Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166066 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pramita Gayatri Dwipoerwantoro
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
D1745
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurul Kirana
"ABSTRAK
Latar belakang: Kerusakan oksidatif berperan dalam proses penuaan dan juga beberapa penyakit degeneratif. Menjaga status antioksidan tubuh merupakan hal penting dalam mencegah terjadinya kerusakan oksidatif. Selenium adalah mineral yang penting mengingat perannya dalam pembentukan enzim antioksidan (selenoprotein), salah satunya glutation peroksidase untuk perlindungan terhadap radikal bebas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara asupan selenium dan aktivitas glutation peroksidase dengan karbonil plasma pada usia lanjut. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang ini dilakukan di 5 Posbindu di Jakarta Selatan. Dilakukan wawancara untuk mengetahui identitas dan riwayat penyakit kronis. Data aktivitas fisik didapat melalui wawancara dengan kuesioner Physical Activity Scale for the Elderly (PASE). Indeks massa tubuh diperoleh dari hasil pemeriksaan antropometri berupa berat badan dan tinggi badan dari konversi tinggi lutut. Data asupan makan subjek diperoleh dari wawancara food recall 24 jam pada satu hari kerja dan satu hari libur serta Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium biokimia FKUI untuk mengetahui aktivitas glutation peroksidase, dan karbonil plasma. Hasil: Sebanyak 94 usia lanjut dengan rerata usia 70,34 ± 6,079 tahun mengikuti penelitian ini. Sebanyak 40% subjek mempunyai status gizi normal dengan 69,1% subjek memiliki riwayat penyakit kronis. Sebanyak 75,5% subjek pada penelitian ini belum mencukupi kebutuhan asupan selenium yang direkomendasikan Rerata kadar karbonil plasma 5,83 ± 1,95 nmol/ml dan 69,1% subjek mempunyai aktivitas glutation peroksidase yang rendah.. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan selenium dengan aktivitas glutation peroksidase. Pada analisis multivariat asupan selenium dan tiga variabel perancu yaitu usia, indeks massa tubuh, dan asupan beta karoten hanya mempengaruhi kadar karbonil plasma sebanyak 3,7%. Diskusi: Hasil asupan selenium pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Makanan sumber selenium banyak berasal dari makanan berprotein yang dikonsumsi sehari-hari sehingga data asupan selenium didapat dari gabungan antara food recall 2 x 24 jam dan SQ-FFQ. Pemeriksaan status kognitif subjek juga perlu dilakukan untuk memastikan ada tidaknya gangguan kognitif. Pemeriksaan status antioksidan endogen lain seperti glutation (GSH) juga perlu dilakukan pada penelitian berikutnya untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi aktivitas glutation peroksidase dalam menekan kerusakan oksidatif pada usia lanjut.

ABSTRACT
Introduction: Oxidative stress contributed in aging process and several degenerative diseases. Maintaining the body's antioxidants status were important to prevent oxidative stress. Selenium was an important trace element due to as a component of antioxidants enzymes (selenoproteins), including glutathione peroxidase for protection against free radical. We aimed to study the association between selenium intake and glutathione peroxidase activity with plasma carbonyl in elderly. Methods: Cross sectional study was held in 5 elderly communities in south Jakarta. Identity and chronic disease history were obtained from interview and Physical activity scale for the elderly (PASE) questionnaire used for assess physical activity. Weight and knee height measurement used to determine body mass index. Dietary intake data obtained from repeated 24 hours recall and Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). laboratory examination held in laboratory of biochemistry FKUI for assess glutathione peroxidase activity and plasma carbonyl level. Results: There were 94 elderly with mean of age 70.34 ± 6.079 years old contributed to this study. 40 % subjects had normal nutritional status and 69.1 % subject had history of chronic disease. There were 75.5 % subject had low intake of selenium. Mean of plasma carbonyl was 5.83 ±1.95 nmol/ml and 69.1% subject had low glutathione peroxidase activity. Statistical analysis results showed there were no significant correlation between selenium intake and glutathione peroxidase. In multivariate analysis selenium intake, age, body mass index, and beta-carotene intake explained 3,7% of the plasma carbonyl. Discussion: The result of selenium intake in current study much lower than previous study. Dietary selenium data obtained from repeated 24 hours recall combine with FFQ-SQ because the selenium food source similar with protein foods that consume daily. Assessment of cognitive function among subject needed for ensure cognitive status related to ability to remember dietary intake. Status of endogen antioxidant including glutathione (GSH) need to be considered for understanding about another factor that influence glutathione peroxidase in preventing oxidative stress."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Sudargo
