Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abimanyu
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
TA2474
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Amalia
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
TA2461
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inda Rakhmani
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
TA2467
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Dede Indra C.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S48066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Rahasmoro
"Galeri seni di Jakarta sebagai tempat wisata yang memiliki strategi masing-masing dalam memperkenalkan produknya, memiliki kegiatan bauran pemasaran berupa Produk Product, Harga Price, Promosi Promotion, dan Tempat Place. Berdasarkan keempat bauran pemasaran tersebut dapat tercipta sebuah identitas tempat dari galeri seni. Pengunjung galeri seni setelah datang berkunjung, akan memiliki gambaran identitas tempat sebuah galeri seni. Identitas tempat galeri seni yang tercipta dengan identitas tempat galeri seni menurut pengunjung dapat memiliki kesamaan maupun perbedaan. Melalui kesamaan dan perbedaan tersebut akan didapatkan hubungan identitas tempat galeri seni dengan identitas tempat galeri seni menurut pengunjung.
Metode yang digunakan adalah Accidental Sampling dimana menentukan sample sesuai dengan yang dijumpai di lokasi penelitian. Jika responden yang dibutuhkan tidak memenuhi target maka dilakukan penyebaran kuesioner melalui media digital. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan bersifat kuantitatif. Identitas galeri seni dengan identitas menurut pengunjung memiliki kecocokan terutama dari segi harga dan promosi. Hal ini membuktikan bahwa identitas tempat galeri seni memiliki hubungan dengan identitas tempat menurut pengunjung.

Art gallery in Jakarta as a tourist attraction has strategy to show their products. The art gallery strategy is a marketing mix of Product Product, Price Promotion and Place. Marketing mix of art gallery can create a place identity. After people visit art gallery, they will know image about identity of the art gallery. The place identity of art gallery with the place identity of art gallery according to the visitor can have similarities and differences. Based on similarities and differences, will know the relationship between marketing mix with place identity from art gallery.
The method used is Accidental Sampling which determines the sample according to the one encountered in the location. If the required respondents did not meet the target then the questionnaires were distributed through digital media. The method of analysis in this thesis using descriptive and quantitative methods. The identity of the art gallery with the identity according to the visitors has a good match especially in terms of price and promotion. This proves that the identity of the art gallery place has a relationship with the place identity according to the visitor.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Smara Dewi
"Penelitian “Galeri Nasional Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional: Kajian Tentang Pameran Seni Rupa Nusantara di GNI, Jakarta, Tahun 2001-2017”, dengan pertimbangan GNI merupakan salah satu State Cultural Institutions atau Lembaga Kebudayaan Negara, selain Museum Nasional (National Museum), Perpustakaan Nasional (National Library), dan Pusat Arsip Nasional RI. Lembaga-lembaga kebudayaan tersebut berada di pusat pemerintahan selain menjadi landmark sebuah bangsa modern, juga sebagai barometer peradaban bangsa sehingga berperan signifikan dalam pembentukan Identitas Nasional. Tujuan kajian menjelaskan proses panjang pendirian GNI dan peran GNI dalam pembentukan identitas nasional melalui kebijakan Pameran Seni Rupa Nusantara (PSRN). PSRN merupakan peristiwa penting, karena sejak Indonesia merdeka, untuk pertama kalinya berhasil menyelenggarakan pameran Seni Rupa Modern Kontemporer yang melibatkan seniman dari 31 provinsi. Konsep kuratorial yang dirancang memberi ruang apresiasi bagi budaya-budaya