Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116457 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009
R 345.025 98 IND k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Radjagukguk, Erman
Jakarta: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
345.023 RAD t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ronal Balderima
"ABSTRAK
Pembentukan dan Muatan materi peraturan perundang-undangan di bidang terorisme telah coba diatur dalam bentuk Perpu maupun dalam Undang-Undang. Pembentukan Perpu dilakukan karena hal ihwal kegentingan yang memaksa dimana belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait terorisme kemudian Perpu harus ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui proses pengesahan di DPR. Pembentukan Perpu terorisme telah melanggar prinsip negara hukum, melanggar hierarki norma hukum, tata urutan peraturan perundang-undangan sehingga mengabaikan pertimbangan hak atas rasa aman dalam pembentukannya. Pembentukan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 telah memenuhi prinsip negara hukum, hierarki norma hukum, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu meski tidak semua prosedur dapat terpenuhi dengan baik. Pembentukan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 telah memenuhi prinsip negara hukum, serta telah memenuhi semua prosedur pembentukan Undang-Undang sebagaimana pengaturan yang berlaku. Materi muatan peraturan Perpu dan Undang-Undang pemberantasan terorisme belum memenuhi syarat-syarat muatan undang-undang yang baik dengan tidak terpenuhinya pengaturan hak atas rasa aman dalam hal yang menjadi sorotan adalah terkait defenisi dari terorisme yang multi tafsir, jangka waktu penahanan yang tidak memenuhi konvensi internasional terkait hak-hak sipil dan politik serta menyimpangi aturan KUHAP Indonesia, serta pelibatan kembali TNI dalam penindakan terorisme adalah tanda nyata bahwa pemenuhan hak atas rasa aman sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28G ayat 1 akan dapat terwujud. Politik hukum peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan terorisme di Indonesia yang dilaksanakan dari tahun 1998-2018 dalam hal pembentukannya dan materi muatan
telah mengabaiakan prinsip negara hukum, tidak tertib tata aturan perundang-undangan, serta dengan tidak mengindahkan hak atas rasa aman. Politik hukum peraturan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana di bidang terorisme menunjukkan ketidaksuaian dengan Pasal 28G ayat 1 UUD Tahun 1945.

ABSTRACT
The formation and content of legislative material in the field of terrorism has been tried in the form of a Government Regulation in Lieu of Law or Law. The Government Regulation in Lieu of Law was formed because of a matter of urgency where there were no laws and regulations governing terrorism, then the Government Regulation in Lieu of Law had to be stipulated into a Law through the ratification process in the DPR. The establishment of Government Regulation in Lieu of Law on terrorism has violated the principles of the rule of law, violated the hierarchy of legal norms, the ordering of laws and regulations, thus ignoring the consideration of the right to a sense of security in its formation. The formation of Law No. 13 of 2003 has fulfilled the rule of law, the hierarchy of legal norms, the order of the laws and regulations that were in force at the time although not all procedures were fulfilled properly. Formation of Law Number 5 Year 2018 has met the principles of the rule of law, and has fulfilled all procedures for the formation of the Law as applicable regulations. The contents of Government Regulation in Lieu of Law and the Law on eradication terrorism have not fulfilled the requirements for a good law content with the non-fulfillment of the regulation of the right to security in the matter of concern is related to the definition of terrorism which has multiple interpretations, the period of detention that does not meet the convention international relations with civil and political rights and deviating from the Indonesian Criminal Procedure Code, and the reengagement of the TNI in the fight against terrorism is a clear sign that the fulfillment of the right to security as regulated in Article 28G paragraph 1 will not be realized. The legal policy of legislation in the field of eradication terrorism in Indonesia carried out from 1998-2018 in terms of its formation and material content has ignored the rule of law, disorganized rules and regulations, and with no regard
for the right to security. The legal policy of the laws and regulations eradicating criminal acts in the field of terrorism shows dissonance with Article 28G paragraph 1 of the 1945 Constitution."
