Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221656 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agatha Novi Ardhiati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38312
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bismantara
"Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah, Aceh. Sebagai sebuah pemerintahan yang mempunyai karakteristik transisional adalah penting untuk melihat bahwa apapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah pada titik itu akan sangat menentukan pola penyelesaian yang akan dikembangkan pada tahap dan waktu selanjutnya.
Penelitian ini memfokuskan dirinya faktor perbedaan tindakan antara militer dan nonmiliter, reaksi mahasiswa terhadap langkah penyelesaian yang dikeluarkan oleh Habibie dan situasi reformasi yang menjadi situasi yang dominan dalam pemerintahan Habibie. Ketiga faktor inilah yang diduga menjadi faktor yang menghambat penyelesaian konflik di Aceh dalam masa pemerintahan Habibie. Dengan menggunakan teori kelompok yang menganalisa kelompok elit yang memerintah (the governing elites), elit yang berada di luar (the non-governing elites) dan massa (non-elites), penelitian ini berupaya untuk melihat interaksi antar kelompok yang berbeda dalam penyelesaian konflik yang berada di Aceh.
Penelitian ini menggunakan metode analisa data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah adanya situasi reforma.si yang menyebabkan perbedaan tindakan antara militer dan non-militer di Aceh. Perbedaan tindakan ini memperkuat reaksi oposisional mahasiswa yang juga turut mempengaruhi upaya penyelesaian konflik di Aceh di masa pemerintahan Habibie."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Jakob
"Konflik adalah sesuatu yang umum dijumpai dalam interaksi sehari-hari antar individu yang satu dengan individu lainnya. Konflik yang ditangani dengan baik dapat membawa perubahan yang positif dalam kelompok. Bagaimana konflik dapat tertangani dengan baik membutuhkan ketrampilan perilaku asertif. Perilaku asertif menuntut penghargaan terhadap hak-hak individu dan hak-hak orang lain. Dalam perkawinan masyarakat patriakal, kedudukan antara pria dan wanita seringkali sulit untuk diletakkan dalam tingkat yang sama karena lelaki umumnya memegang kepemimpinan, kekuatan dan kekuasaan yang legirimare sementara perempuan akan berada dalam posisi subordinate yang biasanya memiliki ketergantungan terhadap mereka yang lebih dominan. Sehingga perempuan mungkin akan lcbih sulit untuk berperilaku asertif. Untuk jangka panjang perilaku tidak asertif akan membuat individu semakin kehilangan rasa harga dirinya, meningkatkan perasaan terluka dan marah serta mungkin sekali menghasilkan perilaku agresif yang merupakan bentuk Iain dari peri;aku tidak asertif.
Straus (1979) menyusun alat ukur Conflict Tacrics Scale (CTS) untuk melihat pola penanganan konflik dalam keluarga CTS ini terdiri dari 3 skala yaitu skala reasoning, verbal aggression dan violence. Metode reasoning membutukan perilaku asertif dan aktif tertuju pada pemecahan masalah, sementara metode verbal aggression dan violence memiliki dimensi agresi di dalamnya. Untuk itu dilakukan peneiitian ini guna melihat apakah alat ukur CTS ini juga dapat digunakan untuk melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Jakarta.
Teori yang digunakan sebagai landasan meliputi perkawinan, konfiik dan resolusinya, asertivitas umum dan dasar-dasar konstruksi tes. Data yang diperoleh berasal dari 71 subyek, dengan karakteristik jangkauan usia 20 - 40 tahun, sudah menikah minimal selama satu tahun Iamanya, sebagian besar memiliki pendidikan akhir diploma dan saljana serta tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Reliabilitas CTS dihitung dengan menggunakan rumus koetisien Alfa Cronbach mendapatkan hasil; skala reasoning memiliki indeks reliabilitas 0.61, skala verbal aggression 0.55 sementara skala violence memiliki indeks reliabilitas 0.75.
Uji validitas CTS dilakukan dengan rnengkorelasikan alat ukur ini dengan alat ukur lain yaitu Rarhus Assertfveness Scale yang mengukur perilaku asertif secara umum. Hasil dari uji validitas ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku aserlif dengan metode penanganan konflik, baik dengan menggunakan reasoning, verbal aggression maupun violence. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum alat ukur CTS ini belurn merupakan alat ukur psikologis yang cukup baik untuk melihat pola penanganan konflik sebagaimana yang diharapkan. Masih ada beberapa perbaikan yang perlu dilakukan untuk menghasilkan sebuah alat ukur yang dapat melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Indonesia.
