Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11413 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This book gathers present knowledge on the involvement of ABC transporters in drug transport and resistance. Bringing together updated information from an otherwise-scattered field of scientific literature, this resource helps researchers in pharmaceutical science in discovering drugs able to counteract multidrug resistance in diseases like cancer. It examines ABC transporters not only at the cancer cell, but also in other important physiological localizations. This book covers these topics as well as the pharmaceutical and medicinal modulation and inhibition of ABC transporters, helping pharmaceutical researchers discover drugs to counteract multidrug resistance in diseases like cancer."
Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, 2009
e20375113
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Swastya Dwi Putra
"Multidrug Resistant Organism adalah bakteri yang resisten terhadap satu atau lebih kelas antibiotika. Infeksi MDRO menyebabkan kegagalan terapi pada beberapa jenis antibiotik dan meningkatkan kesulitan untuk penyembuhan. Infeksi MDRO cukup banyak ditemukan pada pelayanan kesehatan terutama di bagian Intensive Care Unit karena pengaruh beberapa faktor risiko yang diantaranya pemakaian alat medis intensif, status imunologis yang lemah, dan transmisi dari petugas kesehatan. Penggunaan alat medis intensif terutama adalah tracheal tube adalah faktor risiko terjadinya kolonisasi bakteri Pseudomonas sp yang tidak jarang ditemukan di ICU adalah MDR-Pseudomonas sp. Oleh karena itu, data mengenai kejadian kolonisasi MDR-Pseudomonas sp. yang dihubungkan dengan riwayat penggunaan tracheal tube di ICU dibutuhkan untuk melakukan usaha pencegahan infeksi MDR-Pseudomonas sp. di rumah sakit.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional analitik yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo , Jakarta Pusat pada bulan Januari hingga Juni 2012. Data diambil dari data sekunder yang berasal dari kultur sputum dari 111 pasien yang dirawat di ICU pusat RSCM. Sampel diambil dengan metode consecutive sampling. Data yang didapat oleh peneliti dianalisis dengan metode chi-square, dengan p=0.05. Hasil yang didapatkan adalah prevalensi 8,1%, RP>1, nilai kemaknaan p=0.164, dan IK 95% 0.986 ; 2.787. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penggunaan tracheal tube dengan infeksi MDR-Pseudomonas sp.

Multidrug Resistance Organism (MDRO) is bacteria resist with one or more antibiotics group. MDRO can cause the failure of treatment in some types of antibiotics and increases the difficulty for healing. MDRO infection commonly found in health services, especially in the Intensive Care Unit due to the influence of several risk factors including intensive use of medical devices, the lack of immunological status, and transmission of health workers. The use of medical devices, particularly tracheal tube, is a risk factor of colonization MDR- Pseudomonas sp. Therefore, we need data of MDR- Pseudomonas sp. colonization in Indonesia Hospital associated with administration history of tracheal tube in patients of adult ICU. So the practitioner can use these data for prevention and control of infection MDR- Pseudomonas sp. in hospital especially in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at central ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on January, 2011 until June, 2012. Samples taken from secondary data derived from sputum examinations and medical records of 111 patients in ICU RSCM. We select the sample by consecutive sampling method. Data were analyzed with chi-square method, with p = 0.05. The results are prevalence 8,1%, RP> 1, the value of significance p = 0164, and 95% CI 0986; 2787. These results suggest that there is no association between administration history of tracheal tube and incidence of infection by MDR- Pseudomonas sp.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Laura Sendy
"ABSTRAK
Latar belakang: Kepatuhan terhadap pengobatan multidrug therapy (MDT) merupakan
salah satu kunci utama keberhasilan terapi penyakit kusta. Kepatuhan terhadap
pengobatan akan meminimalkan risiko relaps, mencegah resistensi obat, serta
menurunkan risiko kejadian reaksi kusta dan disabilitas. Untuk memahami perilaku
pengobatan, faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan pengobatan, serta untuk efektivitas
usaha meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien, diperlukan penggunaan suatu alat
yang akurat dan praktis secara rutin dalam mengukur kepatuhan pengobatan. Kuesioner
penilaian mandiri untuk menilai kepatuhan pengobatan merupakan metode yang mudah
dilakukan, singkat, nyaman dan dapat diterima pasien, murah, serta dapat memberi
informasi mengenai perilaku dan kepercayaan pasien terhadap pengobatan yang dijalani.
