Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Clarke, Alan W.
New Brunswick, NJ: Rutgers University Press, 2012
342.730 82 CLA r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Malden: Blackwell Publishing, 2007
172.42 WAR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Westport, Conn: Prager, 2008
364.67 TRA (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Geneva: United Nations, 1988
323 HUM IV
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abbott, Geoffrey
London Headline 1993,
365.640 9 Abb r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yuliana
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis realitas perlindungan tahanan anak di Rutan 'X', berdasarkan tolok ukur 'kondisi fisik' rumusan The Association for The Prevention of Torture (APT). Adapun 'kondisi fisik' meliputi makanan, akomodasi, fasilitas kebersihan, kesehatan pribadi, penerangan-ventilasi dan pakaian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan datanya didapat melalui wawancara dengan narasumber yang berkompeten di Rutan 'X' yaitu Kepala Rutan, para petugas, dan para tahanan anak. Setelah menganalisis hasil penelitian maka ditemukan bahwa pemenuhan hak makanan tahanan anak setidaknya hampir memenuhi semua acuan pokok rumusan APT. Namun pemenuhan hak akomodasi, fasilitas kebersihan, kesehatan pribadi, penerangan-ventilasi dan pakaian kurang optimal. Saran dalam penelitian ini adalah perlunya pemerataan anggaran dalam Petunjuk Operasional Kegiatan Tahunan Anggaran, sehingga tidak terlalu timpang dengan pemenuhan kebutuhan fasilitas Rutan sendiri sebagai kantor dengan pemenuhan kebutuhan fasilitas Rutan sendiri sebagai 'kondisi fisik. Kemudian personil Rutan perlu dikaji lagi tentang penempatannya dalam rangka pengawasan tahanan anak di blok hunian.

This research aims to analyze reality of child prisoners protection at Detention Center 'X' based on 'physical condition' benchmark of the Association for the Prevention of Torture (APT) formulation, where is 'physical condition' includes food, accomodation, sanitary facilities, personal health, lighting, ventilation and clothes. Data of this research acquired by any interview with a competent source at Dentention Center 'X' such as chief, officer and child prisoner themselves. This analysis explains that all of above stated obligation regarding to prisoner food is almost fulfilled and meet to APT formulation, but not optimum yet for any else obligation. Conclusion of this research recommends to budget equalization of Annual Operational Activities Budget Instruction Manual, so that could come more impartial regarding to meet requirement of office facilities and 'physical condition'. In otherwise, need to reviews of officer placement regarding to control and supervise all of child prisoners."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26775
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rahmat Sah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas penyelidikan rahasia sebagai mekanisme pemantauan pelaksanaan Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan desain deskriptif, bertujuan memberikan pemahaman mengenaiketentuan penyelidikan rahasia dan penerapannya terhadap Negara-Negara Peserta. Hasil penelitian menggarisbawahi dua kelemahan dari penyelidikan rahasia, yakni kebolehan Negara Peserta untuk menolak kunjungan anggota-anggota Committee against Torture dan lemahnya kekuatan hukum dari konsep “praktik penyiksaan sistematis”. Penelitian menyarankan pentingnya kodifikasi konsep “praktik penyiksaan sistematis” melalui amandemen terhadap Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984.

ABSTRACT
This study focuses on confidential inquiry as monitoring mechanism for the implementation of the Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984. This normative juridical and descriptive research is addressed to discuss the provisions of confidential inquiry and analyze its implementation towards State Parties. This study finds two weaknesses of confidential inquiry, which are the ability of a State Party to refuse visitation by Committee against Torture members and the lack of enforcing “systematic practice of torture” concept legally upon an inquired State. The researcher suggests the importance of putting “systematic practice of torture” concept into codification through amendment of the Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984.
"
2014
S60754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Ayu Hapsari
"Global War on Terror yang dicanangkan oleh Pemerintah Amerika Serikat pasca serangan 9/11 yang dilansir merupakan perbuatan dari kelompok teroris al-Qaeda berujung kepada penangkapan besar-besaran atas orang-orang yang diduga sebagai anggota teroris al-Qaeda. Para tawanan terduga teroris tersebut ditempatkan di Penjara Guantanamo yang terletak di Teluk Guantanamo, Kuba. Pada permulaan Global War on Terror, pihak Amerika Serikat mengumumkan sebuah International Armed Conflict kepada Afghanistan demi memberantas rezim Pemerintahan Taliban dan kelompok terorisme al-Qaeda yang berada disana. Karena hal tersebut lah Hukum Humaniter Internasional sudah sewajarnya diberlakukan dalam konteks Global War on Terror tersebut, terutama kepada para tawanan terduga teroris yang ditangkap selama keadaan tersebut. Pada khususnya harus diberlakukan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War 1949 serta Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984. Namun pada kenyataannya pihak Amerika Serikat tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Konvensi-konvensi tersebut dengan alasan para tawanan terduga teroris bukanlah pihak yang memiliki hak untuk dilindungi berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut. Para tawanan terduga teroris tersebut kerap mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari para Militer Amerika Serikat yang bertugas di Guantanamo. Para tawanan pun tidak mendapatkan keputusan yang jelas dari sebuah pengadilan yang kompeten mengenai status mereka selama berada di dalam penawanan. Dengan demikian penting untuk dianalisa lebih lanjut mengenai status dari para tawanan terduga teroris tersebut, sehingga keberlakuan dari Konvensi-konvensi tersebut pun dapat lebih jelas tergambarkan. Permasalahan-permasalahan tersebut akan dijawab melalui penelitian yuridis-normatif sehingga diperoleh kesimpulan bahwa pada intinya Hukum Humaniter Internasional, khususnya ketentuan yang terdapat di dalam Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War 1949 serta Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984 harus diberlakukan dalam keadaan Global War on Terror, terutama kepada para tawanan terduga teroris.