Namun demikian ada beberapa hal yang menarik berkaitan dengan hasil yang didapat melalui penelitian ini. Antara Iain adalah tidak adanya perbedaan metode penanganan konflik yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki dalam perkawinan sebagairnana yang dipersepsikan oleh pihak perempuan. Akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara metode penanganan konflik yang dilakukan oleh suami dan istri. Perilaku asertif juga dijumpai lebih tinggi pada perempuan dengan pendidikan sarjana dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan SMA. Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk melakukan beberapa perbaikan item seperti menambah jumlah item sehingg mencakup berbagai macam taktik yang mungkin digunakan oleh pasangan yang sedang berkonflik, khususnya untuk skala reasoning. Perbaikan lainnya adalah memperjelas item-item dalam skala reasoning sehingga benar-benar memiliki konstruk perilaku asertif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnaen
Jakarta: Puslit. Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, 2004
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnain
Jakarta: Proyek Penelitian Pengembangan Riset, 2003
303.6 ISK p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Layyina Humaira
"Perawat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses pemulihan pasien. Memperhatikan dan meningkatkan kepuasan kerja sangat penting demi meningkatkan kualitas perawat. Salah satu hal yang dapat menghambat kepuasan adalah timbulnya konflik. Oleh karena itu setiap individu perlu untuk menggunakan strategi yang tepat dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Ada lima macam gaya penyelesaian konflik yang dapat digunakan oleh individu, yaitu kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar, dan akomodasi.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti adanya hubungan antara gaya penyelesaian konflik dan kepuasan kerja pada perawat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan desain non-experimental dan tipe field study. Partisipan penelitian ini berjumlah 87 perawat yang bekerja di dalam sebuah rumah sakit. Kepuasan kerja diukur dengan menggunakan Minnesota Staisfaction Questionnare, sedangkan gaya penyelesaian konflik dengan menggunakan Thomas-Kilmann MODE Instrument yang telah diubah menjadi bentuk skala.
Hasil yang di dapat dari perhitungan One Way Anova adalah bahwa gaya penyelesaian konflik tidak berhubungan dengan kepuasan kerja. Sementara itu gaya penyelesaian konflik yang paling banyak dipilih oleh partisipan adalah gaya kolaborasi.

Nurses are unseparated part of the entire patient?s recovery process. To increase the quality of nurses, it is important to pay attention to job satisfaction among them. Conflict can become a block of job satisfaction. That?s why it is important for individual to use the right strategy to solve the conflict. There are five conflict resolution styles that can be used by individual; competition, collaboration, compromise, avoidance, and accommodation.
The aim of this study is to seek the correlation between conflict resolution style and job satisfaction of nurses. This research is using quantitative method, nonexperimental design, and field study. The participants of this research were 87 nurses whose work in a hospital. Job satisfaction was measured by Minnesota Satisfaction Questionnaire, meanwhile conflict resolution style was measured by Thomas-Kilmann MODE Instrument which had been change in to scale.
By using One Way Anova, the result show that conflict resolution style was not correlated with job satisfaction. In the meantime, the conflict resolution style which has been most chosen by participant is collaboration style."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
303.69 HUM h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfahmi
"Tawuran antar warga seperti yang terjadi antara Kampung Tambak dan Kampung Anyer di Pegangsaan, Jakarta merupakan fenomena sosial yang menarik untuk dikaji secara mendalam, karena konflik terjadi diantara warga di dua perkampungan yang sebelumnya memiliki hubungan yang harmonis. Bahkan banyak diantara warga kedua kampung masih berhubungan keluarga karena banyak terjadi perkawinan diantara mereka. Konflik tersebut berlangsung cukup lama dan cenderung keras. Selama kurun 1990-1993, peserta konflik masih terbatas pada kalangan pemuda/remaja kedua kampung tersebut, namun sejak 1994 hingga 2001 peserta konflik meluas menjadi bersifat massal, sehingga berkembang menjadi tawuran antar kampung.
Konflik antar pemuda berawal dari menguatnya identitas kolektif masing-masing kelompok tersebut. Konflik berawal dari sikap arogansi sekelompok pemuda Kampung Tambak, salah satunya dengan menguasai kawasan Tugu Proklamasi dan sekitarnya tanpa memberi kesempatan pada pemuda Kampung Anyer ikut memanfaatkan lahan tersebut, memicu pecahnya konflik terbuka antara kedua kelompok pemuda tersebut. Di satu sisi Pemuda Kampung Tambak bersikap arogan ingin mendominasi pihak lain, sedangkan di sisi lain pemuda Kampung Anyer memberi perlawanan terhadap sikap tersebut.
