Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14338 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pampus, Kal-Heinz
Jakarta: Katalis, [date of publication not identified]
499.28 PAM b II
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Oktiva Herry Chandra
"Pemahaman implikatur percakapan lebih sulit jika dibandingkan dengan pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana humor yang penuh dengan muatan budaya pembuat tuturan tersebut. Perbedaan budaya yang melatarbelakangi masing-masing penutur dan petutur akan berdampak pada mudah dan tidaknya makna implisit tersebut diungkap kembali.
Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan deskripsi tentang pemahaman implikatur percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama. Paparan dan deskripsi tersebut mencakup strategi penguasaan atau pemahaman implikatur percakapan serta sebab-sebab kegagalan di dalam memahami implikatur percakapan.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian kualitatif ini adalah teori Grice (1975) tentang implikatur percakapan dan prinsip kerja sama dan teori Sperber dan Wilson (1995) tentang enam fitur teori relevansi. Data penelitian ini terdiri atas informasi tentang strategi atau cara menarik inferensi pragmatik dalam sebuah percakapan dan jawaban responden terhadap kuesioner. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis data kualitatif dan rnetode analisis pragmatik dengan menggunakan analisis fitur relevansi.
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa strategi pemahaman implikatur percakapan pada lima jenis tindak tutur, yaitu 1) tindak tutur direktif, 2) tindak tutur komisif, 3) tindak tutur ekspresif, 4) tindak tutur representatif, dan 5)tindak tutur deklaratif, tidak menunjukkan perbedaan cara di dalam menarik inferensi pragmatik sebuah tuturan. Untuk dapat menarik implikasi pragmatik sebuah tuturan keenam fitur relevansi digunakan,yaitu 1) eksplikatur, 2) andaian dan simpulan implikatur, 3) sumber petutur, 4) pengungkapan makna, 5) aksesabilitas, dan 6) tuturan sementara. Kesalahan dalam menenrukan salah satu fitur relevansi tersebut akan berdampak pada kesulitan di dalam memahami implikasi pragmatik sebuah tuturan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keterpahaman sebuah implikatur percakapan mensyaratkan kemampuan petutur untuk dapat mengidentifikasi keenam fitur relevansi tersebut dengan benar. Kegagalan di dalam memahami implikatur percakapan disebabkan kegagalan di dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan salah satu atau beberapa fitur. Adapun jenis fitur relevansi yang gagal diidentifikasi sangat bervariasi antara responden yang satu dengan responden lain. Responden gagal menginterpretasikan wacana humor yang ada karena salah di dalam 1) menangkap eksplikatur ujaran, 2) mengambil andaian dan simpulan implikatif, 3) mengembangkan kesan konteks ujaran, 4) memberikan pemaknaan yang tepat pada ujaran, atau 5) menentukan tuturan sementara yang dijadikan acuan dalam membuat simpulan.

Understanding a conversational implicature is more difficult than comprehending the explicit meaning of an utterance, especially humor discourses, which are rich of speaker's cultural background. The cultural difference between speaker and hearer creates an impact on revealing the understanding of implicit meaning.
The aims of this research are to explore and to describe a conversational implicature understanding, which appears as the result of cooperative principle violations. The explanation and description encompass the strategy of conversational implicature understandings and the causes of failure in understanding conversational implicature.
This qualitative research is based on Grice's (1975) theory of conversational implicature and cooperative principle and Sperber and Wilson's (1995) theory of relevance. The sources of data are the information of strategy or way of pragmatic inferring and the answer of respondents to questionnaires. Qualitative and pragmatic analyses using six features of relevance theory are conducted to analyze the data.
The findings of the research show that the strategies used in understanding conversational implicatures of the five speech acts, namely, 1) directive, 2) commissive, 3) expressive, 4) representative, and 5) declarative, aren't dissimilar in inferring pragmatic implications of utterances. To infer pragmatic implications, speaker applies simultaneously the six features of relevance, such as 1) explicature, 2) implicit premise and conclusion, 3) hearer's source, 4) meaning judgment, 5) accessibility, and 6) garden-path utterance. A mistake in determining one of the features of relevance causes difficulties in understanding the pragmatic implication of utterances.
