Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199560 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eli Novi
"Anemia merupakan salah satu masalah utama di Indonesia Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi terutama pada anak usia dibawah 5 tahun Pada umumnya prevalensi anemia lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki laki Anemia memberikan dampak pada proses tumbuh kembang anak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan faktor faktor yang berhubungan pada anak usia 3 9 tahun Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional Penelitian dilakukan di Pesantren Tapak Sunan Condet pada tanggal 19 januari 2011 Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 3 9 tahun Pemilihan sampel dilakukan dengan total sampling dengan total sampel yang didapat yaitu 51 anak Data yang digunakan adalah data primer yaitu usia jenis kelamin dan kadar hemoglobin Variabel terikat yaitu anemia dan variabel bebas yaitu usia dan jenis kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada anak usia 3 9 tahun sebesar 25 5 dengan rincian pada anak usia 3 6 tahun sebesar 25 dan pada anak usia 7 9 tahun sebesar 28 6 sementara prevaleni anemia pada anak perempuan sebesar 39 1 dan anak laki laki sebesar 14 3 Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan anemia Fisher p 1 000 tetapi terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan anemia Chi square p 0 043 Prevalensi anemia pada penelitian ini masih tinggi Oleh karena itu untuk mengurangi prevalensi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan gizi terhadap anak dengan memberikan zat gizi mikro seperti vitamin A vitamin B9 vitamin B12 dan zat besi

Anemia is a serious public health problem in Indonesia It is commonly affecting 1 to 4 years old children Generally prevalence of anemia is higher in girls than boys Anemia is negatively impacts children growth and develpoment This study aims to determine the prevalence of anemia and its associated factors This study used cross sectional survey The sample included 51 children aged 3 to 9 years old in Tapak Sunan Condet 2011 The data that used are age sex and hemoglobin concentration Dependent variable is anemia and independent variable are age and gender Result revealed that 25 5 of 3 to 9 years old chidren were anemia Anemia prevalence was lower in 3 6 years old children 25 than 7 9 years old children 28 6 The prevalence of anemia is higher in girls 39 1 than boys 13 9 Age of the children was not significantly associated with anemia Fisher p 1 000 Meanwhile sex of the children was significantly associated with anemia Chi square p 0 043 The control of anemia should be considered as serious health problem in Indonesia Micronutrient intake of children such as vitamin A vitamin B9 vitamin B12 and iron should be increased to overcome this problem"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nessya Nazzala
"Anemia adalah kondisi konsentrasi hemoglobin atau jumlah sel darah merah di bawah normal berdasarkan kelompok umur jenis kelamin dan kehamilan Kejadian anemia di Indonesia masih cukup banyak terutama pada anak anak Tingginya prevalensi anemia di negara berkembang seperti Indonesia berhubungan dengan tingginya kejadian malnutrisi akibat rendahnya kemampuan ekonomi Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan risiko wasting pada anak usia 3 sampai 9 tahun di Pesantren Tapak Sunan Condet Jakarta Rancangan penelitian ini adalah studi cross sectional Penelitian dilakukan pada tanggal 19 Januari 2011 dengan metode pemilihan sampel total sampling Data yang dikumpulkan berupa usia jenis kelamin berat badan tinggi badan dan kadar Hb Data data tersebut kemudian diolah menggunakan Epi Info dan SPSS Dari penelitian ini didapatkan bahwa dari 50 subjek penelitian mayoritas berjenis kelamin laki laki 56 dan berusia 3 6 tahun 86 Dari 50 subjek 13 di antaranya menderita anemia 26 dan enam di antaranya mengalami risiko wasting 12 Satu dari enam anak dengan risiko wasting juga menderita anemia 16 67 Uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara risiko wasting dengan prevalensi anemia p 0 578