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , 2015
641.302 TOT d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Gunawan
"Panjang badan merupakan salah satu parameter kualitas hidup anak. Pertumbuhan linier dipengaruhi oleh mikronutrien, salah satunya selenium. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi kadar selenium dan panjang badan bayi usia 8-10 bulan di Jakarta Pusat. Metode penelitian berupa cross sectional dengan menggunakan data sekunder penelitian yang dilakukan pada tahun 2014. Terdapat 75 data yang digunakan yang sesuai kriteria penelitian. Data dikumpulkan di lokasi Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, dan Rawasari. Kadar selenium diukur menggunakan metode LCMS/MS, sementara panjang badan diukur dengan length board. Distribusi data kadar selenium normal dan panjang badan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Dilakukan uji bivariat menggunakan korelasi Pearson dengan nilai p yang dianggap bermakna < 0,05. Karakteristik subjek terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah bayi perempuan sebanyak 39 bayi 52 . Sementara, bayi terbanyak berdasarkan usia adalah usia 8 bulan sebanyak 34 bayi 45,33 . Rerata kadar selenium 63,0267 13,2665 ?g/L dan rerata panjang badan 70,5453 2,8048 cm. Uji korelasi menghasilkan nilai r 0,277 p=0,016 . Dari penelitian ini, korelasi kadar selenium dan panjang badan bersifat lemah, signifikan, dan berbanding lurus.

Body length is one of the life quality parameters. Linear growth is influenced by micronutrients, one of which is selenium. The aim of this study is to find whether there is a correlation between selenium level and body length on 8 to 10 month old infants in Central Jakarta. This study used cross sectional method using secondary data from study which was done in 2014. There are 75 data which are used in this study which fulfill research criteria. Data were collected in Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, and Rawasari. Selenium level was measured by LCMS MS method while body length was measured by length board. Selenium level and body length data distribution are normal using Kolmogorov Smirnov test. Bivariat test used Pearson correlation using p value which is considered significant is 0,05. The highest number in gender group is female babies, 39 babies 52 . While the highest number in age group is 8 month old babies, 34 babies 45,33 . The selenium level mean is 63,0267 13,2665 g L while the body length mean is 70,5453 2,8048 cm. Correlation study result is r 0,277 p 0,016 . From this study, the correlation between selenium level and body length is weak, significant, and positively proportional."
2016
S70392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Hardianti Gunardi
"Latar belakang: Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas GPPH disebabkan oleh berbagai faktor, seperti genetik dan lingkungan. Zat besi berperan sebagai kofaktor enzim tirosin-hidroksilase dalam proses modulasi produksi dopamin dan epinefrin, yang berpengaruh pada kontrol perilaku motorik normal.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara risiko tinggi defisiensi besi dengan GPPH.
Metode: Studi kasus kontrol menggunakan kuesioner untuk uji tapis pertama GPPH dan defisiensi besi, melibatkan 376 siswa SD 01, 03, dan 05 Kenari, Jakarta periode 2015/2016.
Hasil: Melalui uji Chi-square, ditemukan hubungan bermakna secara statistik antara risiko tinggi defisiensi besi dengan GPPH pada siswa dengan odds ratio 2,447 1,354 ndash; 4,422, IK 95 , p = 0,002.
Kesimpulan: Risiko tinggi defisiensi zat besi merupakan salah satu faktor risiko GPPH pada siswa sekolah dasar di Jakarta. Kecukupan asupan zat besi pada anak perlu dijaga sejak dini.

Background: Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD is caused by many factors, including genetics and environmental factor, e.g. iron. Iron acts as a cofactor in the modulation of dopamine and epinephrine production, affecting control in motoric behavior.
Aim: of study To find the association between the high risk of iron deficiency and ADHD.
Method: A case control study using questionnaire to screen ADHD and iron deficiency in 376 elementary students in SD Kenari Jakarta.
Results: Positive correlation between the high risk of iron deficiency and ADHD, using Chi square method with odds ratio 2.447 1.354 ndash 4.422, IK 95 , p 0.002.
