Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Washington DC : World Bank, 2009
345.077.3 STO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Porajow, David Fredriek Albert
"Kejahatan bermotif ekonomi telah mengakibatkan kerugian negara. Penindakannya sebatas pada penjatuhan pidana kepada pelaku (in personam) namun belum menyentuh hasil kejahatan itu. Perampasan pidana sulit dilaksanakan saat terdakwanya meninggal dunia atau melarikan diri. Non-Conviction Based Asset Forfeiture merupakan perampasan secara perdata (in rem) yang ditujukan kepada aset pelaku tanpa melalui proses pidana.
Permasalahan penelitian ini adalah: apakah Non-Conviction Based Asset Forfeiture merupakan alternatif untuk memperoleh kembali kerugian negara karena tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian negara? Dengan menggunakan metode deskriptif normatif, peneliti menganalisis efektifitasnya dalam pengembalian kerugian Negara. Kesimpulan yang diperoleh sebagai hasil penelitian ini adalah Non-Conviction Based Asset Forfeiture dapat digunakan sebagai langkah alternatif pengembalian kerugian negara.

Economically motivated crimes have resulted in losses to the state. Limited to the imposition of criminal prosecution of the perpetrator (in personam) but has not touched the proceeds of the crime. Criminal Confiscation difficult to implement when the defendant died or fled. Non-Conviction Based Asset forfeiture is a deprivation of the civil (in rem) addressed to the assets of the perpetrators without going through the criminal process.
The problem of this study is: is Non-Conviction Based Asset forfeiture is an alternative to recover the losses due to criminal offenses relating to the economy of the country? By using descriptive normative method, researchers analyzed its effectiveness in recovering losses State. Conclusions made ​​as a result of this study is Non-Conviction Based Asset forfeiture can be used as an alternative measure of return loss to the state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Letycia Minerva Pariela
"Korupsi merupakan masalah yang menjadi perhatian dari masyarakat internasional. Untuk menghadapi masalah tersebut, negara-negara di dunia kemudian membuat dan menandatangani perjanjian internasional yakni United Nation Convention Againts Corruptions UNCAC , dimana didalam UNCAC ini dikenal suatu konsep baru perampasan aset yang dikenal dengan Non-Conviction Based Asset Forfeiture yang memungkinkan negara untuk merampas aset hasil korupsi tanpa memidana pelaku korupsi tersebut. Akan tetapi bagaimana jika terdapat suatu kepentingan dari pihak lain terhadap aset tersebut, dalam hal ini kreditor. Dalam hal ini konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture ini dapat memberikan perlindungan kepada kreditor dalam bentuk pihak ketiga yang beritikad baik dan juga pemberian hak untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan perampasan aset yang diajukan. Hal ini serupa dengan pengaturan tentang perlindungan bagi kreditor di Amerika, Australia dan juga Filipina.

Corruption is an issue of concern from the international community. To address these issues, the countries in the world then create and sign international treaties named United Nations Convention Against corruptions UNCAC . There is a new concept of assets forfeiture within UNCAC, known as Non Conviction Based Asset forfeiture which allows the state to seize assets resulting from corruption without convict perpetrators of corruption. But what if there is an interest of the other party to such assets, in this case the creditor. In this case the concept of Non Conviction Based Asset forfeiture is to provide protection to creditors in the form of third parties acting in good faith and also granting the right to raise objections against the petition filed confiscation of assets. This is similar to the setting of protection for creditors in the United States, Australia and the Philippines."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Wijaya
"ABSTRAK
Permasalahan korupsi tidak lepas dari kerugian keuangan negara yang diakibatkannya. Salah satu upaya hukum untuk memberantas korupsi adalah dengan merampas aset hasil korupsi melalui Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). Namun untuk dapat menerapkan konsep ini perlu untuk diketahui terlebih dahulu mekanisme perampasan aset hasil korupsi yang ditetapkan sebagai aset tercemar sehingga dapat dirampas melalui NCB dan juga konsep NCB ini masih menjadi masalah terkait dengan kemungkinannya untuk dapat diterapkan dalam hukum di Indonesia. Untuk itu, dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat normatif dan dengan menggunakan analisis kualitatif penulis akan menjawab permasalahan yang ada terkait dapatkah perampasan aset NCB ini menjadi instrumen hukum yang mampu memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi. Di akhir, penelitian ini menemukan bahwa perampasan aset NCB adalah konsep terbaik yang dapat digunakan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keruangan negara dari tindak pidana korupsi.

