Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80479 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2005
TA676
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Udhi
"ABSTRAK
Besi tuang nodular saat ini banyak dipakai oleh industri sebagai pengganti Baja tempa dalam pembuatan komponen mesin, karena mernpunyai nilai ekonomis dan sifat mekanik yang baik. Mengingat permintaan sifat mekanik dari berbagai komponen berbeda-beda diharapkan dengan memilih beberapa cara perlakuan panas seperti aniling, normalising, hardening, dan tempering, dapat diperoleh sifat mekanik yang optimum sesuai dengan spesifikasi komponen yang direncanakan.
Aniling dilakukan untuk memperbaiki keuletan dan ketangguhan, mengurangi kekerasan; normalising untuk memperbaiki kekuatan; hardening untuk meningkatkan kekerasan atau memperbaiki kekuatan; sedangkan tempering untuk menghilangkan tegangan sisa akibat proses pendinginan secara cepat.
Dalam pelaksanaan perlakuan panas ini, untuk proses aniling, normalising, dan hardening yang diambil sebagai parameter adalah temperatur austenisasi pada 800, 850, 900, dan 950° C. Sedangkan untuk proses tempering sebagai benda kerja diambil spesimen dari hasil hardening 850° C, temperisasi divariasikan pada temperatur 300, 400, 500, dan 600° C. Parameter lain seperti waktu tahan dan media pendinginan untuk masing-masing perlakuan dibuat tetap. Untuk nrengetahui sifat mekanik sebelum dan sesudah perlakuan panas dilakukan pengamatan mikrostruktur, pengujian tarik, pengujian kekerasan, dan pengujian impak.
Hasil yang diperoleh dari proses aniling menunjukkan adanya peningkatan keuletan (elongasi) dan ketangguhan (impak), sedang kekuatan dan kekerasannya menurun. Impak tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 850° C. Dari proses normalising diperoleh peningkatan kekuatan dan kekerasan, tetapi terjadi penurunan elongasi dan impak Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 900°C Demikan pula untuk proses hardening, kekuatan dan kekerasan meningkat, sedang impale menurun. Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada ternperatur austenisasi 850° C. Dalam proses tempering, dibandingkan dengan kondisi hasil hardening, terjadi peningkatan impak, tetapi kekuatan dan kekerasannya menurun. Elongasi dan impak tertinggi dihasilkan pada temperatur temperisasi 600° C."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Petrus G. Raymond
"ABSTRAK
Reboiler merupakan salah sara jenis penukar panas yang sangat penting peranannya dalarn pabrik ammonia. Kerusakan dan keboooran tube yang terjadi pada reboiler akan menyebabkan terganggunya proses perolehan ammonia secara keseluruhan karena setiop reboiler mempunyai fungsinya masing-masing. Analisa kerusakan harus dilakukan agar kerusakan yang sama tidak terulang kembali.
"Reboiler H14-CA" merupakan. Salah satu unit pada proses pemarnian gas sintesa yang mengatami kebocoran pada tubenya. Untuk mengetahui kerusakan dan mencari penyelesaiannya dilakukan pengumpulan data dan informasi sejak awal proses, selama pengoperasian, dan pada saat terjadi kerusakan, serta pengujian pada tube dan ditunjang dengan penelusuran literatur.
Dari hasil analisa, diketahui kerusakan ini disebabkan oleh korosi batas butir retak tegang (SCC-intergranular) dan korosi sumuran Qitting corrosion) yang cukup parah, sehingga material tube mengalami kebocoran. Korosi SCC-intergranular disebabkan olehvadanya sensitasi pada saat proses pengelasan (penyambungan tube) pada rentang temperatur 425-815°C dimana terdapat persentase karbon yang cukup tinggi (0,0368% C) dan persentase krom yang sedikit (13, 45% Cr), larutan benfield yang mengandung klorida (± 9 ppm) dan adanya tensile stress pada material tube. Sedangkan korosi sumaran disebabkan oleh ketidak homogenan material tube (test microhardness menunjukkan kekerasan terendah 17.1 HV nilai tengah 188 HK rata-rata 191,3 HV dan tertinggi 219 HP) dan adanya lingkungan yang korosif, yaitu larutan benfield yang mengandung klorida (± 9 ppm).

"
2001
S41481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Nugroho
"Pemanasan global menjadi isu hangat beberapa tahun belakangan ini. Namun kebijakan pemerintah yang mengedepankan pemanfaatan energi fosil telah melahirkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sehingga banyak aktivitas kehidupan yang dirasakan tidak dapat berjalan tanpa kehadiran energi fosil. Konsumsi paling banyak akan bakar fosil adalah penggunaan listrik. Mengingat iklim di Indonesia cukup panas, hampir setiap apartemen menggunakan AC untuk menciptakan temperatur yang nyaman untuk manusia yang tinggal di dalamnya. Selain itu tuntutan lain untuk apartemen adalah pemanas air.