Conclusion: High risk of iron deficiency is a risk factor of ADHD in elementary school students in Jakarta. Children should maintain adequate iron intake since early hood.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pusparini Kusumajati
"Fanatisme terhadap sebuah produk tidak selalu berawal dari tingginya kualitas produk, Dari berbagai temuan riset maupun kajian terdahulu, terdapat temuan bahwa relasi antar konsumen dan produk yang dikonsumsinya, lebih sering membangun fanatisme terhadap brand. Salah satu bentuk relasinya terwujud sebagai komunitas brand online. Xiaomi dengan komunitas brand online, Mi Community Indonesia, merupakan salah satu contoh dari produk low-end market yang memiliki pengikut sangat loyal terhadap brandnya. Kesetiaan para fans Xiaomi ini telah terbukti di berbagai negara salah satunya adalah Indonesia. Mi Community Indonesia telah berdiri sejak 2017 dengan puluhan Mi Fans regional yang telah terbentuk secara organik semenjak Xiaomi masuk ke Indonesia. Untuk mendalami yang terjadi pada fenomena Xiaomi itulah, tesis ini bertujuan untuk mengkategorikan jenis keanggotaan yang terdapat pada Mi Community Indonesia dan bentuk prilaku pengkultusan brand dari setiap jenis anggota komunitas. Untuk mencapai tujuan dari penelitian, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan metode studi netnografi melalui observasi netnografi dan wawancara mendalam dengan informan kunci. Penelitian ini menggunakan konsep komunitas brand online, termasuk didalamnya interaksi dan jenis keanggotaan komunitas brand dan pengkultusan brand. Jenis keanggotaan dan perilaku pengkultusan brand dianalisis melalui post, thread dan hasil wawancara dengan informan kunci. Dari hasil penelitian, ditemukan adanya enam jenis keanggotaan dalam Mi Community Indonesia yang terbagi menjadi the Learner, the Pragmatist, the Opinion Leader, the Activist, the Evangelist dan the Blindfold Cult. Bentuk perilaku pengkultusan brand ditemukan pada jenis keanggotaan the Evangelist dan the Blindfold Cult. Penelitian ini juga menemukan adanya bentuk pengkultusan brand yang dilakukan oleh anggota Mi Community Indonesia, dimana perilaku pengkultusan brand ini banyak terjadi pada interaksi yang didasarkan pada jenis impressions management dan community engagement. Pengkultusan brand yang terjadi pada anggota Mi Community Indonesia merupakan suatu bentuk unjuk diri kepada dunia luar menutupi realitas semu mereka terhadap produk Xiaomi itu sendiri.

Fanaticism about a product does not always start from the high quality of the product itself. Based on previous research and studies, found out that there are a special relationship between consumers and the products they consume, more often builds fanaticism towards the brand. One form if its relationship is reflected as an online brand community. Xiaomi, with its well-known online brand community, Mi Community Indonesia, is the example of a low-end market product that have a very loyal brand followers. Their loyalty is proven in various country of Xiaomi target market in which Indonesia is one of them. Mi Community Indonesia formed since 2017 with dozens of regional Mi Fans that already formed organically since Xiaomi enter Indonesia smartphone’s market. This thesis objective is to determine the type of membership in Mi Community Indonesia and their form of brand cult towards Xiaomi as a brand of each type of membership in Mi Community Indonesia. This research is using qualitative approach with netnography study as its method. This research is using both netnography observations and in-depth interview with key informant. This research is using online brand community including the interaction within brand community and type of membership in brand community and brand cult as its concepts. In this research, type of membership and behaviour of brand cults are analysed by post, thread and online data system given by Mi Community Indonesia and interview result with key informant. The results of this research show that there are six types of membership in Mi Community Indonesia which divided into the Learner, the Pragmatist, the Opinion Leader, the Activist, and the Blindfold Cult. The brand cult behaviour is found in the Evangelist and the Blindfold Cult type of membership. This research also found behaviour of brand cult of members in Mi Community Indonesia, in which happens in interaction that based on impressions management and community engagement kind of interactions within the community. Brand cult behaviour that happens in Mi Community Indonesia is a form of rally to cover their false reality towards Xiaomi’s product."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Fahreza Akbar
"ABSTRAK
>
Latar Belakang: Selenium secara tidak langsung dapat berpengaruh pada kadar hemoglobin melalui fungsi proteksinya, namun tidak diketahui efeknya secara langsung pada bayi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi Kadar Selenium dengan Kadar Hemoglobin Bayi Usia 8-10 Bulan di Jakarta Pusat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang dilakukan pada 75 sampel sesuai dengan kriteria penelitian. Kadar selenium dalam serum diukur dengan metode LC-MS/MS Liquid Chromatography ndash; Tandem Mass Spectrometry dan kadar hemoglobin diukur menggunakan HemoCue Hemoglobin system yang dilakukan oleh tenaga terlatih. Data penelitian dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Pearson korelasi bermakna jika diperoleh p0,05. Kesimpulan: Dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar selenium dengan kadar hemoglobin bayi 8-10 bulan di Jakarta Pusat.

