Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209788 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Siregar, Marthin A.
"ABSTRAK
Melalui metode penelitian kepustakaan dan wawancara serta analisa perundangan penulis mencoba melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat dan menguraikan sampai sejauh manakah realisasi, peiaksanaan Jual beli pesawat udara yang dalam hal ini pesawat udara Boeing 747 yang dilakukan oleh GARUDA dengan The Boeing Company. Sistim Pembelian yang dilakukan adalah Purchase by Installment (Pembelian dengan pembayaran angsuran) yang melibatkan suatu konsorsium Bank. Karena keterbatasan modal yang dimiliki oleh GARUDA maka pembayaran sisa harga pesawat dilakukan dengan cara menerbitkan Promissory Notes (surat hutang piutang) yang diserahkan kepada The Boeing Company pada saat penyerahan pesawat. Surat tersebut kemudian dijual oleh The Boeing Company kepada Konsorsium Bank (APCCL), selanjutnya kewajiban GARUDA untuk melunasi hutangnya secara angsuran kepada APCCL dengan jaminan hak milik atas pesawat udara. Akan tetapi mengenai lembaga jaminan ini belum diatur dalam suatu Undang-undang di Indonesia. Sebab belum adanya status hukum yang jelas akan pesawat udara apakah termasuk benda bergerak atau benda tidak bergerak, menimbulkan permasalahan dalam lembaga jaminan ini. Menurut penulis pesawat udara mi dinarnakan benda yang secara yuridis tidak bergerak atau suatu benda bergerak yang sui generis. Hal tersebut menimbulkan masalah dalam apakah pesawat udara harus dijaminkan secara hipotik atau fiduciair. Perlu dibuatnya undang-undang mengenai status pesawat udara ini, seperti yang diatur terhadap kapal laut dalam KUHD. Lembaga yang paling cocok adalah Hipotik, karena hipotik sudah dikenal dikalangan International seperti yang diatur dalam Convention on the International Recognition of Rights Aircraft 1948. Dalam perjanjian jual beli international selain perlunya dicantumkan pilihan hukum, juga perlu dicantumkan pilihan forum jika terjadi perselisihan. Pada umumnya pilihan forum diserahkan kepada Lembaga Arcitrase dengan alasan penyelesaiannya lebih cepat, murah, tidak banyak formalitas, dan tidak ada publisitas. Dalam setiap jual beli adanya suatu prinsip yang berlaku secara universiil dan perlu dipertahankan (seperti yang diatur dalam pasal 1338 KUHPerd) yaitu kebebasan berkontrak atau prinsip mengikatnya perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak seperti undang-undang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Adrian Zein
"Fatigue is essential in the aviation field because it affects many passenger`s safety. Garuda Indonesia is National Airline which operates as a Flag Carrier, and most importantly as the state owned air transportation provider of the largest archipelago national, which cover three different time zones. The purpose of this study is to analyze factors that affect airline pilot fatigue at Boeing 737 fleet of Garuda Indonesia, which fly domestic and regional flights. While most of the research related to human fatigue in the aviation industry has focused on long-haul pilots since the exposure of their duties towards jet lag, short-haul pilots also experience elevated levels of fatigue caused by their flight operation. As the nature of the Boeing B737 aircraft operation, this study concentrates on short to medium haul, less than 8 hours flight time per flight sector, or
multiple flight sectors a day, with the set of two pilots for each rotation pattern. Fatigue is classified into physical decline, mental decline, and rest defects; and pilot fatigue in Boeing 737 pilot of Garuda Indonesia is affected by seven variables Duty Assignment, Personal Lifestyle, Working Environment, Rest Environment, Crew Pairing, Unresolved Stress, Illness. Finding the variables and the phenomenon of factors which contributes to pilot fatigue in Garuda Indonesias Boeing B737 pilot can also contribute to pilot fatigue management.