ABSTRACT
The problem of corruption is inseparable from its impact on state financial losses. One legal effort to eradicate corruption is to seize assets resulting from corruption through Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). However, to be able to apply this concept it is necessary to know in advance the mechanism of appropriation of assets resulting from corruption which is determined as a tainted asset so that it can be seized through the NCB and also the NCB concept is still a problem related to its possibility to be applied in law in Indonesia. For this reason, by using normative research methods and by using qualitative analysis the author will answer the existing problems related to whether the seizure of NCB assets is a legal instrument that is able to maximize the return of state financial losses from corruption. In the end, this research found that NCB's asset seizure is the best concept that can be used to maximize the return of state spatial losses from corruption."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Ferdinant Sanses
"Kerugian yang ditimbulkan dari kejahatan Narkotika sangatlah besar dan masif. Pemerintah dipaksa menanggung beban biaya ekonomi (economic costs), biaya manusia (human costs) dan biaya sosial (social costs) pada setiap tahunnya. Di sisi lain, hukuman mati yang diyakini memiliki efek penggentar (general deterrence) ternyata tidak bisa menurunkan aktivitas kejahatan Narkotika. Sedangkan, kebijakan kriminal yang dibangun pemerintah selama ini hanya berfokus pada penghukuman, di sisi lain perampasan hasil kejahatan berupa aset belum menjadi fokus perhatian. Penelitian ini menggunakan analisis yuridis normatif, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang digagas Pemerintah menjadi landasan utama. Penelusuran bahan hukum baik dalam hukum positif Indonesia maupun beberapa intrumen hukum internasional yang mengatur tentang gugatan In Rem menjadi penting yang digunakan untuk mengetahui urgensi dan kategorisasi aset tercemar dalam gugatan In Rem. Penelusuran bahan hukum tersebut juga digunakan untuk meninjau dukungan aspek yuridis normatif serta beberapa isu penting terkait hak asasi manusia.

The loss of narcotic crime is enormous and massive. The government is forced to bear the burden of economic costs, human cost and social cost on a yearly basis. On the other hand, the death penalty believed to have a general deterrence was apparently unable to degrade narcotic crimes. Meanwhile, the criminal policy that has been built by the government has only focused on condemnation, on the other hand the seization of the crime of assets has not been a focus of attention. This research uses normative juridical analysis, the criminal asset deprivation BILL initiated by the government to be the main cornerstone. The search for legal materials in both the positive law of Indonesia as well as some international law instruments governing the In Rem lawsuit are important to be used to know the urgency and categorization of tainted assets in Rems lawsuit. The search for the legal material is also used to review the normative juridical aspects of support as well as some important issues relating to human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ismail Arif
"Penelitian ini mengkaji urgensi penerapan perampasan aset terhadap pejabat publik yang memiliki kekayaan yang tidak dapat dijelaskan (unexplained wealth) di Indonesia, dengan memperbandingkan mekanisme yang diterapkan di Australia dan Filipina. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan undang-undang, historis, dan komparatif. Di Australia, perampasan aset dilakukan melalui mekanisme Unexplained Wealth Order (UWO), yang memungkinkan penyelidikan dan perampasan aset yang tidak dapat dibuktikan asal-usulnya. Filipina, melalui Republic Act No. 1379, juga memiliki mekanisme perampasan untuk aset yang dianggap tidak sah atau tidak sesuai dengan pendapatan pejabat publik. Kedua negara ini menunjukkan bahwa perampasan aset NCB dapat menjadi instrumen efektif dalam mencegah dan menanggulangi praktik pengumpulan kekayaan yang tidak sah oleh pejabat publik. Perbandingan ini memberikan pelajaran penting bagi Indonesia, yang masih menghadapi tantangan dalam menanggulangi praktik pengumpulan kekayaan tidak sah di kalangan pejabat publik. Penelitian ini merekomendasikan penerapan model Unexplained Wealth Order (UWO) yang disesuaikan dengan konteks sistem hukum Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi atas ketidakjelasan asal-usul kekayaan pejabat publik dengan mekanisme perampasan yang adil, efektif, transparan, dan akuntabel.