Hingga saat ini belum ada kuesioner yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya dalam
menilai kepatuhan terhadap pengobatan MDT pada pasien kusta.
Tujuan: Menyusun kuesioner penilaian mandiri yang valid dan reliabel untuk evaluasi
kepatuhan terhadap pengobatan MDT pasien kusta tipe multibasiler.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian metode campuran, yaitu tahap
pertama kualitatif dan tahap kedua kuantitatif. Tahap pertama terdiri atas tahap
pengembangan instrumen dan tahap pre-test instrumen. Tahap pengembangan instrumen
melibatkan 10 orang pakar dengan menggunakan 4 putaran metode Delphi. Butir
penilaian yang dianggap relevan adalah yang memenuhi skala Likert 4-5 oleh minimal
75% pakar atau yang memiliki skor penilaian >3,75. Kami melakukan pre-test instrumen
kepada 10 orang subjek dan kuesioner direvisi jika diperoleh hasil yang tidak valid.
Setelah mendapatkan set instrumen yang valid dan reliabel, dilakukan tahap kedua yaitu
uji coba instrumen kepada 100 orang subjek di 4 fasilitas kesehatan (RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, RSUP Fatmawati, RS Sitanala, Puskesmas Kecamatan Cakung).
Hasil: Pada uji validitas internal diperoleh 9 butir penilaian yang valid yang mewakili 9
dimensi penilaian, dengan nilai koefisien korelasi masing-masing butir penilaian >0,3,
dan reliabilitas-Cronbach sebesar 0,723. Pada uji validitas eksternal diperoleh 3 butir
penilaian yang tidak valid. Instrumen yang dihasilkan memiliki sensitivitas 88,46% dan
spesifisitas 78,37%. Berdasarkan penilaian kuesioner, dari 100 orang subjek diperoleh
61% subjek dengan kepatuhan baik dan 39% subjek dengan kepatuhan buruk terhadap
pengobatan MDT.
Kesimpulan: Telah dihasilkan sebuah instrumen untuk evaluasi kepatuhan terhadap
pengobatan MDT yang valid dan reliabel, yang terdiri dari 9 dimensi dan 9 butir
penilaian.
"
2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karl Dalton Tjia
"Tuberkulosis Resisten Obat (TBC-RO) merupakan ancaman kesehatan masyarakat. Indonesia menduduki peringkat keempat dalam insiden kasus resistensi TB secara global dan enrollment rate pengobatan MDR/RR-TB masih dibawah target nasional sehingga dapat mendorong beban resistensi pre-extensively drug resistant TB (pre-XDR-TB) dan extensively drug resistant TB (XDR-TB). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian resistensi pre-XDR-TB dan XDR-TB di DKI Jakarta tahun 2021-2022. Desain studi penelitian adalah cross sectional dengan sumber data dari Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Total sampel yang digunakan adalah 1164 yang kemudian diolah dengan analisis univariat, bivariat, dan stratifikasi. Jumlah resistensi pre-XDR-TB dan XDR-TB di DKI Jakarta mencapai 9,7% dari total kasus TBC-RO DKI Jakarta. Karakteristik pasien TBC-RO di DKI Jakarta mayoritas merupakan laki-laki (57,5%), usia 45-54 tahun (22,9%), status sosioekonomi tidak bekerja (28,1%), pasien TBC-RO dengan DM tipe 2 (23,2%), pasien HIV-TBC-RO (3,3%) riwayat pengobatan baru (44,8%) dan penyebab resistensi merupakan acquired resistance (47,8%). Dari analisis bivariat didapatkan, laki-laki (POR = 0,675; 95% CI: 0,458-0,996) merupakan faktor protektif dan status sosioekonomi tidak bekerja (POR = 1,65; 95% CI: 1,021-2,649) merupakan faktor risiko terhadap resistensi pre-XDR-TB dan XDR-TB. Direkomendasikan untuk pemerintahan memberi dukungan ekonomi kepada pasien TBC-RO yang sedang menjalani pengobatan TB.