ABSTRACT
Background Selenium can indirectly influence haemoglobin levels by its protective function, but its effect is unknown on infants. Objective This study is aimed to observe the correlation between selenium levels and haemoglobin levels on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta. Method This study applies the crosssectional design which was conducted on 75 samples based on study criteria. Selenium levels were measured by LC MS MS Liquid Chromatography ndash Tandem Mass Spectrometry method and haemoglobin levels were assessed using HemoCue Hemoglobin system by trained personnel. The data was analyzed with KolmogorovSmirnov test and Spearman correlation test significant correlation if p0.05 . Discussion In conclusion, there was no significant correlation between selenium levels and haemoglobin levels on 8 to 10months old infants in Central Jakarta. p 0.53."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Essential elements such as micro and microminerals have and important role in physiological processes in animals,especially for ruminants which which are usually grassing in the field
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana
"Latar belakang: Pitiriasis versikolor (PV) merupakan infeksi jamur superfisial kronik dengan prevalensi tinggi. Belum ada data yang membandingkan sampo SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2% pada terapi PV. Tujuan: Mengetahui efikasi mikologis, keamanan, kekambuhan, dan efikasi biaya antara sampo selenium sulfida 1,8% dibandingkan dengan ketokonazol 2% pada PV. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda terhadap pasien PV bulan September hingga Desember 2018, dengan terapi sampo SeS2 1,8% atau ketokonazol 2% sesuai dengan alokasi random. Dilakukan pemeriksaan fisik, uji provokasi skuama, lampu Wood, dan kalium hidroksida. Efikasi mikologis dianalisis dengan intention to treat dan kekambuhan dengan analisis per-protokol. Efikasi biaya dengan menghitung Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Hasil: Efikasi mikologis lebih tinggi pada ketokonazol 2%, yaitu sebesar 94% vs 86%, tetapi tidak berbeda secara statistik (RR=2,3(95%IK0,6-8,5), p=0,182). Efek samping pada ketokonazol 2% lebih tinggi, yaitu 22% vs 8%. SeS2 1,8% lebih murah 14.880 rupiah, dengan risiko KOH masih positif sebesar 8% lebih tinggi dibanding ketokonazol 2%. Kekambuhan sebulan didapatkan lebih besar pada SeS2 1,8%, yaitu sebesar 8% vs 14%. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efikasi mikologis, efek samping, dan kekambuhan sebulan, antara SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2%. Penggunaan SeS2 1,8% pada terapi PV lebih murah dengan risiko gagal terapi lebih tinggi dibandingkan ketokonazol 2%.