This research examines the urgency of implementing asset forfeiture against public officials with unexplained wealth in Indonesia, by comparing mechanisms applied in Australia and the Philippines. The research employs doctrinal research methods with a legislative, historical, and comparative approach. In Australia, asset forfeiture is carried out through the Unexplained Wealth Order (UWO) mechanism, which enables the investigation and forfeiture of assets whose origins cannot be proven. The Philippines, through Republic Act No. 1379, also has a forfeiture mechanism for assets deemed unexplained or unlawfully acquired asset of public officials. Both countries demonstrate that NCB asset forfeiture can be an effective instrument in preventing and addressing the accumulation of unexplained wealth by public officials. This comparison provides valuable lessons for Indonesia, which continues to face challenges in addressing the unlawful accumulation of wealth among public officials. This research recommends the adoption of the Unexplained Wealth Order (UWO) model, adapted to the context of Indonesia’s legal system. It is expected that this model can offer a solution to the ambiguity surrounding the origins of public officials' wealth through a fair, effective, transparent, and accountable forfeiture mechanism."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zebua, Rahmaeni
"ABSTRAK
UNCAC Tahun 2003 menawarkan non-conviction based asset forfeiture untuk diberlakukan di setiap negara sebagai alternatif perampasan terhadap hasil tindak pidana. Perampasan aset tanpa penghukuman terhadap pelaku memberikan terobosan terhadap kelemahan pengaturan KUHP yang masil berorientasi terhadap pelaku. Model perampasan ini berlaku untuk setiap hasil kejahatan meskipun telah bercampur dengan dana yang sah dan dikuasai oleh pihak lain. Saham menjadi kualifikasi aset tersebut. Kepastian hukum terhadap saham tersebut perlu untuk dianalisa jika atasnya diterapkan non-conviction based asset forfeiture. Ketidakmampuan pelaku untuk hadir dan membuktikan bahwa aset yang dimilikinya merupakan hasil perolahan dana yang sah. Namun, kendala terhadap saham sendiri tidak dapat disamakan dengan perampasan harta lainnya. Kepemilikan saham serta penguasaan oleh pihak ketiga menjadi salah satu kendala untuk dapat menelusuri saham sebagai aset tercemar. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghadirkan undang-undang yang lebih komprehensif dibandingkan pengaturan yang ada saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konsep dan kasus. Non-conviction based asset di Indonesia masih diatur berdasarkan gugatan perdata dan Perma No. 1 Tahun 2013. Tahapan-tahapan perampasan aset berdasarkan 2 peraturan tersebut masih memiliki kendala yang dapat merugikan negara dalam hal perampasan saham. Sistem hukum di Indonesia masih belum memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap perampasan aset khususnya terhadap saham.

