Ditemukan 6131 dokumen yang sesuai dengan query
Somerset, N.J: The Ligh, 2004
297.29 TER
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Muhammad Munir
"
ABSTRAKSuicide attacks are a recurrent feature of many conflicts. Whereas warfare heroism and martyrdom are allowed in certain circumstances in times of war, a suicide bomber might be committing at least five crimes according to Islamic law, namely killing civilians, mutilating their bodies, violating the trust of enemy soldiers and civilians, committing suicide and destroying civilian objects or properties. The author examines such attacks from an Islamic jus in bello perspective."
Cambridge University Press , 2008
340 IRRC 90:869 (2008)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Chapra, M. Umer (Muhammad Umer), 1933-
"Summary:
Economics needs moral enrichment to make it really useful for mankind in its search for a just world order."
Markfield: Islamic Foundation, 2000
330.088 CHA f
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Noripah Kamso
"A guide to Islamic investment opportunities from the CEO of the world's leading Islamic finance bank Offering an insider's perspective on a rapidly growing sector of the financial industry, Investing in Islamic Funds details the basic principles of Islamic investing for Muslims and non-Muslims alike."
Singapore : Wiley , 2013
174.4 KAM i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Devi Fortuna Utomo
"Tugas karya akhir ini mengkaji studi kasus mengenai aktor perempuan sebagai female suicide bomber (perempuan pelaku bom bunuh diri) di Indonesia, dengan menyorot pada motivasi dan pengalaman individu mereka sebagai bagian dari jaringan teroris. Terdapat beberapa pergeseran keterlibatan perempuan dalam kejahatan teror di Indonesia dalam kelompok ekstremis kekerasan dari pendukung ke inisiator, dan kemudian menjadi pelaku. Mereka tidak menikmati kedudukan yang sama dengan laki-laki, mengingat nilai-nilai patriarki yang masih membumikan jaringan pro Islamic States (IS). Meskipun telah terjadi pergeseran keterlibatan perempuan Indonesia dalam kejahatan teror, namun perempuan yang menjadi female suicide bomber (perempuan pelaku bom bunuh diri) adalah korban dari struktur sosial/masyarakat patriarkal dalam jaringan internasional kejahatan teror. Dalam jaringan kejahatan ini, perempuan tetaplah objek kontrol laki-laki. Metode penulisan yang digunakan adalah dengan cara melakukan analisis teks data sekunder, yang berasal dari putusan pengadilan, laporan, buku, dan artikel jurnal tentang fenomena tiga perempuan yang terlibat dalam aksi female suicide bombing di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan secondary data analysis, radical feminism, dan critical victimology. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa pergeseran keterlibatan perempuan dalam kejahatan teror bukanlah merupakan ekspresi atau wujud dari agensi perempuan yang dihormati sebagai subjek atas tubuhnya sendiri, melainkan masih menjadi objek kontrol laki-laki atas agenda masyarakat patriarkal.
This final work examines case studies of female actors as female suicide bombers in Indonesia, highlighting their individual motivations and experiences as part of a terrorist network. There have been several shifts in women's involvement in terror crimes in Indonesia in violent extremist groups from supporters to initiators and then perpetrators. They do not enjoy the same position as men, given the patriarchal values that still ground the pro-Islamic States (IS) network. Although there has been a shift in the involvement of Indonesian women in terror crimes, women who become female suicide bombers are victims of patriarchal social/societal structures in the international network of terror crimes. In this crime network, women remain the object of male control. The method of writing used is by analyzing secondary data, derived from court rulings, reports, books, and journal articles on about the phenomenon of three women involved in the action of female suicide bombing in Indonesia. The analysis in this paper uses secondary data analysis, radical feminism, and critical victimology. From the results of the analysis, it was found that the shift in women's involvement in terror crimes is not an expression or manifestation of a female agency that is respected as a subject of its own body, but instead still an object of male control over the agenda of patriarchal society."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Devi Fortuna Utomo
"Tugas karya akhir ini mengkaji studi kasus mengenai aktor perempuan sebagai female suicide bomber (perempuan pelaku bom bunuh diri) di Indonesia, dengan menyorot pada motivasi dan pengalaman individu mereka sebagai bagian dari jaringan teroris. Terdapat beberapa pergeseran keterlibatan perempuan dalam kejahatan teror di Indonesia dalam kelompok ekstremis kekerasan dari pendukung ke inisiator, dan kemudian menjadi pelaku. Mereka tidak menikmati kedudukan yang sama dengan laki-laki, mengingat nilai-nilai patriarki yang masih membumikan jaringan pro Islamic States (IS). Meskipun telah terjadi pergeseran keterlibatan perempuan Indonesia dalam kejahatan teror, namun perempuan yang menjadi female suicide bomber (perempuan pelaku bom bunuh diri) adalah korban dari struktur sosial/masyarakat patriarkal dalam jaringan internasional kejahatan teror. Dalam jaringan kejahatan ini, perempuan tetaplah objek kontrol laki-laki. Metode penulisan yang digunakan adalah dengan cara melakukan analisis teks data sekunder, yang berasal dari putusan pengadilan, laporan, buku, dan artikel jurnal tentang fenomena tiga perempuan yang terlibat dalam aksi female suicide bombing di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan secondary data analysis, radical feminism, dan critical victimology. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa pergeseran keterlibatan perempuan dalam kejahatan teror bukanlah merupakan ekspresi atau wujud dari agensi perempuan yang dihormati sebagai subjek atas tubuhnya sendiri, melainkan masih menjadi objek kontrol laki-laki atas agenda masyarakat patriarkal.