Drug resistant TB (DR-TB) has become a public health threat. Globally, Indonesia ranked fourth in the incidence cases of DR-TB and the enrollment rate for MDR/RR-TB was still below the national target which consequentially can push the burden of pre-extensively drug resistant TB (pre-XDR-TB) and extensively drug resistant TB (XDR-TB) in Indonesia. The objective of this research is to identify the risk factors that are associated with the occurrence of pre-XDR-TB and XDR-TB in DKI Jakarta in 2021-2022. This study uses a cross-sectional design and the data is obtained from the national TB information system (SITB). The total sample used for this study is 1164 which is then analysed by univariate, bivariate and stratification analysis. The number of pre-XDR-TB and XDR-TB cases in DKI Jakarta reaches 9.7% of the total cases of DR-TB in DKI Jakarta. The characteristics of the majority of DR-TB patients in DKI Jakarta are male (57,5%), age 45-54 (22,9%), unemployed socioeconomic status (28,1%), DR-TB with DM type 2 (23,2%), DR-TB with HIV (3,3%), have no history of previous treatment (44,8%) and cause of resistance is acquired resistance (47,8%). From bivariate analysis it is obtained, being male (POR = 0,68) is a protective factor and socioeconomic status of not working (POR = 1,65) is a risk factor for pre-XDR-TB and XDR-TB resistance. It is recommended that the government provide economic support for DR-TB patients who are undergoing TB treatment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Maylinda
"Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) atau TB MDR adalah TB resistan obat terhadap minimal 2 (dua) obat anti TB yaitu INH dan Rifampisin secara bersama sama atau disertai resisten terhadap obat anti TB lainnya seperti etambutol, streptomisin dan pirazinamid. Pada tahun 2013 WHO memperkirakan di Indonesia terdapat 6800 kasus baru TB dengan MDR-TB setiap tahunnya yang berasal dari 2% kasus TB baru dan 12% kasus TB lama ( MDR-TB). WHO juga memperkirakan lebih dari 55% pasien MDR-TB belum terdiagnosis atau mendapat pengobatan dengan baik dan benar.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui faktor faktor Resistensi Tuberculosis di Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling sistematik untuk mengumpulkan sampel,digunakan 94 sampel terdiri dari 30 pengidap resistensi dan 64 pengidap TB, untuk mencari faktor- faktor yang berpengaruh digunakan analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian ini adalah pengawas minum obat dan riwayat minum obat merupakan faktor yang mempengaruhi resistensi tuberkulosis di Jakarta.

Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) or MDR TB is resistant TB Drugs to at least two (2) anti-TB drugs which are INH and Rifampin along with or with resistance of other anti-tuberculosis drugs such as ethambutol, streptomycin and Pyrazinamide. In 2013 WHO estimates that in Indonesia there are 6800 new TB cases in Indonesia with MDR-TB each year. Estimation of 2% from new TB cases and 12% from old TB cases (MDRTB). It is also estimated that more than 55% of MDR-TB patients have not been diagnosed or received treatment properly and correctly.
