Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Arung Pancana Toa
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017
899.226 2 ARU it l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arung Pancana Toa
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017
899.226 2 ARU it l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arung Pancana Toa
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017
899.226 2 ARU it l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Rahman
"Orang Bugis adalah salah satu suku bangsa yang mendiami Propinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah terbesar dibanding dengan suku bangsa lainnya. Dalam tradisi kebudayaannya, orang Bugis lebih dikenal sebagai pelaut-pelaut yang ulung, transmigran spantan, dan sebagai pedagang. Mereka rnempunyai etos kerja dan struktur masyarakat yang spesifik, yang ternyata akar kebudayaan mereka tersebut masih dapat ditelusuri jejak-jejaknya dari zaman lampau sampai sekarang, antara lain dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan tertulis mereka yang tertuang di dalam berbagai naskah.
Salah satu warisan tertulis orang Bugis adalah naskah I La Galigo, yang dapat dilihat dalam tiga perspektif, yakni: 1) sebagai karya tulis, 2) sebagai karya sastra dan 3) sebagai karya mitos.
Ditinjau dari sudut manuskripnya yang berjumlah ribuan halaman serta jalinan tokohnya yang berbelit-belit, Kern menempatkan teks I La Galigo sebagai karya sastra terpanjang dan terbesar di dunia yang setaraf dengan kitab Mahabarata dan Ramayana dari India, serta sajak-sajak Homerus dari Yunani (1939: 1). Karena itu, menurut Koolhof I La Galigo menempati posisi yang unik, balk di Nusantara maupun di dunia, setidak-tidaknya itu apabila dilihat dari sudut panjang syairnya. Epos Mahabarata jumlah barisnya antara 160.000-200.000, sementara I La Galigo mencapai lebih 300.000 baris panjangnya (1995:1).
Penyebaran I La Galigo diturunkan dalam dua tradisi, yakni tradisi tulis dan tradisi lisan. Tradisi pertama hanya dikenal di lingkungan masyarakat Bugis yang terdiri atas dua macam yakni sebagai cerita berangkai dan sebagai pangkal silsilah raja-raja Bugis yang tertuang di dalam lontaraq. Sementara tradisi lisan I La Galigo ditemukan pada hampir semua kelompok etnik yang ada di Sulawesi (Fachruddin, 1989:vii).
Dalam seminar Folk-Tale Sawerigading di Universitas Tadulako, Palu, Mattulada dalam pidato pembukaannya antara lain mengatakan bahwa hampir seluruh kelompok etnik di Sulawesi secara mitologis mengenal tokoh legendaris Sawerigading. Dengan demikian, epos I'La Galigo yang menampilkan Sawerigading sebagai tokoh utama menjadi salah satu sumber yang amat kuat bagi kekuatan integrasi dan kesatuan pada hampir segenap kelompok etnik yang ada di Sulawesi (Siodjang, 1987:5).
Teks-teks 1 La Galigo yang tertuang di dalam berbagai naskah dituliskan dengan maksud untuk dibawakan dalam bentuk lisan pada upacara-upacara tertentu. Pelisanan tersebut tercermin dalam wujud tradisi penyalinannya, yang selanjutnya melahirkan naskah I La Galigo ke dalam berbagai, versi. Di kepala seorang penyalin hanya berupa kerangka cerita yang tersusun rapi, yang kelengkapannya diisi oleh penyalin menurut cara dan pilihan katanya sendiri dengan tetap berpegang teguh pada konvensi I La Galigo.
Pembauran antara dua tradisi dalam sebuah karya sastra seperti yang disebutkan di atas, menyebabkan naskah-naskah I La Galigo yang ada sekarang terdiri atas berbagai versi, yang di samping mempunyai formula-formula yang lama juga mempunyai perbedaan-perbedaan dalam mengisi slot-slot yang kosong di antara formula-formula tersebut, terutama dalam pilihan kata maupun pertukaran-pertukaran tempat lariknya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
D287
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Perdana
"Tesis ini membahas tentang komunikasi sebagai salah satu bagian dari fungsi museum dan identitas budaya sebagai salah satu peran museum dalam melayani masyarakat dan perkembangannya. Lokasi penelitian adalah Museum Negeri Provinsi Sulawesi Selatan, La Galigo. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yang bersifat filosofis. Hasil dari penelitian ini mengidentifikasi bahwa Museum La Galigo belum dapat mengkomunikasikan I La Galigo sebagai identitas budaya Sulawesi Selatan, karena museum ini masih berorientasi pada pengumpulan dan pelestarian tangible heritage. Museum La Galigo untuk menjadi new museum harus menampilkan I La Galigo sebagai identitas budaya dengan mengkombinasikannya sebagai memori kolektif. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pengumpulan informasi (intangible heritage) tentang I La Galigo sebagai tradisi lisan. Informasi tersebut digunakan untuk mendesain media komunikasi di Museum La Galigo yaitu melalui desain ekshibisi I La Galigo.

This thesis discusses about communication as one of museum?s function and cultural identity as one of the museum?s role in the service of the society and its development. The research study is in Museum Negeri Provinsi Sulawesi Selatan ?La Galigo?. This is a descriptive-qualitative research with a philosophical approach to new museum. The result of research is La Galigo Museum has still not communicated I La Galigo as cultural identity of South Sulawesi, because this museum is still oriented in collect and conserves the tangible heritage. In order to become new museum, La Galigo has to display I La Galigo as cultural identity by combining it as collective memory. Based on it, collecting information about I La Galigo as oral tradition (intangible heritage) is needed. The information is aimed to design the communication media in La Galigo Museum through I La Galigo exhibition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T27648
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendraswati
Yogyakarta: Kepel Pess, 2017
959.84 HEN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syamsul Bahri
"ABSTRAK
Perkawinan sebgagai salah satu fase dalam kehidupan manusia, meruapakn hal yang sakral dan urgent dalam realitas sosial budaya maskyarakat pada umumnya, adat dan agama menjadi dua landasan hidup yang dipegang dan diyakini, niali implementasi kedua wujud ini dapat terlihat dalam prosesi upacara perkawinan. Kajian ini berusaha mengungkap perwujudan adat (adeq) dan agama (saraq) dalam prosesi upacara perkawinan (mappabotting). Pada masyarakat Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif dengan metode etnografi. Metode etnografi dengan sendirinya menyediakan perangkat-perangkat yang memungkinkan proses penelitian berlangsung secara lebih baik, selain itu studi etnografi (ethnographic studies) dianggap sesuai dengan fokus kajian ini yaitu untuk mendeskripsikan dan menginterpretasi peristiwa budaya yang berlangsung dalam prosesi upacara perkawinan pada masyarakat Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang. Prosesi upacar perkawinan masyarakat Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang dapat dikategorikan menjadi tiga tahap; 9a0 Pra Perkawinan dengan prosesi Mammanu'-manu', Madduta atau Massuro, Mappasiarekeng, Mappasau botting/Cemme passili', Mappanretemme dan Mappacci atau tudammpenni; (b) Pesta Perkawinan dengan prosesi Mappenre Botting dan Marola atau mapparola; dan (c) Pasca Perkawinan dengan prosesi Mallukka botting, Ziarah kubur dan Massita beseng. Kajian ini menggambarkan bahwa posisi Islam dalam masyarakat Bugis di Kabupateng Sidenreng Rappang dapat diterima sebagai pegangan hidup. Hal tersebut menjelaskan bahwa adat (adeq) dan agama (saraq) mampu berjalan bersama sebagai perwujudan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Bugis di Kab. Sidenreng Rappang."
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>