Anemia is a condition when the hemoglobin concentration or the amount of red blood cells is below the normal level in terms of age cluster sex and pregnancy In Indonesia anemia is one of the major problem especially in children High number of anemia prevalence in the developing nation such as Indonesia is related to the high number of malnutrition as the cause of the low economic level This study aims to find out the prevalence of anemia and its association with mild wasting in 3 9 years old children at Tapak Sunan Islamic Boarding School Condet Jakarta The cross sectional design was used in this research and the sample was chosen by total sampling The data which include age sex body weight body height and hemoglobin concentration was taken on 19th January 2011 After that the data is processed by using Epi Info and SPSS From 50 subjects involved in this study 56 are male and 86 are 3 6 years old chidren 13 subjects 26 are suffered from anemia while 6 subjects 12 are suffered from mild wasting Besides that one of six children with mild wasting 16 67 is also suffered from anemia The chi square test shows that there is no significant association between mild wasting and the prevalence of anemia p 0 578
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Girry Al Farisy
"Di Indonesia, prevalensi anemia di masyarakat sebesar 14,8%. Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki resiko tinggi terkena anemia sehingga dapat berdampak pada kemampuan siswa di sekolah. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan asupan zat besi pada anak usia sekolah (13-18 tahun). Data didapatkan dari 90 subyek yang merupakan santri pondok pesantren menggunakan kuesioner food records untuk mengetahui asupan zat besi dan skrining Hb menggunakan alat ukur Hb digital untuk mengetahui status anemia. Dari penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 33,33% dan 98,89% subyek dengan asupan zat besi kurang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Fisher's Exact Test dan didapatkan p=1,00 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara status anemia dengan asupan zat besi.

In Indonesia, the prevalence of anemia in the community is 14.8%. School-age children is a group of community who are in high risk of anemia which may affect their ability in school. This study uses cross-sectional design to measure the prevalence of anemia and its relation with iron intake in school-age student (13-18 years old). Data were obtained from 90 subjects from an Islamic boarding school using food records questionnaires to measure the iron intake and hemoglobin screening using a digital measuring device to determine the status of anemia. The result shows that the prevalence of anemia was 33,33% while the amount of subject with lack of iron intake was 98,89%. Data were analyzed using Fisher's Exact Test test and obtained p = 1.00, which means there is no significant difference between anemia status and iron intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deon Raditya Hibbattino
"Anemia merupakan salah satu sindrom yang menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling umum di dunia. Anemia dapat terjadi pada setiap orang termasuk remaja usia 13-18 tahun. Salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap anemia adalah santri pondok pesantren. Masalah pola makan sering dijumpai sehingga dapat mempengaruhi status gizi santri tersebut. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan menggunakan pengukuran indeks massa tubuh dan kadar hemoglobin dalam darah dari santri Pesantren Tapak Sunan tahun 2011. Pengukuran indeks massa tubuh dikonversi menjadi status gizi berdasar acuan standar antropometri penilaian status gizi anak Kementerian Kesehatan Indonesia, sedangkan kadar hemoglobin akan dikonversi menjadi status anemia menggunakan batasan anemia dari WHO. Dari penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 25,5% dengan tingkat prevalensi pada status gizi baik sebesar 16% dan prevalensi anemia pada gizi lebih sebesar 9,5%. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan nilai kemaknaan p=0,397. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status gizi dengan terjadinya anemia pada santri pesantren tersebut.

Anaemia is a syndrome which occur wideworld and become one of the common health problem around the world. Everyone can suffer anaemia include adolescent aged at 13-18 years old. One of the society member whose at risk to develop anaemia is students of pesantren, they tend to ignore their needs include the needs to eat healthy food. This problem can influence their nutritional status. This study is a cross-sectional study using measurement of body mass index and the concentration of haemoglobin in blood from student of Pesantren Tapak Sunan in 2011. The measurement of body mass index will be converted to nutritional status based on anthropometric assessment of child nutrition standards of Indonesian Ministry of Health, while the concentration of haemoglobin in blood will be converted to anaemic status according to WHO cut-off point. Result show that 25.5% subjects with anaemia and 16% subjects with anaemia have good nutritional status while 9.5% subjects with anaemia have excess nutritional status. Data is analyzed with chi-square and obtained p=0.397 which means that the relationship between nutritional status and anaemia prevalence in the student of pesantren doesnt have a significant means.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mentari Sofyan P.
"Wasting merupakan salah satu masalah kurang nutrisi yang umum terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kondisi tersebut adalah lingkungan yang kurang bersih, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, asupan makanan yang tidak adekuat, dan riwayat penyakit. Umumnya wasting menyerang populasi anak-anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi kronik seperti stunting. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk prevalensi risiko wasting dan hubungannya dengan risiko stunting.
Penelitian tersebut dilakukan dengan rancangan observasional cross-sectional. Sasaran penelitian ini adalah anak usia 3 hingga 9 tahun yang dipilih dengan cara metode total sampling dan dilakukan di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta, pada bulan Januari 2011. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data diri subjek, tinggi badan, dan berat badan. Data tersebut diolah dan dianalisis dengan SPSS dan Epi Info menggunakan uji Fisher.
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa prevalensi risiko wasting sebesar 12% dan prevalensi risiko stunting sebesar 8%. Selain itu, didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara risiko wasting dan risiko stunting (p=1). Hal ini dikarenakan penderita risiko wasting kemungkinan tidak mengalami stunting sebelumnya.

