Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140006 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Maya Syafira
Depok: Universitas Indonesia, 1998
TA898
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sesara Maharani
"ABSTRAK
Industri pembuatan benang termasuk dalam kategori industri tekstil yang di mana air buangannya memiliki kandungan COD dan BOD yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efisiensi penyisihan COD dan BOD dengan metode Anaerobic Baffled Reactor ABR serta berapa hydraulic retention time HRT optimum untuk pengolahan air limbah industri pembuatan benang. Air limbah diproses dalam reaktor ABR 5 kompartemen dengan volume 10 L. Proses penelitian meliputi tahapan seeding, aklimatisasi, dan feeding. Feeding dilakukan dengan variasi HRT 12 jam, 18 jam, dan 24 jam. Karakteristik air limbah memiliki kandungan COD 1.950 ndash; 3.210 mg/L, BOD 300,8 ndash; 421 mg/L dengan pH 5,66, dan temperature 28,5 ndash; 28,9oC. Efisiensi penyisihan mampu mencapai 97,58 untuk parameter COD dan 82,11 untuk parameter BOD. HRT optimum untuk parameter COD diperoleh pada saat HRT 12 jam dengan rata-rata penyisihan 94,79 dan untuk parameter BOD diperoleh pada saat HRT 18 jam dengan rata-rata penyisihan 71,73 . Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan antar variasi HRT. HRT optimum pada penelitian ini adalah 12 jam.

ABSTRACT
Yarn making industry is part of textile industry with high COD and BOD wastewater. The purpose of this study is to figure the efficiency decreased levels of COD and BOD in processing with Anarobic Baffled Reactor ABR method and also the optimum HRT in processing yarn making industry wastewater. The wastewater processed in 5 compartment ABR with 10 L volume. The research process include seeding, acclimatization, and feeding. Feeding is done with HRT variations of 12 h, 18h, and 24h. The characteristic of the wastewater contain 1.950 ndash 3.210 mg L COD, 300,8 ndash 421 mg L BOD with pH 5,66 and temperature of 28,5 ndash 28,9oC. Highest efficiency of COD and BOD removal up to 97,58 and 82,11 , respectively. Optimum HRT achieved at HRT 12h for COD removal with average efficiency 94,74 and 18h for BOD removal with average efficiency 71,73 . There were no significant differences between HRT variations. Optimum HRT in this study is 12h."
2017
S66982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soegiharto Soebijanto
"ABSTRAK
Kebutuhan reagen uji kehamilan pada saat ini masih tergantung pada impor dari negara maju dengan harga relatif mahal. Selain itu mereka yang menderita mola hidatidosa adalah mereka dari kalangan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Sehingga untuk pelaksanaan pengobatannya sering terhambat oleh masalah biaya. Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu diusahakan produksi reagen uji hCG. Regaen uji kehamilan yang akan diproduksi adalah uji yang didasarkan pada prinsip ELISA (enzyme-linked imuno sorbent assay). Dengan reagen jenis ini tidak diperlukan alat khusus sehingga dapat dipakai di laboratorium yang sederhana.
Bahan yang diperlukan untuk uji ini adalah antibodi anti beta hCG dilabel dengan enzim dan antibodi anti beta hCG yang terikat pada manik (bead). Pada penelitian ini bahan tersebut akan diproduksi dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu produksi antibodi anti beta hCG dari, serum kelinci. Tahap kedua yaitu penandaan antibodi anti beta hCG dengan enzim den perlekatan antibodi anti beta hCG pada manik. Tahap ketiga yaitu uji, diagnostik dari reagen yang telah diproduksi.
