Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91898 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Gempa adalah satu fenomena alam yang dapat terjadi kapan saja. Untuk itu, struktur gedung harus direncanakan sedemikan rupa agar dapat memikul beban gempa rencana. Bahkan untuk gempa besar yang jarang terjadi, struktur gedung diharapkan dapat survive tanpa mengalami keruntuhan (collapse) secara tiba-tiba. Hal tersebut memerlukan sebuah desain struktur yang cermat yang dapat merekayasa pola kerusakan atau failure yang akan dialami struktur ketika dilanda gempa besar. Pola kerusakan yang baik agar struktur tidak runtuh tiba-tiba adalah terbentuknya sendi-sendi plastis (plastic hinges) pada elemen-elemen balok satu demi satu sebelum akhirnya sendi-sendi plastis terakhir terbentuk pada ujung kolom-kolom lantai pertama. Kriteria keruntuhan tersebut dikenal dengan istilah strong-column-weak-beam, yang dapat dipenuhi dengan melakukan desain kapasitas (capacity design). Untuk menghadapi gaya gempa yang bekerja pada arah lateral, suatu bangunan memerlukan elemen struktur yang berfimgsi memikul beban lateral tersebut. Salah satu altematifiiya adalah dengan menggunakan Moment Resisting Steel Frame yang ditempatkan pada sisi-sisi tertentu pada bangunan. Untuk mengetahui kinerja moment resisting steel frame terhadap beban gempa, dapat dilakukan analisa pushover dinamis maupun statis baik dengan model dua dimensi maupun tiga dimensi. Analisa dinamis dan model tiga dimensi memberikan hasil yang lebih akurat, namun memerlukan banyak waktu dan tenaga. Sebaliknya analisa statis ekivalen dan model dua dimensi memberikan hasil yang kurang akurat, namun prosesnya lebih sederhana. Analisa pushover dapat dilakukan dengan menggunakan program DRAIN2DX yang dapat mengindikasikan pola keruntuhan yang mungkin terjadi pada struktur yang dianalisa, yaitu urutan teriadinya sendi-sendi plastis."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S34720
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Taruna Mukti
"Baja ASTM A36 merupakan mild carbon steel yang banyak digunakan pada sektor infrastruktur, namun demikian baja karbon memiliki ketahanan korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis baja lainnya, yang menyebabkan material ini rentan terhadap korosi dalam lingkungan atmosferik. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan ketahanan korosinya, baja ASTM A36 dapat dilapisi dengan glass flake epoxy. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan metode surface cleaning terhadap kekuatan adhesi glass flake epoxy yang diaplikasikan pada substrat baja tersebut dan ketahanan korosi yang dihasilkannya. Dalam penelitian ini diterapkan 5 (lima) jenis metode surface cleaning yaitu: (i) solvent cleaning, (ii) hand tool cleaning, (iii) power tool cleaning, (iv) power tool to bare metal cleaning, serta (v) abrasive blast cleaning. Selanjutnya, dilakukan proses pengukuran kekasaran permukaan dari masing-masing sampel baja ASTM A36 menggunakan metode field test, sebelum diaplikasikan cat dilakukan pengecekan kondisi lingkungan terlebih dahulu (dry and wet temperature, steel temperature, dew point temperature, serta relative humidity), kemudian glass-flake epoxy diaplikasikan pada permukaan substrat baja menggunakan roller paint brush. Setelah itu, dilakukan pengukuran wet dan dry film thickness. Metode analisis data dilakukan per lima sampel dari masing-masing pengujian yang dilakukan yakni pengujian salt spray, pengujian electrochemical impedance spectroscopy, serta dua pengujian adhesi yaitu pull off adhesion dan tape test test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan organic coating dipengaruhi oleh perbedaan metode surface cleaning yang diterapkan. Abrasive blast cleaning memiliki ketahanan korosi yang paling baik dengan rata-rata pelebaran (creepage) korosi paling rendah yakni 0.49 mm yang termasuk ke dalam rating number 9, dan kekuatan adhesi rata-rata tertinggi yaitu 3.16 MPa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ketahanan korosi dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, sementara kekuatan adhesi dipengaruhi oleh tingkat kekasaran.