ABSTRACT
forfeiture as an alternative to seizure proceed of crime. Non conviction based asset forfeiture provide a breakthrough against susceptibility Criminal Code that its in personam oriented. This forfeiture model is applied to each proceed crime eventhough derivied from or obtained directly or indirectly, through commison of an offence. Thus, its applying to asset as stock of corporate. The certainty of law of stock as an asset of corporate must has analized when non conviction based asset forfeiture applied. The ability of offender to present and prove the asset is not derived from aset legally tainted. Nevertheless, the obstacles to seizure the stock of corporate is distinguish than others proceed of crime. The ownership of beneficial owner and corporate control of stock is one of the obstacles to track the proceed of crime. The aim of this paper is to encourage goverment to apply statute of asset recovery. The method is juridicial normative with statute, cases and concept approach. Non conviction based asset forfeiture according to civil procedure and Perma No. 1 Tahun 2013. Stages of asset forfeiture according its rules has any weaknesses to seizure the stock of corporate as a proceed of crime. Indonesia systems of law has not been able to give a protection and certainty of law to forfeit the stock. "
2018
T51482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Korupsi di Indonesia dari hari ke hari semakin mengakar, bahkan ada yang menyebutnya sudah membudaya. Praktek korupsi terjadi hampir pada semua lapisan birokrasi, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif serta telah pula menjalar ke dunia usaha. Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia sudah menjadi penyakit kronis yang terhadap penderitanya haruslah dilakukan amputasi. Meluasnya praktek korupsi telah melahirkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Sedemikian besarnya uang negara yang dinikmati oleh para koruptor telah mengakibatkan dirampasnya hak-hak ekonomi dan masa depan rakyat Indonesia. Menurut laporan the Open Society Justice Initiative, terdapat 3 karakteristik penjarahan kekayaan negara, yaitu jumlah kekayaan yang mencapai milyaran dolar, berpindah dan disembunyikan kekayaan tersebut oleh pelaku, hancurnya kehidupan sosial dan ekonomi yang pada akhirnya mengorbankan masyarakat. Gambaran tersebut membuat tindak pidana korupsi dapat dikwalifikasikan sebagai kejahatan terhadap kesejahteraan bangsa dan negara yang ditandai dengan hilangnya aset-aset publik yang akan digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, untuk itu pengembalian kerugian negara melalui perampasan aset hasil tindak pidana korupsi merupakan bagian terpenting dan strategis dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, sekaligus sebagai upaya pengembalian kerugian negara secara lebih efektif."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Uvani Martaulina Rodoputri
"Skripsi ini membahas kedudukan hukum tindakan penyitaan secara pidana terhadap harta pailit dalam proses pemberesan kepailitan, yang mana adanya bentrokan ketentuan antara hukum kepailitan dan hukum acara pidana terkait penyitaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis akan menganalisis pertimbangan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara antara Kurator dan Penyidik yang saling memperebutkan penyitaan suatu benda yang merupakan harta pailit sekaligus barang bukti dalam perkara pidana. Terhadap permasalahan diatas dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sita pidana didahulukan dari sita pidana. Walaupun demikian, mungkin terasa kurang adil dalam ranah kepailitan dimana hal tersebut dapat mengurangi nilai harta pailit, oleh karena itu ditemukan suatu sarana yang telah diterapkan di Amerika yaitu berupa perjanjian koordinasi yaitu perjanjian antara Kurator maupun Penyidik untuk menangani konflik kepentingan atas harta pailit yang sekaligus barang bukti. Dalam perjanjian ini dapat diatur bagaimana kedudukan benda yang menjadi objek sengketa, apakah ia akan dimasukkan ke dalam boedel pailit, lalu di register sebagai barang bukti, atau ia hanya akan dimasukkan sebagai barang bukti dan sebagainya.

This thesis discusses the legal status of the act of criminal forfeiture against the bankruptcy property in the liquidation process of bankruptcy assets, in which the clash of provisions between the law of bankruptcy and criminal procedure law related to foreclosure. To answer the problem then the authors will analyze the consideration of the panel of judges who examine and adjudicate cases between curators and investigators who are fighting over the seizure of an object that is a bankruptcy property as well as evidence in a criminal case. With regard to the above problems, the research is conducted using a normative juridical method.
