Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159405 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pustika Amalia Wahidiyat
"Latar belakang: Thalassemia dan hemoglobinopati merupakan kelainan gen tunggal terbanyak di dunia, termasuk di Indonesia dengan frekuensi pembawa sifat thalassemia-~ 3-10% dan HbE 1-36%. Thalassemia-WIThE adalah bentuk heterozigot ganda paling sering ditemukan dengan gejala klinis bervariasi, dari asimtomatik sampai berat. Beberapa faktor pemodifikasi telah diketahui memengaruhi manifestasi klinis. Faktanya pasien dengan jenis mutasi sarna dapat memiliki manifestasi klinis berbeda. Hal itu menunjukkan ada faktor pemodifikasi lain yang memengaruhi derajat manifestasi klinis. Tujuan: Meneari faktor-faktor genetik yang memengaruhi manifestasi klinis, antara lain MGP: bg2, bgll dan bg 200 yang diduga berhubungan dengan meningkatnya produksi HbF dan memengaruhi variasi manifestasi klinis. Metode penelitian: Penelitian dilakukan dengan metode belah lintang pada pasien thalassemia-~IHbE yang berobat ke Divisi Hematologi-Onkologi Dept. IKA dan Dept. IPD, RSCM, Lembaga Biomolekular Eijkman Jakarta, serta rumah sakit lain sejak bulan Desember 2006 sampai dengan Oktober 2008. Tahap I mendapatkan 293 subjek, terdiri atas 63 subjek ringan (skor <4), 101 subjek intermedia (skor 4-7,5), dan 129 subjek herat (skor ~7,5). Seluruh subjek menjalani pemeriksaan hematologi termasuk indeks eritrosit, morfologi eritrosit, analisis Hb dan feritin serum. Tahap IT dilakukan pemeriksaan jenis mutasi thalassemia-~, termasuk delesi besar gen globin-~ (HPFH tipe delesi), dan jenis mutasi thalassemia-a (co-inheritance dengan thalassemia-a dan triplikasi rantai globin-a) pada 192 subjek kelompok ringan dan berat. Tahap m dilakukan pemeriksaan HPFH nondelesi (polimorfismeXmnI-Gy) dan SNPs: bg2, bg11 dan bg200 pada 187 subjek kelompok ringan dan berat dengan mutasi-~o dan _~+beJat mumi. Pemeriksaan SNPs dilakukan dengan teknik RDB dan teknik sekuensing langsung. Basil penelitian dan pembabasan: Hasil penelitian menunjukkan jenis mutasi thalassemia-~ bukan faktor yang memengaruhi manifestasi klinis, kecuali mutasi IVS 1- nt5 (jenis mutasi-~+bera~ yang berhubungan dengan manifestasi klinis berat (P<0,05). Delesi satu gen globin-a (3.7 kb) berhubungan dengan manifestasi klinis ringan, sedangkan polimorfisme XmnI-G'Y tidak memengaruhi manifestasi klinis. Dari 3 buah SNPs, hanya bg200 yang berhubungan dengan manifestasi klinis (RR: 4,15 (1,22 < RR < 14,17) danp

Background: Thalassemia and hemoglobinopathy are the most common monogenic diseases in the world including Indonesia, with gene frequencies of ~-thalassemia 3-10% and for HbE 1-36%. Compund heterozygote ~-thalassemialHbE is one of the world's most common form, have a wide variation of clinical manifestations ranging from asymptomatic to transfusion-dependent. Several major modified genetic factors (MGP) which can influence the phenotype have been reported. The fact that patients with identical p-thalassemia mutations showed different clinical severity. This finding suggests that there are other MGP which contribute to the severity of the diseases. Purpose: To fmd ·several modifying gene factors including SNPs: bg2, bgll and bg200 which had tendency to increase HbF production and influences the clinical manifestations of p-thalassemialHbE. Materials and Methods: This was a cross sectional study to a total 293 subjects with pthalassemia/ HbE patients from Department of Child Health and Department of Internal Medicine, Cipto Mangunkusumo National Hospital, Eijkman Institute for Molecular Biology, Jakarta and other hospitals from December 2006 until October 2008. Phase I: Subjects were divided into mild (score <4, n=63), intermediate (score 4-7.S, n=101), and severe (score 2: 7.S, n= 129) using Thailand severity scoring. Hematological parameters including CBC, red cell indices and morphology, Hb analysis and serum ferritin were performed. Phase ll: 192 subj ects from mild and severe group were performed to characterize the ~thalassemia mutation, including large deletion of P-globin gene (deletion HPFH) and interaction of 0.thalassemia (deletion, non deletion a-thalassemia and a-globin gene triplication). Phase ill: XmnI-Gy polymorphisms and 3 SNPs: bg2, bgll and bg200 executed from 187 subjects of mild and severe groups with ~o - and ~~ -thalassemia mutation without any gene interaction. SNPs were performed by RDB and direct sequencing. Results: In this study types of p-thalassemia mutation are not the modifying factor contribute to the Clinical manifestation, except the · IVS I-ntS that correlate with severe clinical manifestations (p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
D1765
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspita Sari
"[ABSTRAK
Latar belakang: Metode PCR rutin untuk mendeteksi mutasi pada thalassemia α seperti PCR multi kompleks dan restriction fragment length polymorphism (RFLP) membutuhkan proses yang lama dan reagen yang banyak serta biaya yang besar. Saat ini telah dikembangkan metode baru yaitu tes strip (α-globin strip assay), yang dapat mendeteksi 21 macam mutasi gen globin -α secara simultan dalam satu paket reaksi dan hanya membutuhkan DNA dalam jumlah sedikit.