ASTM A36 steel is a mild carbon steel that is widely used in the infrastructure sector; however, carbon steel has a lower corrosion resistance compared to other types of steel, which makes this material susceptible to corrosion in atmospheric environments. Therefore, to improve its corrosion resistance, ASTM A36 steel can be coated with glass flake epoxy. This research aims to study the effect of different surface cleaning methods on the adhesion strength of glass flake epoxy applied to the steel substrate and the resulting corrosion resistance. In this research, five types of surface cleaning methods were applied, namely: (i) solvent cleaning; (ii) hand tool cleaning; (iii) power tool cleaning; (iv) power tool to bare metal cleaning; and (v) abrasive blast cleaning. Subsequently, the surface roughness measurement process for each ASTM A36 steel sample was carried out using the field test method. Prior to applying the paint, environmental conditions were checked first (dry and wet temperature, steel temperature, dew point temperature, and relative humidity), and then glass-flake epoxy was applied to the surface of the steel substrate using a roller paint brush. Afterward, wet and dry film thickness measurements were taken. The data analysis method was carried out on five samples from each test carried out, namely salt spray testing, electrochemical impedance spectroscopy testing, and two adhesion tests, namely pull-off adhesion and tape test tests. The results show that the organic coating ability is influenced by the different surface cleaning methods applied. Abrasive blast cleaning has the finest corrosion resistance with the lowest average corrosion creepage of 0.49 mm, which is included in rating number 9. In addition, the resulting average adhesion strength is also high at 3.16 MPa. It can be concluded that corrosion resistance is influenced by the degree of cleanliness, while adhesion strength is influenced by the degree of roughness.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riene Kaelamanda Pragitta
"Korosi seragam dan pitting internal pada pipa sumur panas bumi umum terjadi karena fluida mengandung medium korosif garam dan CO2. Ketika terdapat gas CO2 yang terlarut dalam air, maka akan menyebabkan terjadinya korosi sweet. Garam cenderung terdisosiasi menjadi ion yang menyebabkan peningkatan konduktivitas listrik. Semakin tinggi konduktivitas, maka semakin tinggi kemampuan air garam untuk membawa arus listrik pada permukaan logam antara daerah anodik dan katodik, sehingga menghasilkan laju korosi yang lebih tinggi. Baja karbon AISI 4140 banyak digunakan sebagai material untuk pipa sumur panas bumi. Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis korosi baja karbon AISI 4140 di lingkungan dengan kadar garam tinggi yaitu 40950 mg/L NaCl + 5960 mg/L KCl + 2664 mg/L CaCl2. Pada tiap pengujian dilakukan dua variasi, yaitu dengan injeksi CO2 dan tanpa injeksi CO2. Berdasarkan hasil analis karakterisasi XRD, terdapat fasa Fe pada semua sampel dengan jenis larutan dengan dan tanpa injeksi CO2, namun pada sampel dengan larutan injeksi CO2 memiliki intensitas yang lebih kecil. Rendahnya intensitas fasa Fe mengindikasikan adanya deposit di permukaan sampel. Hasil analisis uji korosi menggunakan metode hilang berat menunjukan sampel yang dilakukan peredaman dalam larutan dengan injeksi CO2 menghasilkan penurunan massa yang lebih besar dibanding sampel yang diredam dalam larutan tanpa injeksi CO2. Hal ini didukung dengan laju korosi baja AISI 4140 pada larutan dengan injeksi CO2 lebih tinggi dibandingkan tanpa injeksi CO2 pada uji cyclic voltammetry. Tingginya laju korosi baja di lingkungan CO2 adalah akibat tingginya CO2 terlarut dalam air yang membentuk senyawa H2CO3 yang dapat menurunkan pH sehingga menjadikan larutan semakin korosif.