Dengan memanfaatkan panas buang dari AC untuk memanaskan air, kita dapat menghemat konsumsi listrik yang digunakan oleh water heater. Sistem ini dikenal dengan Air Conditioner Water Heater (ACWH). Sistem ACWH terdahulu mengalami masalah akan desain yang rumit dan air panas yang dihasilkan tidak terlalu tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengoptimalisasi efektivitas ACWH dengan menggunakan helical koil pada tangki penyimpanan sehingga dapat diterapkan pada apartemen. Helical koil dibuat dari pipa tembaga 1?4 inch sepanjang 5 m. Dengan helical koil dan tangki penyimpanan didapatkan air panas dengan temperatur sebesar 56_C untuk waktu pemanasan selama 2 jam pada beban pendinginan 2600 W untuk kapasitas 50 L air.

Global warming becomes hot issue in recent years. But government policies that promote the use of fossil energy make people become dependen. The main consumption fossil fuels go to electricity. Considering the hot climate in Indonesia, people choose to use Air Conditioning in order to create a comfortable temperature for them. On the other hand, the demands of water heater in apartment is high.
By utilizing heat waste from air conditioning to produce hot water, we can hold the electricity consumption down. This system is known as Air Conditioner Water Heater (ACWH). The problems of previous ACWH are not having compact desaign and low temperature of hot water.
The purpose of this study is to optimize the effectiveness of using ACWH helical coil in the water storage that can be applied to the apartment. Helical coil made of 1?4-inch copper pipe throughout the 5 m. With the helical coil and the water storage, we can acieve hot water with a temperature of 56_C for warm-up time for 2 hours at 2600 W cooling load for 50 litre of water.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50800
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1976
660.284 2 SUT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rino Ardianto
"ABSTRAK
Penanganan beban termal pada dunia industri sangat diperlukan. Sistem alat penukar kalor bisa dikembangkan pada sisi fluida yang digunakan dan desain pipa yang digunakan. Respon dalam bidang thermal adalah maraknya kembali perhatian akan pentingnya alat penukar kalor (heat exchanger). Sebuah alat penukar kalor yang baik
harus ditunjang oleh koefesien perpindahan panas yang baik. Koefesien perpindahan panas sendiri di pengaruhi oleh bilangan Reynolds. Dalam penelitian ini, dilakukan rancang bangun sebuah alat penukar kalor tipe double pipe dengan variasi pada pipa air panas, dimana pada pipa luar adalah pipa baja karbon memiliki koefisien perpindahan kalor konduksi 54 W/m.K dan memiliki dimensi panjang pipa 1 m, diameter luar (Ø out) 88.6 mm, dan diameter dalam (Ø in) 85 mm dan pipa dalam adalah pipa baja karbon memiliki koefisien perpindahan kalor konduksi 54 W/m.K dan memiliki dimensi panjang
pipa 1.2 m, diameter luar (Ø out) 30 mm, dan diameter dalam (Ø in) 28 mm. Bedasarkan pengujian didapatkan grafik kenaikan nilai koefisien perpindahan kalor sebanding dengan kenaikan bilangan Reynolds. Profil kotak memiliki nilai koefisien perpindahan panas
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan profil bulat. Pada perbedaan jenis aliran Psangat berpengaruh terhadap nilai koefisien perpindahan panas profil bulat, sedangkan pada profil kotak tidak begitu terlihat perbedaannya.