Tujuan : Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas metode α-globin strip assay dalam mendeteksi mutasi thalassemia-α.
Metode penelitian: Penelitian merupakan uji diagnostik yang dilakukan dengan metode belah lintang yang membandingkan pemeriksaan α -globin strip assay dan PCR rutin dalam mendeteksi mutasi gen pada thalassemia α. Pada tahap I disertakan 17 pasien yang berobat ke pusat thalassemia di RSCM dan Lembaga Biomolekular Eijkman Jakarta pada bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015, kemudian tahap II disertakan 18 anggota keluarga inti subjek pada tahap I. Pada semua subjek dilakukan pemeriksaan hematologi termasuk indeks eritrosit, morfologi darah tepi, analisis Hb, PCR rutin dan α -globin strip assay.
Hasil penelitian dan pembahasan: Ditemukan tujuh jenis mutasi yang terdiri dari: 1) delesi 1 gen 3,7kb; 2) non delesi Cd59; 3) non delesi HbCS; 4) delesi 2 gen SEA; 5) mutasi campuran 3,7kb/Cd59 ; 6) mutasi campuran Cd59/HbCS; 7) mutasi campuran SEA/HbCS. Metode α-globin strip assay memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 100%.
Kesimpulan : Metode α-globin strip assay akurat mendeteksi mutasi thalassemia-α dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas sebesar 100%.

ABSTRACT
Background : Routine PCR methods in detecting mutations that occur in α thalassemia such as multi-complex single tube PCR and PCR restriction fragment length polymorphism (RFLP) require a lengthy process and utilize large amount of reagents and are costly. α-globin strip assay is a new method in detecting α thalassemia related mutations that is able to detect 21 types of globin-α mutations simultaneously in a single reaction and requires only small amount of DNA.
Objective: To determine the sensitivity and specificity of α-globin strip assay compared to routine PCR in detecting α thalassemia associated mutations.
Methods: A cross sectional diagnostic study was performed comparing α-globin strip assay and routine PCR in detecting mutations related to α thalassemia. Phase I of the study includes 17 patients treated for α thalassemia at RSCM and Biomolecular Eijkman Institute between October 2014 and March 2015, phase II includes 18 close relatives of patients recruited in phase I. All subjects underwent hematological examination including erythrocyte indices, peripheral blood morphology, Hb analysis, routine PCR and α ?globin strip assay.
Results: Seven kind of mutations were identified including 1) deletion of one gene 3,7 kb; 2) non-deletion of CD59; 3) non deletion of HbCS; 4) deletion of two genes SEA; 5) mixed mutation of 3,7kb/CD59; 6) mixed mutation of CD59/HbCS; 7) mixed mutation of SEA/HbCS. α-globin strip assay has sensitivity and specificity of 100%.
Conclusion: α ?globin strip assay accurately detect mutations in α thalassemia with 100% sensitivity and specificity., Background : Routine PCR methods in detecting mutations that occur in α thalassemia such as multi-complex single tube PCR and PCR restriction fragment length polymorphism (RFLP) require a lengthy process and utilize large amount of reagents and are costly. α-globin strip assay is a new method in detecting α thalassemia related mutations that is able to detect 21 types of globin-α mutations simultaneously in a single reaction and requires only small amount of DNA.
Objective: To determine the sensitivity and specificity of α-globin strip assay compared to routine PCR in detecting α thalassemia associated mutations.
Methods: A cross sectional diagnostic study was performed comparing α-globin strip assay and routine PCR in detecting mutations related to α thalassemia. Phase I of the study includes 17 patients treated for α thalassemia at RSCM and Biomolecular Eijkman Institute between October 2014 and March 2015, phase II includes 18 close relatives of patients recruited in phase I. All subjects underwent hematological examination including erythrocyte indices, peripheral blood morphology, Hb analysis, routine PCR and α –globin strip assay.
Results: Seven kind of mutations were identified including 1) deletion of one gene 3,7 kb; 2) non-deletion of CD59; 3) non deletion of HbCS; 4) deletion of two genes SEA; 5) mixed mutation of 3,7kb/CD59; 6) mixed mutation of CD59/HbCS; 7) mixed mutation of SEA/HbCS. α-globin strip assay has sensitivity and specificity of 100%.