Uniform corrosion and internal pitting of geothermal well pipes are common because the fluid contains the corrosive medium of salt and CO2. When there is CO2 dissolved in water, it will cause sweet corrosion. Salts tend to dissociate into ions causing an increase in electrical conductivity. The higher the conductivity, the higher the ability of the salt water to carry an electric current on the metal surface between the anodic and cathodic regions, resulting in a higher corrosion rate. AISI 4140 carbon steel is widely used as a material for geothermal well pipes. In this research, the corrosion analysis of AISI 4140 carbon steel will be carried out in an environment with high salt content, namely 40950 mg/L NaCl + 5960 mg/L KCl + 2664 mg/L CaCl2. In each test, two variations were performed, namely with CO2 injection and without CO2 injection. Based on the results of the XRD characterization analysis, there was a Fe phase in all samples with the type of solution with and without CO2 injection, but the sample with CO2 injection solution had a smaller intensity. The low intensity of the Fe phase indicates the presence of deposits on the sample surface. The results of the analysis of the corrosion test using the weight loss method showed that samples soaked in solution with CO2 injection resulted in a greater reduction in mass than samples soaked in solution without CO2 injection. This is supported by the corrosion rate of AISI 4140 steel in a solution with CO2 injection which is higher than without CO2 injection in the cyclic voltammetry test. The high rate of corrosion of steel in the CO2 environment is due to the high dissolved CO2 in water which forms H2CO3 compounds which can lower the pH, making the solution more corrosive."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mala Sari
"Penelitian ini menganalisa penyebab patahnya blade turbin uap dari pembangkit listrik tenaga uap Suralaya yang berbahan dasar baja karbon Cr 12. Blade turbin uap ini telah digunakan selama 33 tahun. Hasil analisis dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam proses peremajaan bahan yang akan dilakukan pada tahap penelitian selanjutnya. Komposisi utama dari paduan baja karbon ini adalah Fe dan Cr. Kandungan Fe dan Cr pada patahan divalidasi dengan melakukan uji x-ray fluorescence. Hasil uji ini komposisi menunjukkan kandungan Fe dan Cr masing-masing sebesar 73.07 dan 16.11 wt%. Kandungan Fe lebih rendah sedangkan Cr lebih tinggi pada patahan dibandingkan dengan nilai referensi bahan standar. Uji mekanik yaitu uji tarik dan uji kekerasan dilakukan untuk mengidentifikasi perilaku deformasi patahan. Hasil uji tarik menunjukkan bahwa patahan mengalami penurunan kekuatan tarik sebesar 5x dengan batas luluh 3x lebih rendah dari nilai referensi bahan standar. Uji kekerasan menunjukkan peningkatan kekerasan jika dibandingkan dengan referensi bahan standarnya, sedangkan nilai regangannya masih dibatas normal. Hasil uji x-ray diffraction (XRD) dengan membandingkan bahan patahan dengan bagian yang utuh menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada komposisi fasa bahan. Ketiga titik analisis mengandung fasa utama yaitu Fe-α. Hasil SEM dan mikroskop optik menunjukkan pola retakan yang terjadi akibat kelelahan yang kemungkinan ditandai dengan beachmarks dan adanya intergranular crack serta terdapat banyak void. Penyebab retakan ini sudah sangat sering terjadi dan merupakan masalah terbesar dalam turbin uap. Hasil uji fatigue menunjukkan penyebab lain dari retakan yaitu kelelahan. Disarankan proses peremajaan melibatkan peleburan ulang atau pemanasan suhu tinggi.

ABSTRACT
This research analyzes the cause of the broken steam turbine blade from the Suralaya steam power plant based on Cr 12 carbon steel. This steam turbine blade has been used for 33 years. The results of the analysis can be taken into consideration in the process of rejuvenation of the material to be carried out at the next research stage. The main composition of this carbon steel alloy is Fe and Cr. The content of Fe and Cr in the fracture was validated by conducting an x-ray fluorescence test. The results of this test showed that the composition of Fe and Cr was 73.07 and 16.11 wt%, respectively. The Fe content is lower where as Cr is higher in the fracture compared to the reference value of standard materials. Mechanical tests namely tensile tests and hardness tests are carried out to identify the fault deformation behavior. Tensile test results show that the fracture has decreased the strength of the blade by 5x with a yield limit of 3x lower than the reference value of standard materials. Hardness test shows an increase in hardness when compared to the reference standard material, while the strain value is still normal. The results of the x-ray diffraction (XRD) test by comparing the fractured material with the intact part showed no significant difference in the phase composition of the material. The three points of analysis contain the main phase, Fe-α. The results of SEM and optical microscopy show crack patterns that occur due to fatigue that may be marked by beachmarks and the presence of intergranular cracks and there are many voids. The cause of these cracks is very common and is the biggest problem in steam turbines. Fatigue test results show another cause of cracking, which is fatigue. It is recommended that the rejuvenation process involve re-smelting or high-temperature heating.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesias, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Fitri Kusumastuti
"PET dengan sumber gelas air mineral dan botol bening minuman ringan dimanfaatkan pada penelitian ini untuk produksi Carbon Nanotube (CNT) sekaligus sebagai variasi sumber bahan baku. CNT disintesis menggunakan reaktor nyala (flame) dengan menggunakan stainless steel 316 sebagai substrat. Modifikasi Oxidative heat treatment (OHT) sebagai pengganti quenching dan metal dusting dilakukan sebagai variasi preparasi substrat pada penelitian ini. Preparasi sampel dilakukan untuk mengetahui perbandingan yield yang dihasilkan.