minoritas khususnya luar Jawa Bali, dimana sebelum GNI terbentuk kurang mendapat tempat di panggung nasional. Tampaknya GNI memiliki “nilai tawar” dalam pembentukan identitas nasional melalui perkembangan seni rupa modern kontemporer Indonesia yaitu dalam mengintegrasikan potensi kelokalan dari setiap wilayah menjadi spirit keindonesiaan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah: heuristik, verifikasi/kritik, interpretasi, dan historiografi, dengan metodologi strukturistik dan pendekatan konsep Multikulturalisme. Kebaruan dari metodologi yaitu “Exhibition History” yaitu bagaimana gerak sejarah institusi budaya dikaji melalui peristiwa Pameran Seni Rupa yang melibatkan kebijakan institusi negara, kurator dan seniman. Sumber sejarah yang utama kajian literatur, yaitu arsip, dokumen dan Katalog Pameran Seni Rupa. Metode sejarah lisan dengan pelaku sejarah menjadi penekanan riset ini. Dalam konteks substansi, kebaruan dari riset ini dapat dilihat dari lingkup kajian yaitu dinamika seni rupa Indonesia era 2000-an dan 2010-an, dengan melibatkan seni rupa luar Jawa Bali. Kajian historiografi yang dilakukan Clire Holt (seni rupa pra sejarah-1950- an) dan Helena Spajaard (1900—1995), tidak signifikan mengkaji peran seni rupa luar Jawa Bali dalam historiografi Indonesia. Sehingga dapat dikatakan kajian ini melengkapi kajian sebelumnya. Hasil kajian menunjukan (1) Proses pembentukan GNI yang terkesan lambat tak lepas dari “Political will” dari pemerintahan terkait, (2) Kesenjangan seni rupa yang terjadi sebelum GNI terbentuk tak lepas dari kebijakan Etnonasionalisme yang terjadi sebagai dampak dari sistem pemerintahan yang cenderung memusat dan hegemoni dengan menggunakan basis kelompok etnis, ras, kelompok etnis sebagai landasan berbangsa dan bernegara, (3) Peran GNI sangat sentral dalam pembentukan Identitas Nasional melalui PSRN dengan memberi ruang apresiasi kepada kebudayaan “minoritas” khususnya Seni Rupa Luar Jawa dan Bali. Dampak PSRN terhadap pembentukan identitas nasional dapat dilihat dari dua hal yaitu kesadaran para seniman pada era 2000-an dan 2010-an dalam menciptakan karya-karya yang memiliki tema kritik sosial sebagai upaya menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia, yaitu: (a) Aktualisasi Politik: Konflik Sosial-Horizontal, Toleransi Religius, Integrasi-disintegrasi, (b) Wacana Global: Lingkungan Hidup, Sekularitas-Spiritualitas, Kabangkitan Lokal, (c) Modernitas-Kontemporer dan Keragaman-Kesatuan. Tema-tema tersebut belum ditemukenali pada kajian-kajian sebelumnya baik yang dilakukan Claire Holt dan Helena Spanjaard. Kedua terjadinya Gerakan sosial budaya khususnya di luar Jawa Bali melalui spirit solidaritas komunitas lokal. Fenomena kebangkitan multikulturalisme ini menandai gerak sejarah perkembangan seni rupa diluar Jawa-Bali. Pendekatan konsep Identitas Nasional menekankan pada gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, persatuan, dan identitas bagi satu populasi yang anggotanya berkehendak membentuk satu bangsa secara aktual atau potensial. Gerakan ideologis yang muncul pada abad ke-21 antara lain potensi kelokalan yang dimiliki satu bangsa sebagai kekuatan baru menghadapi era globalisasi. Multikulturalisme dalam konteks PSRN upaya membangun identitas nasional melalui spirit menghargai perbedaan antara seniman idividu dan kelompok individu yang direpresentasikan melalui keterlibatan perupa dari 31 provinsi dengan berbagai karakter budaya. Melalui peristiwa budaya yaitu PSRN mereka saling berbagi pengalaman, menceritakan berbagai hambatan-hambatan sehingga lahir percaya diri dan semangat solidaritas untuk menjaga integrasi bangsa melalui Gerakan sosial budaya dan karya yang diciptakan. Ditemukenali bagaimana peran individu, kelompok individu (Kurator Seni Rupa, Seniman, Kepala GNI, Kolektor, Pelaku Seni) dan institusi (Institusi Budaya baik pemerintah dan swasta, Perguruan Tinggi, Media) secara simultan bekerja mentransformasi dan mereproduksi perubahanstruktursosial. Ketigaunsurinibekerjadalamsatustruktur, saling-dukungsebagai agen perubahan.
