Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150157 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pike, Kenneth Lee, 1912-2000
"Beberapa bahasa dan/atau dialek berkerabat. Teori pohon bahasa mengatakan bahwa suatu bahasa purba melahirkan perbedaan dalam struktur tatabahasa dan bunyi, dan pembandingan bahasa yang ada dapat menunjukkan bahwa bahasa itu berasal dari sumber yang sama.
Dialek atau bahasa dapat membuat sederetan rumus yang menunjukkan berbagai hubungan kesepadanan yang diketemukan. Unsur bahasa yang dirumuskan seperti itu disebut bentuk rekonstruksi. Tatabahasa maupun bunyi dapat direkonstruksi.
Buku ini menguraikan tentang simbol-simbol rekonstruksi, re-fonemiasai, memperluas rekonstruksi, dan contoh-contohnya. "
California: Summer Institute of Linguistics, 1957
K 410 PIK a
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Jati Pamungkas
"Skripsi ini membahas berbagai bentuk imperatif yang terdapat dalam surat al- Baqarah, al-‘An’am, dan al-Naml. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah mengungkapkan berbagai bentuk imperatif dalam al-Quran khususnya dalam surat al- Baqarah, al-‘An’am, dan al-Naml. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penulisan skripsi ini adalah imperatif yang terdapat dalam ketiga surat tersebut dibagi menjadi dua kelompok yakni imperatif hakiki dan imperatif maknawi. Imperatif hakiki terdiri dari empat bentuk imperatif, sedangkan imperatif maknawi terdiri dari tigabelas bentuk imperatif. Imperatif hakiki merupakan imperatif yang sering muncul dalam ketiga surat tersebut. Dari keempat bentuk imperatif hakiki, yang sering muncul dalam al-Baqarah, al-‘An’am, dan al-Naml adalah verba imperatif.

This thesis discusses the various imperatives contained in sura al-Baqarah, al- ‘An’am, and al-Naml. The purpose of writing this thesis is experiencing a range of imperatives in al-Quran especially in sura al-Baqarah, al-‘An’am, and al-Naml. This research is a qualitative descriptive design. The results of this thesis writing is imperative contained in three letters are divided into two groups: fundamental imperative and meaning imperative. Fundamental imperative consists of four imperatives, while meaning imperative consists of thirteen imperatives. Fundamental imperative is imperative that often appear in all three the sura. Of the four fundamental imperatives, which often appears in al-Baqarah, al-‘An’âm, and al-Naml is imperative verb."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Keumala
"ABSTRAK
Dewasa ini bahasa digunakan oleh masyarakat dunia dalam segala aspek kehidupan manusia, terutama dalam memperluas cakrawala budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Setiap bahasa di dunia memiliki kekhasan tersendiri, yang dapat membedakannya dengan bahasa_-bahasa lain. BP dan BI adalah dua bahasa yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh karena kedua bahasa itu berasal dari rumpun bahasa yang berbeda, dan juga oleh faktor geografis. Namun dengan kenyataan ini apakah masih ada kemungkinan persamaan di antara kedua bahasa tersebut? Penelitian fungsi keterangan cara BP dan BI ini akan mengungkapkan hal tersebut.
Dalam penelitian ini, penekanan analisis adalah pada bentuk dan posisi unsur pengisi fungsi keterangan cara BP dan BI, sehingga metode yang digunakan adalah analisis kontrastif teoritis. Untuk memerikan fungsi keterangan cara BP dan BI digunakan konsep-konsep seperti satuan sintaksis dan otonomi sintaksis.
Hasil analisis menunjukkan bahwa fungsi keterangan cara BP dan BI memiliki perbedaan sekaligus persamaan dari segi bentuk dan dari segi posisi.Perbedaan posisi unsur-unsur pengisi fungsi keterangan cara BP yang mempunyai bentuk yang sama ataupun yang berada dalam kalimat yang memiliki verba yang sama, disebabkan oleh jenis verba (V.tr atau V.Intr) dan juga oleh bentuk verba (bentuk sederhana atau bentuk gabungan) pengisi predikat kalimat. Sementara itu dalam BI,
perbedaan posisi hanya disebabkan oleh jenis verba pengisi predikat kalimat, dan tidak oleh bentuk verbanya. Hal ini disebabkan dalam BI tidak dikenal sistem verba gabungan.
