Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135710 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chairul Anwar
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
D1787
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Anwar
"Indonesia mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980 dan kemudian mengatur Zona Ekonomi Eksklusif tersebut dengan menungundangkannya di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 ( Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 44). Pada waktu Indonesia mengumumkan ZEEI tahun 1980 telah terdapat sejumlah 73 negara-negara yang telah melakukan hal yang sama yaitu mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif mereka , sebagai pengaruh dari perkembangan Konperensi Hukum Laut PBB ke-III yang telah menyetujui Informal Composite Negotiating Text. Saat dikeluarkannya pengumuman Indonesia tentang ZEEI tersebut diatas, Zona Ekonomi Eksklusif telah berkristalisasi menjadi hukum kebiasaan internasional karena konsep ZEE belah memperoleh dukungan yang besar baik dari negara -negara maritim utama, maupun negara-negara berkembang serta Zona Ekonomi Eksklusif telah merupakan bagian dari praktek hukum internasional.
Bertambah banyak negara-negara yang memakai sistim joint venture dan atau perizinan sebagai dasar hukum pemberian izin bagi kapal perikanan asing pada ZEE mereka. Indonesia melaksanakan sistim joint venture bidang perikanan berdasarkan Undang-Undang PMA dan pemberian SIPI ( Surat Izin Penangkapan Ikan ) bagi pihak asing diatur oleh Peraturan pemerintah Nomor 15 Tahun 1984. Sistim terakhir yang berlaku ialah, sistim sewa kapal perikanan asing yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomar 816/Kpts/IK.120/11/90 tanggal 1 Nopember 1990.
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengadakan peninjauan atas perundang-undangan yang berkaitan dengan konsep pemanfaatan penuh sumberdaya alam hayati perIkanan JTB , kapasitas tangkapan dan akses atas surplus perikanan, yang hal ini berkaitan dengan pengaturan partisipasi pihak asing dalam perikanan ZEE baik di dalam konteks hukum internasional dan hukum nasional.
2. Sesuai dengan karakteristik hukum dari ZEE menurut KHL 1982, mengadakan tinjauan terhadap pelbagai hak dan kewajiban negara kepulauan Indonesia sebagai negara pantai di dalam menangani masalah pengaturan partisipasi perikanan pihak asing di ZEEI menurut perundang-undangan nasional dan menurut hukum internasional.
3. Mengadakan perbandingan antara praktek negara-negara terutama di Asia Pasifik di dalam menerapkan berbagai perjanjian bilateral dan multilateral perikanan serta seberapa jauh praktek pengaturan- negafa-negara tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan KHL 1982.
4. Mengadakan tinjauan terhadap ketentuan perundang-undangan yang memberi peluang kepada berbagai interpretasi atas hak negara pantai yang dengan demikian tidak mendukung kepastian hukum.
5. Mengadakan peninjauan terhadap implementasi dari hasil-hasil perjuangan Indonesia di dalam forum UNCLOS III, khususnya dalam rejim negara kepulauan dan rejim ZEE."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
D1051
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sundusing, Monalia Sandez
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S25912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liesye Wuntu
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [Date of publication not identified]
S25538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Narayuga Prajna Soebagjo
"Penelitian ini membahas pengaturan serta penerapan PMSC dalam hukum laut internasional dan praktiknya di beberapa negara. PMSC merupakan perusahaan swasta yang melakukan kegiatan Private Contracted Armed Security Personnel (PCASP) di atas kapal dagang. Tujuan PMSC adalah memberikan perlindungan baik secara langsung atau tidak langsung kepada kapal-kapal yang menjadi klien mereka dari serangan perompak ketika melintasi High Risk Area (HRA) di sekitar Teluk Aden. Namun hingga kini masih belum ada produk hard law dalam hukum internasional yang mengatur para PMSC ini dan hanya ada produk-produk soft law oleh beberapa organisasi internasional, perusahaan pelayaran, PMSC, dan negara bendera.
Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa banyak negara masih belum memiliki peraturan nasional yang mengatur secara spesifik mengenai ini. Banyak negara hanya mengikuti sesuai dengan guideline oleh International Maritime Organization (IMO) yang bernama Best Management Practice 4. Maka dari itu perlu dibuatnya regulasi sedemikian rupa agar dapat menghindari terjadinya insiden dan eskalasi kekerasan oleh perompak terhadap kapal-kapal yang melintas di HRA.