Conclusion: α –globin strip assay accurately detect mutations in α thalassemia with 100% sensitivity and specificity.]
"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Ita Margaretha
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Analisis susunan polimorfisme pada situs enzim restriksi dalam gugus gen globin-B (haplotipe-B) dapat digunakan untuk mempelajari kejadian suatu mutasi pada gen globin-B dan menelusuri asal usul alel mutan tersebut. Mutasi IVS 1-nt5 (G-C) merupakan mutasi pada gen globin-0 yang mendasari penyakit thalassemia-B. Mutasi ini umum ditemukan di Indonesia dan daerah lain di dunia. Untuk mengetahui berapa kali mutasi ini muncul selama proses evolusi manusia dan dari mana asal alel mutan yang ada di Indonesia ini, maka pada penelitian dilakukan analisis haplotipe-B pada alel gen globin-B yang membawa mutasi IVS 1-nt5 (fiIvs!-m5). Penentuan haplotipe-0 dilakukan dengan teknik PCRRFLP pada 8 situs enzim restriksi yang polimorfik dalam kluster gen globin-B.
Hasil dan kesimpulan : Dari hasil analisis haplotipe-f3, diduga bahwa mutasi 1VS I -nt5 muncul sebanyak 2 kali (multiple independently origins), yaitu dengan latar belakang haplotipe 1 (+ + + + /framework 1) dan haplotipe 2 (+ - - - - + -- +/framework 3). Berdasarkan perbandingan frekuensi haplotipe-P yang ada di populasi, alel mutan dengan latar belakang haplotipe 1 kemungkinan besar muncul di populasi Indonesia bagian Barat (local mutation), sedangkan alel mutan dengan latar belakang haplotipe 2 kemungkinan besar berasal dari populasi India."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T5163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Lestari
"Thalassemia merupakan salah satu kelainan genetik paling umum di seluruh dunia. Tanpa managemen yang adekuat, komplikasi akan terjadi pada berbagai organ, termasuk sistem saraf. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan proporsi abnormalitas Brain Auditory Evoked Potentials (BAEP), elektroensefalografi (EEG), dan elektroneurografi (ENG) pada anak thalassemia mayor dan hubungannya dengan faktor risiko terkait. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang deskriptif analitik yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan Rumah Sakit M Djamil (RSMDJ) Padang. Kriteria inklusi adalah anak thalassemia mayor berusia 12-18 tahun yang kontrol teratur minimal dalam 1 tahun terakhir. Pasien dengan epilepsi, palsi serebral, gangguan pendengaran, dan gangguan neurodevelopmental dikeluarkan dari penelitian. Pemeriksaan BAEP, EEG, dan ENG dilakukan pada semua subyek dan diinterpretasikan oleh konsultan neuropediatri. Dilakukan pencatatan usia onset, durasi transfusi, rerata hemoglobin (Hb) pra-transfusi, kadar feritin serum, saturasi feritin, dan kepatuhan konsumsi obat kelasi besi. Hubungan antar variabel dinilai menggunakan analisis bivariat dengan nilai p < 0,05 dikatakan bermakna. Hasil: Sebanyak 64 anak dengan rerata usia 15,1 tahun memenuhi kriteria penelitian, terdiri atas 29 anak laki-laki dan 35 anak perempuan. Rerata Hb pra transfusi, kadar feritin serum, dan saturasi transferin berturut-turut adalah 8,36 g/dL, 4495,3 ng/mL, dan 87,3%. Abnormalitas EEG ditemukan pada 28 (43,8%) subyek dan berhubungan bermakna dengan rerata Hb pra-transfusi < 9 g/dL (p=0,011, rasio prevalensi 3,014, interval kepercayaan 1,04-8,71). Abnormalitas BAEP ditemukan pada 4 (4,6%) subyek dan berhubungan bermakna dengan kadar feritin serum yang lebih tinggi (p=0,007). Hasil ENG abnormal hanya ditemukan pada 1 orang subyek. Tidak terdapat hubungan antara faktor risisko lainnya dengan masing-masing pemeriksaan neurofisiologi. Kesimpulan: Abnormalitas EEG ditemukan pada 43,8% anak thalassemia mayor dan berhubungan dengan rerata Hb pra-transfusi <9 g/dL, sedangkan abnormalitas BAEP ditemukan pada 4% subyek dan berhubungan dengan kadar feritin serum yang lebih tinggi.