Pada tahap pertama penelitian ini telah dilakukan produksi antibodi anti beta hCG pada 5 ekor kelinci betina galur "New Zealand White". Lima ekor kelinci umur lebih kurang 6 bulan dan berat sekitar 2 kg disuntik dengan 100 ug beta hCG yang telah dibuat emulsi dengan Complet Freund adjuvan pada 30-50 tempat di tubuh kelinci (imunisasi primer)
Penyuntikan ulangan (booster) dilakukan setelah titer antibodi anti beta hCG nencapai 400. Konsentrasi beta hCG untuk penyuntikan booster yaitu 20 ug dan dilakukan setiap 2 ninggu. Antibodi anti beta hCG yang diperoleh diukur titernya de ngan teknik Radioinunoassay (RIA), yang didasarkan pada ikatan 50 % (binding 50%).
Antibodi anti beta hCG yang diperoleh pada pengambilan darah minggu kedua setelah imunisasi primer tidak diperoleh titer antibodi yang memenuhi syarat. Hasil ini sangat berbeda dengan pangalaman-pengamalan terdahulu. Dapat disinpulkan bahwa respon pembentukan antibodi anti beta hCG tidak terjadi. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rusman
"ELISA merupakan metode alternatif untuk mendeteksi residu tetrasiklin pada produk hewan. Síntesis imunogen tetrasiklin dan produksi antibodi anti tetrasiklin merupakan dua tahapan penting yang harus dilakukan jika ingin melakukan analisis residu tetrasiklin dengan metode ELISA. Metode tolidin dan metode NCS dapat digunakan untuk mensintesis imunogen tetrasiklin. Imunogen TC-Tolidin-BSA berwarna ungu dan menyerap pada dua λ maks yaitu 277 nm dan 491 nm, sedangkan imunogen TC-NCS-BSA berwarna kuning kecoklatan dan menyerap pada dua λ maks yaitu 278 nm dan 322 nm. Hasil KLT dan HPLC menunjukan bahwa kedua imunogen yang dihasilkan cukup murni. Dari hasil SDS-PAGE dapat diperkirakan BM dari TC-Tolidin-BSA adalah sebesar 71.219 Da sedangkan BM TC-NCS-BSA sebesar 70.501 Da. Nilai BM dari kedua imunogen tetrasiklin lebih besar dibandingkan BM dari BSA (berbanding terbalik dengan Rf), hal ini menunjukkan bahwa imunogen sudah terbentuk. Produksi antibodi anti tetrasiklin dilakukan dengan cara imunisasi imunogen TC-Tolidin-BSA dan TC-NCS-BSA pada perbandingan 1:75 terhadap kelinci white New Zealand berkelamin jantan. Purifikasi antibodi dilakukan dengan protein A sepharose yang spesifik mengikat IgG. Konsentrasi IgG tertinggi dari kedua imunogen terdapat pada fraksi 1, yaitu sebesar 10.93 mg/mL untuk imunogen TC-Tolidin-BSA dan 10.61 mg/ mLuntuk TC-NCS-BSA. Hasil SDS-PAGE terhadap antibodi menunjukkan bahwa IgG terurai menjadi 2 pita (rantai ringan dan rantai berat).

ELISA is an alternative method for detecting tetracycline residues in animal products. This method has been known as rapid, sensitive, specific, and cost-effective analysis. Synthesis of tetracycline immunogen and production of anti-tetracycline antibody are two important steps which must be done if we like to analysis of tetracycline residues with ELISA. Tolidine and NCS methods applicable to synthesis of tetracycline immunogens. Tolidine method produce a purple immunogen (TC-Tolidine-BSA) and absorb at two maximum wavelength (277 nm and 491 nm), while NCS method produce a yellowish-brown immunogen (TC-NCS-BSA) and absorb at two maximum wavelength (278 nm and 322 nm). TLC and HPLC result show that both of immunogens have good purity because have not contain free tetracycline and residue of reagent. From result of SDS-PAGE can be estimated molecular weight (MW) of TC-TOLIDINBSA equal to 71.219 Da while MW of TC-NCS-BSA equal to 70.501 Da. The value of MW from both of immunogens is higher than BSA (smaller Rf), this fact indicate that immunogen have been formed. Anti-tetracycline antibody produced by immunizing of immunogens at comparison of the same concentration BSA and Tetrasiklin ( 1:75) to male white New Zealand rabbit. The antibody purified by protein A sepharose that specific coating IgG. The highest concentration of IgG from both immunogen list on fraction 1 (10.93 mg/mL for TC-Tolidin-BSA dan 10.61 mg/ mL for TC-NCS-BSA). SDS-PAGE result show that IgG has been divided into two band (heavy chains and light chains)."