Kelelahan sangat penting dibidang penerbangan karena mempengaruhi keselamatan banyak orang. Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan nasional yang beroperasi sebagai Flag Carrier, dan juga sebagai BUMN penyedia transportasi udara dari negara kepulauan terbesar di dunia, yang mencakup tiga zona waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan penerbang armada Boeing 737 di Garuda Indonesia, yang menerbangkan penerbangan
domestik serta regional. Sementara sebagian besar penelitian yang terkait dengan kelelahan manusia pada industri penerbangan lebih berkonsentrasi terhadap penerbang rute jarak jauh, dikarenakan tugas mereka rentan terpapar jet-lag, penerbang rute jarak pendek juga mengalami peningkatan tingkat kelelahan yang disebabkan oleh karakter operasional dari penerbangan mereka. Sesuai dengan kemampuan operasional dari pesawat Boeing B737, studi ini berkonsentrasi pada penerbang jarak pendek hingga menengah, dengan waktu penerbangan kurang dari 8 jam per sektor penerbangan, atau beberapa sektor penerbangan per hari, dengan komposisi dua penerbang pada setiap rotasi penerbangan. Kelelahan diklasifikasikan menjadi penurunan kemampuan fisik, penurunan kemampuan mental, dan kurang istirahat; dan kelelahan pilot pada pilot Boeing 737 Garuda Indonesia dipengaruhi oleh tujuh variabel-Tugas, Gaya Hidup, Lingkungan Kerja, Lingkungan Istirahat, Rekan Kerja, Stres yang Tidak Terselesaikan,
serta Penyakit Medis. Identifikasi dari variabel serta fenomena faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kelelahan pilot di pilot Boeing B737 Garuda Indonesia akan dapat berkontribusi untuk manajemen kelelahan penerbang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andia Hastriani
"Tesis ini meneliti tentang praktek jaminan fidusia sehubungan dengan pengadaan pesawat udara di Indonesia, khususnya oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Pesawat udara dgolongkan sebagai benda bergerak dengan kekhususan (sui generis), yang salah satu kekhususannya adalah bahwa pesawat udara harus didaftarkan pada suatu negara. Hukum negara tempat pesawat udara didaftarkan akan berlaku terhadap pesawat udara tersebut dimanapun pesawat itu berada. Konvensi Cape Town mengatur ketentuan-ketentuan umum yang berkaitan dengan hak kebendaan atau jaminan yang diakui secara internasional atas beberapa jenis benda bergerak, termasuk di antaranya pesawat udara. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 merupakan perwujudan dari ratifikasi Konvensi Cape Town dan Protokol Cape Town ke dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang telah mencabut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, memberikan dampak pada lembaga jaminan atas pesawat udara di Indonesia karena Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tidak menyebutkan secara tegas mengenai lembaga jaminan yang dapat dibebankan atas pesawat udara. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur bahwa pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia dapat dibebankan dengan kepentingan internasional berdasarkan perjanjian hak jaminan kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat atau perjanjian sewa guna usaha, perjanjian-perjanjian mana merupakan perjanjian yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan pesawat udara; undang-undang ini juga membebaskan para pihak di dalamnya untuk memilih hukum yang digunakan dalam perjanjian tersebut. Dalam praktek pengadaan pesawat udara, banyak perusahaan penerbangan, termasuk Garuda Indonesia, menggunakan skema pembiayaan sewa guna usaha (leasing) dengan jaminan fidusia atas tagihan asuransi dan tagihan reasuransi sebagai lembaga jaminannya. Dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan fidusia, notaris memegang peranan sentral karena dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa akta pembebanan jaminan fidusia harus dibuat dalam akta notaris.

This thesis provides a review on fiduciary security on aircrafts acquisition in Indonesia, particularly by PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, by using normative juridical research and qualitative analysis as the preferred methods. An aircraft is categorized as movable goods with specificity (sui generis), one of its specificity is an aircraft must be registered in a nation. Law of a nation in which the aircraft is registered to, shall prevail to the aircraft wherever the aircraft is. Cape Town Convention regulates general provisions on security rights that are recognized internationally for several types of mobile equipments, including aircrafts. Law Number 1 of 2009 is the embodiment of the ratification of the Cape Town Convention and Cape Town Protocol into Indonesian laws and regulations. Law Number 1 of 2009 on Aviation which revoked Law Number 15 of 1992 on Aviation has given an impact on security rights on aircrafts in Indonesia since Law Number 1 of 2009 does not explicitly regulate which security right that can be imposed on aircrafts. Law Number 1 of 2009 determines that aircrafts registered in Indonesia can be encumbered with international interests arising from security agreements, title reservation agreements or leasing agreements, which are utilized to finance the aircraft acquisition; this law also provides that the parties within the relevant agreements are free to choose the governing law for such agreements. In practice, most of airlines companies, including Garuda Indonesia, use financial leasing scheme with fiduciary security on insurance proceeds and reinsurance proceeds as security to acquire aircrafts. With regard to fiduciary security, notaries hold the central role given Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Security stipulates that fiduciary security deed must be drawn up in a notarial deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28999