Jakara: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Prenada Media, 2006
613.8 KOM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dondang Kristine
"Korban kejahatan pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana. Pada umumnya korban dirumuskan sebagai seseorang yang menderita kerugian fisik, mental, emosional, maupun ekonomi. Masalah keadilan dan penghormatan hak asasi manusia tidak hanya berlaku terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan. Namun, korban tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan oleh undang-undang kepada pelaku kejahatan. Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, tentu saja mengakibatkan ketidakseimbangan dalam diri korban atau keluarganya. Misalnya dari aspek finansial (materiel), yaitu bila korban merupakan tumpuan hidup keluarga, aspek psikis (immateriel) berwujud pada munculnya kegoncangan pada diri korban. Untuk menyeimbangkan kondisi korban tersebut, maka harus ditempuh upaya pemulihan baik materiel dan/atau immateriel, yaitu melalui hak restitusi korban. Dalam tesis ini penulis membahas mengenai hak restitusi korban tindak pidana perdagangan orang, dengan menganalisa dari hasil putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang nomor 1633/PID.B/2009/PN.TK, atas nama Fitriyani Binti Muradi yang merupakan satu-satunya putusan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang yang menghukum pelaku untuk membayar restitusi kepada korban. Hak restitusi korban tindak pidana perdagangan orang sudah diatur dalam Pasal 48 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Penelitian tersebut membahas mengenai peranan penegak hukum dalam melaksanakan hak restitusi korban tindak pidana perdagangan orang. Dari hasil penelitian tersebut, peranan penegak hukum baik di tingkat penyidikan, penuntutan, sampai dengan proses persidangan tidak maksimal dalam memperjuangkan hak restitusi korban, yaitu sebatas menanyakan besarnya kerugian yang diderita korban baik materiel maupun immateriel. Kurangnya upaya yang maksimal dari penegak hukum menyebabkan dikabulkannya hak restitusi korban hanya sebatas putusan saja atau hanya di atas kertas saja. Hal ini dikarenakan terdapat kendala-kendala, diantaranya: kendala dari perundang-undangan yang tidak memiliki peraturan pelaksanaan dan dimuatnya pidana kurungan sebagai pengganti dari restitusi, sehingga memberikan pengaruh pada upaya pemenuhan restitusi yang pelaksanaannya tidak secara total, kemudian kendala dari kurangnya kesadaran penegak hukum dan sumber daya manusia yang terlatih dan terampil dalam memperjuangkan hak restitusi korban. Selanjutnya, kendala dari kesadaran hukum korban, yang mana korban beranggapan seandainya melakukan tuntutan ganti rugi hasil yang ia dapatkan tidak sebanding dengan yang ia alami (tidak bisa mengembalikan keadaan semula) bahkan ia juga beranggapan jika melakukan tuntutan ganti rugi justru akan menambah penderitaan dan mengalami kerugian lain sehingga mereka menjadi apatis.

Victims of crime is basically a party that suffered most in a crime. In the most cases the victim is defined as a person who suffers physical harm, mental, emotional, and economic. Issues of justice and respect for human rights does not only apply to offenders but also victims of crime. However, victims do not get much protection as provided by law the perpetrators. In the event of a violation of law, of course, lead to an imbalance in the victim or his family. Example of the financial aspects (material), that is when the victim is the foundation of family life, psychological aspects (immaterial) tangible to the emergence of shock on the victim. To balance the condition of the victim, then the remedy should be taken both the material and / or immateriel, namely through the restitution rights of victims. In this thesis the author discusses about the restitution rights of victims of trafficking in persons, by analyzing the decision of the Court of Tanjung Karang number 1633/PID.B/2009/PN.TK , in the name of Fitriyani Binti Muradi which is the only decision that sentenced the offender to pay restitution to victims. Restitution rights of victims of trafficking in persons has been regulated in Article 48 of Act Number 21 / 2007 on Combating the Crime of Trafficking in Persons. The study discusses the role of law enforcement agencies in carrying out the restitution rights of victims of trafficking. From this research, the role of law enforcement both at the level of investigation, prosecution, court proceedings are not up to the maximum in the fight for the rights of victims restitution, which is limited to asking the amount of loss suffered by the victims of both material and immaterial. Lack of a maximal effort of law enforcement led to the granting of the rights of the victim restitution was limited to ruling only, or only on paper. This is because there are constraints, including: the constraints of legislation that does not have implementing regulations and publishing imprisonment in lieu of restitution, thereby giving effect to the implementation of restitution compliance efforts are not in total, then the constraint of lack of awareness of law enforcement and human resources are trained and skilled in fighting for the restitution rights of victims. Furthermore, the constraints of the legal consciousness of the victim, where the victim thinks that if their demands compensation she has received the results not comparable to those he experienced (can not restore the original state) even if it is also assumed to compensation claims will only add to the suffering and loss other so that they become apathetic.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29881
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Barda Nawawi Arief, 1943-
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
345 BAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>