ABSTRACT
Handling of thermal load on the industrial world is indispensable. Heat exchanger system can be developed on the side of the fluid used and the design of pipe used. Response in the thermal field is widespread concern about the importance of re-heat exchanger (heat exchanger). A good heat exchanger must be supported by a good heat transfer coefficient. Heat transfer coefficient itself is influenced by the Reynolds number. In this study, carried out design and construction of an appliance type double pipe heat exchanger with a variation on the hot water pipes, where the outer pipe is carbon steel pipe has a conduction heat transfer coefficient of 54 W / mK and has dimensions of 1 m length of pipe, outer diameter (Ø out) 88.6 mm, and diameter in (Ø in) 85 mm and pipe in carbon
steel pipe is a conduction heat transfer coefficient of 54 W / mK and has dimensions of 1.2 m length of pipe, outer diameter (Ø out) 30 mm, and diameter in (Ø in) 28 mm. Based on the obtained testing the graph increases the heat transfer coefficient is proportional to the increase in Reynolds number. Profiles box has a heat transfer coefficient values are higher if compared to the rounded profile. In different types of flow greatly affect the heat transfer coefficient value rounded profile, whereas the profile square is not so pronounced."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1413
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sidra Ahmed Muntaha
"Channel Coding merupakan bagian penting dalam teknologi komunikasi wireless. Pada bagian tersebut fungsi error correction dilakukan. Error yang terjadi pada kanal transmisi dapat diperbaiki oleh fungsi error correction ini. Namun, umumnya sistem error correction yang ditampilkan tidak dapat mengatasi error yang disebabkan oleh burst error. Penggunaan error correction bersama interleaver akan dapat mengatasi permasalahan ini. Prinsip interleaver secara sederhana adalah melakukan permutasi terhadap sinyal coded. Standar IEEE 802.16-2004 pada section 8.3.3.3 mendefinisikan proses interleaving untuk WirelessMAN OFDM PHY atau biasa yang dikenal dengan nama WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
Pada skripsi ini dilakukan simulasi penggunaan beberapa jenis interleaver yang berbeda dari standar. Jenis interleaver yang disimulasikan yaitu, helical scan interleaver, random interleaver, dan convolutional interleaver. Pemodelan pada skripsi ini merujuk kepada model IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link yang terdapat di dalam program MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modifikasi interleaver dilakukan di dalam tiap-tiap modulation & coding block. Simulasi dilakukan dengan kondisi tanpa burst error dan dengan burst error.
Hasil yang didapatkan dari simulasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa convolutional interleaver menampilkan kinerja BER (Bit Error Rate) yang lebih baik dibanding interleaver standar maupun helical scan interleaver dan random interleaver, baik pada kondisi tanpa burst error maupun dengan burst error.

Channel coding is one of important in wireless communication technology, which is error correction is performed. Errors occured in transmission channel can be repaired by error correction. However, most error correction not able to repair errors caused by burst errors. Using error correction together with interleaver can overcome this problem. Simple idea behind interleaver is doing permutation to the coded signal. The IEEE 802.16-2004 Std. in section 8.3.3.3 defines interleaving for WirelessMAN OFDM PHY or commonly known as WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
In this thesis, several types of interleaver different from standard were simulated. They are helical scan interleaver, random interleaver, and convolutional interleaver. Model used in this thesis refer to IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link model on MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modification of interleaver occur on modulation & coding block. Simulation performed with and without burst errors.
The results obtained from simulation then showed that convolutional interleaver have better BER (bit error rate) performance than others interleaver in condition with and without burst errors.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Dwisantoso
"Heat pipe merupakan alat heat exchanger sederhana yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi dan dapat mentransfer panas dalam jumlah yang besar dengan perbedaan temperatur yang sangat kecil antara sisi evaporator dan sisi kondenser tanpa membutuhkan listrik sebagai sumber daya tambahan. Heat pipe dapat berfungsi sebagai precooler dan reheater sehingga dapat menghemat energi serta memiliki kapasitas sebagai dehumidifier. Performansi heat pipe yang optimal perlu dicari sehingga dapat memberikan efek yang maksimal terhadap pengkondisian udara. Sebuah percobaan dibuat untuk menguji unjuk kerja pengkondisian udara menggunakan heat pipe yang diimplementasikan pada saluran udara (ducting), terdiri dari 8 buah heat pipe dengan diameter 5/8" dan panjang 500mm. Pengujian juga dilakukan dengan menambahkan penggunaan heat pipe pada unit kondenser yang terdiri dari 15 buah heat pipe dengan diameter 5/8" dan panjang 730mm. Unjuk kerja heat pipe akan diuji dengan pemakaian komponen tersebut dan divariasikan dengan jumlah fluida kerja (fill ratio) R134a yang diisikan ke dalam heat pipe ducting sebanyak 40%, 60%, 80%, dan 100% dari volume evaporator heat pipe. Unjuk kerja heat pipe optimal terjadi pada fill ratio 60%. Pengujian unjuk kerja heat pipe terbukti dapat menurunkan relative humidity sebesar 7,3% dan meningkatkan efek pendinginan sebesar 2,2%.