Thalassemia is among the most common genetic disorders worldwide. Without adequate management, complications occur in various organs as well as neurology system. The aim of the study was to determine the proportion of abnormal electroencephalography, brain auditory evoked potentials (BAEP), and nerve conduction study (NCS) in children with thalassemia major and its association with related risk factors. Methods: This was a descriptive-analytic cross sectional study conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital and M Djamil Hospital in January to March 2019 All children with thalassemia major aged 12 to 18 years were eligible for the study. Children with epilepsy, palsy cerebral, hearing disorder, or neurodevelopmental problems were excluded. Electroencephalography, BAEP, and NCS were performed in all subjects. Age of onset, transfusion duration, mean pre-transfusion hemoglobin, serum ferritin, transferrin saturation, and compliance to chelating agents therapy were recorded. Bivariate analysis was performed to determine the relationsip between variables with p < 0,05 was considered significant. Results: As many as 64 children with mean age 15,1 years fulfilled the study criteria during the study period, consisting of 29 boys and 35 girls. Mean pre-transfusion hemoglobin, serum ferritin, and transferrin saturation was 8,36 g/dL, 4495,3 ng/mL, and 87,3% respectively. Abnormal EEG was found in 28 (43,8%) subjects and significantly associated with mean Hb below 9 g/dL (p = 0,011; prevalence ratio 3,014; confidence interval 1,04 - 8,71). Abnormal BAEP was found in 4 (4,6%) subjects and significantly associated with higher serum ferritin (p=0,007). Only 1 subject showed abnormal NCS. No association was found between other risk factors with each neurophysiology study. Conclusion: Abnormal EEG was found in 43,8% thalassemia major children and significantly associated with lower pre-transfusion hemoglobin level. Abnormal BAEP was found in 4% subjects and significantly associated with higher serum ferritin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Ita Margaretha
"Mutasi kodon 59 (GGCglisinGACaspartat) pada gen globin 2 (HBA2:c.179G>A) merupakan jenis mutasi titik yang paling sering ditemukan pada pasien talasemia-  di Indonesia. Homosigot mutasi ini menyebabkan kematian janin dan berpotensi untuk menjadi penyebab komplikasi yang serius pada ibunya, padahal masih terdapat dua gen globin-α1 yang masih utuh. Pembawa sifat mutasi kodon 59 (Cd59) termasuk pembawa sifat talasemia-α ringan (talasemia-+). Fakta ini menjadi dasar dari pertanyaan penelitian: mengapa homosigot mutasi Cd59 sangat berat dan dapat menyebabkan kondisi yang sangat fatal. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme molekuler penyebab talasemia-α berat yang disebabkan mutasi Cd59 yang mencakup studi ekspresi gen, protein dan stres oksidatif. Hasil studi ekspresi gen membuktikan bahwa mutasi Cd59 ditranskripsi dan ekspresi alel mutan (59) ini hampir sama banyak dibandingkan ekspresi alel wild type (wt). Alpha Hemoglobin Stabilizing Protein (AHSP) binding study menunjukkan bahwa rantai globin-α59 masih dapat berikatan dengan protein pembawanya (chaperone) AHSP. Akan tetapi, berbagai metode berbasis proteomik dalam penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya rantai globin-α59 dan Hb Adana (5922) pada hemolisat pasien talasemia- yang membawa mutasi Cd59 dan delesi satu gen globin- (59/-3,7). Uji kestabilan hemoglobin memperlihatkan hasil yang negatif tetapi badan inklusi terlihat dalam retikulosit pada hapusan darah dengan pewarnaan supravital. Semua ini mengindikasikan bahwa walaupun secara in vitro rantai globin-α59 masih dapat mengikat AHSP seperti halnya αwt, hasil studi protein yang ditunjang dengan studi in silico memperlihatkan kemungkinan besar α59 sangat tidak stabil sejak baru disintesis sehingga terpresipitasi dan tidak dapat membentuk tetramer Hb Adana. Hasil tersebut juga dibuktikan dengan peningkatan stres oksidatif akibat kadar malondialdehid (MDA) yang meningkat pada pasien talasemia- yang dipelajari dalam penelitian ini

Codon 59 mutation GGCglycineGACaspartate (HBA2:c.179G>A) on 2 globin gene is a common point mutation present in -thalassemia patients in Indonesia. Homozygous state of this mutation causes fetal death and potentialy caused the serious morbidity of the mother, although there are still two α1-globin genes intact. Carriers of codon 59 (Cd59) mutation are categorized as mild α-thalassemia trait (+-thalassemia). These facts formed the foundation of our research question: why homozygous Cd59 is so severe and can cause a very fatal condition. This research aims to study molecular mechanism of severe α-thalassemia due to Cd59 mutation that includes gene expression study, protein, and oxidative stress. Gene expression study proved that Cd59 mutation was transcribed and expression of this mutant (59) was similar to the wild type (wt). Alpha Hemoglobin Stabilizing Protein (AHSP) binding study showed that α59-globin chain can still bind its chaperone protein, AHSP. However, various proteomic based methods in this research could not proved the presence of either α59-globin chain and Hb Adana (5922) in hemolysate of -thalassemia patients carrying this Cd59 mutation and one globin gene deletion (59/-3,7). Hemoglobin stability test showed negative result but inclusion bodies were visible in reticulocytes using supravital staining blood smear. All of these indicated that despite α59-globin chain can still bind AHSP in vitro like the αwt, protein study supported by in silico study showed that α59-globin chain most probably very unstable eventhough it was synthesized and then immediately precipitated, so that it could not formed Hb Adana. These results were further proven by an increase in oxidative stress due to the rise of malondialdehyde (MDA) level in -thalassemia patients studied in this reseach."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safyudin
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Populasi Melayu di propinsi Sumatera Selatan memiliki frekuensi pembawa sifat thalassemia-R sebesar 9% (tertinggi di Indonesia) dan frekuensi Hb E sebesar 6% (Sofro, 1995). Oleh karena itu diperlukan program pencegahan thalassemia-3 berupa skrining pembawa sifat yang efektif dan efisien dengan biaya relatif murah serta spesifik untuk populasi Melayu di Sumatera Selatan, konsultasi genetik, dan diagnosis prenatal. Dengan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: (1) Menentukan nilai MCV dan MCH yang paling optimal untuk skrining pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan, (2) Mengetahui spektrum mutasi pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan, dan (3) Memperoleh kemampuan untuk memprediksi jenis mutasi thalassemia-R hanya berdasarkan nilai hematologi dan hasil analisis Hb. Pendekatan yang dilakukan terdiri dari skrining dan pengelompokan data nilai hematologi dan analisis Hb, analisis DNA dengan menggunakan teknik PCR﷓RFLP, ARMS, dan sekuensing, serta analisis korelasi terhadap hasil pemeriksaan.
