Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Geraldine Kristina Wanei
"Penelitian ini berawal dari adanya kesenjangan pandangan masyarakat dan kecemasan orang tua apabila anaknya menderita gangguan pendengaran, akan mengalami hambatan perkembangan kepribadian. Anak tunarungu mengalami gangguan dalam perkembangan kepribadian, karena kesulitan berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Akibatnya anak tunarungu menjadi impulsif, egosentrik dan kurang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, sekarang tidak banyak sekolah berasrama disediakan untuk menampung anak tunarungu, karena masyarakat menganggap bahwa anak tunarungu yang bersekolah pada sekolah berasrama, akan terkucilkan dan merasa asing dengan keluarganya. Memang problema ketulian cukup kompleks, walaupun tidak lebih penting dari problem kecacatan lainnya. Kehilangan stimulus pendengaran merupakan suatu "misteri", karena bentuk kecacatan seperti ini tidak nampak dari luar, namun tetap merupakan kendala dalam perkembangan kepribadian anak tunarungu.
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat terungkap sejauh mana hubungan faktor internal dan eksternal berperan terhadap keberhasilan belajar dan pembentukan konsep diri anak tunarungu di sekolah residensial. Topik penelitian ini dibahas melalui kepustakaan yang ada, dan dirumuskan 3 hipotesis untuk diuji keberartiannya secara statistik. Analisis data dilakukan denga SPSS, untuk mencari korelasi tunggal dan korelasi ganda. Dari hasil analisis tersebut, maka ke 3 hipotesis sebagai model hubungan fungsional secara bersama-sama telah terbukti keberartiannya, namun keberartian dari setiap koefisien regressi hendaklah diteliti satu demi satu.
Hasil yang diperoleh untuk hipotesis 1 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada peran bapak, peran pembimbing asrama dan peran guru dengan keberhasilan siswa tunarungu sekolah residensial yang tidak dipertimbangkan pada hipotesis 1, adalah variabel inteligensi, derajat ketunarunguan dan peran ibu dengan keberhasilan belajar siswa tunarungu sekolah residensial.
Sedangkan pada hipotesis 2 diperoleh hasil, bahwa ada hubungan yang signifikan antara keberhasilan belajar dan konsep diri siswa tunarungu sekolah residensial. Yang tidak dipertimbangkan pada hipotesis 2 adalah variabel inteligensi, derajat ketunarunguan, peran bapak, peran ibu, peran guru, peran pembimbing asrama dengan konsep diri siswa tunarungu sekolah residensial. Pada hipotesis 3, terbukti signifikansi keberhasilan belajar dengan konsep diri siswa tunarungu sekolah residensial.
Tesis ini ditutup dengan beberapa sumbang saran, baik saran teoretis maupun praktis, khususnya ditujukan pada fasilitator pendidikan, yakni orang tua, guru serta pembimbing asrama. Diharapkan pula hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti dimasa mendatang khususnya yang berminat untuk memperluas wawasan pengalaman bidang Psikologi Luar Biasa, serta demi kemajuan pendidikan SLB-B di negara kita."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T37845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasli
"Sekolah Tinggi Akuntansi Negara adalah Lembaga Pendidikan Tinggi Kédinasan pada Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan, Departemen Keuangan R.I. yang tamatannya mernperoleh gelar Akuntan dan akan bekerja sebagai auditor pada InstansiInstansi Pemerintah serta satu-satunya lembaga pendidikan tinggi jurusan akuntansi yang memberikan mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan. Pemberian mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan didasarkan pada besarnya minat pemeriksa pada Satuan Pengawasan Intern BUNN/BUMD yang mengikuti penataran Komunikasi dan Psikologi Pemeriksaan yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi - Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dengan tujuan agar kelak sebagai auditor, yang bersangkutan dapat menciptakan human relation dengan auditee. Selain itu juga untuk mengurangi kesan buruk diri auditor sebagaimana dikenukakan oleh Elbert Hubbard yang mengemukakan, bahwa tipikal auditor adalah orang yang tidak menyenangkan dan tidak manusiawi, maka kepada calon auditor diberikan pelajaran Psikologi dalam Pemeniksaan.
