Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Elitadewi
2007
TA1540
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isprianti
Depok: Universitas Indonesia, 2005
TA1287
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmina Pertiwi
"DKI Jakarta merupakan salah satu daerah urban dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan memiliki mobilitas kegiatan penduduk yang tinggi pula. Kegiatan penduduk seperti perindustrian, perkantoran, perumahan, dan transportasi akan menghasilkan pencemaran udara dimana pencemar tersebut akan dibuang ke udara bebas. Semakin besar peningkatan pencemaran udara akan semakin menurunkan kualitas udara ambien. Penelitian ini dilakukan penulis dengan observasi terhadap 4 lokasi sampling di wilayah DKI Jakarta dan Bukit Kototabang, Sumatera Barat sebagai Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) untuk Indonesia Bagian Barat. Analisis dilakukan terhadap sampel bulan April 2014-September 2014 untuk musim kemarau dan sampel bulan Oktober 2014-Maret 2015 untuk musim hujan. Konsentrasi SO2 saat musim kemarau lebih tinggi daripada saat musim hujan, dapat dilihat dari adanya penurunan konsentrasi saat musim hujan sebesar 5,126 μg/Nm3 untuk lokasi BMKG Jakarta; 5,023 μg/Nm3 untuk lokasi Monumen Nasional; 1,634 μg/Nm3 untuk lokasi Ancol; dan 6,502 μg/Nm3 untuk lokasi Glodok. Terjadi peningkatan konsentrasi SO2 di lokasi sampling GAW Bukit Kototabang sebesar 17,475 μg/Nm3 yang diakibatkan oleh adanya kebakaran hutan di Provinsi Riau. Konsentrasi NO2 saat musim kemarau lebih tinggi daripada saat musim hujan, dapat dilihat dari adanya penurunan konsentrasi saat musim hujan sebesar 0,583 μg/Nm3 untuk lokasi GAW Bukit Kototabang, 8,902 μg/Nm3 untuk lokasi BMKG Jakarta; 12,306 μg/Nm3 untuk lokasi Ancol; dan 2,0139μg/Nm3untuk lokasi Glodok. Konsentrasi SO2, NO2, dan logam Pb di udara saat musim hujan menurun karena adanya pengendapan atau pengumpulan polutan tersebut di awan dan terkondensasi menjadi bentuk cair / hujan (bentuk H2SO4 dan HNO3). Kualitas udara ambien terbaik di DKI Jakarta terdapat pada daerah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan terburuk pada Glodok, hal ini terkait kepada jumlah kendaraan bermotor yang melewati titik daerah sampling tersebut.

DKI Jakarta is one of the urban areas with highly crowded population and has a high mobility of daily activities. People activities in industrial, offices, housing, and using transportations will produce air pollution whose pollutants will be discharged into the air. The more the polution increases, the less the quality of ambient air will be. The research was conducted with the observation of 4 sampling locations in Jakarta and Bukit Kototabang, West Sumatera as the Global Atmosphere Watch (GAW) for Western Indonesia. Analyses were performed to samples of April 2014-September 2014 for the dry season, and samples of October 2014-Maret 2015 for the rainy season. SO2 gas concentrations in ambient air while the dry season is higher than the rainy season, can be seen from the presence of a decrease in the concentration of 5,126 μg/Nm3 for BMKG Jakarta; 5,023 μg/Nm3 for national monuments (Monas); 1,634 μg/Nm3 for Ancol; and 6,502 μg/Nm3 for Glodok. An increase in the concentration of SO2 in the sampling location GAW Bukit Kototabang of 17,475 μg/Nm3 activity caused by the forest fires in Riau Province. NO2 concentration while the dry season is higher than the rainy season, can be seen from the presence of a decrease in the concentration of 0,583 μg/Nm3 for GAW Bukit Kototabang, 8,902 μg/Nm3 for BMKG Jakarta; 12,306 μg/Nm3 for Ancol; and 2,0139 μg/Nm3 for Glodok. Concentrations of SO2, NO2, and metal Pb in the air when the rainy season decreases due to the deposition of the pollutants in the collection or the cloud and condensed into a liquid form / rain (HNO3 and H2SO4). The best ambient air quality in BMKG Jakarta and worst in Glodok, this corresponds to the number of motor vehicles passing through the area of the sampling point."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orchidita Lystia