Hasil dan kesimpulan: Frekuensi pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan didapatkan sebesar 8% (termasuk Hb E). Hasil ini mengoreksi studi Sofro yang pemah dilaporkan sebelumnya. Pada penelitian ini direkomendasikan nilai MCV < 80 fL dan MCH < 27 pg untuk skrining pembawa sifat thalassemia-p pada populasi Melayu di Sumatera Selatan. Spektrum mutasi thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan didominasi oleh Hb E (36,3%) dan Hb Malay (34,1%) yang merupakan jenis mutasi thalassemia-R+ ringan sehingga permasalahan thalassemia-p di propinsi Sumatera Selatan tidak sebesar yang diperkirakan. Nilai MCV dan MCH juga dapat digunakan untuk prediksi jenis mutasi thalassemia-43. Sedangkan kadar Hb A2 tidak dapat digunakan untuk prediksi jenis mutasi thalassemia-P. Kadar Hb tidak berperan dalam skrining pembawa sifat thalassemia-II."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Dewi Megawati
"Seperti pada negara Asia Tenggara lainnya, hemoglobinopati umum ditemukan di Indonesia. Berbeda dengan studi mengenai mutasi thalassemia beta yang sudah banyak dilakukan, pengetahuan mengenai spektrum dan frekuensi thalassemia alpha pada populasi di Indonesia masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakterisasi spektrum mutasi thalassemia-αo pada populasi Gayo, Maluku Utara, dan Sumba. Penelitian dilakukan menggunakan 800 sampel darah yang diperoleh dari Gayo (218), Maluku Utara (389), dan Sumba (193) pada tahun 2005-2011. Berdasarkan parameter hematologi diketahui frekuensi pembawa sifat thalassemia-α+ sebesar 15,25% (122/800) dan pembawa sifat thalassemia-αo 11% (88/800). Karakterisasi spektrum mutasi thalassemia dilakukan pada 88 sampel terduga pembawa sifat thalassemia-αo. Pada studi pendahuluan telah dilakukan analisis DNA untuk mendeteksi mutasi jenis delesi yang umum didapatkan pada populasi Asia Tenggara dengan metode PCR multipleks dan terdeteksi 3 jenis delesi gen globin alpha pada 46 sampel (46/88, 53%) yaitu homozigot (16/88) dan heterozigot (29/88) delesi 1 gen globin alpha tipe 3,7kb dan 4,2kb, dan heterozigot delesi 2 gen globin alpha tipe SEA (1/88). Pada penelitian ini dilakukan deteksi mutasi lanjutan pada sampel yang tidak terdeteksi dengan metode tersebut (42/88) dan sampel heterozigot untuk mutasi delesi 1 gen globin alpha (29/88), menggunakan teknik PCR-RFLP, MLPA, dan sekuensing. Hasil penelitian ini mendeteksi 6 jenis mutasi thalassemia alpha pada 6 sampel yaitu Hb Adana (kodon 59 GGCGly>GACAsp α2) yang umum ditemukan pada populasi Asia Tenggara, dan mutasi yang tidak umum seperti IVS-116 A>G α2 dan Hb Evanston (kodon 14 TGGTrp>AGGArg α1) ditemukan pada populasi Gayo dan tiga jenis mutasi baru ditemukan pada populasi Maluku Utara yaitu IVS1 del24bp nt11-34 α2, kodon 137 ACCThr>ACTThr α2, dan IVS2 nt-34 G>A α2. Sedangkan di Sumba terdeteksi hanya mutasi delesi 3,7kb dan delesi 4,2kb dengan frekuensi yang tinggi. Jenis delesi yang tidak umum di Asia Tenggara tidak ditemukan menggunakan teknik MLPA. Studi ini menyediakan data yang sangat bernilai dan memberikan informasi dasar yang berguna untuk program kontrol dan manajemen thalassemia di Indonesia.