The analysis shows that the comprehension of a conversational implicature requires the hearer's ability to identify six features of relevance. A failure in identification of one or some features causes a misunderstanding in comprehending the conversational implicatures. And the features that can't be identified by respondents vary among them. Respondents fail to interpret the humor discourses since they fail in 1) identifying the explicature of utterance, 2) determining the implicative premise and conclusion, 3) developing the contextual meaning of utterance, 4) giving the right meaning of the utterance, or 5) determining the garden-path of utterance as reference in interpreting the discourses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T1227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Laksman-Huntley
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Kurniawan
"Analisis Unsur Suprasegmental Tekanan Bahasa Jerman oleh Penutur Bahasa Indonesia yang mempelajari Bahasa Jerman. (Di bawah himbingan Leli Dwirika, M.A dan Dr. Myrna Laksman.) Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 2000. Skripsi ini merupakan penelitian tentang pengaruh unsur suprasegmental tekanan bahasa Indonesia terhadap ujaran kata-kata bahasa Jerman yang dipelajari oleh mahasiswa Program Studi Jerman Fakultas SastraUnversitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis interferensi tekanan dalam hahasa Jerman oleh pengaruh unsur suprasegmental tekanan bahasa Indonesia. Teori tekanan bahasa Indonesia yang digunakan adalah teori dari Amran Halim dan Myrna Laksman, sedangkan teori tekanan bahasa Jerman dari Petursson dan Neppert. Penelitian ini juga menggunakan teori interferensi dari Uriel Weinrich. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian lapangan. Data empirik dianalisis kemudian dikelompokkan dan dihitung nilai interferensinya. Kemudian dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi data selama penelitian. Data yang digunakan adalah ujaran kata-kata bahasa Jerman oleh mahasiswa Program Studi Jerman Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dari hasil penelitian ditemukan adanya interferensi dalam tekanan bahasa Jerman disebabkan oleh pengaruh tekanan bahasa Indonesia. Interferensi pada tekanan terjadi karena mahasiswa cenderung mengalihkan aturan tekanan bahasa Indonesia pada ujaran kata-kata bahasa Jerman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S14644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Fransisca Paula Imelda Alexandria
"Pemakaian bahasa dalam masyarakat menghasilkan makna yang terdapat pada konteks tertentu. Cara pembicara rnenyatakan sikap terhadap suatu situasi dalam komunikasi antar pribadi dinyatakan dengan moralitas. Mortalitas menyatakan makna kemampuan, keinginan, kemungkinan, ijin, dan keharusan yang dinyatakan dalam kalimat. Sikap pembicara terhadap situasi dalam komunikasi antar pribadi dapat dinyatakan dengan modus. Modus adalah kategori gramatikal dalam bentuk verbs yang mengungkapkan sikap pembicara tentang apa yang diucapkannya. Dalam tatabahasa Jerman dikenal konsep modus. Modus dalam bahasa Jerman terdiri atau indikatif, konjunktif I, konjunktif 11, dan imperatif (Lewandowski I96:693)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rita Maria
"Ilmu pragmatik sebagai bagian dari ilmu linguistik mulai berkembang di Indonesia pada awal tahun 70-an. Walaupun sudah berjalan sekitar 20 tahun belum banyak orang yang menulis maupun yang membuat penelitian mengenai pragmatik. Saya mencoba membuat penelitian mengenai konvensi pragmatik sekelompok penutur bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.
Masalah-masalah yang dibahas dalam tesis ini terdiri atas: bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jerman; persamaan dan perbedaan bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jerman; dan faktor-faktor pragmatik yang harus ditekankan dalam pengajaran bahasa Jerman di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah; agar diperoleh bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jerman; persamaan dan perbedaan bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jarman; juga agar diperoleh hal-hal yang harus ditekankan dalam pengajaran bahasa Jerman di Indonesia.
Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang harus ditekankan dalam pengajaran bahasa Jerman ialah pengungkapan makna-makna yang berlainan caranya dalam bahasa Jerman dan dalam bahasa Indonesia, antara lain, pemakaian kata Herr... tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dikombinasikan dengan nama depan atau nama panggilan, tetapi dikombinasikan dengan nama keluarga. Dalam bentuk sopan santun dipakai bentuk pengandaian Konnten Sie...? serta klausa pengandaian "Es ware nett, ...." Pemakaian partikel vielleicht; mal; doch besar pengaruhnya dalam kalimat sopan santun.