The purpose of this research is to know the factors and pattern of Tuberculosis Resistance in Jakarta. The method used in this study is a sampling technique that is systematic sampling to collect samples, there are 94 samples used consist of 30 people with resistance and 64 people with TB. To see the influential factors of resistance, logistic regression analysis is to used. Our result show that the nutritional status and history of taking medicine are the major factors affecting resistance tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Shiddiq Al Hanif
"Antibiotika golongan penisilin adalah antibiotika yang paling luas serta paling banyak digunakan untuk terapi pasien infeksi. Dari berbagai studi diperoleh fakta bahwa telah banyak mikroba resisten terhadap penisilin. Pemberian penisilin yang telah resisten berbahaya bagi pasien dengan penyakit infeksi, selain itu lebih lambatnya penemuan obat baru serta lebih mahalnya harga obat baru merupakan hal penting yang berhubungan dengan kejadian resistensi. Resistensi sendiri dapat berubah menurut waktu dan berbeda di setiap tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri yang diisolasi dari darah di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (LMK FKUI) terhadap beberapa antibiotik penisilin, yaitu amoksilin, sulbenisilin, amoksilin/asam klavulanat , tikarsilin dan oksasilin selama periode 2001-2006. Pada penelitian ini digunakan data isolat darah dengan bakteri positif yang diisolasi di LMK FKUI selama periode 2001-2006. Data diolah dengan menggunakan piranti lunak WHONET 5.4. Dari 791 isolat darah, didapatkan enam bakteri tersering penyebab bakteremia yaitu Staphylococcus epidermidis (25%), Acinetobacter anitratus (16%), Pseudomonas aeruginosa (13%), Klebsiella pneumoniae (8%), Staphylococcus aureus (6%), dan Salmonella Typhi (5%). Hasil uji resitensi menunjukkan kejadian resistensi bakteri terhadap amoksilin sudah tinggi pada Klebsiella pneumoniae , masih cukup rendah pada Salmonella Typhi, sedangkan keampuhannya terhadap Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus mulai menurun. Kejadian resistensi bakteri terhadap sulbenisilin rendah pada Staphylococcus epidermidis,Staphylococcus aureus dan Salmonella Typhi , dan sudah cukup tinggi pada Klebsiella pneumoniae. Kejadian amoksilin/asam klavulanat sudah tinggi pada Acinetobacter anitratus dan Pseudomonas aeruginosa dan masih cukup rendah pada Klebsiella pneumoniae, Salmonella Typhi, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus. Kejadian resistensi bakteri terhadap tikarsilin sudah tinggi pada Acinetobacter anitratus, Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumoniae dan masih cukup rendah pada, Salmonella Typhi,dan Staphylococcus epidermidis. Kejadian resistensi Staphylococcus aureus terhadap oksasilin masih cukup rendah, sedangkan keampuhan oksasilin terhadap Staphylococcus epidermidis mulai menurun.

The group of penicillins antibiotics is the widest and the most used antibiotics for infection patient therapy. From several studies, there is a fact that many microbes have resistence to penicillins. The giving of penicillin that has resisted to a patient who gets an infection may be perilous. Besides that, the slower invention of new medicines and the more expensive their prices are important factors related to the resistance. The resistance itself may change in every second of time and would be different in some places. The research which was conducted in Clinical Microbiology Laboratory FMUI aims to know the pattern of the resistance of bacteria which is isolated from blood toward several kinds of penicillin; they are amoxicillin, sulbenicillin, amoxicillin/ clauvalanic acid, ticarcillin, and oxacillin between 2001-2006. The data was processed using WHONET 5.4 software. From 174 isolat bloods, there are six kinds of bacteria that often cause bacterimia; they are Staphylococcus epidermidis (25%), Acinetobacter anitratus (16%), Pseudomonas aeroginosa (13%), Klebsiella pneumoniae (8%), Staphylococcus aureus (6%), and Salmonella typhi (5%). The result of resistance test shows that the frequency of bacteria’s resistance toward amoxillin has