The purpose of this research with title National Gallery of Indonesia in the Formation of National Identity: Research on “Nusantara Fine Art Exhibition” at GNI, Jakarta (2001- 2017)”, with the consideration that GNI is one of the State Cultural Institutions, apart from the National Museum, Library National (National Library), and the National Archives Center of the Republic of Indonesia. These cultural institutions are at the center of government apart from being the landmarks of a modern nation, as well as a barometer of the nation's civilization so that they have an important role in the formation of the National Identity. The purpose of the study is to explain the long process of establishing the GNI and the role of the GNI in the formation of national identity through the policy of the Nusantara Fine Arts Exhibition (PSRN). This research uses historical methods: heuristics, verification/criticism interpretation, and historiography, with a structure methodology and a multiculturalism concept approach. The novelty of the methodology is "Exhibition History", which is how the historical movements of cultural institutions are studied through Fine Arts Exhibition events involving policies of state institutions, curators and artists. The main historical sources for the literature review are archives, documents and catalogs of fine arts exhibitions. The method of oral history with historical actors is the emphasis of this research. In the context of substance, the novelty of this research can be seen from the scope of the study, namely the dynamics of Indonesian art in the 2000s and 2010s, involving art outside Java and Bali. The historiographical studies conducted by Claire Holt (prehistoric art-1950s) and Helena Spajaard (1900-1995), did not significantly examine the role of art outside Java and Bali in Indonesian historiography. So it can be said that this study complements the previous study. The results of the study show (1) The process of forming the GNI which seems slow is inseparable from the "Political will" of the related government, (2) The gap in the art that occurred before the GNI was formed was inseparable from the Ethnonationalism policy which occurred as a result of the government system that tended to be centralized and hegemony by using the basis of ethnicity, race and ethnic group as the basis of nation and state, (3) The role of GNI is very central in the formation of National Identity through PSRN by providing space for appreciation of “minority” cultures, especially the Fine Arts outside Java and Bali. PSRN is getting the researcher’s attention due to its correlation to a major event where for the first time since Indonesian Independence, a Modern and Contemporary “Nusantara Fine Art Exhibition” held which involved 31 provinces. In this event, the curatorial concept appreciate the development of fine arts outside Java and Bali, before the GNI was formed it did not have a place on the national stage. The curatorial concept is designed to provide space for appreciation for minority cultures, especially outside Java and Bali. It seems that GNI has a "bargaining position" in the formation of national identity through the development of contemporary Indonesian modern art, namely in integrating the local potential of each region into an Indonesian spirit. The impact of PSRN on the formation of national identity can be seen from two things, namely the awareness of artists in the 2000s and 2010s in creating works that have social criticism themes as an effort to maintain the unity of the Republic of Indonesia, namely: (a) Political Actualization: Social-Horizontal Conflict, Religious Tolerance, Integration-disintegration, (b) Global Discourse: Environment, Secularity-Spirituality, Local Awakening, (c) Modernity- Contemporary and Diversity-Unity. These themes have not been identified in previous studies conducted by Claire Holt and Helena Spanjaard. Second, the occurrence of socio-cultural movements, especially outside Java and Bali, through the spirit of local community solidarity. The phenomenon of the rise of multiculturalism marks the historical movement of the development of art outside Java-Bali. The approach to the concept of National Identity in this study emphasizes ideological movements to achieve and maintain autonomy, unity, and identity for a population whose members wish to actually or potentially form a nation. The ideological movements that have emerged in the 21st century include the local potential of one nation as a new power in facing the era of globalization. Multiculturalism in the context of PSRN attempts to build a national identity through the spirit of respecting the differences between individual artists and groups of individuals represented through the involvement of artists from 31 provinces with various cultural characters. Through a cultural event, namely PSRN, they share experiences, tell various obstacles so that confidence and a spirit of solidarity is born to maintain national integration through the socio-cultural movement and the work created. It was identified how the role of individuals, groups of individuals (Fine Arts Curators, Artists, Heads of National Human Rights, Collectors, Artists) and institutions (Cultural Institutions both government and private, Universities, Media) simultaneously work to transform and reproduce changes in social structures. These three elements work in a single structure, mutually supporting as agents of change."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Smara Dewi
"Kajian ini akan memfokuskan pada peran “Galeri Nasional Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional: Kajian Tentang Pameran Seni Rupa Nusantara di GNI, Jakarta, Tahun 2001-2017”. GNI merupakan salah satu State Cultural Institutions atau Lembaga Kebudayaan Negara, selain Museum Nasional (National Museum), Perpustakaan Nasional (National Library), dan Pusat Arsip Nasional RI. Lembaga-lembaga kebudayaan tersebut berada di pusat pemerintahan,selain menjadi landmark sebuah bangsa modern juga sebagai barometer peradaban bangsa, sehingga berperan signifikan dalam pembentukan Identitas Nasional. Tujuan kajian menjelaskan proses panjang pendirian GNI dan peran GNI dalam pembentukan identitas nasional melalui kebijakan Pameran Seni Rupa Nusantara (PSRN). Penelitian ini menggunakan metode sejarah: heuristik, verifikasi/kritik, interpretasi, dan historiografi, dengan metodologi strukturistik dan pendekatan konsep multikulturalisme. Kebaruan dari metodologi, yaitu “Exhibition History” adalah bagaimana gerak sejarah institusi budaya dikaji melalui peritiswa Pameran Seni Rupa yang melibatkan kebijakan institusi negara, curator, dan seniman. Sumber sejarah yang utama kajian adalah literatur, yaitu arsip, dokumen dan katalog. Metode sejarah lisan dengan pelaku sejarah juga mendapat penekanan di sini.
