Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67693 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febreza Ramadhan Sayih
"ABSTRAK
Produk slurry oil merupakan produk bawah pada unit RCC
(Residue Catalytic Cracking) dikenal juga dengan nama decant oil / DCO.
Slurry oil merupakan minyak seperti zat cair yang sukar larut dalam
pelarut organik, berwarna hitam kecokelatan, mempunyai titik didih yang
tinggi, dan mempunyai viskositas yang tinggi (kental) pada suhu kamar.
Slurry oil biasanya digunakan sebagai bahan bakar atau lebih tepatnya
sebagai umpan pembuatan karbon hitam atau pelarut aromatik. Untuk
penggunaan tersebut, slurry oil harus memiliki partikulat serbuk katalis
dalam jumlah minimum sesuai persyaratan dalam pemanfaatannya.
Slurry oil dapat diubah menjadi suatu produk yang bernilai tinggi
jika kadar abunya dapat dikurangi, karena abu yang terjadi pada proses pembakaran dapat menumpuk dan terakumulasi didapur pembakaran
sehingga dapat menurunkan efisiensi pembakaran. Abu tersebut
kebanyakan merupakan zeolit, alumino-silikat, dan katalis. Dengan
beberapa komponen anorganik yang ditambahkan, diharapkan kadar abu
tersebut dapat dikurangi hingga 0.05%.
Pada percobaan dilakukan penambahan settling agent alumina
J X W, settling agent alumina Q X B, dan settling agent alumina cat base,
terhadap produk slurry oil untuk menurunkan kadar abu serta
membersihkan slurry oil dari kotoran (abu katalis). Percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui temperatur optimum yang menghasilkan kecepatan
pengendapan terbaik pada variasi temperatur 175 ºC, 185 ºC, 200 ºC, dan
mendapatkan settling agent alumina yang paling efektif untuk
membersihkan slurry oil dari pengotor (abu katalis).
Dari hasil percobaan settling agent alumina J X W mempunyai
kecepatan pengendapan (settling rate) yang lebih baik dibandingkan
settling agent yang lain, dan kondisi optimum untuk melakukan percobaan
tercapai pada temperatur 200 ºC. Prosedur campuran dari dua buah
produk bawah menggunakan 1 gram settling agent lebih efektif
dibandingkan percobaan yang langsung menggunakan 2 gram settling
agent. Namun penambahan 1 gram settling agent kembali pada produk
tersebut juga tidak menambah efektifitas proses settling, tetapi justru
menurunkan efektififitasnya."
2008
TA1679
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vanny Endritasari
"Alumina aktif (Al3O;) merupakan Salah satu jenis desiccnnr yang banyak digunakan unluk mengadsorp uap air pada gas, karena memiliki struktur yang kuat, luas permukaan besar (200-400 mg/g), Lidak mudah terdaklivasi oleh senyawa organik, dan dapat diregenerasi pada temperatur relatif rendah (250-350°C). Pada penelitian ini dilakukan proses Bayer unluk mcnghasilkan alumina aktif dari bauksit Bintan dcngan langkah ulama preparasi bijih bauksit, ekstraksi aluminium hidroksida (Al(0l-l)3), presipitasi aluminium hidroksida, dan kalsinasi aluminium hidroksida agar terbentuk alumina aktif.