Selaniutnya, kesamabangunan hanya dipenuhi oleh sebagian kecil unsur-unsur yang dibandingkan, yaitu beberapa unsur tertentu berupa sintem, berupa sintagma, dan berupa klausa.
Akhirnya, skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam linguistik umum khususnya sintaksis, dan dalam linguistik terapan seperti penerjemahan dan pengajaran bahasa.

"
1990
S14390
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Clarissa Prameswari
"Interjeksi adalah kata yang mengekspresikan perasaan batin. Interjeksi dalam komik berfungsi untuk mengekspresikan emosi para tokoh dan meniru bunyi di sekitar. Interjeksi dalam penelitian ini penting untuk dibahas karena interjeksi dapat membantu pembaca untuk memahami emosi atau tindakan dari situasi dalam cerita komik. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan bentuk, makna, dan posisi interjeksi yang terdapat dalam komik Suske en Wiske: “De Vliegende Rivier” karya Willy Vandersteen. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan teori tentang interjeksi dalam Algemene Nederlandse Spraakkunst (ANS). Hasil analisis menunjukkan bahwa ditemukan 38 interjeksi dalam komik Suske en Wiske: “De Vliegende Rivier”, yang berdasarkan bentuk terbagi menjadi interjeksi satu silabel dan interjeksi dua atau lebih silabel. Berdasarkan makna ditemukan interjeksi tidak bermakna dan bermakna. Berdasarkan posisi interjeksi bisa muncul di awal, tengah, atau akhir kalimat, dan dapat berdiri sendiri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah interjeksi satu silabel, interjeksi bermakna yang tidak mengandung emosi, dan interjeksi yang berdiri sendiri merupakan interjeksi yang paling dominan. Interjeksi yang meniru suara gerakan tidak ditemukan dalam komik itu.

Interjection is a word that expresses inner feelings. Interjection in comics serves to express the emotions of the characters and imitate the sounds around them. Interjection in this study is important to discuss because interjection can help readers to understand the emotions or actions of situations in comic stories. This study aims to describe the form, meaning, and position of the interjections contained in the comic Suske en Wiske: “De Vliegende Rivier” by Willy Vandersteen. This study uses a qualitative approach with a descriptive analysis method. This study also uses the theory of interjection in Algemene Nederlandse Spraakkunst (ANS). The results of the analysis show that there are 38 interjections in the comic Suske en Wiske: “De Vliegende Rivier”, which based on form are divided into one-syllable interjections and two or more syllables interjections. Based on the meaning, it was found that the interjection was not meaningful and meaningful. Based on the position of the interjection can appear at the beginning, middle, or end of the sentence, and can stand alone. The conclusion of this study is that one syllable interjection, meaningful interjection that does not contain emotion, and independent interjection is the most dominant interjection. Interjections that imitate the sound of movement are not found in the comic."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Herlina
"Jika ditinjau sejarahnya, istilah aktif-pasif digunakan pertama kali untuk memerikan bahasa Yunani, kemudian bahasa Latin. Dalam perkembangan selanjutnya pemakaian istilah aktif- pasif mengalami persoalan sewaktu diterapkan pada bahasa yang bukan berasal dari rumpun lndo-Eropa, termasuk bahasa Indonesia. Istilah aktif-pasif dipakai sehubungan dengan pembahasan diatesis verba di dalam struktur klausa. Penerapan diko_tomi pada verba ini berkaitan dengan hubungan sintaksis di antara verba dan argumen-argumen yang mendampinginya, misalnya verba yang berargumen satu yang disebut verba tak tran_sitif dan verba yang berargumen dua yang disebut verba transitif. Mengenai hubungan sintaksis di antara verba dan argumen-argumennya itu, ada bahasa yang mempunyai pemarkahan mor-femis pada argumen-argumennya yakni bahasa