Hasil karakterisasi SEM menunjukkan bahwa preparasi metal dusting belum maksimal ditunjukkan dengan sedikitnya karbon amorf yang terbentuk. Hasil variasi sumber bahan baku menunjukkan gelas air mineral menghasilkan yield sebesar 85,5% yang juga menjadi yield terbanyak untuk variasi bentuk bahan baku diperoleh dari gelas air mineral yang dilakukan dengan preparasi crushing.

PET with mineral water glass bottles and soft drink bottles is used in this study to produce Carbon Nanotube (CNT) as well as a variety of sources of raw materials. CNT is synthesized using a flame reactor using stainless steel 316 as a substrate. Oxidative heat treatment (OHT) modification as a substitute for quenching and metal dusting was carried out as a variation of substrate preparation in this research. Sample preparation is done to determine the ratio of yield produced.
The results of SEM characterization indicate that metal dusting preparation has not been maximally indicated by the least amorphous carbon formed. The results of variations in the source of raw materials indicate that glass of mineral water yields a yield of 85.5% which is also the highest yield for variations in the shape of raw materials obtained from glass of mineral water carried out by crushing preparation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vian Loveus Petra
"Baja meupakan material yang penting yang digunakan dalam berbagai sektor kebutuhan. Rekayasa struktur baja merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan agar mendapatkan sifat baja yang sesuai. Perlakuan panas dan pendinginan cepat menggunakan nanofluida merupakan salah satu metode rekayasa struktur yang dapat dilakukan untuk mengeraskan baja. Pada penlitian ini membahas penggunaan nano fluida sebagai media pendingin pada perlakuan baja S45C. Fluida yang digunakan disintesis dengan mendispersikan surfaktan polyethylene glycol dengan variabel konsentrasi 0; 3; 5; dan 7% v/v dan partikel hasil daur ulang limbah PCB dengan variabel konsentrasi 0; 0,1; 0,3; 0,5% w/v didalam air distilasi,. Proses sintesis partikel PCB meliputi crushing, leaching dengan HCL 1M, pirolisis pada suhu 500oC, dan ball milling dengan total durasi 20 jam. Hasil pengujian Particle Size Analyzer (PSA) pada partikel menunjukkan adanya peningkatan ukuran partikel dari 268 nm menjadi 1035 nm saat di milling selama 10 jam kemudian turun menjadi 572 nm saat di milling selama 20 jam. Ukuran yang diperoleh tidak mencapai ukuran nano (1-100 nm) sehingga partikel tergolong kedalam partikel mikron. Untuk mengevaluasi pengaruh konsentrasi surfaktan polyethylene glycol dan partikel PCB pada fluida, dilakukan pemanasan Baja S45C pada suhu 900oC yang kemudian didinginkan cepat menggunakan fluida partikel mikron. Hasil yang diperoleh dari perlakuan pada baja meliputi kurva pendinginan, nilai kekerasan HRC dan foto mikrostruktur. Kurva pendinginan yang diperoleh memperkirakan fasa akhir yang didapatkan baja adalah ferrite, pearlite, bainite dan martensite. Adapun struktur mikro yang dihasilkan oleh baja menunjukan fasa pearlite, bainite, martensite dengan nilai kekerasan diatas 50 HRC serta kekerasan tertinggi mencapai 56,3 HRC