Hasil kajian menunjukan proses pembentukan GNI yang terkesan lambat tidak lepas dari “Political will” dari pemerintahan terkait. Kesenjangan Seni Rupa yang terjadi sebelum GNI terbentuk tidak lepas dari kebijakan etnonasionalisme yang terjadi sebagai dampak dari sistem pemerintahan yang cenderung memusat dan hegemoni dengan menggunakan basis etnis, ras, kelompok etnis, dan agama sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Peran GNI sangat sentral dalam pembentukan Identitas Nasional melalui PSRN dengan memberi ruang apresiasi kepada kebudayaan “minoritas” khususnya Seni Rupa Luar Jawa-Bali. Ditemukenali bagaimana peran individu, kelompok individu (kurator Seni Rupa, seniman, Kepala GNI, kolektor, pelaku seni) dan institusi (institusi budaya baik pemerintah dan swasta, perguruan tinggi, media) secara simultan bekerja mentransformasi dan mereproduksi perubahan struktur sosial. Ketiga unsur ini bekerja dalam satu struktur dan saling dukung sebagai agen perubahan. Hasil kajian menunjukan proses pembentukan GNI yang terkesan lambat tidak lepas dari “Political will” dari pemerintahan terkait. Kesenjangan Seni Rupa yang terjadi sebelum GNI terbentuk tidak lepas dari kebijakan etnonasionalisme yang terjadi sebagai dampak dari sistem pemerintahan yang cenderung memusat dan hegemoni dengan menggunakan basis etnis, ras, kelompok etnis, dan agama sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Peran GNI sangat sentral dalam pembentukan Identitas Nasional melalui PSRN dengan  memberi ruang apresiasi kepada kebudayaan “minoritas” khususnya Seni Rupa Luar Jawa-Bali.  Ditemukenali bagaimana  peran individu, kelompok individu (kurator Seni Rupa, seniman, Kepala GNI, kolektor, pelaku seni)  dan institusi (institusi budaya baik pemerintah dan swasta, perguruan tinggi, media) secara simultan bekerja mentransformasi dan mereproduksi perubahan struktur sosial.  Ketiga unsur ini bekerja dalam satu struktur dan  saling dukung sebagai agen perubahan.

This study will focus on the role of "The National Gallery of Indonesia in the Formation of National Identities: Studies on the Archipelago Fine Art Exhibition at GNI, Jakarta, 2001-2017". GNI is one of the State Cultural Institutions, apart from the National Museum, the National Library, and the National Archives Center of the Republic of Indonesia. These cultural institutions are at the center of government, apart from being the landmark of a modern nation as well as a barometer of the nation's civilization, thus playing a significant role in the formation of a National Identity. The purpose of the study is to explain the long process of establishing the GNI and the role of the GNI in the formation of national identity through the policy of the Nusantara Fine Arts Exhibition (PSRN). This research uses historical methods: heuristics, verification / criticism, interpretation, and historiography, with a structuristic methodology and a multiculturalism concept approach. The novelty of the methodology, namely "Exhibition History", is how the historical movement of cultural institutions is studied through Fine Art Exhibition events involving policies of state institutions, curators, and artists. The main historical source of the study is literature, namely archives, documents and catalogs. The method of oral history with historical actors is also emphasized here.