Background: Pityriasis versicolor (PV) is a chronic superficial fungal infection which highly prevalent. There is no data comparing SeS2 1.8% with 2% ketoconazole shampoo in the treatment of PV. Objective: To assess the mycological efficacy, safety, relaps, and cost-efficacy of SeS2 1.8% and ketoconazole 2% shampoo for the treatment of PV. Methods: A double blind randomized controled trial was performed in patients with PV during September-December 2018, based on block randomization. Physical examinations, scale provocation test, Woods lamp and potassium hydroxide examination were conducted. Intention to treat analysis was performed to evaluated mycological efficacy and per-protocol analysis to evaluated relaps. Cost-efficacy was analyzed by calculating the Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Result: The mycological efficacy, side effect and relaps were higher in the ketoconazole group; 94% vs 86% (RR=2.3(95%CI 0.6-8.5), p= 0.182), 22% versus 8%, and 14% versus 8%. We found lesser cost for SeS2 1.8% of about 14.880 rupiah with risk of persistent positive KOH smear is 8% higher than ketoconazole. Conclusion: There were no significant differences of mycological efficacy, side effect, and relaps, between both arms. The cost-efficacy revealed a lesser cost for SeS2 1.8% with higher risk of persistent positive KOH as compared to ketoconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leginem
"Anemia gizi merupakan masalah gizi yang besar dan Iuas diderita oleh penduduk Indonesia. Anemia gizi biasanya disebabkan jumlah zat besi yang dikonsumsi tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Di samping itu berbagai faktor juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia gizi yaitu, kurangnya konsumsi zat gizi antara lain protein, besi, vitamin C, energi, infeksi, menstruasi, sanitasi Iingkungan, status gizi, pengetahuan dan sosial ekonomi. Konsekuensi yang timbul akibat terjadinya anemia gizi adalah menurunnya aktifitas, produktivitas rendah, terhambatnya perkembangan mental dan kecerdasan (penurunan prestasi belajar), menurunnya kekebalan terhadap penyakit infeksi dan meningkatnya kesakitan. Prevalensi anemia gizi remaja putri berdasarkan beberapa hasil penelitian ternyata cukup tinggi. Hasil SKRT tahun 1995 sebesar 57,1% bahkan studi terhadap siswi SMU Padang tahun 1995 diketahui prevalensi anemia sebesar 80%. Prevalensi ini tergolong dalam masalah kesehatan masyarakat berat, sementara upaya penanggulangan anemia belum mengarah kepada sasaran remaja/mahasiswi ini.
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran prevalensi anemia dan faktor-faktor yang berhubungan serta faktor yang paling berhubungan dengan status anemia mahasiswi Akademi Kebidanan (Akbid) di Banda Aceh tahun 2002. Desain penelitian menggunakan crossectional. Populasi adalah seluruh mahasiswi Akbid di Banda Aceh sebanyak 836 orang dan yang menjadi sampel sebanyak 198 orang. Penelitian dilakukan pada 3 Akbid yaitu Akbid Depkes Banda Aceh, Akbid Mona dan Akbid Muhammadiyah pads tingkat I, II dan III dari bulan Juli - Agustus 2002. Penetapan besar sampel berdasarkan alokasi sama rata yaitu 66 orang tiap akademi dan 22 orang pada tiap tingkat. Pengambilan sampel pada masing-masing tingkat dengan sistematic random sampling. Data dikumpulkan dengan beberapa cara yaitu status anemia dengan pemeriksaan kadar Hemoglobin (Hb) menggunakan metoda cyanmethemoglobin, wawancara untuk kebiasaan minum teh, frekuensi haid, lama haid, pengetahuan tentang anemia, tingkat pendidikan ibu dan status tempat tinggal, food recall 2x24 jam untuk konsumsi zat gizi, pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk Indeks Masa Tubuh (IMT) dan pengukuran LILA. Variabel dependen penelitian ini adalah status anemia mahasiswi sedangkan variabel independen meliputi konsumsi zat gizi (energi, protein, besi dan vitamin C), status gizi (IMT dan LILA), kebiasaan minum teh, pola haid (frekuensi haid dan lama haid), pengetahuan tentang anemia, tingkat pendidikan ibu dan status tempat tinggal. Analisa data meliputi : univariat dengan distribusi frekuensi (semua variabel), mean, median, standart deviasi, minimum dan maksimum (variabel yang memiliki data numerik), analisis bivariat dengan chi square dan analisis multivariat dengan regresi logistik ganda. Hasil penelitian diketahui prevalensi anemia sebesar 88,9% (anemia ringan 57,1%, anemia sedang 29,8% dan 2% anemia berat). Pada analisis bivariat diperoleh variabel yang bermakna secara statistik (p<0.05) dengan status anemia adalah konsumsi besi, konsumsi vitamin C, kebiasaan minum teh, tingkat pendidikan ibu dan status tempat tinggal dan dalam analisis multivariat variabel yang berhubungan adalah konsumsi besi, konsumsi vitamin C, kebiasaan minum teh dan status ternpat tinggal, selanjutnya variabel yang berhubungan paling dominan dengan status anemia adalah konsumsi zat besi (OR = 6,565).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar penanggulangan anemia gizi mahasiswi/remaja putri; sudah harus diprioritaskan. Memasyarakatkan Gerakan membuat taman gizi dengan menanam pohon buah-buahan dan sayur-sayuran sumber vitamin C dan zat besi. Penyuluhan kepada mahasisiwi/remaja putri dan ibu-ibu serta memotivasi mahasiswi untuk mengkonsumsi tablet tambah darah harga murah secara mandiri. Pemeriksaan kadar Hb pada mahasiswi secara berkala yang dimulai sejak mahasiswa baru dan pengobatan bagi penderita anemia terutama anemia berat dan sedang serta memasukkan bahasan anemia pada mata ajaran tertentu. Penyuluhan kepada para pengelola makanan asrama tentang pentingnya variasi makanan terutama makanan sumber vitamin C dan zat besi yang murah dan mudah diperoleh disekitarnya serta cara pengoaahan makanan yang baik. Pada penelitian selanjutnya agar menggunakan desain yang lebih baik, variabel yang berbeda dan sampel pada kelompok rawan anemia lainnya.