Salah satu faktor yang mempcngaruhi kualilas dan kuantitas dari aluminium hidroksida clan alumina aktif adalah temperatur presipitasi. Oleh sebab itu dalam pcnelilian ini dilakukan variasi temperatur presipitasi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa aluminium hidroksida berbcntuk kristal bayer-ire pada tcmperatur presipitasi 27°C (temperatur kamar) dan berbcntuk kristal gibbsite pada temperarur presipiiasi 80°C Diantara kedua temperalur tcrsebul bayerile dan gibbsire yang lerbcntuk memiliki Lingkal kristalinitas yang lebih rendah, dimana semakin rcndah tingkat kristalinitasnya, jumlah aluminium hidroksida yang lerpresipilasi semakin banyak, dan puncaknya tcrdapal pada lempcratur prcsipilasi 60°C, dimana % ckstraksi aluminium hidroksida dari bauksil mencapai 87.03%
Alumina aktif yang memenuhi kritcria sebagai desiccrmr bcrdasarkan luas permukaannya dihasilkan dari kalsinasi lerhadap aluminium hidroksida yang dipresipitasi pada temperatur kamar, 40°C dan 80°C, dimana ketiga alumina aklif tersebut bcnurut-tumt memiliki luas permukaan sebesar 349,3 ml/g, 2502 ml/g dan 234.7 m2/g, dengan % ekstraksi bemirul.-lurut sebesar l6,38%, 36,4% dan 25,9%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S49288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Karya Jatmika
"Kebutuhan akan energi yang sangat meningkat tetapi tidak diikuti dengan bertambahnya persediaan akan energi tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan ice slurry sebagai media pendingin alternatif. Ice slurry adalah campuran antara fraksi es dan fraksi liquid dari suatu larutan. Ice slurry ini dapat menyediakan energi pendinginan yang lebih besar dari pada media pendingin chilled water sehingga penggunaannya akan dapat menghemat penggunaan energi dari mesin pendingin. Karena manfaatnya yang dapat menghemat energi maka perlu dilakukan penelitian terhadap ice slurry. pada penelitian ini membahas tentang sistem ice slurry generator. Ice slurry generator ini adalah alat untuk membuat ice slurry dengan memanfaatkan sistem refrigrasi. Dalam pembentukan ice slurry pada bahan pembuat ice slurry ditambahkan suatu aditif. Jenis aditif yang digunakan dan juga kosentrasinya sangat berpengaruh terhadap karakteristik dari ice slurry yang digunakan. Aditif yang digunakan pada penelitian ini adalah cream dan diethylene glycol. Selain itu juga digunakan air tanpa aditif sebagai pembanding. Dari varisi aditif tersebut dapat diketahui waktu pendinginan yang diperlukan dari masing-masing larutan untuk membentuk ice slurry. Selain itu juga dapat diketahui pengaruh aditif terhadap pembentukan ice slurry dan kristal es yang dihasilkannya, waktu peluruhan ice slurry dan juga kemampuan pompa ice slurry tersebut.

The increasing of energy demand but if it's not followed with the amount of the energy itself. Therefore we need to use energy sufficiently and also conservative energy is needed. One of the method is using ice slurry as an alternative secondary refrigerant. Ice slurry is a mixture of ice fraction with liquid fraction from a mixture. With ice slurry as a secondary refrigerant we can gel a larger chilling energy than chilled water. Therefore we can minimize energy the work of a refrigeration machine. Because of that benefit we need a research to develop ice slurry. Ice slurry is produced by ice slurry generator by using the refrigeration system. The making of ice slurry the addition of additive is needed and the consentration of additive in solution will effect to the characteristic of ice slurry. Additive we use in this research are cream and Diethylene Glycol. Besides we also use water as a comparitor. With varying the additive we can find out the chilling time from each solution to produce ice slurry. And We also can find out the effect of additive toward the forming of ice slurry and ice crystal, time of ice to melt and the ability of ice slurry to be pumped."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S37845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Nurdin
"Salah satu bagian krusial pada investment casting ialah pembuatan cetakan keramik. Permasalahan yang terdapat pada cetakan keramik antara lain seringnya terjadi kegagalan saat proses penghilangan lilin, permeabilitas cetakan yang kurang, dan lamanya proses pengeringan lapisan slurry keramik. Untuk itu dilakukan penelitian pengaruh penambahan serat nilon (0, 10, 20 dan 30 gr/l) kedalam slurry cetakan keramik dengan tujuan mengetahui karakteristik cetakan dan produk cor akibat penambahan nilon pada slurry cetakan keramik. Karakterisasi pada sampel keramik berupa pengujian 3-point bending, sudut, porositas dan pengamatan SEM. Untuk produk cor sudu turbin, digunakan paduan Al - 9 wt.% Zn – 4 wt.% Mg – 3 wt.% Cu menggunakan cetakan keramik 20 gr/l nilon. Karakteristik produk cor berupa pengujian kekerasan dan pengamatan foto mikro serta SEM.