Heat pipe is a simple heat exchanger tool with high thermal conductivity and able to transfer large amounts of heat with very small temperature difference between the evaporator and condenser section of heat pipe without need of electricity as an additional resource. Heat pipe can serve as a precooler and reheater so as to conserve energy and has the capacity as dehumidifier. Optimal heat pipe performance should be sought so as to give maximum effect to the air conditioning. An attempt was made for test the performance of air conditioning using heat pipes that was implemented on ducting, consists of 8 pieces of heat pipes with 5/8" of diameter, 500mm of length and the condensing unit that has 15 pipes with 5/8" diameter, length 730mm. Testing is also done by adding the use of heat pipes on the condenser unit consisting of 15 pieces of heat pipes with a diameter of 5/8" and 730mm of length. The performance of heat pipes will be tested using those components and varying the amount of working fluid (fill ratio) R134a loaded in the heat pipe ducting as much as 40%, 60%, 80%, and 100% of the volume of heat pipe evaporator. Optimal performance of the heat pipe occurs in 60% fill ratio. Testing the performance of the heat pipe is proven to reduce the relative humidity to 7.3% and increase the cooling effect to 2.2%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engkos Achmad Kosasih
"Penulisan ini menggunakan metode beda hingga secara implisit, yang dituliskan dalam bentuk Persamaan Differensial Parsial {PDE), Hasil akhir dari penyelesaian persamaan differensial parsial di atas memberikan distribusi temperatur dan koefisien perpindahan kalor di silinder bagian dalam alat penukar kalor air ke udara-aliran Lawan arah. Pada tulisan ini juga akan diberikan langkah-langkah perhitungan untuk menyelesaikan permasalahan. Dari perhitungan numerik yang diperoleh akan dibandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen. Sehingga dapat diberikan beberapa kesimpulan pada bagian akhir tulisan ini."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aldy Andika
"Seiring dengan cepatnya kemajuan teknologi dalam industri elektronik, muncul banyak produk baru yang semakin kecil. Kondisi ini menimbulkan tantangan baru, yaitu kebutuhan akan sistem pendinginan berdimensi kecil dan hemat energi namun memiliki efisiensi termal yang tinggi, dimana jet sintetik dengan input massa nol dan output momentum tidak nol hadir sebagai sistem pendingin yang menjanjikan. Penelitian ini membahas karakteristik perpindahan panas oleh jet sintetik bertipe aliran silang dan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap komputasi dan eksperimental. Tahap eksperimental dilakukan menggunakan function generator untuk menggerakkan membran dua buah membran dengan mengirimkan variasi fungsi sinusoidal dan segiempat dengan frekuensi osilasi sin 80 Hz - square 80 Hz, sin 80 Hz - square 120 Hz, sin 80 Hz - square 160 Hz, sin 120 Hz - square 80 Hz, sin 120 Hz - square 120 Hz, sin 120 Hz - square 160 Hz, sin 160 Hz - square 80 Hz, sin 160 Hz - square 120 Hz, sin 160 Hz - square 160 Hz untuk melihat karakteristik perpindahan panas konvektif pada heat sink. Tahap komputasi dilakukan menggunakan software CFD Fluent dengan model turbulensi k-ω SST dengan tipe meshing Tet/Hybrid Tgrid untuk melihat distribusi aliran dari jet sintetik aliran silang. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh gelombang dan frekuensi getaran membran terhadap laju perpindahan panas yang didapat pada jet sinjetik bertipe aliran silang, dengan penurunan terbesar dicapai variasi gelombang sin 120 Hz - square 80 Hz.

Along with rapid technological advances in the electronics industry, there are many new emerging advanced products which getting smaller in dimension with high space efficiency and work relying on components such as transistors and integrated circuit (IC). However, these conditions also cause new challenges to overcome, one of which is how to cope with the heat generated by the operation of the electronic components in the product with sophisticated cooling system. The cooling system, hence, needs less space and energy consumption but has high thermal efficiency. This is why the synthetic jet with zero net mass flux and non-zero net momentum flux sounds practicable as the new cooling system. This research will discuss the characteristics of flow and convective heat transfer in the cross-flow synthetic jet that was conducted in two stages, computational and experimental stage.The experimental stage was executed using the function generators to drive the upper and lower membranes by sending functions of sinusoidal and square frequency variations with multiple oscillation frequency of sin 80 Hz - square 80 Hz, sin 80 Hz - square 120 Hz, sin 80 Hz - square 160 Hz, sin 120 Hz - square 80 Hz, sin 120 Hz - square 120 Hz, sin 120 Hz - square 160 Hz, sin 160 Hz - square 80 Hz, sin 160 Hz - square 120 Hz, sin 160 Hz - square 160 Hzto see the characteristics of convective heat transfer on the heat sink at each trial. Computational stage was conducted by Fluent CFD software with k-ω SST turbulence model with Tet / Hybrid Tgrid meshing elements type to see the flow distribution of creoss-flow synthetic jet. The results showed the significant influence of waves mode and frequencies to the heat transfer rate of cross-flow synthetic jet, with the best result is on sin 120 Hz- square 80 Hz waves."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>