Semakin sering dan keras konflik, semakin banyak menyeret solidaritas dari warga sekampung lainnya untuk bersama-sama membela harga diri kampung mereka. Identitas kolektif tersebut dibangun secara sosial terutama atas dasar kesamaan teritorial, dimana terjadi interaksi sosial yang kontinyu. Melalui interaksi tersebut, atribut kesamaan secara simbolis dibangun dan didefinisikan, dari sinilah trust dan solidaritas berkembang diantara warga sekampung.
Konflik berlangsung keras karena konflik menyangkut isu-isu non-realistik, berupa nilai-nilai inti (core values) dan kepentingan kelompok yang samar-samar atau abstrak (vaguely defined class interest) yaitu harga diri dan dendam. Konflik juga berlangsung lebih lama karena tujuan konflik yang tidak jelas menyulitkan peserta konflik untuk mendefinisikan kapan mereka telah mencapai tujuan tersebut, sehingga konflik menjadi berlarut-larut. Selain itu, para pemimpin di masing-masing pihak kurang mampu membujuk warganya menghentikan konflik, hal ini disebabkan kerekatan hubungan antara warga dan para pemimpinnya cenderung lemah, selain itu juga masyarakat cenderung terpecah-belah karena kohesi sosial antar warga juga cenderung rendah. Intensitas konflik dan kerasnya konflik lambat laun makin mempertegas batas-batas pemisah antara warga kedua kampung dan meningkatkan solidaritas diantara warga sekampung untuk bersama-sama memerangi pihak lawan.
Berbagai upaya mengatasi konflik telah dilakukan oleh aparat pemerintah setempat, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan antar tokoh masyarakat dan pemuda setempat dari kedua pihak untuk membuat konsensus damai selain membentuk satgas yang terdiri dari sejumlah pemuda dari pihak-pihak yang berseteru, namun berbagai upaya tersebut belum mampu mengatasi konflik. Ini disebabkan konsensus tersebut tidak mampu merembes ke seluruh warga kampung karena kohesi sosial masyarakat yang cenderung rendah dan juga para tokoh dan pemuda yang dilibatkan bukanlah orang-orang yang berpengaruh dan memiliki kepemimpinan yang efektif di lingkungan komunitasnya.
Berbeda dengan upaya pemerintah tersebut, program resolusi konflik yang dikembangkan institusi lokal Forum Warga Cinta Damai (FWCD) ternyata cukup efektif meredam konflik. Sejak berdiri pada pertengahan 2001, forum tersebut menyelenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan bersama dengan melibatkan warga yang berpengaruh dari berbagai social fieldnya, seperti kelompok bermain (peer group) pemuda, remaja, ibu-ibu, para bapak, serta kelompok pengajian, kelompok arisan dan sebagainya. Kegiatan tersebut membuat seluruh individu terhubung satu sama lain. Meski mereka berasal dari berbagai social field, namun hubungan antar mereka menjadi cikal bakal perekat antar social field dalam komunitas masyarakat yang berkonflik. Langkah ini cukup efektif merekatkan kembali hubungan sosial antar warga di kedua kampung yang bertikai, dan hasilnya selama tahun 2002 tawuran antar warga tak terjadi lagi.
Program community development tersebut merangsang antar individu dalam komunitas untuk menjalin kerjasama dalam mencapai tujuan-tujuan bersama. Melalui program tersebut, dilakukan upaya merekonstruksi kembali hubungan sosial antar warga, dengan mendefinisikan ulang batas-batas kolektifitas antar warga kedua kampung. Seiring dengan tumbuhnya jaringan baru yang menjembatani berbagai golongan masyarakat, turut berkembang norma-norma baru yang mengedepankan prinsip hidup damai penuh persaudaraan dalam lingkungan ketetanggaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Mariani Kartasasmita
"Penelitian ini adalah upaya untuk menemukan pengaruh latar belakang budaya Individualisme-Kolektivisme, Self-construal dan Ideologi fender terhadap Gaya penanganan konjlik mendominasi, integrasi, menghindar dan mengalah. Satu set kuesioner telah dibagikan dan diisi oleh 272 orang partisipan yang tinggal di Jakarta, Depok, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Temuan dari penelitian ini adalah; 1). Individualisme terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Mendominasi secara signifikan sebesar 78%; 2). Kolektivisme terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Menghindar secara signifikan sebesar 55%; 3). Self-construal Independen terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Mendominasi secara signifikan sebesar 59% dan Gaya penanganan konflik Integrasi sebesar 47%; 4). Self-construal Interdependen terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Menghindar secara signifrkan sebesar 71%; 5). Ideologi fender terbukti mempengaruhi Gaya penanganan konflik Integrasi secara signifikan sebesar 38%; 6) Ideologi fender Tradisional tidak terbukti berpengaruh secara sign fkan terhadap Gaya penanganan konflik Menghindar dan Mengalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya penanganan konflik banyak dipengaruhi oleh self-construal. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah mengenai latar belakang budaya dan situasi konflik nyata."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariarti Budi Lestari
"Pertentangan pendapat yang terjadi di dalam suatu organisasi, merupakan masalah yang perlu diperhatikan, karena dengan timbulnya konflik, dapat diidentifikasi adanya ketidak selarasan interaksi ditempat kerja. Robbins (2001).