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang sifatnya tetap dan bukan karena pertumbuhan, obat-obatan maupun penyakit dan kelelahan. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek produk dan aspek proses. Da1am rangka evaluasi aspek produk, berdasarkan alat tes yang dibuat olehnya, dosen memberikan nilai yang dinyatakan sebagai tingkat prestasi yang telah dicapai siswa. Yang, dirnaksud dengan .prestasi belajar dalam penelitian mi adalah nilai akhir mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan yang .diperoleh dari Seko.Lah Tinggi 'Akuntansi Negara dan nilai akhir adalah nilai rata-rata,tertimbang dari nilai mid semester, aktivitas dan ujian akhir semester.
Nilai mahasiswa untuk mata kuliah Psikologi dalam Pemeiii riksaan cukup beragam, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Hal itu mungkin disebabkan oleh sikap mahasiswa terhadap mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan dan juga oleh Konsep Diri mahasiswa yang bersangkutan. Karena itu, penelitian mi selain untuk melihat sikap rnahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Megara terhadap mata kuliah Psikologi dalarn Pemeriksaan, juga ingin melihat hubungan Konsep Din mahasiswa dan Sikap mahasiswa terhadap mata kuliah Psikologi dalam Pemer.iksaan dengan Prestasi Belàjar mahasiswa untuk mata kuliah yang bersangkutan. Selain nilai mata kuliah Psikologi dalam Pemeniksaan, penulis gunakan juga Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebagai variabel kontrol.
Dalam penelitian mi Konsep Diri didefinisikan sebagai suatu kumpulan perasaan, persepsi, sikap dan keyakinan seseorang tentang keadaan dirinya pada saat mi dan bukan yang diharapkan atau yang seharusnya yang dibentuk oleh pengalarnannya dan berfungsi sebagai pengarah serta mempengaruhi tingkah lakunya. Sedangkan Sikap terhadap mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan didefinisikan sebagai kecenderungan untuk berpikir, merasakan dan berpenilaku terhadap mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan yang dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.
Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa sikap mahasiswa sekolah Tinggi Akuntansi Negara terhadap rnata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan cukup positif dan tidak terdapat hubungan Konsep Diri rnahasiswa dengan Nilai mahasiswa pada mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan serta ada hubungan sikap mahasiswa terhadap mata kuliah Psikologi dalam Pemriksaan dengan Nilai mahasiswa untuk mata kuliah yang bersangkutan, tetapi sumbangan variansnya hanya 18%. Kecilnya sumbangan varians tensebut, mungkin karena faktor lain yaitu faktor intelegensi, motivasi, lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. Selain itu disimpulkan juga, bahwa terdapat hubungan antara Konsep Diri mahasiswa, dan Sikap rnahasiswa terhadap mata kuliah Psikologi dalam Perneriksaan dengan Nilai mahasiswa pada mata kuliah Psikologi dalam Pemeriksaan. Dalam penelitian ini juga penulis usulkan lima Saran yang ditujukan kepada Direktur Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dan Peneliti lain untuk masa-masa yang akan datang.
Sebagai acuan dalam penelitian ini, digunakan 51 buah literatur."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
T37871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianti Endang Kusumawardhani
"Pengertian konsep siswa tentang belajar adalah pandangan siswa mengenai belajar. Apa yang dilakukan siswa dalam proses belajar dan bagaimana siswa mengatur kegiatan belajarnya dipengaruhi oleh konsep terhadap arti belajar itu bagi dirinya. Pengertian akselerasi secara singkat adalah percepatan. Sebagai Salah satu alternatif pelayanan pendidikan bagi siswa berbakat, akselerasi perlu diikuti dengan eskalasi. Siswa program akselerasi, yang termasuk siswa berbakat akademik ini, diharapkan mamandang belajar sebagai kegiatan “pemahaman" dan memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya melalui proses pembelajaran ke dalam kehidupan nyata, Lebih dari sekedar memandang belajar sebagai “tahu lebih banyak”.