Global War on Terror declared by the Government of the United States after the attacks of 9/11 reported as an act by a terrorist group known as al-Qaeda, led to massive arrests of people suspected as the members of al-Qaeda terrorists. The suspected terrorist detainees were placed in Guantanamo Prison located at the Guantanamo Bay, Cuba. At the beginning of the Global War on Terror, the United States announced an International Armed Conflict to Afghanistan in order to combat the Taliban regime and al-Qaeda terrorist group located there. By that situation, the International Humanitarian Law has been duly enacted in the context of the Global War on Terror, especially to the suspected terrorist detainees who were captured during these circumstances. In particular, the provisions in the Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War in 1949 and the Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984 should be applied. Nonetheless, the fact is that the United States did not execute the provisions in the Conventions on the grounds that the suspected terrorist detainees is not a party that has a right to be protected under the Conventions. The suspected terrorist detainees often get inhuman treatment by the U.S. Military who served in Guantanamo. Moreover, the detainess did not get their status clearly determined by any competent tribunal during their captivity. Therefore, it is important to analyze more about the status of the suspected terrorist detainees, so that the enforcement of the provisions in those Conventions could be clearly reflected. These problems will be reviewed using a juridicalnormative research method until it can be concluded that the International Humanitarian Law, in particular the provisions in the Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War in 1949 and the Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment 1984 must be enforced in the state of Global War on Terror, particularly to the suspected terrorist detainees.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destya Lukitasari Pahnael
"ABSTRAK
Kedudukan larangan tindakan penyiksaan sebagai norma hukum yang tak
terbantahkan (jus cogens) sudah mendapatkan tempat di tatanan komunitas hukum
internasional. Eksistensi larangan tindakan penyiksaan sebagai bagian dari norma hukum tak
terbantahkan jus cogens sesungguhnya berasal dari kewajiban negara-negara untuk menjaga
keamanan dunia, dan atau menjamin keadaan yang aman dan kedudukan negara-negara
merdeka yang sama satu dengan lainnya. Kedudukan larangan tindakan penyiksaan sebagai
norma hukum tak terbantahkan yang berasal dari kewajiban negara-negara untuk memelihara
kondisi hidup bersama yang damai ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan kewajiban
negara-negara untuk menjamin kehidupan warga negaranya untuk dapat hidup dalam kondisi
damai, baik kehidupannya sebagai pribadi ataupun bernegara. Hal demikian dalam perspektif
hukum disebut dengan kewajiban negara untuk menjamin warga negara mendapatkan hak
asasi manusia yang dimilikinya.
Hubungan ini seringkali dipertanyakan oleh berbagai pihak, khususnya tentang
darimana hubungan ini berasal. Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri bahwa bahkan
sebelum diadopsi dalam aturan-aturan dalam Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian
Internasional, prinsip-prinsip hak asasi manusia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
norma hukum tak terbantahkan jus cogens. Seperti dikatakan oleh Alfred Von Verdross lewat
artikelnya yang berjudul Forbidden Treaties in International Law bahwa ada jenis-jenis
perjanjian internasional yang tidak dapat dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat hukum
internasional, jenis-jenis perjanjian internasional ini adalah perjanjian internasional yang
mengurangi kedaulatan negara tersebut untuk mengatur dirinya sendiri demi melindungi
warga negaranya dan memelihara kondisi kehidupan yang aman, kemerdekaan pribadi dan
hak kepemilikan dari tiap individu dalam wilayah negara tersebut. Pendapat Verdross ini
dikeluarkan pada saat doktrin hak asasi manusia yang berlaku dalam komunitas internasional
sama sekali belum dikenal, kepentingan akan kekuatan moral ini kemudian dibuktikan
kebenaran dan intensitasnya lewat tekad bersama agar beberapa hak asasi manusia
dinyatakan sebagai sesuatu yang tak terbantahkan lewat kehendak negara-negara.

ABSTRACT
Prohibition against torture as international peremptory norm of Jus Cogens already
gain such valid recognition in international law community. Basically the existence of
prohibition against torture as international peremptory norm of jus cogens comes from every
State's responsibility to maintain the world peace and security all along with the living order
of all the independent states. This prohibition against torture as international peremptory
norm of jus cogens which arose from the responsibility of all states in the world to maintain
peace and legal world order has a very strong relationship with the core responsibility of the
state's to assure their people live in peace one another as an individual and as a community
which embodies in State. This kind of responsibility, in legal's perspective, recognized as the
responsibility of a State to assure their people could execute their human rights.
The core relationship between human rights and prohibition against torture as
international peremptory norm of Jus Cogens sometimes being put into question by a lot of
people in community of international law, mostly about the source of this relationship.
However it can't be denied that even before the peremptory norms of jus cogens being
recognized in Vienna Convention on the Law of Treaties, principles of human rights are
already being a very important part of the norms itself. As been said by Alfred Von Verdross
through his writing in Forbidden Treaties in International Law that there's several kind of
treaties that can't be applied in daily life of community of international law, this kind of
treaties are the one who reduce the sovereign power of States in order to ensure all the people
in the world got their rights of peace, security, freedom and possession in the nation. This
statement introduced when the principles and doctrine of international law haven't
recognized yet, the urgency of it's moral content proofed later by State's consensus of how
important the human rights principle being recognized as a part of international peremptory
norms.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43887
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>