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reinhard Richard S
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Skripsi ini menyajikan hasil penelitian analisis rencana penggantian pesawat Boeing 737-200 dengan Boeing 737-300 pada periode tahun 2002, periode tahun 2003, periode tahun 2004, periode tahun 2005 untuk hub Cengkareng_dengan delapan rute penerbangan yang dipilih dipilih yaitu CGK-PKU, PKU-CGK, CGK-PLM, PLM-CGK, CGK-UPG, UPG-CGK, CGK-DPS, dan DPS-CGK. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui berapa jumlah pesawat yang dibutuhkan pada periode tersebut dan total keuntungan atau kerugian yang diperoleh perusahaan berdasarkan tipe Boeing dengan demikian dapat ditentukan waktu yang tepat melakukan penggantian pesawat Boeing 737-200 dengan Boeing 737-300. Metode peramalan yang digunakan dengan menggunakan deret waktu analisis kecenderungan model analisis linear, karena metode ini lebih tepat dan sesuai dengan data historis untuk melakukan peramalan 4 tahun ke depan. Hasil peramalan data jumlah penumpang digunakan sebagai data input untuk melakukan analisis kebutuhan pesawat Boeing 737 dan perhitungan proyeksi keuntungan atau kerugian tahunan perusahaan untuk 4 periode tahun ke depan. Hasil akhir dari penelitian analisis rencana penggantian pesawat Boeing 737-200 dengan Boeing 737-300 pada tahun 2000-2005 adalah banyaknya jumlah pesawat Boeing 737-200 atau Boeing 737-300 yang dibutuhkan perusahaan pada periode tahun yang diramalkan, diperoleh penggunaan pesawat Boeing 737-300 lebih sedikit jumlah armadanya sehingga lebih efisien dan dari hasil proyeksi profit/loos perusahaan bahwa pada kondisi nilai dolar adalah $0,89 maka pada tahun 2002 merupakan waktu yang paling tepat untuk mengganti pesawat Boeing 737-200 dengan pesawat Boeing 737-300 karena memiliki keuntungan (profit) yang jauh lebih besar, hampir lima kali lebih besar dari penggunaan pesawat Boeing 737-200."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S49645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhanika Astri
"Kompetisi ketat pada industri penerbangan menuntut dilakukan optimasi. Biaya awak pesawat merupakan biaya kedua terbesar dalam industri penerbangan sehingga dengan meminimumkannya dapat menghasilkan penghematan biaya yang signifikan. Pembuatan jadwal rotasi penugasan awak (crew pairing) merupakan pembuatan rotasi penugasan awak dengan tujuan mengcover seluruh penerbangan dengan biaya minimum. Permasalahan rotasi penugasan awak (crew pairing problem) mempunyai kompleksitas tinggi karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti aturan yang berlaku serta biaya yang ditimbulkan. Ada dua tahap untuk pembuatan rotasi penugasan awak, tahap pertama adalah enumerasi seluruh pairing yang mungkin, kemudian optimasi pairing menggunakan algoritma genetika yang telah dimodifikasi berupa penambahan heuristic feasibility operator yang sesuai dengan karakteristik set covering problem, sehingga memungkinkan terjadinya proses deadhead. Algoritma genetika sendiri melakukan operasi genetika seperti crossover dan mutasi dengan parameter tertentu. Pengolahan data menghasilkan solusi rotasi penugasan awak yang lebih baik dari jadwal sebelumnya pada PT. X, menghasilkan penghematan biaya sebesar 39% dan pengurangan jumlah hari menginap sebesar 42%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S50067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prim Kemal S. Suparta
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Asriati
"ABSTRAK
Kondisi dan situasi pasar internasional pada saat ini diwarnai dengan situasi yang sangat kompetitif dengan tingkat persaingan yang tinggi terutama untuk rute-rute yang dianggap menguntungkan dan mulai berkembang seperti kawasan Asia Pasifik. Situasi dan kondisi lingkungan yang memberi peluang dan sekaligus ancaman ini menuntut perusahaan penerbangan melakukan suatu strategi yang efektif dan efisien sebagai usaha terobosan dan pembenahan diri agar memiliki kemampuan untuk unggui dalam bersaing.
Dalam keseluruhan proses penyusunan dan implementasi strategi, kemampuan sumber daya manusia sangat dituntut karena merupakan unsur pencetus dan penggerak. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam membangkitkan keunggulan bersaing adalah memelihara keunikan artinya seberapa jauh perusahaan dapat menawarkan suatu produk atau jasa yang berbeda sehingga tidak mudah ditiru oleh pesamg. Dalam industri jasa penerbangan unsur sumber daya manusia ini telah diakui sebagai unsur keunikarr yang sangat diutamakan kaTena memiliki daya tahan yang tinggi terhadap peniruan. Keunggulan bersaing dalam hal sumber daya manusia inilah yang merupakan salah satu tujuan pembinaan pegawai di PT Garuda Indonesia.
