Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Macsai, Marian S.
Philadelphia: Elsevier/Mosby, 2008
617.715 MAS a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Rachmawati Kamal
"Latar belakang: Uveitis merupakan sekelompok penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi intraokular. Derajat inflamasi bilik mata depan yang dinilai secara semi-kuantitatif berdasarkan penghitungan sel dan flare, digunakan untuk menentukan keparahan penyakit, efektivitas terapi serta pemantauan jangka panjang pada uveitis anterior dan panuveitis.
Tujuan: Menilai validitas dan reliabilitas optical coherence tomography (OCT) segmen anterior dalam mengukur inflamasi bilik mata depan secara kuantitatif sebagai metode alternatif dari standar baku pengukuran semi-kuantitatif, Kriteria SUN.
Metode: Studi ini adalah studi potong lintang, prospektif. Penghitungan jumlah sel menggunakan optical coherence tomography dengan bantuan ImageJ dilakukan oleh dua penilai yang berbeda. Hasil: Sebanyak 30 mata yang berasal dari 24 pasien diikutkan dalam penelitian. Sebanyak 80% pasien menderita panuveitis dengan tuberkulosis sebagai etiologi tersering (50%). Uji kesesuaian Cohen’s kappa pada protokol multiple line scans didapatkan nilai 0,352 (p=0,000) sedangkan protokol single line scan didapatkan nilai -0,218 (p=0,032). Uji korelasi Gamma protokol multiple line scans didapatkan nilai rho=0,595 (p=0,002) sedangkan protokol single line scan didapatkan nilai rho=-0,210 (p=0,313). Nilai inter-rater protokol multiple line scans menunjukkan hasil sangat baik sedangkan protokol single line scan baik (0,986 dan 0,892, p<0,001).
Kesimpulan: OCT segmen anterior menghasilkan data kuantitatif sel inflamasi pada bilik mata depan. Jumlah sel bilik mata depan yang dihitung menggunakan OCT segmen anterior protokol multiple line scans menunjukkan korelasi sedang dan kesesuaian minimal dengan Kriteria SUN.

Background: Uveitis is a group of diseases characterised by intraocular inflammation. The evaluation of anterior chamber inflammation, conducted through a semi-quantitative assessment involving cell counts and flares, plays a pivotal role in determining disease severity, assessing therapeutic effectiveness, and facilitating long-term monitoring in anterior uveitis and panuveitis cases.
Purpose: To evaluate the validity and reliability of anterior segment optical coherence tomography (AS-OCT) as a quantitative measurement tool for assessing anterior chamber inflammation. The objective is to explore its potential as an alternative method to the standard semi-quantitative measurement defined by the SUN Criteria.
Methods: A prospective, cross-sectional study was conducted for this purpose. The anterior chamber cell numbers were quantified using anterior segment optical coherence tomography, assisted by ImageJ, and assessed independently by two raters.
Result: The study included a total of 30 eyes from 24 patients. Panuveitis was observed in 80% of the patients, with tuberculosis identified as the predominant etiology (50%). The Cohen’s kappa test, conducted on the multiple-line scan protocol, yielded a value of 0.352 (p=0.000), while the single-line scan protocol showed a value of -0.218 (p=0.032). The Gamma correlation test for the multiple-line scan protocol demonstrated a value of rho=0.595 (p=0.002), whereas the single-line scan protocol had a value of rho=-0.210 (p=0.313). Inter-rater values for the multiple-line scan protocol indicated excellent agreement (0,986, p<0.001), while the single-line scan protocol showed good agreement (0.892, p<0.001).
Conclusion: OCT yielded quantitative data on anterior chamber inflammatory cells. Quantifying anterior chamber cells through the multiple line scan protocols of anterior segment OCT showed a moderate correlation and minimal agreement with the SUN Criteria.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiella Yunard
"Tujuan: Membandingkan perubahan segmen anterior dan tekanan intraokular (TIO) antara tetes mata pilokarpin 2% dan laser iridotomi perifer (LIP) pada sudut tertutup primer.