Juga bentuk es dan man yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia perlu ditekankan oleh pengajar bahasa Jerman.

Pragmatics is a discipline that has been developed since in the early 1970s. Although it has been over 20 year now, not many people have written nor showed an interest in this area. This Thesis is an attempt to study the pragmatic convention of a group of speakers both in the Indonesian and German language.
The problems discussed in this thesis are as follows: the differences and similarities of pragmatic forms in both Indonesian and German; and pragmatic factors that should be emphasized in the teaching of Indonesian and German. The purpose of this study is to obtain the pragmatic forms in Indonesia, the similarities and differences in pragmatic form in both Indonesian and German; and to find the factors that should be emphasized in teaching of German-in Indonesia
The finding in this analysis shows that the factors that should be emphasized in the teaching of German the differences in the expression of meanings in Indonesian and German, for example, the word `Herr' which cannot occur in isolation, and cannot be use with forenames or nicknames, but it should occur with Emily names. The polite form in German uses the conditional forms `Konnten Sle.... ?' and the conditional clause `Es ware nett '. The Use of the particles `vielleicht, mil, dock' has a great effect the polite forms. Also the forms `es' and `man' that do not exist in Indonesian should be emphasized by the teacher of German."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flores: Nusa Indah, 1984
R 499.223 8 BAH
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Deasi Andrani
"Penelitian mengenai strategi kesopanan di dalam surat-surat bisnis ini bertujuan untuk memerikan bentuk strategi kesopanan di dalam surat-surat bisnis yang digunakan oleh penutur bukan asli bahasa Inggris. Data diperoleh dari dua macam sumber. Pertama , surat bisnis yang diperoleh dari ujian akhir mata kuliah Korespondensi Inggris II oleh mahasiswa Program Diploma Administrasi Perkantoran dan Sekretari pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Kedua, data yang diperoleh dari penutur asli yang merupakan staf pengajar pada lembaga kursus bahasa Inggris The British Council yang diperoleh dengan cara wawancara. Korpus data dianalisis dengan menggunakan teori Strategi kesopanan (Politeness Strategy) yang terdapat dalam teori Tindak Pengancam Muka (Face Threatening Acts) seperti yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson.
Teori ini berawal dari konsep muka yang bersisi negatif dan positif yang dimiliki oleh setiap orang. Bagi orang rasional, muka perlu dijaga baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, agar jangan sampai terancam dan kehilangan muka. Untuk itu mereka menggunakan bermacam-macam strategi kesopanan untuk meminima1kan ancaman muka. Hasil penalitian ini menunjukkan bahwa penutur bukan asli bahasa Inggris menggunakan lebih banyak strategi kesopanan positif (53,17%) daripada strategi kesopanan negatif (46,13%); sedangkan penuturasli menggunakan strategi kesopanan positif sebanyak 51,51% dan strategi kesopanan negatif sebanyak 48,49%. Di samping itu terdapat perbedaan penggunaan strategi kesopanan di antara penutur bukan asli dan penutur asli.
Penutur bukan asli lebih banyak menggunakan strategi bersifat optimis (19,05%), bersikap tidak langsung (17,46%) dan berkesan sebagai sebuah hutang (12,70%) sebagai strategi-strategi yang paling banyak digunakan. Penutur asli menggunakan strategi bersikap tidak langsung (24,24%), berkesan sebagai hutang (21,21'7.) dan bersikap optimis (18,187.) sebagai strategi-strategi yang paling banyak digunakan.
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penutur bukan asli, yakni mahasiswa Program Diploma Administrasi Perkantoran dan Sekretari pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, telah memiliki kepekaan untuk menggunakan strategi kesopanan di dalam surat bisnis yang mereka buat. Hal ini berarti bahwa mereka dengan sadar berusaha melindungi mukanya dan muka lawan bicaranya dari ancaman kehilangan muka di dalam kegiatan korespondensi bisnis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S14163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adang Zarkasih
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13687
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>