Steel is classified as an important materials that used in various sector of applications. Engineering the microstructure of steels is an important step that can be used to obtain the desired properties of steel. Quenching, especially with nanofluids is one of the great options to alter the microstructure of steel, specifically through steel hardening treatments. In this study, the use of nanofluid as steel quenchant id discussed. Synthesized fluid obtained by dispersing polyethylene glycol as a surfactant with 4 variation of concentration (0; 3; 5; 7% v/v) and PCB recycled particle with also 4 concentration variation (0; 0.1; 0.3; 0.5% w/v) to the distilled water. Recycling / synthesis process of PCB particle include crushing, leaching with 1 Molar Hydrochloric Acid, pyrolysis at 500oC, and ball milling for up to 20 hours. Results obtained from the particle size analyser (PSA) indicate an increase in particle size from 268 nm to 1035 nm within 10 hours milling and reduced to 572 nm when milled for 20 hours. Particle retrieved after the recycling process classified as micron sized particle because the final size doesn’t meet the criteria of nanoparticles (1-100 nm). To evaluate the effects of polyethylene glycol and PCB based particle concentration on the dispersed fluids, a hardening treatment is conducted by heating S45C steels to 900oC for 1 hour then quenched with the dispersed fluid. Information that can be obtained from the process are the cooling curves, rockwell hardness, and microstructure of steels. Obtained cooling curves predict the final phase that may be present at steels are ferrite, pearlite, bainite, martensite. The microstructure of steels after quenching in general consist of pearlite, bainite, martensite. Meanwhile, overall steels rockwell hardness obtained after quenching is above 50 HRC with maximum value of 56,3 HRC.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanggala Dewanto
"Pada penelitian ini pengaruh defonnasi regangan terhadap anil rekristalisasi diteliti melalui percobaan eksperimental laboratorium, Pada percobaan, bahan SPCC dideformasi 17 % sampai 35 % kemudian dilakukan proses anil dengan temperatur SOO °C, 550 °C, 600 "C, dan 650 °C. Waktu tahan pemanasan dibuat konstan selama 1 jam. Pengujian kekerasan dan metalografi dilakukan untuk mengetahui rentang temperatur yang sesuai terjadinya rekristalisasi. Untuk deformasi regangan yang besar (dalam penelitian ini 51% sampai 85 %) memeiliki rentang temperatur rekristalisasi 550 “C sampai 600 °C, sedangkan untuk deformasi regangan yang kecil (dalam penelitian ini 17 % sampai 34 %) memiliki temperatur rekristalisasi lebih tinggi dari 600 °C. Dimana kekerasan pada deformasi regangan 85 % penurunannya sangat drastis yakni dari 129,29 Hv menjadi 79,52 Hv dan pada deformasi regangan 17 % perbedaanya tidak besar yakni dari 95,13 Hv menjadi 90,50 Hv. Hasil menunjukkan pengaruh temperatur anil tekristalisasi terhadap baja SPCC akan menurunkan kekerasan untuk semua deformasi. Sedangkan temperatur untuk terjadinya rekristalisasi berbeda, dimana untuk defomasi yang kecil temperatur rekristalisasi semakin besar tetapi untuk deformasi yang besar temperatur rekristaiisasi semakin kecil. Hal ini dibuktikan dengan ukuran butir yang semakin besar atau bilangan besar butir (G) semakin kecil disamping kekerasannya menurun. Oleh karena itu dapat disimpulkan dengan meningkatnya parameter deformasi akan menurunkan temperatur rekristalisasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadel Muhammad
"Studi numerik yang dihasilkan oleh perangkat lunak SAP2000 untuk mengamati perilaku sambungan spun pile ke pile cap sesuai dengan praktik umum standar Indonesia dengan penguatan selubung baja tambahan. Analisis push over dilakukan dalam penelitian dengan pendekatan pemuatan monotonik. Parameter dalam pengujian adalah ketebalan jaket baja dan adanya perekat antara baja dan permukaan beton. Jaket baja yang dibangun mengikuti metode baru menunjukkan hasil yang baik untuk meningkatkan kekuatan tekan dan daktilitas tiang berselimut baja sehubungan dengan tiang pancang. Selubung baja yang lebih tebal menunjukkan peningkatan kekuatan tekan, dan perekat antara baja dan permukaan beton mengurangi efek pengekangan dari selubung baja.