The results show that criminal forfeiture takes precedence from bankruptcy. However, it may feel unfair in the realm of bankruptcy where it can reduce the value of bankruptcy assets, hence found a solution that has been applied in the United States is a coordination agreement which is an agreement between the Curator and the Investigator to handle conflicts of interest on the property of bankruptcy as well as evidence in criminal case. In this agreement can be arranged how the position of objects that become the object of dispute, whether it will be inserted into the list of bankruptcy assets, then registered as evidence in criminal case, or it will be included as evidence only and so forth.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chitraning Widhianindya
"ABSTRAK
Pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri adalah prioritas utama untuk
dikejar oleh Pemerintah RI, KPK, PPATK dan lembaga penegak hukum lainnya
dalam rangka mengembalikan kerugian negara karena para pejabat korup
menyamarkan aset-aset hasil tindak pidana korupsi di luar negeri melalui mekanisme
pencucian uang, sehingga sulit untuk ditelusuri, dibekukan, dan disita. Untuk
memaksimalkan upaya pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri, maka
pemerintah RI dan KPK menjalin kerjasama internasional melalui Mutual Legal
Assistance (MLA) sebagaimana mengacu pada Pasal 46 UNCAC. Indonesia
mempunyai Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik
dalam Masalah Pidana, tetapi kelemahannya adalah tidak mengatur secara rinci
mengenai sharing fee forfeiture dan asset management, sehingga kedua hal iu
menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah RI dalam menjalin MLA dengan negara
lain. Kemudian, mekanisme pengembalian aset hasil korupsi sebagaimana diatur
dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 57 UNCAC, terutama perampasan aset tanpa
pemidanaan (NCB) atau perampasan aset in rem, yang merupakan paling efektif
untuk mengembalikan aset-aset tersebut. Tetapi, hambatan-hambatan dalam
pengembalian aset hasil korupsi di luar negeri sering dihadapi pemerintah RI dan
KPK, seperti kinerja penegak hukum tidak maksimal, MLA ditolak karena alasan
penerapan hukuman mati di negara yang dimintakan MLA, perbedaan sistem hukum
dan legal proceedings, beberapa negara yang tidak menegakkan anti money
laundering, dan lain-lain. Dikarenakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang tidak mampu mendukung pengembalian aset hasil korupsi di luar
negeri, oleh karena itu, seharusnya pemerintah RI segera mengesahkan RUU
Perampasan Aset untuk memaksimalkan upaya pengembalian aset hasil tindak pidana
di luar negeri, khususnya tahap-tahap pengembalian aset, kerjasama internasional,
badan pengelola aset, dan lain-lain.

ABSTRACT
Recovering assets from corruption in aboard is a top priority to being chased
by the Government of Indonesia, KPK, and PPATK to recover state losses because
of corrupt officials disguising assets proceeds of corruption in aboard through money
laundering mechanisms, making it difficult to trace, frozen and seized. To maximize
the efforts in recovering assets from corruption in aboard, the government of
Indonesia and KPK to establish international cooperation through the Mutual Legal
Assistance (MLA) as referred to in Article 46 of UNCAC. Indonesia has Law No.
1/2006 on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, but the weakness is not set
in detail regarding the sharing fee forfeiture and asset management, so that both are
became an obstacle for the government of Indonesia in establishing MLA with other
countries. Then, a mechanism to recover assets from corruption cases under Article
51 through Article 57 of UNCAC, especially confiscation of assets without a criminal
conviction (NCB) or confiscation of assets in rem, which is the most effective way to
restore these assets. However, the obstacles in recovering assets from overseas
corruption in government, and often facing KPK, such as the performance of law
enforcement is not maximal, MLA rejected the application of the death penalty for
reasons for which a MLA in the state, the legal system and legal differences
proceedings, some states not enforce anti-money laundering, and others. Due to the
Law on Corruption Eradication and Prevention Act and Anti-Money Laundering
unable to support the return of proceeds of corruption assets abroad, therefore, the
Indonesian government should immediately pass Draft Law of Asset Confiscation
asset recovery efforts to maximize the the proceeds of crime abroad, particularly the
stages of asset recovery, international cooperation, asset management agencies, and
others."
Universitas Indonesia, 2013
T35414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>