Nutritional anemia is a wide and huge nutrition problem suffered by many Indonesian people. Nutritional anemia usually caused by inadequate amount of iron consumption. Besides, other factors could influence the occurrence of nutritional anemia including inadequate nutrient consumption such as protein, vitamin C, energy, infections, menstruation, poor environmental sanitation, poor nutritional status, lack of knowledge, and poor socioeconomic conditions. As consequences, there is a decrease in activity, low productivity, occurrence of mental retardation, and Iow intelligence, decrease in immunity, and increase in morbidity. According to several studies, prevalence of anemia among teenage girls was high. SKRT result in 1995 showed prevalence of 57.1%. One study among high school girl student in Padang in 1995 showed prevalence as high as 80%. The problem could be categorized as severe public health problem, while the current existing intervention on anemia was not targeted to this segment of population. The aim of this study is to obtain a description on anemia prevalence and its related factors as well as the most associated factors on anemia status among female students of Midwife Academies in Banda Aceh in the year of 2002. The design of the study was cross sectional. Population was all female students in Midwife Academies in Banda Aceh (836 students), with 198 subjects as sample. There were 3 academies, that is, Midwife Academy of Depkes Banda Aceh, Mona Midwife Academy, and Muhammadiyah Midwife Academy including students of all grades in the period of July-August 2002. Sampling was equally distributed among three academies, resulted in 66 students for each academy and 22 students for each grade. Sample in each level was obtained through systematic random sampling. Data was collected using several methods including cyanmethemoglobin to examine Hb level as to determine anemia status, face-to-face interview to know the habit of drinking tea, frequency of menstruation, duration of menstruation, knowledge, mother's educational background and living condition status, 2 X 24 hours recall to predict nutrient consumption, weight and height measurements to calculate body mass index (BMI) and mid upper arm circumference (MUAC) measurement. Dependent variable in this study was anemia status while the independent variables included nutrient consumption (energy, protein, iron, and vitamin C), nutritional status (BMI and MUAC), habit of drinking tea, menstruation pattern (frequency and duration), knowledge, mother's education level and living conditions status. Data analyses included univariate with frequency distribution (for all variables), mean, median, standard deviation, minimum and maximum (for numeric variables), bivariate using chi square, and multivariate analysis using multiple logistic regression.
The result showed that prevalence of anemia was 89.4% (mild anemia 47.5%, moderate anemia 40.4%, and severe anemia 1.5%). Bivariate analysis showed that variables that statistically significantly (p
It is recommended to prioritize intervention to overcome nutritional anemia among female students/teenagers. Socialize movement to plant vitamin C sources is to be embarked as well as iron source plant garden. Education to female students/teenagers and mothers and motivating them to consume iron tablet by self payment. Hb examination should be routinely conducted as to early detect anemia. Those with severe anemia should be intensively treated. Inclusion of anemia topic in certain subjects/courses is also recommended, Boarding house managers (including canteen managers) should also be exposed to education on environmental sanitation and the importance of food variety and balanced menu, particularly iron source food and foods which can enhance iron absorption, as well as better food management in general. Other research to be conducted should employ better study design, including different variables, and different anemia risk group subjects."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T4030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>