Dari hasil pengujian didapat bahwa penambahan nilon akan meningkatkan ketebalan terutama pada bagian sudut cetakan keramik dan juga porositas pada cetakan keramik, sampel yang tidak diberi tambahan nilon (0 gr/l) memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan sampel yang diberi tambahan nilon (10, 20 dan 30 gr/l) baik itu pada bagian rata (flat) maupun pada bagian sudut pada sebelum maupun sesudah pembakaran. Pada produk cor, nilai kekerasan menggunakan cetakan keramik berpenguat nilon lebih rendah dibanding tak berpenguat nilon dikarenakan kehadiran porositas pada produk cor.

One of crucial part in investment casting is production of ceramic mould. The problems are found in the ceramic mould such us failure during wax removal, decrease of permeability and the long duration of drying process of the ceramic slurry coating. Following to this problems, the main discussion of this study was to analyse the effect of adding nylon fiber (0, 10, 20 and 30 gr/l) into ceramic slurry to the characteristics of mould and as cast product. Characterization of ceramic mould included 3-point bending testing, edge testing, porosity testing and SEM. For as cast product, the alloying element are Al – 9 wt.% Zn – 4 wt.% Mg – 3 wt.% Cu by ceramic mould with addition of 20 gr/l of nylon. Characterization of as cast product included hardness testing and observation of microstructure by optical microscope and SEM.
The results show that the addition of nylon increases the thickness of ceramic mould, mainly at the edges as well as increases the porosity. Samples with no addition of nylon (0 gr/l) have higher strength than samples with nylon (10, 20 and 30 gr/l) both on flat and edge for green and fired condition. The hardness of the as cast product made by using ceramic mould with the nylon addition, is lower. This is due to the presence of porosity in the product.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belle Kristaura
"Karet merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat berlimpah dan memiliki potensi yang besar di negara Indonesia. Konsumsi karet di Indonesia sendiri kebanyakan diserap oleh industri-industri manufaktur yang sebagian besar dikonsumsi oleh industri ban kendaraan. Karet alam memiliki modulus kekakuan yang rendah, sedangkan pada ban, dibutuhkan karet yang memiliki kekakuan dan kekuatan yang baik. Untuk memperbaiki sifat tersebut dibutuhkan penguat sebagai pengisi pada karet. Penguat yang digunakan pada penelitian ini adalah serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) karena karbon hitam dan silika yang biasanya digunakan sebagai penguat memiliki harga yang sangat mahal dan sulit ditemukan di Indonesia. Namun, diperlukan coupling agent hibrida lateks-pati untuk meningkatkan kompatibilitas antarmuka karet alam dengan serat TKKS dikarenakan perbedaan kedua sifat permukaan antara karet dan serat. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh penambahan coupling agent terhadap kompatibilitas karet alam dengan serat TKKS serta sifat mekanik sehingga menghasilkan komposit dengan kekuatan dan kekakuan yang terbaik. Hal tersebut dapat dilihat dari pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy dan UTM. Variasi komposisi yang divariasikan adalah coupling agent sebesar 0, 1, 2 dan 3 phr coupling agent dengan 10 phr serat TKKS. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan coupling agent dapat meningkatkan kompatibilitas karet alam dengan serat TKKS serta dengan kekuatan dan kekakuan tinggi adalah pada variasi coupling agent 3 phr.