The results of the study show that the slow process of forming the GNI cannot be separated from the “Political will” of the related government. The art disparity that occurred before the GNI was formed cannot be separated from the policy of ethnonationalism which occurred as a result of the government system which tended to be centralized and hegemonic by using ethnic, racial, ethnic group and religious bases as the basis of nation and state. The role of the GNI is very central in the formation of National Identity through PSRN by providing space for appreciation of the “minority” culture, especially the Outer Java-Bali Fine Arts. It was identified how the roles of individuals, groups of individuals (fine arts curators, artists, Heads of GNI, collectors, art actors) and institutions (cultural institutions both government and private, universities, media) simultaneously work to transform and reproduce changes in social structures. These three elements work in one structure and support each other as agents of change.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Amalia
"ABSTRAK
Atmosfer galeri dipengaruhi oleh elemen ruang dan koleksi objek seni di dalamnya. Koleksi objek seni sebagai hal yang visual memberikan unsur materiil seperti skala, material/tekstur, warna, dan form. Sedangkan elemen ruang dapat memberikan unsur materiil dan juga non-materiil seperti cahaya, suara, penciuman, temperatur, juga skala, material/tekstur, warna, dan form. Staging dari berbagai unsur inilah yang memberikan kesatuan sebagai atmosfer yang kemudian dapat memberikan koherensi, keintiman, dan sirkulasi tertentu.

ABSTRACT
Atmosphere of a gallery is influenced by its spatial elements and art objects that are displayed within. As a visual display, art objects carry material elements such as scale, material texture, colors, and form. Meanwhile, spatial elements of a gallery may offer both material and immaterial elements such as light, sound, smell, temperature as well as scale, material texture, colors, and form. The staging of these elements defines the atmosphere which then creates certain coherence, intimacy, and circulation.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahira Hanun Prijonggo
"Penulisan ini menjelaskan proses translasi multidimensional narrative dalam desain pameran yang berlangsung di galeri seni. Aspek-aspek multidimensional narrative ditranslasikan menjadi elemen ruang dalam desain konten dan kontainer. Proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang perlu mempertimbangkan kemudahan interpretasi pengunjung dan memenuhi syarat naratif agar dapat diinterpretasikan. Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari dua tahap, yaitu 1.) Menentukan aspek-aspek multidimensional narrative dalam ruang spasial, dan 2.) Menganalisis proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang berdasarkan teori Fiese dan Sameroff. Pameran yang akan dianalisis adalah Pameran Rekonstruksi Kontrol Motorik yang diselenggarakan oleh Komunitas KamiSketsa di Galeri Nasional Indonesia. Hasil analisis mengungkap bahwa multidimensional narratives memiliki syarat untuk dapat diinterpretasikan. Syarat tersebut dipengaruhi oleh prinsip desain axis, movement, dan white space sehingga menghasilkan susunan konten pameran yang dapat diinterpretasikan oleh pengunjung tanpa kehilangan esensi desainnya.

This writing will explain about the translation process of multidimensional narrative into exhibition design in art galleries. Aspects of multidimensional narrative are translated to spatial elements in content and container design.. Translation processes from multidimensional narrative aspects to spatial elements need to consider the interpretation of the visitors and fulfill the requirement for multidimensional narrative to be interpreted. This study will analyze the process through two stages, 1.) Determining the aspects of multidimensional narrative in the form of spatial elements, and 2.) Analyzing the translation process of multidimensional narrative aspects become spatial elements based on Fiese and Sameroff’s theory. Analysis will take part in Rekonstruksi Kontrol Motorik exhibition held by KamiSketsa Community in National Gallery of Indonesia. Analysis results reveal that multidimensional narratives need to fulfill requirements to be interpreted. Each requirement is influenced by the axis, movement, and white space, so it can produce a content design that is able to be interpreted without losing its design essentials."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Asih
"Toko Emas Pegadaian Galeri 24 (selanjutnya disebut Toko Galeri 24) didirikan oleh Perum Pegadaian pada tahun 1995. Berbeda dengan toko-toko emas lainnya yang berlokasi di pusat pertokoan tradisional maupun modern, Toko Galeri 24 terletak di Kantor-Kantor Pegadaian, baik berupa toko terpisah maupun outlet yang berada di dalam kantor Pegadaian. Salah satu tujuan utama didirikannya Toko Galeri 24 adalah sebagai mediator untuk menarik masyarakat kelas menengah dan menengah atas agar berkunjung pula ke Kantor Pegadaian.