This final work examines case studies of female actors as female suicide bombers in Indonesia, highlighting their individual motivations and experiences as part of a terrorist network. There have been several shifts in women's involvement in terror crimes in Indonesia in violent extremist groups from supporters to initiators and then perpetrators. They do not enjoy the same position as men, given the patriarchal values that still ground the pro-Islamic States (IS) network. Although there has been a shift in the involvement of Indonesian women in terror crimes, women who become female suicide bombers are victims of patriarchal social/societal structures in the international network of terror crimes. In this crime network, women remain the object of male control. The method of writing used is by analyzing secondary data, derived from court rulings, reports, books, and journal articles on about the phenomenon of three women involved in the action of female suicide bombing in Indonesia. The analysis in this paper uses secondary data analysis, radical feminism, and critical victimology. From the results of the analysis, it was found that the shift in women's involvement in terror crimes is not an expression or manifestation of a female agency that is respected as a subject of its own body, but instead still an object of male control over the agenda of patriarchal society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhammad Ikhsan Fadli
"Peristiwa Bom Casabalanca 2003 telah menandai babak baru bagi perkembangan Islam di Maroko. Citra Maroko sebagai negara Islam yang toleran dan moderat menjadi dipertanyakan, karena kehadiran ancaman dari kelompok fundamentalisme Islam tersebut. Menyikapi hal itu, Maroko melalui Raja Mohammad VI memutuskan untuk mereformasi wacana keagamaan di Maroko. Reformasi keagamaan yang dicanangkan pada tahun 2004 itu dilaksanakan dengan menanamkan identitas Islam Maroko yang berlandaskan pada mahzab fikih Maliki, teologi Asyariah, dan sufisme Islam. Sufisme Islam dalam hal ini menjadi fondasi utama dalam Islam Maroko dan menjadi wacana keIslaman yang gencar dipromosikan. Sufisme Islam dipandang memiliki nilai-nilai toleran, kedamaian, dan kasih sayang yang dapat menjadi penawar atas kehadiran ide-ide fundamentalisme Islam yang menganggu citra Maroko sebagai negara Islam yang toleran dan moderat. Untuk itu, tulisan ini melakukan analisis wacana terhadap promosi sufisme Islam dalam reformasi keagamaan Maroko, dilihat dari sejarah perkembangan keIslaman di Maroko serta konstruksi identitas nasional yang dilakukan oleh negara. Dengan menggunakan metode analisis wacana, tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana sufisme Islam diperkenalkan oleh negara melalui konstruksi self dan other dalam identitas Islamnya untuk menangkal wacana fundamentalisme Islam di Maroko.