Desain: Penelitian ini merupakan uji klinis tunggal (one group pretest post-test design).
Metode: Sebanyak 34 mata dari 29 subyek penelitian dengan sudut tertutup primer mendapatkan perlakuan tetes mata pilokarpin 2% selama 3-5 hari dan kemudian LIP. Seluruh subyek mendapatkan perlakuan yang sama. Dilakukan pemeriksaan TIO dan anterior segment optical coherence tomography (AS-OCT) sebanyak tiga kali, yaitu pada kondisi awal, 3-5 hari setelah pemberian tetes mata pilokarpin 2%, dan 1 minggu setelah laser iridotomi perifer. Parameter sudut yang dinilai adalah angle opening distance (AOD) dan trabecular-iris space area (TISA) yang diukur pada jarak 500 dan 750 μm dari scleral spur pada kuadran nasal dan temporal. Perubahan dihitung berdasarkan selisih antara nilai pasca pilokarpin 2% dan LIP dengan nilai awal.
Hasil: Terdapat peningkatan nilai parameter sudut dan penurunan TIO baik pasca LIP maupun pasca tetes mata pilokarpin 2%. Terdapat penurunan nilai kedalaman bilik mata depan setelah tetes mata pilokarpin 2%.
Kesimpulan: LIP membuka sudut lebih besar dibandingkan tetes mata pilokarpin 2%, namun tetes mata pilokarpin 2% menurunkan TIO lebih besar. Tetes mata pilokarpin 2% lebih mendangkalkan bilik mata depan dibandingkan LIP.

Purpose : To compare anterior segment and intraocular pressure changes between pilocarpine eye drops 2% and Laser Peripheral Iridotomy (LPI) in primary angle closure.
Methods : This was a clinical trial one group pretest post-test design. A total of 34 eyes of 29 subjects got treatment pilocarpine eye drops 2% for 3-5 days and then LPI. All subjects got the same treatment. Intraocular presssure and anterior segment optical coherence tomography examination was done three times, on the initial conditions, 3-5 days after administration of pilocarpine eye drops 2%, and 1 week after LPI. Angle parameters were the angle opening measured at a distance of 500 and 750 μm from the scleral spur on the nasal and temporal quadrants. The changes are calculated based on the difference between the post-pilocarpine 2% and LPI with initial values.
Result : There is an increase in the value of the angle parameters and reduction of IOP after the LPI and pilocarpine eye drops 2%. There is a decline in anterior chamber depth after pilocarpine eye drops 2%.
Conclusion : LPI widening the angle greater than pilocarpine eye drops 2%, but pilocarpine eye drops 2% lowering the IOP greater than LPI. Pilocarpine eye drops 2% shallowing the anterior chamber depth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander, Larry J.
New York: McGraw-HIll, 2002
617.73 ALE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gilbers, Dirk Gilbert
Groningen: Rijksuniversiteit, 1956
BLD 439.31 GIL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Nuraeni
"Dental fusion is the most common problem seen in the primary dentition. The incidence of dental fusion was approximately 0,5 % for deciduous dentition and 0,1% for permanent dentition. Fusion may be complete or incomplete. Its etiology was related to genetic or local factor. These anomaly could result in dental caries, esthetic problem, periodontal disease, dental malocclusion, and hypodontia in permanent dentition. Treatment of fused teeth depends on the location and the extent of fusion. This report describes an incomplete dental fusion wilh dentinal caries occurred on 72 and 73 while 32 was agenesis. The purpose of the treatment was to improve the esthetic performance and subsequently to keep the teeth until the exfoliation time. After the restoration of 72 and 73, the patient feel satisfied."