2007
T40099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1999
TA859
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Suryani Arodes
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DENV) dan ditransmisikan oleh nyamuk yang hidup di daerah tropis dan subtropis. Insiden terjadinya demam dengue (DD) dan DBD meningkat secara dramatis di dunia selama beberapa dekade terakhir. Hingga saat ini belum ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue. Pengobatan hanya bersifat simptomatik. Walaupun demikian, pada kasus DBD dan SSD, perawatan dini dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Untuk itu diperlukan uji laboratorium yang akurat untuk membantu menegakkan diagnosis dini infeksi dengue. Deteksi Antigen non struktural-1 (NS-1) telah tebukti mampu mendeteksi dini infeksi DENV. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil lebih dini, akurat dan dengan harga yang lebih murah. Dalam usaha mengembangan uji diagnosis berdasarkan NS-1 diperlukan antibodi anti-NS1. Kami telah berhasil memproduksi IgG anti-NS1 DENV. Untuk mendapatkan antibodi anti-NS1 DENV, protein NS-1 (90 μg/ml) koleksi Mikrobiologi disuntikkan pada kelinci dan selanjutnya antibodi dilabel dengan HRP yang dapat digunakan untuk mendeteksi protein NS1 pada serum pasien terinfeksi dengue. Antibodi IgG HRP yang diperiksa menggunakan metode direct ELISA menunjukkan nilai absorbansi tertinggi pada pengenceran 1:100 dan terendah pada pengenceran 1:12800. Uji NS-1 pada serum pasien menunjukkan hasil positif pada semua serum pasien terinfeksi DENV, baik DENV 1, 2, 3 dan 4. Sedangkan hasil negatif ditunjukkan pada serum pasien yang terinfeksi CMV dan EBV, serta pada serum orang sehat. Hasil ini menunjukan bahwa antibodi yang dilabel HRP dapat digunakan untuk pengembangan uji diagnostik untuk mendeteksi keberadaan antigen NS1 virus dengue dalam serum pasien.

Dengue fever is a disease caused by dengue virus and is transmitted by mosquito in tropical and subtropical regions. Dengue fever (DF) and dengue hemorraghic fever (DHF) have been dramatically increased in recent decades. Specific therapy to dengue infection is not available. The therapy is only symptomatic. In DHF and dengue shock syndrome (DSS) cases, early therapy can reduce morbidity and mortality rate. Therefore, laboratory assay are needed to accurately diagnose dengue infection at early stage. Detection of nonstructural-1 (NS1) antigen has been proven to provide early detection of DENV infection. The assay can provide early and accurate result with less expensive cost. In a attempt to develop an NS1 - based diagnostic test, we successfully produced anti- NS1 DENV antibody. To obtain anti NS1 DENV antibody, NS1 protein (90 μg/ml) collection of Microbiology was injected to rabbit. The antibodiy was further labeled with HRP and be used to detect NS1 protein in dengue patient sera. The antibody labeled with HRP by direct ELISA method showed the highest absorbance value in 1:100 dilution and the lowest absorbance in dilution 1:12800. NS1 test of patients serum using this labelled antibody showed positive result in all the sera of patients infected with DENV, either DENV 1, 2, 3, and 4. Whereas negative results are shown in the serum of patients infected with CMV and EBV, as well as the serum of healthy people. Therefore, the antibody labeled with HRP could be used for developing diagnostic assay to determine the presence of dengue virus NS1 antigen in patient sera.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
TA1238
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ngalu, Vincentius Maruli
"Air merupakan salah satu unsur penunjang kehidupan yang keadaannya seringkali diabaikan. Seringkali terjadi pencemaran air yang disebabkan oleh buangan limbah baik dari industri maupun rumah tangga. Pencemaran tersebut mengakibatkan kerugian terhadap manusia, terutama masalah kesehatan. Oleh karena itu periu diadakan pengolahan iimbah, baik dari industri maupun rumah tangga, agar tidak mencemari air. Beberapa parameter tercemamya air antara lain adalah kandungan amonia dalam air dan nilai COD dari air. COD mengukur jumlah senyawa organik dalam air. Semakin tinggi COD, berarti air makin tercemar. Air yang mempunyai COD tinggi, berarti kanduugan oksigen terlarutnya rendah. Hal ini dapat membahayakan kehidupan biologis dalam air. Sedangkan amonia pada kadar tertentu dapat membahayakan manusia.