been high in Klebsiella pneumoniae and still low in Salmonella Typhi, on the other hand, the effectiveness of amoxicillin toward Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aerus is getting decreased. The frequency of bacteria’s resistance toward sulbenicillin still low in Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aerus and Salmonella Typhi and has been high in Klebsiella pneumoniae. The frequency of bacteria’s resistance toward amoxicillin/ clavulaic acid has been high in Acinetobacter anitratus and Pseudomonas aeruginosa and still low in Klebsiella pneumoniae, Salmonella Typhi, Staphylococcus epidermidis, and Staphylococcus aureus. The frequency of bacteria’s resistance toward ticarcillin has been high in Acinetobacter anitratus, Pseudomonas aeuginosa and Klebsiella pneumoniae and still low in Salmonella Typhi and Staphylococcus epidermidis. The frequency of Staphylococcus aerus is still low. On the other hand, the effectiveness of oxacillin toward Staphylococcus epidermidis is getting decreased."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Irwanto Natadidjaja
"Latar belakang : Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata hingga saat ini masih termasuk kasus yang sering dijumpai dalam klinik. Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata kerap kali dapat berakibat fatal. Data yang diperoleh di ruang rawat inap penyakit dalam RSCM menunjukkan lebih dari 200 kasus infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata sepanjang tahun 2010, dengan angka kejadian sepsis kurang lebih mencapai sekitar 10%. Manfaat diagnostik kausatif melalui temuan kultur kuman sebaiknya juga dinilai, karena pada kenyataannya, pemberian antibiotik sesuai temuan kultur kuman juga tidak sepenuhnya menjamin menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien, hal ini seringkali dimungkinkan oleh karena banyaknya kesalahan dalam pengambilan dan pelaporan hasil spesimen.
Tujuan : Mengetahui pola sensitifitas dan resistensi mikroorganisme aerob, pola penggunaan antibiotika, serta manfaat kultur pada infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata.
Metode : Penelitian merupakan studi kohort retrospektif dengan data sekunder pada pasien- pasien dengan infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata yang masuk ke rawat inap penyakit dalam antara bulan Juli 2011 - Juli 2012.
Hasil : Diperoleh 90 subjek penelitian dengan temuan S. aureus dan S.epidermidis merupakan bakteri gram positif yang paling banyak dijumpai. Angka resistensi S. epidermidis terhadap oxacyllin yang dapat menjadi indikator tingginya Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) mencapai 53,8%, sedangkan untuk Methycillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) hanya 15,4%. Bakteri gram negatif yang terbanyak dijumpai adalah Pseudomonas sp yang mencapai 19,5% dari seluruh temuan kultur. Angka resistensi Pseudomonas sp terhadap cephalotin selaku indikator antibiotik beta laktam pada temuan ini mencapai 90%. Pada pemberian antibiotik empirik, kombinasi ampicillin-sulbactam dengan metronidazole menempati urutan tertinggi, yaitu mencapai 63,9%. Penggunaan antibiotik meropenem tunggal tampak mendominasi kelompok dengan eskalasi antibiotik Pada kelompok de-eskalasi antibiotik, 100% subjek diberikan antibiotik tunggal. Ciprofloxacin mendominasi pemberian antibiotik pada kelompok tersebut, yaitu mencapai 32,2% Penilaian manfaat kultur dilakukan dengan terlebih dahulu mengontrol faktor perancu, dan setelah mengontrol variabel perancu, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur. OR pada penelitian ini adalah 0,45 dengan p > 0,05.
Simpulan : Angka resistensi terhadap antibiotik beta laktam yang ditunjukkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif cukup tinggi, dengan penggunaan antibiotik empirik yang terbanyak adalah ampisulbaktam dan metronidazole. Penggunaan meropenem tunggal paling banyak dijumpai pada kelompok dengan eskalasi antibiotik, sementara ciprofloxacin tunggal merupakan antibiotik yang paling banyak dijumpai pada kelompok de-eskalasi antibiotik. Pada penelitian ini, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur.