yang memiliki sis_tem kasus, ada juga bahasa yang mempunyai pemarkahan morfe_mis bukan pada nominanya melainkan pada verbanya, misalnya bahasa Tagalog yang juga dikenal dengan bahasa fokus. Pemar_kahan morfemis pada nomina-nomina bahasa Latin, misalnya dikenal dengan kasus nominatif, datif, akusatif. Akan tetapi, di samping pemarkahan kasus seperti yang terdapat pada bahasa Latin dan Sansekerta tersebut dikenal pula kasus seperti er_gatif dan absolutif pada bahasa lain, misalnya bahasa Dyirbal dan Avar. Mengenai bahasa yang memiliki pemarkahan morfemis pada verba, ada bahasa memiliki pemarkahan yang rumit yaitu dengan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks, seperti bahasa Tagalog. Tetapi ada bahasa yang pemarkahan morfemis verbanya tidak serumit itu, misalnya bahasa Indonesia. Menurut Ramlan, sebenarnya masalah aktif-pasif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu sudah muncul sejak diserta_si H.J.E. Tendeloo pada tahun 1895, dan sampai sekarang belum mencapai hasil atau sesuatu kesimpulan yang memuaskan (Ramlan, -1977). Para ahli bahasa sendiri mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai hal ini. Ada yang berpendapat bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk aktif dan bentuk pasif, di antaranya Suzan Takdir Alisjahbana, Tardjan Fjadidjaja, I.R. Poedjawijat_na, Slametmuljana, itamlan, dan barimurti Itiridalaksana. Selain itu ada juga yang berpendapat babwa yang ada hanyalah bentuk aktif saja, sedangkan bentuk pasif tidak ada. Menurut Ramlan pendapat ini didasarkan atas pengertian aktif_pasif dalam bahasa Sansekerta, yaitu apabila persona atau di_ri yang beraneksi pada kata kerja merupakan pelaku tindakan, maka bentuk itu disebut bentuk aktif, dan apabila persona atau diri yang beraneksi pada kata kerja merupakan penderita tindakan, maka bentuk itu disebut bentuk pasir. Oleh karena itu bentuk-bentuk seperti kupukul dan dipukulnya dimasukkan ke dalam bentuk aktif, sedangkan hentuk pasif tidak ada (Ramlan, 1977: 2). Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat bentuk aktif dan bentuk pasif. Me_reka antara lain ialah Umar Yunus dan Samsuri. Umar Yunus ber_anggapan bahwa masalah aktif-pasif adalah salah satu masalah yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Oleh karena itu masalh ini tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan berbagai bunyi bahasa yang ada dalam suatu bahasa tertentu, atau posi_sinya dalam hubungan urutan berbagai bunyi bahasa lainnya (Umar Yunus,- 1981: 59). Dalam hal ini perlu diketahui, bahwa Umar Yunus menter_jemahkan voice sebagai 'bunyi'. Pengertian ini salah, karena seharusnya yang dimaksud dengan voice di sini ialah diatesis. menurut Harimurti, diatesis berarti: kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan antara partisipan atau subyek de_ngan perbuatan yang dinyatakan oleh verba dalam klausa. Ada diatesis aktif, pasif, dsb. (1983: 34). Masalah lain adalah dari konsep-konsep yang ditemukan tentang bentnk aktif dan pasif dalam bahasa. Indonesia, apa_kah seyogyanya bentuk meN- disebut aktif dan bentuk di- disebut pasif? Sebagian ahli bahasa seperti Keenan dan Bambang Kaswan_ti Purwo, mengatakan bahwa bentuk meN- sebagai alat pelatar_belakangan dan bentuk di- sebagai alat pelatardepanan (Kee_nan, 1985: 235 dan Bambang Kaswanti Purwo, 1986: 6). Oleh ka_rena itu, atas dasar pertimbangan apakah bentuk maN-- dan ben_tuk di- itu dipakai. Khususnya dalam skripsi i.ni akan ditin_jau dalam bahasa Meiayu Klasik. Perhatian orang terhadap bahasa Melayu Klasik memang su_dah ada, tetapi sepengetahuan penulis kebanyakan hanya ber sangkutan dengan masalah sastra. Penelitian dari segi lingu_istik mengenai bahasa melayu terutama dalam subsistem sintak_sis masih sangat terbatas sekali dilakukan ahli bahasa, se_hingga pengetahuan mengenai seluk-beluk bahasa Melayu sangat kurang. Oleh karena itu dalam skripsi, yang diberi judul:Bentuk Pasif Dengan Penanda Di- Dalam Hikayat Sri Rama dan Sejarah Melayupenulis berusaha untuk melihat konstruksi pasif dalam bahasa Melayu Klasik berdasarkan konsep yang telab diajukan oleh ah_li bahasa yang ada sekarang. Kemudian penulis bermaksud menjelaskan atas dasar apa terjadi perbedaan fungsi dalam penanda penanda tersebut"