"Penyakit ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang serius dinegara berkembang maupun Negara yang telah maju, tetapi jumlah angka morbiditas dan mortalitas di negera berkembang lebih banyak terutama di Indonesia. penemuan kasus ISPA menurut Data LB I SIMPUS (2017) yang dikutip dari Dinas Kesehatan Depok (2017) dengan angka kejadian sebesar 158.512 kasus, jumlah penderita ISPA merupakan data umum penderita yang merupakan gabungan dewasa dan balita. ISPA menempati urutan pertama diantara 10 penyakit besar di Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui bagaimana hubungan kualitas udara ambien (NO2 dan SO2) dengan kejadian penyakit ISPA. Penelitian ini bersifat kuantitatif deskriptif menggunakan desain studi ekologi berdasarkan tempat. Dalam penelitian ini nantinya akan dilakukan pengamatan pola kecenderungan terhadap kualitas udara ambien (NO2 danSO2) dengan kejadian penyakit ISPA tahun 2017. Hasil penelitian menunjukan kualitas udara NO2 tidak terdapat hubungan bermakna dengan kasus ISPA (p=0,641). Variabel hubungan antara kualitas udara NO2 dengan kasus ISPA menunjukan korelasi yang searah (positif) dengan kekuatan/ keereatan hubungan yang sangat lemah (r=0,132). Sedangkan untuk kualitas udara SO2 dengan kasus ISPA tidak dapat dihitung secara statistik. Hal tersebut dikarenakan hasil data SO2 tidak terdeteksi.

ARI is still a serious health problem in developing and developed countries, but the number of morbidity and mortality in developing countries is more, especially in Indonesia. The discovery of ARI cases according to SIMPUS LB I Data (2017) quoted from Depok Health Office (2017) with an incidence of 158,512 cases, the number of ARI sufferers is general data of patients who are a combination of adults and toddlers. ARI ranks first among 10 major diseases in Depok City. This study aims to find out how the relationship between ambient air quality (NO2 and SO2) and the incidence of ARI disease. This research is descriptive quantitative study using ecological study design based on place. This study will observe the trend pattern of ambient air quality (NO2 and SO2) with ARI disease in 2017. The results showed that NO2 air quality was not significantly associated with ARI cases (p = 0.641). The variable relationship between NO2 air quality and ARI cases shows a direct (positive) correlation with the strength / severity of a very weak relationship (r = 0.132). Whereas for air quality SO2 with ARI cases cannot be calculated statistically. This is because the SO2 data results are not detected.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wakhyono Budianto, examiner
"Gambaran kondisi kota Bandung dengan segala aktivitasnya tersebut menunjukkan bahwa Kota Bandung telah mengalami permasalahan lingkungan dan salah satu masalah yang cukup serius adalah pecemaran udara. Aktivitas transportasi sangat berperan dalam pencemaran udara di kota Bandung. Jenis kendaraan, kapasitas mesin, umur kendaraan, jenis bahan bakar dan pemeliharaan kendaraan menjadi faktor yang penting dalam kandungan emisi gas buang yang dikeluarkannya. Pemantauan kualitas udara secara kontinyu di kota Bandung menunjukan kecenderungan memburuknya kualitas udara. Alat pemantau memantau pencemar debu dengan diameter 10 mikron (PM10), dan gas-gas pencemar berupa oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO) dan ozon (O3).