Masalah yang terjadi di salah satu Area pada Yayasan XY , menyebabkan situasi tidak kondusif dengan berbagai keluhan. Dari investigasi pihak Yayasan, diidentifikasi adanya individu yang mengekspose masalah tertentu, yang dipertentangkan dengan kebijakan pihak Iain. Sementara itu pihak lain juga mempertentangkan perbedaan pendapat pihak pertama.
Karena konflik merupakan suatu proses (Robbins, 2001), maka dapat dipahami bila konflik diawali dari dalam diri individu, dipersepsikan, dan dikomunikasikan sesuai dengan makterjadi di Area ini, timbul karena adanya hubungan interpersonal dari individu yang memiliki perbedaan status, kepentingan,tujuan dan kepribadian (Edelmann, 1997; Robbins, 2001).
Kesimpulan utama yang melatar belakangi konflik adalah karena pihak pertama kurang paham tujuan Yayasan XY; padahal dilain pihak dia memiliki tujuan/prioritas lain, sehingga komunikasi dari atas (pihak kedua), mengalami hambatan yang disebabkan berbagai faktor pencetus konflik, sehingga indikator yang muncul antara lain penolakan untuk bekerja sama.
Saran untuk menanggulangi konflik, dibagi dalam dua tema kegiatan.
Partama pihak manajemen melakukan pendekatan formal/informal, melakukan sosialisasi dan dengar pendapat dengan karyawan Area ini ; kedua, pihak Yayasan memberikan peningkatan ketrampilan pada pihak manajemen agar lebih peka mengantisipasi dan menanggulangi konflik yang ada."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"Industrialisasi tengah mengubah koran "Suara Merdeka" (SM) dalam sosoknya yang baru. Sejak 1980-an, ketika penanaman modal asing boleh masuk ke dunia penerbitan sesuai amanat UU No. 2111982 tentang "Penaman Modal Asing". secara cepat koran SM mengalami perubahan di tingkat paradigmatik.
Koran SM, mau tidak mau, mengikuti sistem budaya perusahaan (corporate culture) sebagaimana yang menjadi konteks ruang dan gerak perusahaan lain. Implikasinya, wartawan-rnakhluk individual yang secara bebas bisa mengekspresikan idealismenya sebelum era itu--harus terikat dengan platform baru karena menjadi makhluk organisasional dalam situasi yang berbeda. Jurnalisme pun mengalami reunifikasi tidak sekedar menjadi media ekspresi idealisme, tetapi obyek komodifikasi.
Dalam perspektif itu, proses jurnalisme sesungguhnya memiliki kerumitan sosial budaya tersendiri. Di satu sisi, wartawan terikat dengan adagium bahwa epistemologi jurnalisme diselenggarakan dalam kerangka memenuhi right to know dan rigth to express warga, di lain sisi sebagian hidup mereka terikat dengan pemilik modal yang berkewajiban menopang return of investment. Kerumitan lain datang dari sisi khalayak yang berharap wartawan mampu mensuplai informasi bebas sebagai dasar membentuk keputusan-keputusan berharga.
Dalam tarik-menarik kepentingan seperti itu, konflik dengan demikian merupakan situasi yang tak mungkin dihindari. Tesis ini berusaha mengungkap dari mendeskripiskan konflik yang dialami wartawan dan cara-cara penyelesaiannya dengan pendekatan kebudayaan Bourdieu. Melalui teori praksis Bourdieu, konflik coba diurai sebagai fenomena sosial budaya di tubuh perusahan pers SM.
Dalam riset ini ditemukan berbagai macam kasus konflik yang dialami wartawan. Ada berbagai cara merespon konflik serta prosedur penyelesaian perkara yang ditempuh wartawan SM, mulai dari penyelesaian lewat perang mulut, tukarmenukar, ganti-rugi, musyawarah, hingga mediasi. Masing-masing cara dan prosedur penyelesaian konflik tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya dari pihakpihak yang berkonflik. Sebab, dalam bahasa Bourdieu, masing-masing pihak memiliki struktur obyektif (sistem budaya), disposisi (logika berpikir) dan habitus (logika berperilaku) sendiri-sendiri. Di sini menjadi jelas bahwa cara dan prosedur tersebut tampaknya hanya efektif untuk konflik yang kurang lebih sama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>