Toko Galeri 24 menghadapi persaingan yang sangat keras karena dalam bisnis retail emas telah terbentuk struktur pasar yang mapan. Toko-toko emas yang berjumlah ribuan telah ada sejak ratusan tahun lalu. Dengan para pelanggannya telah terbentuk suatu relationship yang sangat kuat, yang mana telah terbentuk pula trust / kepercayaan yang sangat kuat terhadap pemilik toko. Kepercayaan ini menjadi faktor sangat penting dalam perilaku pembelian emas mengingat kualitas emas sulit diukur secara kasat mata oleh konsumen.
Untuk bisa memenangkan persaingan maka Toko Galeri 24 harus dikembangkan dengan program pemasaran yang terpadu dan terencana baik. Karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap Toko Galeri 24. Salah satu cara untuk mengevaluasi performa Toko Galeri 24 adalah dengan menganalisa store image Toko Galeri 24.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui store image Toko Galeri 24, sampai sejauh mana penilaian responden dan apakah image yang tertanam sudah sesuai dengan yang diinginkan, yaitu seperti yang tertuang dalam slogannya; menyediakan perhiasan emas berkualitas dengan berat dan karatase terjamin. Untuk mengukur store image tersebut dilakukan analisa mean dan tabulasi frekuensi, sedangkan pengambilan data dilakukan pada tiga Toko Galeri 24 yang ada di Jakarta, yaitu Cabang Senen, Jatinegara dan Sudirman. Karena itu Store image yang terukur hanya mewakili image Toko Galeri 24 di wilayah Jakarta. Selain itu dilakukan juga riset sederhana untuk mengetahui perilaku responden dalam membeli emas dan memilih toko emas, dengan harapan hasil riset tersebut bisa menjadi masukan dalam menganalisa penilaian responden terhadap store image Toko Galeri 24.
Dari hasil riset perilaku responden dalam membeli emas dan memilih toko emas diperoleh beberapa temuan yaitu; motivasi utama pembelian emas sebagai investasi, berikutnya adalah untuk mempercantik penampilan diri. Dalam keputusan pembelian emas umumnya diperlukan perencanaan lebih dahulu, dan juga saran/pertimbangan dari orang lain, terutama dari pasangannya (suami/istri) dan teman. Model dan kemurnian karat menjadi dua atribut utama yang diperhatikan responden dalam membeli emas.
Adapun dalam memilih toko emas, mayoritas responden mendasarkannya pada keputusannya sendiri. Bagian terbesar berikutnya meminta saran dari teman dalam memilih toko emas. Sedangkan atribut utama yang diperhatikan dalam memilih toko emas adalah kemurnian karat terjamin, lingkungan aman, pelayanan ramah dan sertifikat garansi. Atribut lain yang masih dinilai penting; menerima penjualan kembali dengan harga tinggi, model & jenis perhiasan beraneka ragam, dan ada jasa perbaikan perhiasan emas.
Keempat atribut utama tersebut menggambarkan pentingnya faktor trust dan secure bagi konsumen emas. Percaya bahwa kualitas produknya terjarnin, aman dalam arti sesungguhnya yaitu bebas dari gangguan kejahatan, dan mendapatkan pelayanan ramah, yang pada akhirnya memberikan kenyamanan bagi konsumen dalam bertransaksi.
Adapun dari riset utama tentang store image Toko Galeri 24 ditemukan bahwa responden ternyata memiliki penilaian yang sangat positif terhadap store image Toko Galeri 24 yaitu pada dimensi servis (pelayanan ramah dan cekatan), fasilitas fisik (toko bersih, fasilitas pembayaran lengkap, lingkungan aman dan akses mudah dijangkau). Dan yang terutama yaitu image yang sangat positif terhadap ?kemurnian karat terjamin?. Hal ini menunjukkan bahwa store image yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Riset ini dilakukan terbatas hanya di Jakarta padahal Toko Galeri 24 berada di beberapa kota bahkan kecamatan, karena itu diperlukan riset berskala nasional dengan sampel yang jauh lebih besar, serta kajian yang lebih mendalam sehingga diperoleh hasil yang lebih baik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>