In Indonesia, like other Southeast Asian countries, various hemoglobinopathies are commonly found. In contrast to the beta thalassemia study which has been carried out to define the frequency and the spectrum of the mutations, the study of alpha thalassemia in Indonesian population is still very limited. The aim of this study is to define the spectrum of αo-thalassemia determinants existing in Gayo, North Mollucca, and Sumba populations. A total of 800 blood samples were collected from Gayo (218), North Molluca (389), and Sumba (193) during the period of 2005-2011. Based on hematology parameter, the study revealed the frequency of α+-thalassemia carrier was 15.25% (122/800) whereas the frequency of αo-thalassemia carrier was 11% (88/800). Characterization of alpha thalassemia spectrum mutation had been performed for those 88 samples suspected αo-thalassemia. Preliminary study had been carried out to detect common deletional mutation in Southeast Asia using multiplex PCR and characterized 3 types of alpha globin gene deletions in 46 out of 88 samples (53%), which are homozygous (16/88) and heterozygous (29/88) for one gene deletion of 3.7kb and 4.2 kb deletion types, and heterozygous two genes deletion SEA type (1/88). This study had been performed using the more advance methods namely PCR-RFLP, MLPA, and sequencing techiques to examine the samples which the multiplex PCR failed to define the causative mutations (42/88) and heterozygous for one gene deletion (29/88). This study revealed 6 types of mutation in 6 samples, there are Hb Adana (codon 59 GGCgly>GACAsp α2) which is commonly found in Southeast Asia, uncommon mutation IVS-116 A>G α2 and Hb Evanston (codon 14 TGGTrp>AGGArg α1) were found in Gayo, and 3 novel mutations such as IVS1 del24bp nt11-34 α2, codon 137 ACCThr>ACTThr α2, and IVS2 nt-34 G>A α2 were discovered in North Molluca. None of uncommon deletional types were detected by MLPA in this study. While in Sumba only 3.7kb and 4.2kb deletion were detected in high frequency. This pilot study provides valuable and basic information that could be useful for the management and control program of thalassemia in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Intan Atthahirah
"Latar Belakang. Kadar antibodi antikardiolipin (ACA) yang tinggi pada penderita thalassemia dewasa telah dijumpai di Jakarta. Hal ini belum pernah dilaporkan di Indonesia. Publikasi ilmiah internasional mengenai hal inipun sangat sedikit. Bahkan, belum ada tulisan ilmiah yang mengupas mekanisme fenomena ini. Di samping itu, telah dijumpai berbagai kejadian trombosis pada penderita thalassemia dewasa dengan kadar ACA yang tinggi. Namun, sampai saat ini belum ada satupun tulisan yang menghubungkan gangguan hemostasis pada thalassemia dengan kadar ACA yang tinggi. Thalassemia dan Sindrom Antifosfolipid (APS) masuk dalam kondisi hiperkoagulabilitas. Pertanyaannya adalah: Selain ACA, apakah LA dan anti-|32GPl juga tinggi? Mengapa ACA tinggi? Bagaimana gambaran klinis dan laboratoris gangguan hernostasis yang terjadi? Apakah sama dengan yang ditemukan pada thalassemia dan APS, pada umumnya? Apakah ada hubungan antara gangguan hemostasis, baik klinis maupm laboratoris, dengan ACA yang tinggi?
Metodologi. Dilakukan Studi potong lintang yang bersifat eksploratif dan analitik pada 41 penderita thalassemia B dewasa, di beberapa rumah sakit dan klinik di Jakarta, dalam kurun waktu 2 tahun 8 bulan, mulai Maret 2002 sampai dengan Oktober 2004. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di beberapa laboratorium di Jakarta dan di Bangkok, mencakup ACA IgG dan IgM, anti-|32GP1 IgG dan IgM, LA, annexin V (ekspresi fosfatidilserin eritrosit), mikrovesikel eritrosit, VCAM-1 (disfungsi endotel), bilirubin indirk, LDH, feritin serum, untuk menentukan mengapa ACA tinggi, dan TAT komplel-zs, F1+2, D-dimer, agregasi trombosit, AT Ill, protein C,protein S, PAI-1 untuk menentukan adakah hubungan antara ACA yang tinggi dengan gangguan hemostasis.