Jakarta: Journal of Dentistry Indonesia, 2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Moningka, Maryo Pingkan
"Perubahan aliran darah serebral (cerebral blood flow) merupakan salah satu penyebab kelainan neurologis neonatus. Ultrasonografi dengan teknik Doppler merupakan teknik pemeriksaan noninvasif untuk evaluasi hemodinamika serebral yang memberikan informasi perfusi serta penilaian kuantitatif dari resistensi vaskular dengan mengukur resistive index arteri serebri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai resistive index arteri serebri anterior pada neonatus normal. Dilakukan pemeriksaan ultrasonografi Doppler melalui jendela akustik fontanella anterior menggunakan transduser phase array frekuensi 2 - 4 MHz pada 51 neonatus yang memenuhi kriteria normal (24 laki-laki dan 27 perempuan). Analisis normalitas variabel subyek penelitian dengan menggunakan Shappiro Wilks didapatkan p > 0,05 menggambarkan distribusi data yang normal. Hasil rerata rerata nilai resistive index arteri serebri anterior pada neonatus normal yang didapatkan adalah 0,62 ± 0.03 dengan Confidence Interval (CI) 95% : 0,62 - 0,63.

Cerebral blood flow changes is one of the causes of neurological disorders in neonates. Ultrasound with Doppler technique is a noninvasive examination technique for the evaluation of cerebral hemodynamics that provide information on the quantitative assessment of perfusion and vascular resistance by measuring resistive index of the cerebral artery. The purpose of this study to determine the value of the resistive index of the anterior cerebral artery in normal neonates. Doppler ultrasound examination was performed through anterior fontanella using phase array transducer frequency of 2-4 MHz in 51 neonates who meet normal criteria (24 male and 27 female). Analysis of the research subjects variables for normality using Wilks Shappiro obtained p>0.05, illustrates the normal distribution of data. The mean value of anterior cerebral artery resistive index in normal neonates is 0.62 ± 0,03 with Confidence Interval (CI) 95%: 0.62 - 0.63.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Oley, Maximillian Christian
"Kasus Meningoencephalocele Anterior (MEA) mempunyai insidens yang tinggi di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Data statistik Thailand menunjukkan kasus ini di dapatkan pada 7 penderita dari 42.315 kelahiran hidup di RS Chulalongkom Bangkok (Idari 6.000 kelahiran hidup). Berbeda pada belahan Dunia bagian Barat yang lebih banyak di jumpai kasus Meningoensefalokel Posterior.
Menurut etiologinya, Meningoensefalokel erat kaitannya dengan faktor gizi ibu pada masa kehamilan, itu sebabnya kasus-kasus demikian banyak terdapat pada penduduk golongan sosial ekonomi bawah. Signifikansinya jelas antara banyaknya jumlah kasus tersebut di Indonesia dan penggolongan Indonesia yang masuk ke dalam kelompok Negara berkembang.
Sebagian besar kasus MEA dari golongan sosial ekonomi bawah yang tidak terjangkau oleh fasilitas kesehatan, karena sarana yang terbatas dan tingginya biaya pengobatan. Sarana kesehatan di Indonesia yang dalam hal ini termasuk minimnya fasilitas rumah sakit dan tenaga Bedah Saraf yang belum merata penyebarannya di seluruh Indonesia. Sebagian besar terkonsentrasi di lbukota Propinsi atau kota-kota besar yang pada umumnya memiliki rumah sakit yang mempunyai fasilitas diagnostik, penunjang diagnostik, perawatan maupun peralatan penunjang operasi yang lengkap.
Dari segi tehnik operasi, saat ini yang dilakukan menurut tehnik klasik, karena mempertimbangkan aspek kosmetik insisi operasi bentuk bikoronal, sedemikian besarnya [uka operasi sehingga menimbulkan penyulit-penyulit yang penanganannya ideal dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas lengkaplkhusus.
Melihat berbagai masalah yang terkait Iangsung ataupun tak Iangsung pada penderita MEA ini, maka dibuat suatu tehnik operasi dengan penyulit minimal yang bisa dilakukan di rumah sakit daerah tanpa fasilitas khusus. Bentuk incisi yang dilakukan adalah transkel dan diteruskan sampai regio frontal, berbeda dengan insisi bikoronal pada tehnik klasik. Insisi ini selanjutnya disebut "JAKARTA INCISION".