Untuk mengatasi hal di atas, maka perlu dilakukan suatu usaha untuk mengolah limbah yang nantinya akan dibuang ke badan air, supaya tidak mencemari lingkungan. Proses yang relatif mudah untuk pengolahan limbah adaiah dengan cara adsorpsi. Proses ini dikatakan mudah karena banyaknya media penyerap alam untuk dijadikan adsorben dalam proses adsorpsi. Penelilian ini menggunakan zeolit alam sebagai adsorben, untuk menyerap kandungan amonia dalam limbah. Penelitian terdahulu telah menghasiikan alat adsorpsi berikut dengan pola siklus adsorpsinya.
Berbeda dengan penelitian terdahulu yang memakai larutan amonia teknis sebagai adsorbat, penelitian sekarang menggunakan limbah asli, yaitu air danau UI yang kadar amonianya telah ditingkatkan. Ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh bahan-bahan lain dalam proses adsorpsi amonia. Proses adorpsi yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti pola siklus adsorpsi yang dihasilkan dari penelitian terdahulu.
Hasil penelitian mcnunjukkan bahwa limbah yang diolah dengan mengikuli polar siklus yang ada, tidak semuanya mencapai baku mutu kandungan amonia. Limbah yang mengikuti proses adsorpsi pada seri A, B, C, yang menggunakan 14, dan 5 buah batch ZAL, belum mencapai baku mutu, sedangkan limbah yang diolah pada seri adsorpsi D dan E , yang menggunakan 6 buah batch ZAL telah mencapai baku mum. Untuk limbah yang diolah pada seri adsorpsi A, yang semua batch-nya berisi ZAL barn, kemungkinan dibutuhkan jumlah batch bam sebanyak 4 buah umuk menoapai baku mum amonia. Hal ini menandakan perlunya diadakan penyempurnaan umuk pola siklus adsorpsi yang ada.
Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa zeolit juga dapat menyerap senyawa organik dalam limbah. Ini digambarkan dengan lebih sedikitnya jumlah amonia teradsorp pada batch pertama dibandingkan dengan batch kedua dari proses adsorpsi pada seri A dan C, yang mempunyai kandungan senyawa organik relatif tinggi. Pada batch pertama ini, penurunan senyawa organik terjadi dengan jumlah penurunan cukup besar. Pada batch kedua, hal yang sebaliknya terjadi, dimana penurunan COD kurang signifikan, akan tetapi penurunan konsentrasi amonia terjadi dengan cukup drastis. Fenomena ini menggambarkan bahwa pada saat konsentrasi senyawa organik dalam larutan tinggi, proses adsorpsi amonia menjadi terhalang, dan zeolit lebih cenderung menyerap senyawa organik. Pada saat konsentrasi senyawa organik telah mengalami penurunan, zeolit dapat mengadsorp amonia dengan lebih baik."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>