Program akselerasi di tingkat SMU di Indonesia mulai diselenggarakan pada tahun-1998 dengan mengacu pada Undang-Undang No.2-Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan dilaksanakan dengan mempercepat waktu belajar dan tiga tahun menjadi dua tahun. Pemadatan waktu belajar ini menyebabkan siswa cl dituntut untuk belajar mandiri. Belajar mandiri memerlukan suatu motivasi belajar yang timbul dari diri siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang melandasi siswa SMU program akselerasi dalam melakukan kegiatan belajarnya, kemudian dibandingkan dengan konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang dimiliki siswa SMU program reguler. SMU yang menyelenggarakan program akselerasi setelah menerima~SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai Penyelenggara Akselerasi Belajar adalah SMU Labschool Jakarta (1998), SMU AL Azhar Cikarang (1998), dan SMU Negeri 8 Jakarta (1999). Subjek penelitian ini berjumlah 70 yang terdiri dan siswa SMU Negeri 8 Jakarta (17 siswa program akselerasi dan 25 siswa program regular) dan SMU Labschool Jakarta (14 siswa program akselerasi dan 14 siswa program reguler) yang memiliki prestasi akademlk di atas rata-rata siswa-siswa lain di sekolahnya masing-masing. Dalam penelitian ini subyek memiliki renang nilai rata-rata rapor 7.23-8.62.
Lima jenis konsep siswa tentang belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dipandang sebagai kegiatan “akumulasi atau menyerap pengetahuan, membentuk antar pengetahuan, menggunakan atau memanfaatkan pengetahuan, melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru atau sekolah, dan bekerja sama dengan siswa lain". Jenis-jenis konsep tentang belajar tersebut mengacu pada hasil penelitian Marton, dkk. (1993), Purdie, dkk.
(1996), dan Vemlunt dan Van Rijswijk (1996). Lima jenis motivasi belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dilandaskan pada dorongan untuk “memperoleh nilai atau kelulusan, melanjutkan pendidikan, menguji kemampuan din, memenuhi minat pribadi, dan belajar yang dilandasi keragu-raguan ambivaIen”.
Alat ukur penelitian ini adalah skala “konsep siswa tentang belajar” yang terdiri dari lima jenis konsep dan skala “motivasi belajar siswa” yang terdiri dari lima jenis motivasi, dengan teknik uji coba terpakai. Dari skala “konsep siswa tentang belajar” diperoleh konsep secara umum (<»=.8278) dan skala masing-masing jenis konsep siswa bentang belajar (cr=.5798-.9178). Dari skala “motivasi belajar siswa" diperoleh motivasi secara umum (a=.8825) dan skala masing-masing jenis motivasi belajar siswa (a=.7433-.8227). Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah uji-t untuk /Independent- samples dan paired-samples. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai konsep tentang belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Konsep siswa tentang belajar yang mendominasi siswa program akselerasi dan siswa program reguler adalah belajar dipandang sebagai melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru/sekolah, belajar dipandang sebagai pembentuk kaitan antara pengetahuan, dan belajar dipandang sebagai kegiatan bekerja sama dengan siswa Iain.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan mengenai motivasi belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Dibandingkan dengan siswa program akselerasi, siswa program reguler lebih memiliki motivasi belajar untuk memperoleh nilai/kelulusan dan untuk melanjutkan pendidikan. Dibandingkan dengan siswa program reguler, siswa program akselerasi Iebih memiliki renovasi belajar untuk memenuhi minat pribadi. Motivasi belajar yang mendominasi siswa program akselerasi adalah orongan untuk memenuhi minat pribadi, menguji kemampuan diri, dan melanjutkan pendidikan. Belajar oleh siswa program reguler, dilandaskan pada dorongan untuk menguji kemampuan diri, melanjutkan pendidikan, memenuhi minat pribadi, dan memperoleh nilai/kelulusan. Sebagai hasil Tambahan diperoleh bahwa Siswa program akselerasi dan siswa program reguler, memiliki motivasi belajar internal yang lebih tinggi dan motivasi belajar eksternal.