Hasil pemantauan kualitas udara di Kota Bandung selanjutnya dinyatakan dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berupa angka 1-500 yang mengkategorikan hari dengan kualitas udara ?Baik?(0-50), ?Sedang? (51-100), ?Tidak Sehat? (101-199), ?Sangat Tidak Sehat? (200-299) dan ?Berbahaya? (>300). Data ISPU di kota Bandung sejak akhir tahun 2000 menunjukan kecenderungan kualitas udara yang semakin memburuk ditandai dengan meningkatnya jumlah hari yang dikategorikan sebagai Tidak Sehat dan Sangat Tidak Sehat.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah semakin menurunnya kualitas udara ambien di kota Bandung provinsi Jawa Barat. Pada lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah Kecamatan Bandung Wetan. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada kondisi kecamatan tersebut yang menjadi pusat perdagangan, pusat perkantoran dan juga pusat pendidikan, sehingga kepadatan kendaraan sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas udara ambien dan faktor 15 meteorologis dan hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung.
Penelitian menggunakan metode potong lintang (cross sectional study) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika hubungan atau korelasi antara faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Tiap subyek dalam penelitian ini diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter variabel atau faktor risiko yaitu keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu permasalahan lingkungan atau penyakit serta status kesehatan tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata temperatur udara di Kecamatan Bandung Wetan pada tahun 2007 adalah 24,05oC, rata-rata kelembaban relative adalah 75.39%, kecepatan angin 1,23 m/s. Sedangkan rata-rata konsentrasi PM10 adalah 91,24 µg/m3, SO2 sebesar 12,76 µg/m3, NO2 sebesar 3,15 µg/m3, CO sebesar 43,25 µg/m3 dan O3 sebesar 47,92 µg/m3. Rata-rata penderita penyakit ISPA di Kecamatan Bandung Wetan pada tahun 2007 adalah 148,98 orang.
Kesimpulan penelitian ini adalah faktor meteorologis yang berhubungan signifikan dengan konsentrasi pencemar yaitu kelembaban udara relatif dengan konsentrasi O3, kecepatan angin dengan PM10 dan O3. Konsentrasi parameter pencemar yang berhubungan signifikan dengan kejadian penyakit ISPA adalah PM10 dan NO2. Faktor meteorologis yang berhubungan signifikan dengan kejadian penyakit ISPA adalah kecepatan angin.

The description of Bandung City situation with its activity showed that Bandung had environmental problem and one of the most serious problem was air pollutant. Transportation activity took a huge role in Bandung?s air pollution. Kinds of vehicle, machine capacity, vehicle age, fuel, and vehicle maintenance has become the important factors in gas emission cencentration. Continuosly air quality monitoring in Bandung showed that the tendency of air quality became worse. The monitoring equipment monitored PM10 and gas pollutant such as NOx, SO2, CO and O3. The monitoring result of air quality in Bandung next declared with air pollution standard index into numbers 1-500.
Categorizing day with ?good? air (0-50), "medium" (51-100), "unhealthy" (101- 199), "very unhealthy" (200-299) and "dangerous" (> 300). The air pollution standard index in Bandung since at the end of year 2000 showed the tendency of air quality had become worst, noticed by increasing the day amounts that categorizing to be "unhealthy" and "very unhealthy".
Research problem wich carried out there has been a decrease in ambient air quality in Bandung Wetan. Research location that had been chosen is Bandung Wetan sub district. It was chosen based on the sub district?s condition which it became the trade center, office center and also education center, so the vehicle?s density very high. The goal of this research is to analized the ambient air quality with meteorologist factors and it correlation to incidence of acute infection of respiratory in Bandung Wetan.
The research itshelf used cross sectional study. It is a research which has goal for studying the correlation dinamyc between risk factors to the impact through approaching, observation or data collecting at the same time (point time approach). Every subject in this research was observe once and the measurement did to variable character status or risk factors which mean a condition that influence the developing environmental problem or disease and also a specific 17 healthiness status.