Hasil Penelitian. Penderita thalassemia B dewasa menunjukkan: (a) proporsi yang lebih besar secara bermakna dalam hal kadar ACA IgG dan ACA IgM yang tinggi, namun proporsinya tidak berbeda bermakna dalam hal anti-|32GPl IgG dan IgM yang tinggi serla LA yang posilif, (b) annexin V, mikrovesikel, bilirubin indirek, LDH, feritln serum, dan VCAM-1 yang tinggi (c) ACA IgG yang tinggi secara klinis memiliki hubungan dengan VCAM-l, bilirubin indirek dan LDI-I yang tinggi; VCAM-1 merupakan variabel paling baik untuk mcmprediksi ACA yang tinggi, (cl) VCAM-I yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan feritin serum yang tinggi, (e) annexin V yang tinggi memiliki hubungan dengan mikrovesikel eritrosit dan LDH yang tinggi; LDH yang tinggi merupakan variabel paling bermakna dalam memprudiksi annexin V yang tinggi, (f) episiaksis, gusi berdarah, dan purpura memiliki hubungan bermakna dengan ACA IgG yang tinggi; ACA IgG IgG secara klinis meningkatkan risiko keluhan di mata dan telinga; ACA IgM yang tinggi seoara klinis meningkalkan keluhan di kepala, tungkai, dada, serta mata dan telinga, (g) ACA IgG yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan aktifitas protein S dan AT III yang rendah; secara klinis meningkatkan risiko untuk tenjadinya D-dimer yang tinggi, dan (h) kelainan hemostasis pada penderita thalassemia dengan ACA yang tinggi banyak kesamaannya dengan thalasssemia dan APS pada umumnya, kecuali pada subyek penelitian dijumpai adanya hiporeaktif agregasi trombosit dan PAI-1 yang tidak tinggi.
Simpulan. Desain penelitian yang bersifat studi potong lintang ini menghasilkan konsep yang didasarkan atas hubungan dua variabel, sehingga hasil penelitian ini harus ditindak Ianjuti dengan studi lanjutan, mencakup konsep: pada penderita thalassemia [3 dewasa (a) muatan besi berlebih menimbulkan kerusakan endotel vaskular, sehingga fosfolipid anionik terpajan ke luar, kemudian merangsang pembentukan ACA IgG, (b) hemolisis menyebabkan pajanan berlebih fosfolipid anionik pada lapisan luar eritrosit, yang kemudian merangsang pembentukan ACA IgG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D707
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Witri Ardini
"Prediabetes adalah kondisi peningkatan kadar glukosa darah dari normal, tetapi belum memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus (DM). Prediabetes menjadi hal yang penting berdasarkan fakta bahwa sebagian besar kasus prediabetes akan berkembang menjadi DM, dan di sisi lain, dengan diagnosis dini dan intervensi yang tepat, dapat pula mengalami regresi menjadi normoglikemia. Intervensi gizi, merupakan salah satu pilar intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah progresivitas prediabetes menjadi diabetes. Adanya faktor polimorfisme genetik menyebabkan penerapan rekomendasi diet yang umum tidak menunjukkan hasil yang memuaskan pada sebagian orang.
Penelitian bertujuan untuk mengembangkan rekomendasi diet spesifik untuk pencegahan progresivitas prediabetes menjadi diabetes berdasarkan analisis terhadap 8 single nucleotide polymorphisms (SNPs) yang terkait dengan resistensi insulin, komposisi tubuh, dan preferensi makanan.
Penelitian dilakukan di Tangerang Selatan terhadap 193 subjek prediabetes sebagai kasus dan 376 subjek normoglikemia sebagai kontrol. Pengambilan data dilakukan pada Oktober 2019 hingga Juni 2021. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data demografi dan faktor risiko; tingkat aktivitas fisik diukur dengan kuesioner IPAQ; data asupan nutrien didapat dengan menggunakan FFQ semikuantitatif dan 24 hours food recall sebanyak 3 kali lalu dianalisis menggunakan Nutrisurvey. Skor Dietary Inflammatory Index (DII) dihitung berdasarkan 29 parameter nutrien. Kadar insulin, leptin, dan adiponektin diukur menggunakan ELISA, DNA diekstraksi dari darah vena dan polimorfisme genetik ditentukan dengan pemeriksaan genotyping. Analisis data untuk menentukan adanya asosiasi dan interaksi antar variabel yang diteliti menggunakan aplikasi Rstudio. Rekomendasi diet spesifik disusun berdasarkan hasil interaksi varian genetik dan asupan nutrien yang ditemukan bermakna.
Genotip C/C pada GCKR rs780094 dan genotip G/G pada LEPR rs1137101 merupakan faktor protektif terhadap prediabetes dengan nilai odds berturut-turut adalah 0,48 (IK95% 0,3-0,75, p=0,00097) dan 0,53(IK95% 0,36-0,76, p=0,0014). Analisis interaksi mendapatkan bahwa kecukupan kalori, proporsi karbohidrat, proporsi lemak, proporsi PUFA, proporsi SAFA, kecukupan MUFA, asupan serat, serta skor DII memodulasi varian genetik yang diteliti sehingga berpengaruh terhadap risiko prediabetes, komposisi tubuh, resistensi insulin dan disharmoni adipokin. Atas dasar ini, telah dikembangkan rekomendasi diet spesifik untuk genotip berisiko tinggi pada 8 SNPs yang terkait dengan resistensi insulin, komposisi tubuh, dan preferensi makanan.