Motivasi belajar internal diperoleh dan jenis motivasi memenuhi minat pribadi dan menguji kemampuan diri, sedangkan motivasi belajar eksternal diperoleh dari jenis motivasi memperoleh nilai/kelulusan dan melanjutkan pendidikan. Untuk penelirian lebrh Ianjut, disarankan menggunakan desain peneliiian pretest-po tepatnya desain kompromi (compromise design), untuk memperoleh gambaran mengenai “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program akselerasi sebelum dan setelah memperoleh pembelajaran program akselerasi, kemudian dibandingkan dengan “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program reguler."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Maharani Putri Camelien
"Pada mahasiswa dari perguruan tinggi terbaik di Indonesia yang memiliki daya saing tinggi, media sosial LinkedIn dapat memicu fear of missing out akibat paparan konstan dari kesuksesan karier yang diraih oleh mahasiswa lain. Hal tersebut dapat memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan mahasiswa, salah satunya adalah konsep diri akademik. Dengan begitu, penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara fear of missing out dan konsep diri akademik pada mahasiswa dari tiga perguruan tinggi dengan peringkat terbaik di Indonesia. Studi korelasional yang dilakukan terhadap 135 partisipan menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara fear of missing out dan konsep diri akademik pada partisipan, r(135) = -0,172, p < 0,05,one-tail. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat fear of missing out yang dirasakan, maka semakin rendah konsep diri akademik yang dimilki dan begitu juga sebaliknya.

For students from Indonesia's best college institutions who are highly competitive, LinkedIn can instill fear of missing out due to constant exposure of other students' career successes. This can affect various aspects in students’ life, one of which is academic self-concept. Thus, this research was conducted to see the relationship between fear of missing out and academic self-concept among students from the three best-ranked college institutions in Indonesia. A correlational study conducted on 135 participants showed that there was a negative and significant relationship between the fear of missing out and the participants' academic self-concept, r(135) = -0.172, p  0.05, one-tail. The results of the correlation test show that the higher the perceived level of fear of missing out, the lower the academic self-concept is and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaksmi Handayani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri penderita SLE (Systemic Lupus Erythematosus) sebelum dan setelah didiagnosis menderita SLE. SLE adalah suatu penyakit yang menyebabkan peradangan yang kronis dengan penyebab yang tidak diketahui dan mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem syaraf, membran serous, dan organ tubuh lainnya (Schur dalam Kelley, Harris, Jr., Ruddy, & Sledge, 1981).
Sebagai suatu penyakit kronis, SLE memiliki dampak terhadap berbagai aspekaspek kehidupan penderitanya dan dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Berbagai gejala fisik yang harus dialami oleh penderita, keterbatasan-keterbatasan daiam melakukan aktivitas sehari-hari, stigma negatif seperti rasa iba dan penolakan dari keluarga dan lingkungan dapat membuat penderita merasa frustrasi dan stres.
Wanita dari tahapan usia subur (18-40 tahun) merupakan golongan terbanyak menderita SLE. Seringkali mereka merasa takut tidak dapat memiliki keturunan disebabkan oleh penyakit ini. Padahal tahapan usia tersebut merupakan tahapan usia dewasa muda dimana salah satu tugas perkembangannya adalah berkeluarga dan membesarkan anak (Havighurst dalam Hurlock, 1980). Sementara itu di masyarakat telah berkembang suatu harapan yang kuat bahwa wanita sewajarnya menjadi seorang ibu (Russo dalam Hyde, 1985).
Berbagai permasalahan di atas dapat mempengaruhi cara pandang penderita terhadap dirinya sendiri. Taylor (1999) menyebutkan bahwa suatu penyakit kronis dapat menghasilkan perubahan drastis dalam konsep diri seseorang. Sedangkan konsep diri dalam Hurlock (1979) diartikan sebagai elemen yang dominan dalam pola kepribadian seseorang, dan merupakan kekuatan yang memotivasi perilaku seseorang. Konsep diri menyangkut persepsi seseorang terhadap dirinya, kemampuannya, dan bagaimana ia berpikir tentang dirinya. Di samping itu juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan hubungannya dengan orang lain dan berbagai macam aspek dalam kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu (Rogers dalam Hall & Lindzey, 1978).
Konsep diri dapat mempengaruhi perilaku dan reaksi seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya, termasuk penyesuaian dirinya atau coping terhadap stres yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang dihadapinya (Hurlock, 1979). Oleh karena itu konsep diri penderita SLE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupannya di masa sekarang maupun di masa mendatang.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi. Subyek dalam penelitian ini adalah 3 orang wanita penderita SLE pada tahapan usia dewasa muda (18-40 tahun) yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling secara insidental agar memudahkan peneliti.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam keempat kategori konsep diri penderita. Keempat kategori konsep diri tersebut adalah konsep diri dasar, konsep diri sementara, konsep diri sosial dan konsep diri ideal, yang masing-masing berkaitan dengan komponen fisik dan psikologis (Hurlock, 1979). Pada konsep diri dasar, umumnya penderita merasa bahwa fisik mereka tidak sekuat dahulu sehingga hal ini menjadi penghambat bagi mereka dalam beraktivitas. Kegiatan-kegiatan mereka mulai dibatasi untuk menjaga kondisi diri dan mencegah kambuhnya penyakit.