Natural rubber is one of the most abundant resources and have a great potential in Indonesia. Rubber consumption in Indonesia itself is mostly by manufacturing industry, such as the wheels industry. Natural rubber has a low stiffness modulus, whereas in wheels, rubber with high strength and stiffness is needed. To enchance those properties, we need reinforcement as a filler within the rubber. Reinforcement that are used in this research is Hybrid Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB) Fiber because of the carbon black and silica that are usually used as reinforcements that have very expensive price and are hard to found in Indonesia. But, latex-starch hybrid coupling agent is required to increase the compatibility of the interface between the natural rubber and the OPEFB Fiber because of the differences in surface properties of the two compounds. The purpose of this research is to observe the influence of adding coupling agent into the compatibility between natural rubber and OPEFB fiber and also into the mechanical properties, so that it resulted in the best strength and stiffness of the composite. The result can be observed with several tests, such as Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy and UTM. The coupling agent’s variation of the composition were 0, 1, 2 and 3 phr coupling agent, with 10 phr of OPEFB Fiber. The result showed that coupling agent addition can increase the compatibility between natural rubber and OPEFB Fiber, and also the best composition for a high strength and high stiffness is in the 3 phr coupling agent variation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Akhata
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
S29754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ni Putu Karunia Widhiasari
"Castor oil merupakan salah satu minyak nabati yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan minyak mineral. Reaksi modifikasi tiga tahap yang meliputi reaksi transesterifikasi, epoksidasi, dan pembukaan cincin epoksida menjadi HexMCO dilakukan untuk memperbaiki karakteristik castor oil. Dalam penelitian ini, digunakan 1-heksanol pada reaksi pembukaan cincin epoksida dengan variasi volume, suhu serta waktu reaksi untuk mengetahui kondisi optimum dari reaksi tersebut. Karakterisasi produk menghasilkan kondisi optimum, yaitu pada penambahan 1-heksanol sebanyak 75 mL, dengan suhu 1000C selama 10 jam. Uji karakteristik HexMCO menunjukkan bahwa HexMCO memiliki nilai titik tuang yang baik. Uji kompatibilitas dilakukan dengan mencampurkan produk dengan minyak mineral HVI 160 dan Yubase. Karakterisasi produk campuran menunjukkan bahwa penambahan HexMCO meningkatkan indeks viskositas kedua campuran, baik dengan HVI 160 maupun Yubase, namun tidak terlalu mempengaruhi nilai titik nyala dan titik tuang campuran.

Castor oil is one of the vegetable oil that can be used to replace the use of mineral oil. The ‘Three Steps Modification Reaction’, which include transesterification, epoxidation, and epoxy opening reaction become HexMCO, done to improve the characteristics of castor oil. In this research, 1-heksanol used on epoxy opening reaction with the variation of volume, temperature and reaction time to determine the optimum conditions of reaction. The optimum reaction is produced by added 75 mL of 1-hexanol at 1000C during 10 hours. Characteristic test of HexMCO show that it is have good characteristic of pour point. Compatibility test was used by blending the HexMCO with HVI 160 and Yubase mineral oil. Blended products are characterized. It shows that HexMCO will increase the viscosity index but it’s no tendency to increase flash point and pour point."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30727
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Feri Hardi Utami
"Castor Oil, yang komposisi terbesarnya asam risinoleat, dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan minyak lumas dasar. Castor Oil yang akan digunakan sebagai biofuel maupun sebagai pelumas harus diproses terlebih dahulu, terutama proses pemurnian. Pada penelitian ini dilakukan optimasi penambahan 1-oktanol dalam pembuatan minyak lumas dasar. Reaksi modifikasi tiga tahap pada Castor Oil dilakukan untuk memperbaiki karakteristik fisika-kimia, sehingga dapat dijadikan minyak lumas dasar berkualitas. Reaksi tersebut meliputi reaksi transesterifikasi, epoksidasi, dan pembukaan cincin epoksida menjadi OctMCO. Pembukaan cincin epoksida menggunakan 1-oktanol menggunakan katalis PTSA dan dilakukan variasi volume 1-oktanol (65, 95, 125 mL), suhu reaksi (60°C, 80°C, dan 100°C), dan waktu reaksi(6, 8, 10 jam). Dari hasil penelitian didapat komposisi optimum yaitu 95 mL 1-oktanol pada suhu 100°C selama 10 jam. OctMCO yang diperoleh memiliki keunggulan pada nilai titik tuang yang rendah. Hasil produk optimum dilakukan pencampuran dengan HVI 160 dan Yubase. Kompatibilitas OctMCO dengan HVI lebih baik dibandingkan dengan Yubase, hal itu terlihat dari banyaknya OctMCO yang tercampur dengan HVI. OctMCO yang bercampur dengan HVI 160 sebanyak 94,5% sedangkan dengan Yubase sebanyak 74,02%. Produk campuran dikarakteristik dan dihasilkan kenaikan indeks viskositas pada HVI dan Yubase.