This research aims on reviewing the use of Private Maritime Security Company on civilian commercial vessels from the point of view of International Law of the Sea. Company regulation, as well as National Regulation. Indubitably, from the perspective of International Law, PMSC is indeed still an exquisite matter. This is due to the fact that United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) does not regulate the use of PMSC. Unto this day, there are only soft law regulations made from the initiative from International Maritime Organization (IMO), PMSC, and International Commiitte of Red Cross (ICRC). Additionally, many countries still does not have any regulations regarding the use of armed guards on their vessels. Thus, the practice of PMSC and their regulations are still mazy.
This research found out that PMSC needs to be regulated to avoid the potential caused to innocent ships as well as reducing the escalation of violence from pirates. The fact that PMSC may cause escalation of violence made international organizations, shipping industries, and flag states to urgently regulate the use of PMSC on board their vessels to defend themselves from pirate attacks in Gulf of Oman?s High Risk Area."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suroyo Mulyo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Pardi
Jakarta: Timun Mas, 1954
341.44 PAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Nur Aathif
"Tesis ini membahas mengenai preferensi kerja sama maritim terhadap isu kekerasan maritim di perairan Sulu-Sulawesi antara Indonesia dan Filipina pada tahun 2016-2020. Sebagai dua negara yang sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara, berbentuk kepulauan-maritim, memiliki kepentingan di Laut Sulu-Sulawesi, dan memiliki identitas independen dalam politik luar negerinya, Indonesia dan Filipina faktanya memiliki preferensi kerja sama yang berbeda dalam menangani isu kekerasan maritim tersebut. Di satu sisi, Indonesia lebih memilih kerangka kerja sama maritim yang berdasarkan pada diplomasi maritim guna menghindari adanya dominasi, sedangkan Filipina di sisi lain lebih cenderung pragmatis dalam menginisiasi kerja sama dengan siapapun yang memang berpotensi memberikan kontribusi bagi pencapaian kepentingan nasional Filipina. Perbedaan preferensi kerja sama maritim kedua negara ini dianalisis dengan menggunakan Teori Peran milik Breuning, yang memiliki asumsi bahwa perilaku kebijakan luar negeri dilatarbelakangi oleh konsepsi peran nasional oleh para pembuat kebijakan yang mana dipengaruhi oleh faktor ideasional dan material. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus komparatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, dokumen arsip, dan wawancara. Tesis ini menemukan bahwa konsepsi peran nasional mempengaruhi perbedaan preferensi kerjasama maritim di antara kedua negara yang faktanya memiliki karakteristik yang hampir sama. Dengan mengkaji seluruh faktor pembentuk konsepsi peran nasional, ditemukan bahwa Indonesia memiliki peran nasional sebagai negara independen-aktif, negara maritim, dan pemimpin kawasan, sedangkan Filipina memiliki peran nasional independen-pragmatis, negara maritim, dan kolaborator.

This thesis discusses the preferences for maritime cooperation on the issue of maritime violence in Sulu-Sulawesi waters between Indonesia and the Philippines in 2016-2020. As two countries that are both located in the Southeast Asia region, having archipelagic-maritime nature, having interests in the Sulu-Sulawesi Sea, and having independent identities in their foreign policy, Indonesia and the Philippines, in fact, possess different preferences for maritime cooperation in dealing with the issues of maritime violence. On the one hand, Indonesia prefers a maritime cooperation framework based on maritime diplomacy to avoid domination, while the Philippines, on the other hand, tends to be pragmatic in initiating cooperation with anyone who has potential to contribute to the achievement of the Philippine‟s national interest. Differences in maritime cooperation preferences between the two countries are analyzed using Breuning's Role Theory, which assumes that foreign policy behavior of a country is driven by particular national role conceptualized by its policy makers which is influenced by both the ideational and material factors. This thesis used a qualitative method with a comparative case study. Sources of data used in this thesis are documentation, archival documents, and interview. This thesis finds that the conception of the national role affects the differences in preferences for maritime cooperation between the two countries, although both have almost the same characteristics. By examining all the factors influencing the national role conception, it is found that national role conception of Indonesia are independent-active, maritime country, and regional leader, while the national role conception of Philippines are independent-pragmatic, maritime country, and collaborator."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjahrial Saibi
Depok: Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>