Penderita juga menjadi lebih perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Perubahan penampilan yang merugikan dan menetap membuat penderita menjadi minder dan tidak percaya diri. Penderita juga menjadi lebih rentan terhadap stres dan tidak dapat menerima berita-berita yang tidak menyenangkan baginya. Selain itu penderita juga menjadi lebih giat dalam kegiatan keagamaannya. Sebagian penderita merasa pesimis dalam memandang hidupnya karena merasa tidak dapat hidup normal seperti orang sehat pada umumnya. Namun ada pula penderita yang tidak merasa terlalu terganggu oleh hal tersebut karena sudah lebih dapat menerima keadaan dirinya. Dalam hal ini, penderita tetap optimis dalam memandang kehidupannya.
Dalam konsep diri sementara, kondisi fisik yang memprihatinkan terutama pada masa-masa awal dideritanya SLE membuat penderita menilai dirinya lebih negatif untuk sementara. Di lain pihak kejadian-kejadian yang menghasilkan emosi-emosi positif seperti keberhasilan dalam meraih hal tertentu membuat penderita menilai dirinya secara lebih positif untuk sementara.
Pada konsep diri sosial, penderita merasakan pandangan iba dan kasihan dari keluarga dan lingkungan. Keluarga pada umumnya memberikan perhatian lebih dan dukungan pada penderita. Hal ini dapat diekspresikan secara berlebihan sehingga memicu kecemburuan pada anggota keluarga yang lainnya. Namun dapat pula terjadi pengabaian dan penolakan oleh keluarga serta lingkungan penderita. Penolakan ini disebabkan karena penderita dianggap sebagai beban keluarga dan dipandang aneh oleh lingkungan sehingga memancing ejekan, cemoohan serta gunjingan. Pada penderita yang belum berkeluarga terdapat kekhawatiran bahwa lawan jenis akan memandang mereka dengan sebelah mata disebabkan oleh penyakitnya tersebut.
Pada konsep diri ideal, penderita berharap agar dapat menjalani kehidupan yang layak dan baik seperti orang lain, yaitu ingin agar dapat bekerja, berumah tangga, memiliki keturunan, diterima oleh keluarga dan lingkungan, serta ingin agar SLE-nya tidak kambuh lagi sehingga mereka dapat hidup seperti orang sehat pada umumnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Anggraeni
"Bailie (1995) melihat bahwa sejak di penghujung akhir tahun 1980 ketika perang dingin berakhir, secara tiba-tiba dunia mulai terperosok dalam kebalauan (confusion), kebencian, permusuhan dan kekerasan. Dikatakannya lagi bahwa dunia kita sedang berada ditengah krisis relijius dan kultural yang hebat. Kota-kota sedang ambruk, proses politik ricuh dan terfragmentasi, rasa tanggung jawab sejarah secara nyata hilang, dan yang lebih serius lagi adalah stabilitas sosial serta psikologik kita tampak membahayakan. Epidemik kriminal, obat-obatan terlarang dan kekerasan merupakan manifestasi dari disintegrasi yang lebih luas dan dalam. Dengan globalisasi fenomena diatas cepat merambah keseluruh bagian dunia, terutama di daerah urban dan akhirnya masuk juga ke daerah rural. (Soemitro, D.S., 2003).
Uraian diatas mengetengahkan keprihatinan yang sama terhadap dunia musik yang mudah terombang-ambing dan tidak tentu arahnya karena musik mempunyai andil besar dalam menemukan kembali dan memulihkan identitas bangsa Indonesia lewat musisi-musisinya. Akhirnya hal ini memicu pemikiran akan bagaimana dampaknya perubahan-perubahan tersebut terhadap konsep diri dan diskrepansi diri musisi. Konsep diri merupakan sebuah skema yang terdiri dari kumpulan beliefs dan feeling tentang dirinya sendiri.Konsep diri juga merupakan kerangka berpikir yang akan mempengaruhi kita dalam mengolah informasi tentang dunia sosial disekeliling kita dan informasi tentang diri kita (Baron & Byrne, 1998).