Castor Oil which is contain of ricinoleic acid at large compotition, utilized to produce base oil. Castor Oil to be used as a biofuel or as a lubricant must be processed first, especially the purification process. In this research, conducted optimization of the addition of 1-octanol in the manufacture of lubricating base oil.Castor oil is modified by three-step reactions to improve the physico-chemical characteristics with the good quality base lubricating. These steps include transesterification, epoxidation, and epoxy opening reaction to OctMCO. Epoxy opening reaction using alcohol compound and PTSA catalyst with variation volume of 1-octanol (65, 95, 125 mL), tempetature (60°C, 80°C, dan 100°C), and time of reaction (6, 8, 10 hours). From the research results obtained optimum conditions is 95 mL of 1-octanol at 100°C in 10 hours. OctMCO obtained has the specal quality of low pour point. The results optimum product performed mixing with HVI 160 and Yubase. Compatibility OctMCO with HVI better than it looks from the many OctMCO mixed with HVI. OctMCO mixed with HVI 160 is 94,5%; whereas mixed with Yubase is 74,02%. Blended products are characterized and show an increase in viscosity index of HVI 160 and Yubase."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34171
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Ilham Rahmansyah
"Ban merupakan aplikasi dari penggunaan karet alam. Filler yang digunakan ban adalah carbon black. Tetapi untuk mendapatkan carbon black harus mengimpornya terlebih dahulu. Oleh karena itu digunakan alternatif lain yaitu menggunakan serat sorgum sebagai pengganti filler, tetapi serat sorgum memiliki sifat permukaan yang polar dan karet alam mempunyai sifat permukaan non-polar sehingga serat sorgum dengan karet alam tidak bisa berikatan. Karena itu untuk membuat produk komposit karet alam berpenguat serat sorgum dibutuhkan penambahan coupling agent. Coupling agent yang digunakan adalah coupling agent hasil sintesis lateks dengan pati.
Pada penelitian ini didapatkan dengan semakin banyaknya coupling agent berbasis pati yang ditambahkan maka kompatibilitas karet alam dengan serat sorgum semakin meningkat yang dilihat dari hasil FTIR dan SEM. Pada FTIR didapatkan bahwa semakin banyaknya gugus fungsi hidrogen yang didapatkan maka kompatibilitasnya semakin bagus, untuk SEM semakin banyak coupling agent berbasis pati yang ditambahkan maka semakin dikit celah dan fiber pullout pada permukaan komposit karet alam. Dengan semakin banyak penambahan serat sorgum dan coupling agent berbasis pati maka didapatkan sifat termal dari produk komposit karet alat-serat sorgum semakin bagus, pada penambahan serat sorgum sebesar 30 phr dan coupling agent berbasis pati sebesar 3 phr didapatkan temperatur degradasi maksimunya sebesar 374oC dan 377oC.

One of the application of natural rubber is tire. Filler that mostly in used for rubber is carbon black. However to obtain the carbon black it must be import from other country. Therefore there is alternative for filler that use sorgum fibers, but the sorgum fibers surface have polar surface and natural rubber have non-polar surface what makes their not compatible. To enhance the compatibility from natural rubber and sorgum fibers it need to add coupling agent. The coupling agent that use for enhance the compatibility is coupling agent synthetic from latex with starch.
In this experiment that composite rubber with more starch based coupling agent get better compatibility, which can be seen from FTIR and SEM. By the compability from natural rubber and sorgum fibers increase, it will be enhance the thermal properties from natural rubber with sorgum fibers reinforced composite.It shows with more sorgum fibers reinforced (30 phr) and starch based coupling agent (3 phr ) added, it get the highest temperature degradation with 374oC and 377oC.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>