The result of this research showed that air temperature average in Bandung Wetan in 2007 was 24,05 oC. Relative humidity average was 75,39%, wind velocity was 1,23 m/s. In other hand, PM10 concentration average was 91,24 µg/m3, SO2 was 12,76 µg/m3, NO2 was 3,15 µg/m3, CO was 43,25 µg/m3 and O3 was 47,92 µg/m3. People who occurred ARI in Bandung Wetan in 2007 was about 148,98.
The conclution for this research is the meteorologist factor which has significant conection to pollutant concentration are. 1) air relative humidity with O3 contentration, 2) wind velocity to PM10 and NO3, 3) Pollutant parameter concentration which has significant correlation with ARI incidence are PM10 and NO2. Meteorologist factor which has significant correlation with ARI incidence is wind velocity.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24981
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maritza Adelia Syawal
"Permasalahan pencemaran udara memiliki urgensi yang tinggi karena telah menjadi penyebab dari sebagian besar beban kesehatan di seluruh dunia yang diketahui menjadi penyebab dari sekitar 7.000.000 kematian dini per tahun akibat berbagai airborne diseases dan penyakit degeneratif. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tren dan dampak kesehatan dari kualitas udara ambien di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2019—2023. Desain studi ekologi time series digunakan untuk mengetahui tren dan hubungan antarvariabel dari tahun ke tahun menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan adanya tren fluktuatif dengan adanya konsentrasi SO2 dan PM10 yang melebihi baku mutu dan terjadinya penurunan jumlah kasus pneumonia, TB paru BTA (+), dan hipertensi pada awal pandemi COVID-19. Korelasi positif antara PM10 dengan TB paru BTA (+) didapatkan pada tahun 2019. Di sisi lain, SO2 dengan TB paru BTA (+) dan hipertensi serta PM10 dengan pneumonia menghasilkan adanya variasi arah korelasi dalam hubungan antara kedua variabel dari tahun ke tahun. Dampak kesehatan terhadap kualitas udara ambien memiliki hasil korelasi berbeda yang bergantung terhadap jenis dampak kesehatan yang dipengaruhi oleh dosis paparan serta interaksi dengan faktor-faktor risiko lain seperti variabilitas epidemiologis. Dengan ini, diperlukan upaya pengendalian pencemaran udara, optimalisasi surveilans penyakit, serta variabel epidemiologis yang berkemungkinan berperan dalam mempengaruhi hubungan antarvariabel.

Air pollution issues has become cause of the health burden worldwide, with approximately 7,000,000 premature deaths per year due to various airborne diseases and degenerative diseases. This study aimed to determine trends and health impacts of ambient air quality in DKI Jakarta in 2019-2023. Using secondary data, an ecological time series design was implemented to determine trends and relationships between variables from year to year. The results showed a fluctuating trend, especially with SO2 and PM10 concentrations known to exceed the quality standards. A decrease in pneumonia, AFB (+) pulmonary TB, and hypertension cases also happened at the beginning of the COVID-19 pandemic. A positive correlation between PM10 and AFB (+) pulmonary TB was found in 2019, while SO2 with AFB (+) pulmonary TB and hypertension and PM10 with pneumonia resulted variations in the direction between the two correlations of variables from year to year. The health impacts of ambient air quality have different correlation results depending on the diseases influenced by exposure dose and interactions with other risk factors, such as epidemiological variability. This requires air pollution control and optimization of disease surveillance. The result suggests that epidemiological variables may play a role in influencing the relationship between variables."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif Fadhilah
