriosis and control group towards target cells, Daudi, and K562 cell lines after IL-2 stimulation. PBMCâ??s effector cells cytotoxicity from both endometriosis and control towards target endometriosis cell cultures were also elevated after IL-2 stimulation.
Conclusion: LAK cells derived IL-2 stimulated PBMC from endometriosis patients increased cellular immunity towards endometriosis cell cultures. (Med J Indones 2011; 20:87-93 ).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syazili Mustofa
"Penghambatan proliferasi sel diaplikasikan dalam berbagai bidang kedokteran. Banyak di antara penghambatan proliferasi dilakukan dengan cara menghambat sintesis DNA, yaitu mengintervensi pembentukan basa nukleotida purin atau pirimidin. Dalam sintesis purin de novo terdapat peran enzim anhidrase karbonat yang merupakan pemasok CO2 dalam proses karboksilasi. Penghambatan enzim anhidrase karbonat diduga kuat dapat menghambat proliferasi. Pada penelitian ini model proliferasi sel adalah SMDT yang distimulasi dengan PHA, IL-2, serta PHA dan IL-2. Penghambat enzim anhdirase karbonat yang digunakan adalah asetazolamid. Dilakukan analisis efek pemberian asetazolamid pada saat puncak sintesis DNA sel, puncak viabilitas sel, serta analisis terhadap siklus sel. Hasil penelitian ini, asetozolamid menghambat sintesis DNA serta menurunkan viabilitas SMDT yang distimulasi PHA dan IL-2. Terjadi hambatan masuknya progresi SMDT dari fase G0/G1 ke fase S. Penelitian ini menunjukkan bahwa penghambatan enzim anhidrase karbonat dapat menyebabkan hambatan proliferasi sel.

Inhibition of cells proliferation are widely used in various medical fields. Most of cell proliferation inhibition can be done by inhibiting the DNA synthesis, notably by intervening the formation of purine or pyrimidine. In purine de novo synthesis, it was assumed that CO2 plays a role as a source of carbon in carboxylation reaction, one of the pivotal steps in the purine de novo pathways. The aim of this study was to see the acetazolamide potency to inhibit carboxylation reaction. Peripheral blood mononuclear cell (PBMC) was cultured in RPMI-1640 medium and stimulated by phytohemagglutinin (PHA) and interleukin-2 (IL-2), with or without acetazolamide. The effect of acetazolamide addition was observed at the peak of cell proliferation, cells viability, and cell cycle. Statistical analysis was done by one-way ANOVA. Acetazolamide inhibited cell proliferation and viability in PBMC culture stimulated by PHA and IL-2. Cell cycle analysis showed that acetazolamide arrested the progression of PBMC in G0/G1 phase. Inhibition of CO2 production by acetazolamide inhibitory effect to carbonic anhydrase can halt cell proliferation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanne Adiwinata Pawitan
"Uji mikronukleus adalah cara yang lebih mudah untuk melihat patah kromosom, dibandingkan pemeriksaan sitogenetika yang lazim digunakan. Salah satu cara standar uji mikronukleus adalah dengan meneliti limfosit berinti dua yang didapat dari biakan. Untuk membiakkan limfosit, diperlukan sarana khusus dan biayanya relatif tinggi. Pada penelitan terdahulu, dengan cara sederhana, kami telah berhasil membuat sediaan yang kaya sel mononuklir bersitoplasma banyak, yang diharapkan dapat menggantikan limfosit berinti dua pada uji mikronukleus standar.
Pada penelitian ini kami bertujuan untuk menguji sensitivitas dan spesifisitas uji mikronukleus pada sediaan yang kaya sel mononuklir bersitoplasma banyak, dibanding dengan pada limfosit berinti dua (cara standar). Untuk itu, kami melakukan kedua macam uji mikronukleus pada penderita keganasan yang berobat di Pav. E RIA, Bagian kebidanan, FKUI-RSCM. Kedua uji mikronukleus dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan kemoterapi, dan hasil kedua cara tersebut diperbandingkan, untuk mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas cara yang baru. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa menurut hasil sampai saat ini, sensitivitas cara baru sangat baik, sehingga dapat dipakai menggantikan cara standar. Akan tetapi, spesifisitasnya masih perlu ditentukan, dengan melanjutkan penelitian ini, sampai didapat hasil negative menurut cara standar yang cukup banyak.

Micronucleus test is a relative easier method to detect chromosomal breakage compared to the conventional cytogenetic analysis. One of the standard micronucleus tests is the test on binucleated lymphocytes generated in cultures. Culturing Lymphocytes needs special equipments and a relative high cost. In our previous research, we succeeded in establishing a simple method to prepare specimens rich in mononuclear cells with abundant cytoplasm. These specimens are a candidate to replace the binucleated lymphocyte specimens in order to establish a new and easier micronucleus test.