Background: Complicated skin and soft tissue infection is arising as a global problem in worldwide with high fatality rate that should urgently be treated in clinical practice. Cipto Mangunkusumo Hospital, Internal Medicine Ward data showed, there were more than 200 cases during 2010, with 10% sepsis incidence rate. The culture effectiveness should be evaluated, because there are still more bias which frequently happened in sample taking or reporting procedure. This condition evokes high morbidity and mortality.
Aim: To analyze the sensitivity and resistance pattern of aerobic microorganism, empiric antibiotic and culture using in complicated skin and soft tissue infection.
Methods: July 2011-July2012 retrospective cohort study with secondary data of complicated skin and soft tissue infection patients in Cipto Mangunkusumo Hospital Internal Medicine Ward.
Result: There are 90 subjects with S. aureus and S. epidermidis as the highest finding of gram positive culture. S. epidermidis high resistance rate to oxacyllin indicates the high event of Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) infection which reaches 53,8%, for a while only 15,4% of S. aureus that present as Methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA).Pseudomonas sp that reaches 19,5% is the most frequent of gram negative culture finding. This finding show high indication for beta lactam resistant. The most frequent of empiric antibiotic using is ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole that achieves 63,9%. Single meropenem and single ciprofloxacin treatment is a majority issue in group with antibiotic escalation and antibiotic de-escalation. The culture effectiveness is searched after confounding factors statistic reduction done. There are no statistic significant improve for success between appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic, with 0,45 OR and p= 0,085.
Conclusion: High resistance to beta lactam showed by both gram positive and gram negative. Ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole is the most frequent of empiric antibiotic using, with single meropenem and single ciprofloxacin as a majority use in antibiotic escalation and de-escalation group, and the appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic success shows not statistically improve.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Maemunah
"Bakteri Acinetobacter baumannii, Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumoniae resisten multiobat penghasil biofilm merupakan masalah kesehatan serius di seluruh dunia, terutama di Indonesia sebagai negara dengan prevalensi bakteri Gram negatif resisten multiobat penghasil enzim beta laktamase tertinggi se-Asia Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode deteksi dan mengetahui proporsi pembentukan biofilm dengan metode tabung eppendorf polypropylene yang mudah dikerjakan, reproducible dan efisien pada isolat simpan A. baumannii, P.aeruginosa dan K. pneumonia yang resisten multiobat penghasil biofilm di Laboratorium Mikrobiologi FKUI-RSCM pada periode Maret 2015-Oktober 2016. Sebanyak 71 isolat simpan yang menjadi sampel penelitian. Setiap isolat dilakuan uji deteksi pembentukan biofilm dengan media luria bertani, diinkubasi selama 30 jam, dibersihkan dari sisa sel planktonik dengan PBS steril dan diwarnai dengan crystal violet 0,1. Proporsi pembentukan biofilm pada Acinetobacter baumannii, Pseudomonas aeruginos dan Klebsiella pneumoniae masing-masing secara berurutan adalah 55,3, 53,3 dan 0. Metode deteksi pembentukan biofilm dengan tabung eppendorf polypropylene merupakan metode deteksi yang mudah dikerjakan, reproducible dan efisien, sehingga dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi klinik sederhana. Proporsi bakteri penghasil biofilm adalah lebih dari 50 non-Enterobactericeae resisten multiobat, tetapi tidak pada isolat K. pneumoniae resisten multiobat.

Biofilm forming multidrug resistant Acinetobacter baumannii, Pseudomonas aeruginosa and Klebsiella pneumoniae are a major cause of health problems in hospitalized facilities in the world, especially in Indonesia as the highest prevalence of the multidrug resistant Gram negative bacteria in Southeast Asia. The aim of this study is to get the method of detection and proportion of biofilm formation using polypropylene eppendorf tube because easy to do, reproducible and efficient from stock culture isolates of multidrug resistant A. baumannii, P.aeruginosa and K. pneumonia at clinical microbiology laboratory of FKUI RSCM during March October 2016. The are 71 stock culture isolates from the total sample, medium for biofilm cultivation was Luria Bertani, incubated for 30 hrs, washed with sterile phosphat buffer saline and stained with crystal violet 0,1. Proportion of biofilm producing of multidrug resistant Acinetobacter baumannii, Pseudomonas aeruginosa and Klebsiella pneumoniae were respectively 55.3, 53.5 and 0. Detection of biofilm formation using polypropylene eppendorf tube could perfom in simple clinical microbiology laboratory because easy to do, reproducible and efficient. The proportion of biofilm producing showed that more than 50 of multirug resistant of non Enterobactericeae, but no one of K. pneumoniae isolate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Russell, A.D.