"Tingginya tingkat pencemaran udara masih menjadi permasalahan di DKI Jakarta. Hasil pemantauan kualitas udara oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta selama periode tahun 2020 menunjukkan hanya terdapat 8% periode kualitas udara yang menunjukkan kondisi baik. Sementara itu, Kota Jakarta Timur bahkan menjadi kota dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia yaitu sebanyak 300.198 kasus per 10 Juni 2022. Kecamatan Cipayung merupakan salah satu kecamatan dengan kasus COVID-19 tertinggi di Kota Jakarta Timur. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa paparan dari zat polutan yang terdapat di udara ambien beserta faktor meteorologis dapat berkontribusi terhadap dinamika penularan penyakit COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi NO2, konsentrasi SO2, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian COVID-19 di Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan pendekatan analisis tren waktu. Seluruh data yang digunakan merupakan data sekunder pada tahun 2021 yang berasal dari BMKG, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, dan dataset NASA POWER (Prediction of Worldwide Energy Resources). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian COVID-19 di Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur Tahun 2021. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi NO2, konsentrasi SO2, dan curah hujan dengan kejadian COVID-19 di Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur Tahun 2021. Kecepatan angin menjadi variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian COVID-19

The high level of air pollution is still a problem in DKI Jakarta. The results from air quality monitoring by the Environmental Agency of DKI Jakarta province during the 2020 period showed that only 8% of the air quality monitoring periods indicated good conditions. Meanwhile, East Jakarta City has the highest number of COVID-19 cases in Indonesia, namely 300,198 cases as of June 10 2022. Cipayung District is one of the districts with the highest COVID-19 cases in East Jakarta City. Previous studies have shown that exposure to pollutants in the ambient air and meteorological factors can contribute to the dynamics of COVID-19 disease transmissions. This study aims to determine the relationship between NO2 concentration, SO2 concentration, air temperature, air humidity, rainfall, and wind speed with the incidence of COVID-19 in East Jakarta City. This study uses an ecological study design with a time trend analysis approach. All data used is secondary data in 2021 originating from the BMKG, the Health Office of East Jakarta Administrative City, and the NASA POWER (Prediction of Worldwide Energy Resources) dataset. This study's results indicate a significant relationship between air temperature, air humidity, and wind speed with the incidence of COVID-19 in Cipayung District, East Jakarta City, in 2021. However, there is no significant relationship between NO2 concentration, SO2 concentration, and rainfall with the incidence of COVID-19 in Cipayung District, East Jakarta City, in 2021. Wind speed is the variable that has the most dominant influence on the incidence of COVID-19."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alfathanira Vanya Widijani
"Polusi udara merupakan penyebab menurunnya masalah kualitas udara di Jakarta. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aktivitas warga DKI Jakarta yang menggunakan kendaraan. Dalam penelitian ini kualitas udara diukur berdasarkan parameter SO2, NO2, dan timbal dalam Total Suspended Particulates TSP dan juga parameter SO42- dan NO3- dalam air hujan. Analisis dilakukan pada April 2017 hingga periode Maret 2018 di 5 lokasi sampling di Kemayoran; Ancol; Bandengan; Juanda; dan Global Atmospheric Watch GAW, Bukit Kotatabang. Konsentrasi SO42- dan NO3- menurun di musim hujan Konsentrasi SO2 di musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau yang dimungkinkan karena adanya letusan gunung sinabung yang mengeluarkan gas SO2. Konsentrasi NO2 menurun di musim hujan. Konsentrasi timbal di musim kemarau cenderung lebih tinggi daripada musim hujan. Konsentrasi SO2, NO2, dan Pb akan menurun di musim hujan karena pengendapan polutan melalui kondensasi hujan.