Therefore, this research aimed to check the sensitivity and specificity of the new test. We performed both tests on patients with malignancy, who came to Pav. E RIA, Department of Obstetrics and Gynecology, FMUI-RSCM. The tests were done before and after chemotherapy. The results of both tests were compared to gel the sensitivity and specificity of the new test. Our results showed that concerning the data analyzed this far, the sensitivity of the new method is quite good, so that the new method can replace the standard method. However, the specificity needs to be evaluated. Therefore, this research should be continued until enough samples show negative results according to the standard micronucleus test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agriana Puspitasari
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Endometriosis diperkirakan ditemukan pada 2-22% wanita usia reproduksi yang asimptomatik, sedangkan pada wanita yang mengalami dismenore, prevalensinya meningkat menjadi 40-60%. Terapi yang ada saat ini adalah terapi medikamentosa, terapi pembedahan, atau gabungan dari keduanya. Namun belum ada yang dapat berhasil menghilangkan penyakit ini. Hal ini dibuktikan dengan angka kekambuhan endometriosis yang cukup tinggi, yaitu 33,3-40,3%. Pada penderita endometriosis, terjadi proses inflamasi akibat adanya stress oksidatif yang berasal dari perdarahan siklik. Pada perdarahan siklik ini didapatkan heme dan besi yang merupakan suatu oksidan. Beratnya stress oksidatif yang terjadi dapat dilihat dari kadar malondialdehida dalam darah karena radikal bebas yang merupakan bagian dari ROS akan mengubah asam lemak jenuh menjadi aldehid dan malondialdehida (MDA). Telah diketahui bahwa kadar MDA pada jaringan endometriosis lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan endometrium eutopik. Kurkumin diketahui mempunyai efek antiinflamasi, antioksidan, dan imunomodulator. Efek antioksidan dari kurkumin bekerja dengan cara mengurangi jumlah radikal bebas yang beredar.
Tujuan: Menilai pengaruh pemberian kurkumin terhadap stress oksidatif pada penderita endometriosis.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol pasien yang mendapat kapsul plasebo selama periode Desember 2014 ? Mei 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil: Sejumlah 12 subjek dari kelompok kurkumin diberikan perlakuan dengan 1x100 mg kurkumin selama 2 bulan, sedangkan 12 subjek pada kelompok kontrol diberikan kapsul plasebo selama 2 bulan, setelah sebelumnya diambil MDA pre perlakuan. Satu pasien dari kelompok kurkumin dan 2 dari kelompok kontrol drop-out karena tidak kembali pada akhir bulan kedua untuk pengambilan MDA pasca perlakuan. Rerata awal kadar MDA subjek kelompok plasebo adalah 0,39 ± 0,39 nmol/ml dengan rerata kadar MDA di akhir intervensi 0,32 ± 0,14 nmol/ml. Penurunan tersebut tidak bermakna berdasarkan uji statistik dengan nilai p=0,80. Rerata awal (baseline) kadar MDA subjek dengan suplementasi kurkumin adalah 0,33 ± 0,21 nmol/ml dengan rerata kadar MDA pasca intervensi berkurang menjadi 0,31 ± 0,13 nmol/ml. Secara statistik penurunan kadar MDA pasca suplementasi kurkumin tidak bermakna (p=0,84). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar MDA awal antar kedua kelompok (p=0,56). Demikian juga pada kadar MDA akhir intervensi dan perubahan (delta) kadar MDA antar kedua kelompok setelah intervensi, tidak dijumpai berbedaan bermakna secara statistik dengan p=0,85 dan p=0,81, berturut-turut
Kesimpulan: Tidak terdapat penurunan kadar MDA yang bermakna pada subjek dengan suplementasi kurkumin maupun plasebo.

ABSTRACT
Background: Endometriosis is estimated to be found in 2-22% asymptomatic reproductive women, while women with dysmenorrhea, the prevalence increased to 40-60%. Current management is medical therapy, surgical therapy, or a combination of both. But no one has been able to successfully eliminate this disease. This is proven by endometriosis recurrence rate is high enough, ranging from 33.3 to 40.3%. In endometriosis, inflammatory process occurs as a result of oxidative stress originating from cyclic bleeding. At this cyclic bleeding obtained heme and iron which is an oxidant. Free radicals that are part of the ROS (reactive oxygen species) will change the saturated fatty acids to aldehydes and malondialdehydes (MDA), so oxidative stress that occurs can be seen from plasma malondialdehyde levels. In recent study, MDA levels in endometriosis tissue was significantly higher than the eutopic endometrium. Curcumin is known to have anti-inflammatory, antioxidant and immunomodulatory effects. Antioxidant effects of curcumin works by reducing the amount of circulating free radicals.