[Place of publication not identified]: Ellis Horwood, 1990
616.904 1 RUS u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadius Agustinus
"ABSTRAK

Gen Multi Drug Resistance 1 (MDR1) merupakan gen yang mengkode P-glikoprotein (P-gp). P-gp merupakan pompa ATP-dependent yang berperan penting dalam eliminasi senyawa seperti obat dan xenobiotik. Gen MDR1 dikenal sebagai gen yang polimorfik. Diantara varian-varian gen MDR1, suatu polimorfisme yang dinamakan C3435T, dapat memodulasi metabolisme dan respon substrat senyawa xenobiotik atau obat pada P-gp seperti steroid, antrasiklin dan alkaloid vinka yang penting terhadap terapi LLA. Beberapa studi menunjukkan bahwa polimorfisme ini juga digunakan untuk mengevaluasi konstribusi kandidat gen yang berpengaruh terhadap risiko insiden leukemia limfoblastik akut (LLA) pada anak-anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat profil polimorfisme C3435T pada 18 pasien anak-anak berumur kurang dari 3 tahun di RSCM yang menderita LLA menggunakan analisis PCR-RFLP dengan enzim restriksi MboI. Sebanyak 3 (16.67%) sampel LLA, dapat terdigesti dan 15 (83,33%) sampel LLA tidak dapat terdigesti. Alel C yang ditandai dengan DNA yang terdigesti mengindikasikan ekspresi p-gp yang tinggi (overekspresi) yang dapat mengeliminasi obat anti leukemia yang mengakibatkan prognosis buruk. Sedangkan, DNA yang tidak terdigesti (alel T) ditemukan banyak pada populasi pasien anak berumur kurang dari 3 tahun yang menderita LLA dibandingkan alel C sehingga diasosiasikan dengan insiden LLA. Kesimpulannya, persentase alel T pada pasien LLA berumur kurang dari 3 tahun di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM lebih besar (83,33%) dibandingkan alel C (16,67%).


ABSTRACT

The Multiple Drug Resistance 1 (MDR1) gene codes for P-glycoprotein (P-gp) is an ATP-dependent efflux pump which has great importance in elimination of several important drugs and xenobiotics. It has been shown to be polymorphic. Among the multiple variants of the MDR1 gene, a silent polymorphism, namely C3435T, has been shown to modulate the metabolization and thus the response to the drug or xenobiotic substrates for P-gp such as steroid, antracycline and vinca alkaloid which associated with drug resistance mechanism. In many studies this polymorphism also can be used to evaluate the contribution of candidate gene to the understanding genetic susceptibility to childhood acute lymphoblastic leukemia (ALL). Our study was an attempt to analyze the MDR1 gene polymorphism profile. We screened for the C3435T polymorphism 18 children under 3 years old with ALL, using PCR-RFLP assay with MboI as the restriction enzyme. We found 3 (16,67%) ALL samples, were digestable and 15 (84,33%) ALL samples were undigestable. C allele which is associated with the digestable DNAs, indicated with high expression p-gp might be eliminating antileukemic drug resulting in high risk diagnosis. On the other hand, the undigestable DNAs (T allele) were found abundant in patients and might to be associated with the incidence of ALL. In conclusion, the T allele percentage on ALL patients under 3 years old in Cipto Mangunkusumo Hospital were found higher (83,33%) compared to the C allele (16,67%).

"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56955
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>