Air pollution is the cause of decreasing air quality problem in Jakarta. This is caused by the many activities of citizens of DKI Jakarta who use vehicles. In this study air quality is measured based on parameter SO2, NO2, and lead in total suspended particulates and also parameter of SO42 and NO3 in rainwater. The analysis was conducted on April 2017 to March 2018 period at 5 sampling sites of Kemayoran Ancol Bandengan Juanda and Global Atmospheric Watch GAW, Bukit Kotatabang. Consentration of SO42 and NO3 decreased in the rainy season The concentration of SO2 in the rainy season is higher than the dry season. NO2 concentrations decreased in the rainy season. The concentration of lead in the dry season tends to be higher than the rainy season. Concentrations SO2, NO2, and Pb will decrease in the rainy season due to the deposition of pollutants of trough the condensation of rain."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nizar
"Baku mutu (BM) SO2 ambien Indonesia untuk rata-rata waktu 24-jam sebesar 365 μg/m3 yang diatur di dalam PP No 41 Tahun 1999 paling longgar dibandingkan dengan BM SO2 ambien negara-negara lain di dunia termasuk BM panduan WHO. BM ini diperkirakan belum menjamin perlindungan kesehatan masyarakat dan lingkungan di Indonesia. Oleh karenanya diperlukan BM alternatif untuk SO2 ambien yang lebih ketat. Penelitian ini mengkaji nilai manfaat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan jika Indonesia melakukan pengetatan BM SO2 ambien. Dua alternatif BM untuk SO2 yang digunakan adalah 78 μg/m3 mengacu pada U.S. EPA dan 300 μg/m3 mengacu pada PUSARPEDAL. Langkah pertama adalah memetakan persebaran konsentrasi SO2 ambien di Indonesia. Hasilnya mengindikasikan bahwa Provinsi DKI Jakarta dan Banten telah melebihi kedua BM alternatif sedangkan Provinsi DIY, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Utara hanya melebihi BM alternatif 78 μg/m3.
Dari aspek sosial, jika DKI Jakarta dan Banten memenuhi BM alternatif 300 μg/m3 akan menurunkan kejadian ISPA 98% dan 95%. Untuk Jawa Timur, Bali dan Sumatera Utara, jika memenuhi BM alternatif 78 μg/m3 akan menurunkan kejadian ISPA masing-masing 59%, 51% dan 5%. Dari aspek ekonomi, pemenuhan BM alternatif 300 μg/m3 memberikan manfaat penurunan kejadian ISPA di Indonesia antara Rp 171.400.000-Rp 4.030.000.000, sedangkan pemenuhan BM alternatif 78 μg/m3 memberikan manfaat ekonomi lebih besar: antara Rp 233.900.000-Rp 5.499.000.000. Dari aspek lingkungan, disimpulkan bahwa pemenuhan BM alternatif 300 dan 78 μg/m3 memberikan nilai pH (keasaman) air hujan masingmasing 5,05 dan 5,31.

Indonesia quality standard (QS) for ambient SO2 for 24-hour time average i.e. 365 μg/m3 regulated in the Government Regulation No. 41 of 1999 is the most loose compared to the ambient SO2 standards of other countries in the world including WHO QS guideline. This QS is not expected to guarantee the protection of public health and environment in Indonesia. Therefore more stringent QS alternative for ambient SO2 is required. This research examines benefit values in social, economic and environmental aspects if Indonesia tightens its ambient SO2 QS. Two alternative QS for SO2 are used i.e 78 referring to U.S. EPA and 300 μg/m3 referring to PUSARPEDAL. First step is to map distribution of SO2 ambient concentrations in Indonesia. The result indicates that Provinces of Jakarta and Banten have exceeded both alternative QS while Provinces of Yogyakarta, West Java, Central Java, East Java, Bali and North Sumatra only exceed the alternative QS of 78 μg/m3.
From the social aspect, by attaining to the alternative QS of 300 μg/m3, Jakarta and Banten will reduce incidence of ARI by 95% and 98%. By attaining to the alternative QS of 78 μg/m3, East Java, Bali and North Sumatra will reduce the incidence of ARI by 59%, 51% and 5%. From the economic aspect, the attainment to the alternative standard of 300 μg/m3 gives economic value of the decrease of ARI incidence ranging from Rp 171.4 millions to Rp 4.03 billions in Indonesia. The attainment to the alternative QS of 78 μg/m3 gives economic value ranging from Rp 233.9 millions to Rp 5.499 billions. From the environmental aspect, it is concluded that the attainment to the alternative standards of 300 and 78 μg/m3 provide rainwater pH value of 5.05 and 5.31 respectively.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>