Objective: Assess the effect of curcumin on oxidative stress in endometriosis patients
Methods: This study is a randomized double-blind clinical trial with control groups receiving placebo capsules for the period December 2014 - May 2015. Sampling was conducted by consecutive sampling.
Results: Twelve subjects of the treatment group was given curcumin 1x100 mg, while 12 subjects in the control group was given placebo capsules for 2 months. Peripheral blood was taken for MDA levels pre treatment. One patient from curcumin group and 2 from the control group dropped out because they do not come at the end of treatment for MDA measurement. The mean initial MDA level of placebo group was 0.39 ± 0.39 nmol / ml with a mean MDA levels at the end of the intervention 0.32 ± 0.14 nmol / ml. The decrease was not statistically significants with p = 0.80. The mean initial MDA levels of curcumin group was 0.33 ± 0.21 nmol / ml with a mean at the end of intervention was 0.31 ± 0.13 nmol / ml. The decrease was not statistically significants with p = 0.84. There were no significant differences between the initial MDA levels both groups (p = 0.56). Likewise, at MDA levels post intervention and delta between the MDA pre and post intervention on both groups, found no statistically significant with p = 0.85 and p = 0.81, respectively.
Conclusions: There was no significant decrease in MDA levels in subjects with curcumin supplementation or placebo., Background: Endometriosis is estimated to be found in 2-22% asymptomatic reproductive
women, while women with dysmenorrhea, the prevalence increased to 40-60%. Current
management is medical therapy, surgical therapy, or a combination of both. But no one has
been able to successfully eliminate this disease. This is proven by endometriosis recurrence
rate is high enough, ranging from 33.3 to 40.3%. In endometriosis, inflammatory process
occurs as a result of oxidative stress originating from cyclic bleeding. At this cyclic bleeding
obtained heme and iron which is an oxidant. Free radicals that are part of the ROS (reactive
oxygen species) will change the saturated fatty acids to aldehydes and malondialdehydes
(MDA), so oxidative stress that occurs can be seen from plasma malondialdehyde levels. In
recent study, MDA levels in endometriosis tissue was significantly higher than the eutopic
endometrium. Curcumin is known to have anti-inflammatory, antioxidant and
immunomodulatory effects. Antioxidant effects of curcumin works by reducing the amount
of circulating free radicals.
Objective: Assess the effect of curcumin on oxidative stress in endometriosis patients
Methods: This study is a randomized double-blind clinical trial with control groups receiving
placebo capsules for the period December 2014 - May 2015. Sampling was conducted by
consecutive sampling.
Results: Twelve subjects of the treatment group was given curcumin 1x100 mg, while 12
subjects in the control group was given placebo capsules for 2 months. Peripheral blood was
taken for MDA levels pre treatment. One patient from curcumin group and 2 from the control
group dropped out because they do not come at the end of treatment for MDA measurement.
The mean initial MDA level of placebo group was 0.39 ± 0.39 nmol / ml with a mean MDA
levels at the end of the intervention 0.32 ± 0.14 nmol / ml. The decrease was not statistically
significants with p = 0.80. The mean initial MDA levels of curcumin group was 0.33 ± 0.21
nmol / ml with a mean at the end of intervention was 0.31 ± 0.13 nmol / ml. The decrease
was not statistically significants with p = 0.84. There were no significant differences between
the initial MDA levels both groups (p = 0.56). Likewise, at MDA levels post intervention and
delta between the MDA pre and post intervention on both groups, found no statistically
significant with p = 0.85 and p = 0.81, respectively.
Conclusions: There was no significant decrease in MDA levels in subjects with curcumin supplementation or placebo.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naylah Muna
"Endometriosis merupakan penyakit pada sistem reproduksi wanita yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium di luar rongga uterus. Endometriosis memengaruhi sistem reproduksi salah satunya dengan menyebabkan penurunan kualitas oosit akibat terjadinya apoptosis pada sel granulosa di dalam folikel. Apoptosis pada sel granulosa diketahui diaktivasi melalui jalur intrinsik yang dipengaruhi oleh protein BAX (pro-apoptosis) dan BCL-2 (anti-apoptosis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi mRNA bcl-2 dan bax pada sel granulosa penderita endometriosis melalui metode real-time PCR yang kemudian diuji secara statistik dengan menggunakan Uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi mRNA bax/bcl-2 pada wanita penderita endometriosis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p < 0,05) dibandingkan pada wanita tanpa endometriosis.