Prediabetes is when the blood glucose level is higher than normal but does not meet the diagnostic criteria for diabetes mellitus (DM). Prediabetes is crucial because most cases of prediabetes will develop into DM; on the other hand, with early diagnosis and appropriate intervention, it can also regress into normoglycemia. Nutrition intervention is one of the pillars of intervention to prevent the progression of prediabetes to diabetes. The existence of genetic polymorphism factors causes the implementation of general dietary recommendations to be unsuccessful for some people.
This study aims to develop specific dietary recommendations for preventing the progression of prediabetes to diabetes based on an analysis of 8 single nucleotide polymorphisms (SNPs) associated with insulin resistance, body composition, and food preferences.
The study was conducted in South Tangerang on 193 prediabetic subjects as cases and 376 normoglycemic subjects as controls. Data collection was carried out from October 2019 to June 2021. Interviews were conducted to obtain demographic and risk factor data; physical activity level was measured by IPAQ questionnaire; data on nutrient intake was obtained using a semi-quantitative FFQ and 24-hour food recall three times and then analyzed using Nutrisurvey. The Dietary Inflammatory Index (DII) score is calculated using 29 nutrient parameters. Insulin, leptin, and adiponectin levels were measured using ELISA, DNA extracted from venous blood and genetic polymorphisms were determined by genotyping examination. Data analysis to determine the existence of associations and interactions between the variables studied using the Rstudio application. Specific dietary recommendations were prepared based on the results of the interaction of genetic variants and nutrient intake, which were found to be significant.
C/C genotype on GCKR rs780094 and G/G genotype on LEPR rs1137101 are protective factors against prediabetes with odds values of 0.48 (95% CI 0.3-0.75, p=0.00097) and 0.53(95% CI 0.36-0.76, p=0.0014). The interaction analysis found that the adequacy of calories, the proportion of carbohydrates, the proportion of fat, the proportion of PUFA, the proportion of SAFA, the adequacy of MUFA, fiber intake, and the DII score modulated the genetic variants studied so that they affected the risk of prediabetes, body composition, insulin resistance, and adipokine disharmony. On this basis, specific dietary recommendations for high-risk genotypes at 8 SNPs related to insulin resistance, body composition, and food preferences have been developed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Agung Aman Taufani
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Kemungkinan kekeliruan diagnosis dapat terjadi pada metode deteksi mutasi yang tergantung pada PCR. Pengalaman terdahulu yang menunjukkan adanya kekeliruan diagnosis homosigot pada kasus thalassemia-B, serta berdasar data spektrum mutasi di Indonesia bahwa (a) terdapat delesi besar dengan frekuensi cukup tinggi serta (b) mutasi-mutasi yang letaknya berdekatan satu sama lain, memungkinkan kekeliruan diagnosis thalassemia homosigot cukup tinggi. Untuk mengetahui seberapa sering terjadi kekeliruan diagnosis molekul dan faktor yang sering menyebabkan kekeliruan tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan evaluasi ulang hasil analisis DNA pasien dengan mutasi homosigot serta keluarganya. Terhadap sampel DNA pasien tersebut dianalisis kesesuaian antara jenis mutasinya dengan manifestasi klinis dan analisis pedigre. Pada penelitian ini diterapkan cara yang sederhana yaitu teknik PCR-RFLP (Pramoonjago et al., 1999). Untuk menelusuri alur yang belum teridentifikasi mutasinya dilakukan sekuensing, PCR rnultipleks dan analisis polimorfisme DNA.
Hasil dan Kesimpulan: Didapatkan 30 penderita thalassemia-P homosigot; 17 penderita adalah homosigot pasti (56,6%), 8 penderita adalah homosiogot palsu (26,6%), dan 5 penderita tidak konklusif. 8 penderita tersebut pada awalnya terdeteksi homosigot TVS1-nt5, HbE (Cd26, GAG>AAG), HbMalay (CdI9, AAC>AGC); pada akhirnya dapat dipastikan heterosigot ganda IVS1-nt5lHbLeporeBas,o,,, HbE/Cd26 (GAG>TAG), HbEldel.
Filipino (4 sampel), HbMalayl Cd26 (GAG>TAG), HbMalayldelesi besar. Dui hasil ini diketahui bahwa frekuensi kekeliruan diagnosis molekul cukup tinggi (>25%). Delesi besar merupakan penyebab tersering kekeliruan diagnosis (20%).
Penyebab lain adalah mutasi berbeda pada nukleotida yang sama (3,3%) dan mutasi terjadi pada situs primer yang digunakan untuk amplifikasi (3,3%). Kekeliruan diagnosis ini terjadi bukan spesifik untuk teknik PCR-RFLP, tetapi dapat terjadi pada metode deteksi mutasi yang umum lainnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>