Numerical study was generated by SAP2000 software to observe the behaviour of spun pile to pile cap connection according to the common practice of Indonesia standard with additional steel jacketing strengthening. Push over analysis were conducted in the research with monotonic loading approach. The parameters in the test were the steel jacket's thickness and the existence of adhesive between steel and concrete surface. The steel jacket built following the new method showed good results of increasing the compressive strength and ductility of the jacketed pile with respect to the plain pile. The thicker steel jackets showed that the increased compressive strength, and the adhesive between steel and concrete surface reduced the confining effect of the steel jackets."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Herfanola Hermawan
"Tool Steel merupakan jenis baja paduan khusus yang digunakan sebagai perkakas dimana aplikasinya untuk memotong dan membentuk material lain menggunakan baja perkakas maka dibutuhkan sifat mekanik yang baik. Fasa austenit sisa memiliki sifat yang lunak dan tidak stabil yang dapat merubah sifat mekanik dari baja perkakas sehingga austenit sisa dalam jumlah yang banyak cenderung menurunkan sifat mekanik dari baja perkakas. Penelitian ini menggunakan AISI O1 tool steel yang merupakan salah satu jenis cold work tool steel dengan variasi temperatur austenisasi yaitu 750, 800, 850, 900, dan 950oC. Penelitian ini difokuskan untuk menentukan temperatur austenisasi yang paling optimal dimana jumlah austenit sisa paling ideal pada material baja AISI O1 dengan tetap mempertahankan kekerasan dari material baja AISI O1 sesuai aplikasi yang diinginkan. Metode karakterisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Optical Microscope dengan software image-J, dan uji kekerasan Brinell dan Vickers. Fasa yang terkandung pada mikrostruktur secara umum adalah martensit berbentuk jarum, bainite island, austenit sisa, dan fasa karbida yang jumlahnya sangat sedikit. Meningkatnya temperatur austenisasi menyebabkan jumlah karbida yang terlarut semakin banyak, jumlah austenit sisa semakin banyak pada sampel As Quench (γr 1,57% - 7,46%) maupun sampel As Temper (γr 1,23% - 5,66%). dan fasa martensit menjadi lebih kasar. Meningkatnya temperatur austenisasi menyebabkan peningkatan nilai kekerasan sampel As Quench maupun sampel As Temper pada temperatur 750oC - 800oC dan menurunnya nilai kekerasan pada temperatur 800oC – 950oC yang disebabkan faktor kandungan karbon dan paduan pada matriks, jumlah austenit sisa, dan besar butir. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sampel As Quench dengan sampel As Temper terhadap mikrostruktur, jumlah austenit sisa, dan nilai kekerasan. Temperatur austenisasi paling ideal terdapat pada variabel 800oC dimana sampel as Quench dan As Temper berturut – turut memiliki nilai 4,62% dan 3,84% dengan nilai kekerasan sebesar 756,6 HB dan 685,52 HB.

Tool Steel is a special type of alloy steel used as a tool where the application to cut and form other materials. Tool steel required good mechanical properties. Retained austenite has soft and unstable properties that can change the mechanical properties of tool steel so that a large amount of retained austenite tends to lower the mechanical properties of tool steel. This study uses AISI O1 tool steel which is a type of cold work tool steel with austenitizing temperature variations of 750, 800, 850, 900, and 950oC. This research is focused on determining the most optimal austenitizing temperature where the most ideal amount of retained austenite in AISI O1 while maintaining the hardness of the AISI O1 according to the desired application. The characterizations carried out in this study are Optical Microscope with software Image-J, Brinell hardness test, and Vickers hardness test. The phases contained in the microstructure, in general, are needle-shaped martensite, bainite island, retained austenite, and a very small carbide phase. Increased austenitizing temperatures cause the number of dissolved carbides to increase, the number of retained austenite is increasing in the As Quench sample (γr 1.57% - 7.46%) as well as the As Temper sample (γr 1.23% - 5.66%), and the martensite phase becomes coarser. Increased austenitizing temperatures led to an increase in the hardness value of As Quench and As Temper samples at 750oC - 800oC and decreased hardness values at 800oC – 950oC due to the effect of carbon and alloy content in the matrix, the amount of retained austenite, and grain size. There was no significant influence between the As Quench sample and the As Temper sample on the microstructure, the amount of retained austenite, and the hardness value. The most optimal austenitizing temperature is found in the variable 800oC where the sample as Quench and As Temper respectively have a value of 4,62% and 3,84% with a hardness value of 756,6 HB and 685,52 HB."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>