Tehnik operasi ini dalam penelitian ini akhirnya bisa menurunkan biaya kesehatan yang tinggi, tanpa mengurangi ataupun menyalahi tujuan pengobatan penderita MEA.
Bagaimana membuktikan suatu pola perawatan dan tehnik operasi yang berbeda dengan tehnik klasik pada penderita Meningoensefalokel Anterior sehingga penyulit yang ditimbulkan oleh tehnik operasi klasik dapat diminimalisir dan mengurangi biaya pengobatan penderita MEA?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshi Pratama Djaja
"ABSTRAK
Pendahuluan: Dalam penanganan kasus fraktur pelvis dan asetabulum, berbagai macam approach telah diperkenalkan. Pada penelitian ini, kami mengembangkan teknik minimal invasive dengan menggabungkan teknik jendela pertama pada approach Ilioinguinal dan Modified Stoppa untuk meminimalisir resiko cedera neurovaskular, penyembuhan luka, jumlah perdarahan dan durasi operasi.Metode: Penelitian ini melibatkan 30 pasien dengan cedera cincin pelvis anterior dan/atau fraktur kolum anterior asetabulum yang menjalani operasi antara Januari 2011 ndash; Maret 2016. Kelompok Minimally Invasive Plate Osteosynthesis MIPO terdiri dari 15 pasien dan 15 lainnya diterapi dengan teknik Ilioinguinal. Parameter intraoperatif seperti jumlah perdarahan, durasi operasi, kualitas reduksi Matta dan luaran fungsional pasca-operasi Majeed dan Hannover 12 bulan pasca operasi dicatat dan dianalisis dengan membandingkan kedua kelompok tersebut.Hasil dan Diskusi: Rerata jumlah perdarahan pada kelompok MIPO 325 ? 225 mL sedangkan kelompok Ilioinguinal 710.67 ? 384.51 mL p=0.002 . Rerata durasi operasi pada kelompok MIPO 2.49 ? 1.53 jam dan 3.83 ? 0.96 jam di kelompok Ilioinguinal p=0.006 . Tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok dilihat dari kualitas reduksi, luaran fungsional. Tidak ada komplikasi yang ditemukan dalam periode 12 bulan pasca operasi. Teknik MIPO Modified Stoppa dan lateral window dapat digunakan sebagai alternatif yang aman dan efektif dalam tatalaksana cedera cincin pelvis anterior dan/atau fraktur kolum anterior asetabulum.
ABSTRACT Introduction In performing surgery for fractures of the pelvis and acetabulum, various surgical approaches have been introduced. In this study, we developed a minimally invasive approach by combining the first window of ilioinguinal with Modified Stoppa to minimize the risk of neurovascular injury, wound healing problems, blood loss and duration of surgery.Methods This study involved 30 patients with anterior pelvic ring and or anterior column acetabulum fracture who underwent operation between January 2011 ndash March 2016. The minimally invasive plate osteosynthesis MIPO group consisted of 15 patients while the other 15 are ilioinguinal group. Intraoperative parameters such as blood loss, duration of surgery, quality of reduction Matta and postoperative functional outcome Majeed and Hannover score at twelve months period were recorded and evaluated.Result and Discussion The mean blood loss in the MIPO group were 325 225 mL versus 710.67 384.5 mL control p 0.002 . Duration of surgery were averaged at 2.49 1.53 hours in MIPO group versus 3.83 0.96 hours in ilioinguinal group p 0.006 . There were no significant differences noted between the two groups in the quality of reduction and postoperative functional outcome. No complications were found after a 12 months follow up period in the MIPO group. Modified Stoppa and lateral window technique can be used as a safe and effective alternative for anterior pelvic ring fracture and or anterior column acetabulum fracture. "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>