Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

"Ketahanan suplai air merupakan jumlah air tersedia per kapita dalam menghadapi berbagai risiko. Ciracas mengalami peningkatan rerata curah hujan tahunan yang tidak signifikan, berbeda dengan temperatur udara dan lahan terbangun sehingga mempengaruhi ketersediaan air tanah. Air perpipaan menghadapi risiko sedikitnya laju penambahan volume dan ATR. Selain itu, persepsi risiko dan status sosial ekonomi mengakibatkan perbedaan tiap kebutuhan. Tujuan penelitian adalah menganalisis variabel-variabel tersebut serta merumuskan model ketahanan suplai air masyarakat. Metodenya menggunakan statistical downscaling, regresi logistik, perhitungan matematis dan System Dynamics. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan cenderung menurun dan temperatur udara meningkat dan terdapat faktor dalam persepsi risiko dan status sosial ekonomi yang menyebabkan perbedaan kebutuhan. Koefisien runoff akibat lahan terbangun menyebabkan ketersediaan air tanah berkurang, sedangkan ketersediaan air perpipaan meningkat namun tidak signifikan karena ATR serta kurangnya laju penambahan volume. Model terbaik adalah intervensi gabungan yakni mengurangi koefisien runoff dan ATR serta meningkatkan volume dan pertumbuhan pelanggan.

---

Water supply security is the amount of water available per capita facing various risks. Ciracas experienced an insignificant increase in average annual rainfall compared to air temperature and built-up land, affecting groundwater availability. Piped water faces less volume addition rate and NRW. While perceptions of risk and socioeconomic status result in different needs. The research aims to analyze these variables and formulate urban household water supply security. The method used are statistical downscaling, logistic regression, mathematical calculations and System Dynamics. The results showed that rainfall tends to decrease, air temperature increases, and risk perception and socioeconomic status factor cause differences in needs. The runoff coefficient due to built-up land causes the decrease of groundwater, while piped water increases insignificantly due to NRW and lack of addition rate. The best model is a combined intervention of reducing the runoff coefficient and NRW and increasing the volume and customer growth rate."

"Terbatasnya pelayanan PDAM Kota Bekasi, membuat mayoritas rumah tangga Kelurahan Jatirangga, Jatiluhur dan Sumur Batu Kota Bekasi memanfaatkan sumber air tanah menggunakan sumur bor dan sumur gali (self-supply) untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Penelitian ini meninjau hubungan mengenai dampak pemilihan jenis sumber air self-supply terhadap 1) aspek kesehatan: kejadian diare pada balita, 2) aspek sosial: ketimpangan gender dalam pengelolaan sumber air serta 3) ekonomi: life cycle cost (LCC) pengelolaan sumber air rumah tangga. Selanjutnya, sumber air tersebut akan ditinjau keberlanjutannya menggunakan sistem penilaian yang dikembangkan oleh penulis. Penelitian ini menggunakan data hasil kuesioner dan sampling air tanah terhadap 244 rumah tangga di Kelurahan Jatiluhur, Jatirangga, dan Sumur Batu Kota Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemilihan jenis sumber air self supply terhadap kejadian diare pada balita. Sementara, terdapat hubungan yang sangat lemah antara pemilihan jenis sumber air self-supply dengan gender peran pembersihan sumur, namun tidak ada hubungan dengan peran pengatur konsumsi air, pembiayaan air, serta perawatan sumur. Selain itu, terdapat hubungan yang sangat lemah antara pemilihan jenis sumber air self-supply dengan life cycle cost yang harus dikeluarkan dalam pengelolaan sumber air. Lalu, berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sumber air self-supply, didapatkan skor akhir sebesar 65 untuk sumber air sumur bor serta 62 dari skala 100 untuk sumber air sumur gali. Nilai tersebut tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua sumber air self-supply serta termasuk dalam kategori “sedang”.

---

Lack of piped-water service from their local water company, forced majority of Jatirangga, Jatiluhur and Sumur Batu urban village’s households in Bekasi City using groundwater from borehole and dugwell (self-supply) as their main water source to

provide day-to-day needs. Therefore, this research aims to identify the correlation of choosing types of self-supply water and its impact on household’s 1) health: diarrhoea on toddlers, 2) social: gender inequality on water management, and 3) economics factor: life cycle cost (LCC) on water management. Then, each types of self-supply water were analyzed for their sustainability using scoring system developed by author. This research use data from questionnaire and water sampling performed at 244 households in Jatirangga, Jatiluhur and Sumur Batu urban village. The results show there is no correlation between types of self-supply water and diarrhoea on toddlers. While there is a slightly correlation between types of water supply to gender that responsible for well cleaning, but no correlation between types of self-supply water to gender who responsible for water consumption management, water payment, and also water source maintenance.

Also, there is a weak correlation between types of self-supply water to life cycle cost on household’s water management. Otherwise based on sustainability scoring performed by author, concluded that borehole is more sustainable than dugwell with sustainability score 65 and 62 each from 100 scale. Thus, each types of self-supply water categorized as “Medium Sustainability”."