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S11195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deriyana Hamdani
"Penelitian ini menganalisis tindak tutur imperatif dalam film pendek Escapade karya Gijs Bloom. Hal-hal yang dianalisis dalam penelitian ini mencakup bentuk dan fungsi tindak tutur imperatif dalam film pendek Escapade. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Data dalam penelitian ini berupa tuturan dalam dialog film pendek Escapade karya Gijs Bloom. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tindak tutur dari Austin dan Searle. Bentuk tindak tutur imperatif yang terdapat pada film Escapade adalah: bentuk tindak tutur langsung literal dan bentuk tindak tutur tidak langsung literal. Fungsi tindak tutur imperatif pada film pendek Escapade adalah: perintah, ajakan, permintaan, larangan dan anjuran.

This study analyzes imperative speech acts from the short film `Escapade` by Gijs Bloom. The analysis includes the form and function of imperative speech acts within the short film. The research was conducted as a qualitative study by using descriptive methods, through which the data in this study appears in the form of a speech act taken from the short film`s dialogue, which were later transcribed into written words or sentences for the purpose of this study. In this research, Austin and Searle`s speech act theory was used to analyse the different speech act forms and functions. These include: literal direct speech acts, and literal indirect speech acts. To add, this study analyses how imperative speech acts function as orders, invitations, requests, prohibitions and suggestions within the short film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vaniadika Istamitra
"Penelitian ini membahas tentang deiksis dalam bahasa Korea. Deiksis merupakan kata rujukan yang sifatnya dinamis atau tidak tetap. Deiksis berfungsi sebagai penjelas konteks suatu tuturan atau kalimat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan deiksis dalam bahasa Korea secara umum dan penggunaannya dalam setiap jenisnya. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan yang mengambil sumber dari beberapa penelitian terdahulu. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana penggunaan deiksis dalam bahasa Korea. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima jenis deiksis paling umum dalam bahasa Korea, yaitu deiksis persona, deiksis ruang, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dari kelima jenis ini, dapat dikemukakan bahwa terdapat dua jenis deiksis yang dapat terbagi menjadi beberapa bagian. Deiksis yang dimaksud merupakan deiksis persona yang memiliki pembagian orang pertama, kedua, dan ketiga, dan deiksis waktu memiliki pembagian deiksis kalendrikal dan deiksis non-kalendrikal.

This study discusses deixis in Korean. Deixis is a reference word that is dynamic or not fixed. Deixis functions as an explanation of the context of an utterance or sentence. This study aims to explain deixis in Korean in general and its use in each type. This research is a library research that takes sources from several previous studies. The research question is how to use deixis in Korean. The results of this study indicate that there are five most common types of deixis in Korean: persona deixis, spatial deixis, time deixis, discourse deixis, and social deixis. From these five types, it can be stated that there are two types of deixis which can be divided into several parts. The deixis in question is persona deixis which has first, second, and third-person divisions, and time deixis has calendar deixis and non-calendrical deixis divisions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>