Penelitian ini ingin melihat, konsep diri dan pembentukan diskrepansi diri pada musisi tersebut dan gambaran independensi musisi yang tercermin dalam karyanya ketika dihadapkan dengan sepak terjang dunia musik yang penuh dengan intrik sekarang ini. Apakah independensi musisi akan berpengaruh pada pembentukan konsep diri aktual, ideal dan sosialnya dan juga pada diskrepansi diri. Diskrepansi yang dimaksud adalah diskrepansi aktual-ideal dan diskrepansi aktual-sosial.
Dalam menjawab rumusan masalah tersebut, penelitian ini akan menggunakan teori komponen konsep diri dari Baron (1994), diskrepansi diri Higgins (1988), teori selfcategorization dari Abraham & Hogg yang menjelaskan tentang independensi. Dan beberapa literatur tentang perkembangan musik di Indonesia. Penelitian menggunakan perpaduan pendekatan kuantitatif yang lebih besar. Subjek penelitian adalah musisi yang berusia 20-40 tahun, telah berkarir sebagai musisi minimal selama 5 tahun, pendidikan minimal SMU, dan berdomisili di Jakarta. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, pengukuran regresi serta effect coding pada regresi berganda, dan sebagai analisa tambahan juga digunakan pengukuran oneway anova untuk independent sample.
Dari hasil penelitian ini ternyata musisi di Jakarta menilai diri yang sesungguhnya, diri yang diinginkan dan diri yang ditampilkan di lingkungan secara positif. Diskrepansi real-ideal dan real-sosial tergolong sangat rendah; ini kemungkinan disebabkan karena subjek sudah terpuaskan dengan dirinya dan dirinya sudah teraktualisasikan dan tersosialisasikan dengan baik. Namun dari hasil kualitatif ditemukan adanya gejala diskrepansi pada subjek musisi yang terjadi karena sifat-sifat subjek yang bertentangan, tuntutan-tuntutan diri yang belum terpenuhi dan pengaruh dari persaingan dan standar yang ditetapkan di industri musik. Tidak ditemukan sumbangan yang berarti dari variabel data kontrol terhadap konsep diri dan diskrepansi diri. Independensi musisi Indonesia tergolong tinggi. Variabel data kontrol berpengaruh terhadap independensi. Independensi dan aspek aktualisasi diri serta aspek industri musik berpengaruh terhadap konsep diri musisi. Musisi yang memaknai independensi secara berbeda juga tidak mengalami diskrepansi diri dan tidak berpengaruh pada konsep diri mereka. Hasil tambahan lainnya mengenai perbedaan rata-rata data kontrol pada konsep diri, diskrepansi dan independensi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Ahmad Mangunwibawa
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meinora Haryati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Astarini Sutikno R.
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amaliah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konsep diri pada pemain yang eRepublik yang berada pada periode dewasa muda. Partisipan penelitian ini adalah pemain eRepublik yang berusia 18 hingga 40 tahun, sebanyak 89 orang. Konsep diri dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang teori Fitts (1971) yang mengatakan bahwa konsep diri adalah diri yang dilihat, dipersepsikan dan dialami oleh individu. Alat ukur yang digunakan adalah Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
Pemain eRepublik dikelompokkan menjadi dua berdasarkan durasi waktu bermain selama seminggu, yaitu kelompok normal (yang bermain kurang dari 45 jam seminggu) dan extreme gamers (yang bermain lebih dari 45 jam seminggu).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok normal memiliki konsep diri yang negatif dan kelompok extreme gamers memiliki konsep diri yang positif, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri dan dimensi-dimensinya dari kedua kelompok.

This research aims to describe the self-concept of young adulthood who plays eRepublik. The participants for this research are 89 of eRepublik players, ranging from 18 to 40 years old. The term "self-concept" in this research was based on Fitts (1971) point of view that said self-concept is self that looked, perceived and experienced by onelself. The instrument that used for measuring personality profile is Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
eRepublik players divided into two groups based on time duration that spent to play eRepublik in a week, those are normal group (who plays less than 45 hours in a week) and extreme gamers (who plays more than 45 hours in a week).
The results indicate that the normal group has negative self-concept and extreme gamers group has positive self-concept, but they were not significantly different in self-concept and its dimensions.
"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>