Pertanyaan mendasar mengapa seseorang tertarik untuk bekerja atau tetap bertahan bekerja di suatu perusahaan dipengaruhi oleh seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi kebutuhan pegawainya dalam hal penghasilannya sebagai imbalan sumbang karyanya terhadap perusahaan. Dewasa ini imbalan merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya manusia. Imbalan bukan hanya diperlukan sebagai alat untuk memelihara, mempertahankan pegawai tetapi juga sebagai motor penggerak motivasi dan etos kerja pegawai dan sangat berperan dalam membentuk citra yang positif terhadap masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut diatas, pengetahuan tentang seberapa jauh PT Garuda Indonesia sudah memenuhi kebutuhan dan harapan karyawannya serta seberapa jauh persepsi karyawan terhadap imbalan yang diberikan dan bagaimana tingkat kesesuaian keadilan (equity) dalam pemberian imbalan dengan tingkat kebutuhan, keseimbangan antara imbalan kelompok pegawai yang satu dengan yang lain dan kondisi imbalan di pasar tenaga kerja, terutama perusahaan sejenis merupakan masukan yang berharga bagi PT Garuda Indonesia dalam hal pengelolaan sumber daya manusianya terutama untuk penyusunan strategi imbalan yang berlaku saat ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Direktorat Teknik PT Garuda Indonesia terhadap 139 responden dengan mempergunakan metode pengumpulan data kwesioner beberapa hal dapat ditemukan antara lain faktor-faktor keadilan yang dianggap kritikal, faktor-faktor yang menyangkut posisi imbaian yang diberikan PT Garuda Indonesia diatara perusahaan lain yang sejenis dan faktor-faktor imbalan yang telah memenuhi harapan karyawan.
Terdapat lima faktor kritikal keadilan yang dipandang paling menonjol yakni, gaji yang diterima saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan menabung; gaji yang diterima saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan rekreasi; gaji yang diterima saat ini tidak sesuai dengan tingkat gaji dari perusahaan lain yang sejenis; gaji yang diterima saat ini tidak sesuai untuk biaya menyekolahkan anak di sekolah yang baik dan gaji yang diterima saat ini tidak sesuai untuk memenuhi kebutuhan primer. Kelima faktor ini menunjukkan bahwa karyawan cenderung berpendapat gaji yang diberikan perusahaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masing-masing individu dan bukan sebagai faktor-faktor yang berupa pengalaman kerja, prestasi kerja, tingkat jabatan, tingkat pendidikan, risiko kerja , keuntungan perusahaan dan kesesuaian dengan rekan di unit kerja lain dan di perusahaan lain yang sejenis. Seyogyanya dengan munculnya kelima faktor kritikal diatas, PT Garuda Indonesia perlu mengadakan peninjauan terhadap sistem imbalan dan menempatkan imbalan sebagai alat pemacu produktivitas dan prestasi kerja yang efektif.
Komponen imbalan berupa fasiiitas konsesi tiket dan hotel, fasilitas kesehatan dan tunjangan karya, berdasarkan urutannya merupakan komponen yang paling memenuhi harapan karyawan. Dengan munculnya komponen tersebut sebagai komponen yang paling memenuhr harapan maka seyogyanya PT Garuda Indonesia melakukan tindakan pemeliharaan agar tetap dapat menempatkannya sebagai salah satu competitive advantage perusahaan. Berbeda halnya dengan ketiga komponen diatas Tunjangan Hari Tua/Pensiun, Sumbangan Pendidikan, Gaji Pokok dan Fasilitas Olah raga dan sent, berdasarkan urutannya merupakan komponen yang paling belum memenuhi harapan karyawan. Tunjangan Hari Tua/Pensiun dan Gaji Pokok merupakan dua hal yang saling berkait dan tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu seyogyanya PT Garuda Indonesia memberi perhatian yang serius pada penetapan gaji pokok karyawannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan karyawan dan meninjau kembali formulasi perhitungan pensiun yang akan diterima.
Walaupun tidak terlepas adanya proses pembandingan dengan perusahaan penerbangan asing yang seringkali mengadakan kerjasama dengan Direktorat Teknik, dalam hal kesesuaian keadilan dengan kondisi pasar tenaga kerja di industri jasa penerbangan, hal yang menarik adalah munculnya tingkat ketidaksesuaian yang tinggi dari imbalan diantara perusahaan lain yang sejenis. Ketidaksesuaian ini memiliki keterkaitan yang cukup signifikan dengan tingkat pendidikan dan lamanya masa kerja dan akan merupakan masalah perusahaan di kemudian hari mengingat telah diselenggarakannya beberapa program pendidikan tinggi dengan beberapa pihak dalam rangka peningkatan kwalitas sumber daya manusianya. Seyogyanya PT Garuda Indonesia meninjau kembali struktur dan sistem imbalannya dan menetapkan sistem imbalan yang cukup kompetitif yang didasarkan pada harga yang berlaku di pasar tenaga kerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
TA2169
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>