Endometriosis is a disease in female reproductive system which marked by the present of endometrium tissue outside the uterus cavity. Endometriosis affects the reproductive system by decreasing oocyte quality as an impact of granulosa cells apoptosis in the follicle. Apoptosis in granulosa cells has been known activated through intrinsic pathway which is influenced by BAX (pro-apoptosis) and BCL-2 (anti-apoptosis) proteins. This research was conducted to know the mRNA expression of bcl-2 and bax in granulosa cells of endometriosis patients using real-time PCR and statistic tests (T-test). The result shows that there is significance difference (p < 0,05) of bax/bcl-2 expression between granulosa cells of endometriosis patients and granulosa cells in women without endometriosis.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.W. Susilowati
"ABSTRAK
Latar belakang dan cara penelitian: Kemajuan sektor industri di Indonesia sejalan dengan banyaknya pabrik-pabrik yang dibangun, selain dapat menambah lapangan kerja ternyata dapat membawa risiko kesehatan bagi pekerja maupun masyarakat umum. Disamping itu penggunaan bahan kimia, obat-obatan, insektisida dan polusi udara semakin bertambah_ Salah satu dampak negatifnya adalah paparan dari bahan-bahan tersebut diatas, yaitu dapat bersifat mutagen. Mutagen dapat mengakibatkan perubahan (mutasi) pada molekul DNA yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit seperti keganasan, kelainan kongenital, aborsi spontan dan lain-lain. Untuk itu perlu mengembangkan uji efek mutagen yang lebih sederhana dan ekonomis. Penelitian dilakukan pada 280 orang donor darah. Sampel darah mendapat perlakuan larutan hipotonik tanpa kultur. Parameter yang diteliti adalah: memeriksa dan menghitung 500 sel mononuklir, berapa yang mengandung mikronukleus dari setiap donor. Data yang diperoleh diuji dengan analisis bivariat dan multivariat (regresi logistik).
Hasil dan kesimpulan: Dari hasil pemeriksaan pada sediaan darah tepi cara langsung tanpa kultur dengan menggunakan larutan hipotonik dan fiksasi Camay (9:1), serta pewarnaan Giemsa, mikronukleus dapat terlihat pada sel mononuklir. Kelompok usia tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi risiko untuk mengalami peningkatan MN mulai pada usia 21 - 30 tahun, dan risiko terbesar terdapat pada usia lebih dari 60 tahun yaitu 2,16 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan MN. Kebiasaan merokok tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi perokok mengalami peningkatan MN yang lebih besar dengan risiko 2 kali lebih besar. Pekerjaan tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi antar kelompok pekerjaan mempengaruhi peningkatan MN (p < 0,05 ) dan pekerjaan dengan keterpaparan tinggi mempunyai risiko 3 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan MN. Alamat rumah tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi alamat rumah di daerah protokol mempunyai risiko 1,3 kali lebih besar-untuk mengalami peningkatan MN dibandingkan daerah tengah. Janis kelamin tidak mempengaruhi jumlah sel yang mengandung MN (p > 0,05), tetapi laki-laki mengalami peningkatan MN dan risiko yang lebih besar. Dari hasil akhir analisis regresi logistik, hanya pekerjaan yang berpengaruh terhadap peningkatan MN dengan risiko 3 kali lebih besar terdapat pada pekerjaan dengan paparan tinggi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesta Aprilia
"ABSTRAK
Talasemia adalah suatu kelainan darah akibat penurunan atau ketidakberadaan sintesis satu rantai polipeptida globin yang diturunkan secara resesif dari orangtua kepada anaknya Talasemia terdiri dari talasemia alfa, beta, gama dan delta, Penamaan tersebut berdasarkan kepada rantai polipeptida yang mengalami mutasi.
Walaupun banyak penelitian telali dilakukan, terutama di bidang genetika, masih banyak persoalan mengenai talasemia yang belum diketahui, misalnya mengapa sel darah talasemia berumur pendek, yaitu kurang dari 120 hari. Para peneliti biomernbran telah menemukan adanya kelainan pada susunan membran sel darah merah talasemia yang diduga sebagai penyebab kerapuhan eritrosit pada talasemia Disamping itu membran sel darah merah talasemia juga memiliki ketahanan osmotik yang tinggi terhadap lanitan hipotonis NaCl.
Penelitian in bertujuan untuk mengetahui gambaran dalam ketahanan sel darah merah talasemia serta pengaruh antioksidan terhadap membrane sel darah merah talasenia pada pemberian oksidator ditinjau dari fragilitas osmofik dan kadar salah satu produk peroksidasi lipid yaitu malondialdehida.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa membran sel darah merah talasenia memilki resistensi osmotik yang lebih tinggi dan mengalami peningkatan kadar malondialdehida yang lebih besar dibandingkan membran sel darah normal. Selain itu penambahan antioksidan (vitamin E) dapat mengurangi peningkatan MDA serta mempengaruhi resistensi osmotik membran sel darah merah. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>