The Casabalanca Bombing incident 2003 marked a new chapter for the development of Islam in Morocco. The image of Morocco as a tolerant and moderate Islamic country is being questioned because of the threat posed by this Islamic fundamentalist group. In response to this, Morocco through King Mohammad VI decided to reform religious discourse in Morocco. The religious reforms launched in 2004 were implemented by instilling a Moroccan Islamic identity based on the Maliki jurisprudence school, Asyariah theology and Islamic Sufism. In this case, Islamic Sufism has become the main foundation in Moroccan Islam and has become an Islamic discourse that has been intensively promoted. Islamic Sufism is seen as having values of tolerance, peace, and compassion which can be an antidote to the presence of Islamic fundamentalism ideas that disturb the image of Morocco as a tolerant and moderate Islamic state. For this reason, this paper analyzes discourse on the promotion of Islamic Sufism in Moroccan religious reform, seen from the history of Islamic development in Morocco and the construction of a national identity carried out by the state. By using the method of discourse analysis, this paper aims to see how Islamic sufism is introduced by the state through the construction of self and other in its Islamic identity to counteract the discourse of Islamic fundamentalism in Morocco."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
New York: Behavioral Publ., 1971
362.2 AND i
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Rani Agias Fitri
"Teori need to belong dan gap informasi kurang tepat digunakan untuk menjelaskan terjadinya keingintahuan sosial sehingga diperlukan teori lain yang lebih tepat, yaitu Terror Management Theory (TMT). Dalam TMT, keingintahuan sosial berperan sebagai mekanisme penahan kecemasan kematian karena memberikan proteksi berupa dimilikinya rasa keabadian simbolik biososial. Dilakukan dua studi dengan partisipan berusia 18 sampai 59 tahun untuk membuktikan peran keingintahuan sosial ini. Studi 1 merupakan penelitian korelasional, yang didasari gap penelitian tentang arah hubungan kecemasan dengan keingintahuan. Hasil studi 1 menunjukkan kecemasan interaksi sosial, fobia sosial, dan kecemasan kematian dapat memprediksi keingintahuan sosial dengan arah positif. Studi 2 merupakan penelitian eksperimental, yang didasari oleh hipotesis saliensi mortalitas dalam TMT. Hasil studi 2 menunjukkan bahwa saliensi mortalitas dapat meningkatkan keingintahuan sosial yang bertujuan mewujudkan keabadian simbolik biososial. Penelitian ini berhasil mengatasi gap teoretis dalam menjelaskan mekanisme terjadinya keingintahuan sosial. Keingintahuan sosial berkontribusi terhadap kesehatan mental karena menjadi sarana coping terhadap kecemasan.
The need to belong and the information gap theory are not sufficient to explain the occurrence of social curiosity. Hence, we need another theory which is more suitable, namely the Terror Management Theory (TMT). In TMT, social curiosity acts as a coping mechanism against death anxiety because social curiosity creates a sense of biological symbolic immortality for those who can fulfill it. Two studies were conducted with participants aged 18 to 59 years to prove the role of social curiosity. Study 1 was a correlational study, which was based on a gap in our knowledge about the direction of the relationship between anxiety and curiosity. The results of study 1 showed that social interaction anxiety, social phobia, and death anxiety can predict social curiosity in a positive direction. Study 2 was an experimental study, which was based on the mortality salience hypothesis in TMT. The results of study 2 showed that mortality salience can increase social curiosity which aims to realize biosocial symbolic immortality. This study succeeded in overcoming the theoretical gap in explaining the mechanism of social curiosity. Social curiosity contributes to mental health by being a means of coping with anxiety."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Henli Bestyana Pamino
"Perang terhadap terorisme atau yang lebih dikenal dengan War on Terror di Amerika Serikat merupakan respon dari pemerintahan George W. Bush terhadap serangan 9/11. Aksi yang disebut sebagai serangan terhadap Amerika Serikat ini menghasilkan perang yang tidak berkesudahan antara Amerika Serikat dan lawan yang tidak dapat diklasifikasikan dengan jelas. War on Terror membuka tiga kebijakan kontroversial dalam pemerintahan Bush yang menyerupai dengan kondisi negara Oceania dalam novel George Orwell yang berjudul 1984. Dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Marcelo Pelissioli, Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pemerintahan yang digambarkan oleh Orwell dalam novelnya memiliki karakteristik totalitarian yang dapat ditemui dalam kondisi pemerintahan demokrasi di era modern sekalipun. Jika beberapa kebijakan dalam War on Terror terbukti menyerupai dengan apa yang di gambarkan oleh Orwell, penulis merasa pantas untuk menyebut bahwa Bush menggunakan kebijakan yang berkarakteristik totalitarian kepada masyarakat Amerika Serikat.
The war on terrorism or better known as War on Terror in United States, was a response from George Bush Administration to the 9/11 event. This 9/11 was considered as an attack towards America which lead to an endless war between the United States and opponents that could not be clearly classified. War on Terror then became the right justification for atleast three controversial policies that uniquely resembled state of Oceania in George Orwells novel called 1984. Based on a previous research done by Marcello Pelissioli, I draw a conclusion that the totalitarian government described by Orwell in his novel can be found in may modern era even in the democratic countries. If some of the policies in war on terror proved to be similar to what was described by Orwell, then its suitable to mention that Bush Administration was using totalitarian policies towards Americans."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library