Malnutrition has been one of the worst health problems since a very long time ago. Wasting cases are most likely to occur in developing or third world countries, such as Indonesia. There are many factors that could lead to wasting problem, such as unhealthy environment, poor healthcare facilities and infrastructures, poor nutrition intake, and bad health record. Wasting has higher possibility to occur while someone has been suffering from stunting.
Therefore, the prevalence of wasting risk and the association with stunting risk will be studied further in this research which was conducted at Tapak Sunan Islamic boarding School, Condet, Jakarta on January, 2011 by applying cross-sectional observational method. The data was gathered and obtained from interviews including height and weight measurements of 3 to 9 years old children who were selected by total sampling method. SPSS (Fisher test) and Epi Info were used to process and analyze the data from the research.
It revealed that the prevalence of wasting risk was 12%, while the stunting risk was 8%. Moreover, there was no association between wasting risk and stunting risk (p=1). It is because the subject suffering wasting risk might not suffer from stunting before.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizah Khusnayain Wijayanti
"Anemia merupakan suatu masalah bagi negara berkembang seperti Indonesia. Pada anak-anak, anemia telah diketahui berdampak pada perkembangan kognitif dan keterlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan anak yang terhambat berdasarkan tolak ukur usia sebagai dampak dari anemia disebut stunting. Istilah risiko stunting dalam penelitian ini mengacu kepada HAZ score berdasarkan standar dari NCHS yakni antara -1,1 hingga -2. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dan melibatkan seluruh populasi terjangkau (total sampling) pada anak usia 3-9 tahun di pesantren Tapak Sunan Condet pada tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan risiko stunting. Dari penelitian ini didapatkan data hasil pengukuran tinggi badan, tanggal lahir untuk menentukan usia, dan kadar hemoglobin. Hasilnya, 13 (26%) anak menderita anemia dan 1 dari 13 penderita anemia terkena risiko stunting. Hasil analisis statistik chi-square menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara anemia dengan risiko stunting (p=0,962).

Anemia has been known as one of the worst health problems in develop country, such as Indonesia. Based on study, anemia has impact on children’ cognitive development and growth failure. Children growth failure related age is called stunting. The term of mild stunting is derivated from HAZ score based of NCHS standard which is between -1,1 to -2. This study, which use cross sectional design and included 50 children aged 3 to 9 years old, was held in Pesantren Tapak Sunan in 2011. This study has goal which are to determine the prevalence of anemia and its association with mild stunting. This study use data of height of the children, their date of birth to determine thier age, and hemoglobin levels. The result, 13 (26%) children was known suffering anemia and 1 of 13 of them was in mild stunted. The result of statistic analyze used chi-square showed there was no association between anemia and mild stunting (p=0,962).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laili Nur Hidayati
"Anemia hampir terjadi di seluruh dunia, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Ibu hamil adalah salah satu kelompok rawan gizi yang berisiko terjadi anemia. Dampak anemia dalam kehamilan sangat luas baik mulai dari kehamilan itu sendiri sampai melahirkan dan nifas. Secara tidak langsung anemia merupakan penyebab kesakitan dan kematian baik ibu maupun bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan desain cross sectional yang dianalisis menggunakan uji chisquare. Sampel penelitian sebanyak 110 responden yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Palmerah Jakarta Barat pada Mei 2013. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 37,3% responden mengalami anemia dalam kehamilan. Rata-rata Hb adalah 11,5 gr%. Hb terendah 10 gr% dan Hb tertinggi 13 gr%. Analisi bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan anemia (OR=3,04; CI 95%=1,3-7,4), jarak kehamilan (OR=0,017; CI 95%=1,3-6,3), paritas (OR=0,026; CI 95%=1,2-6,7). Terdapat juga hubungan yang signifikan antara pola konsumsi makanan (0,038; 1,1-5,6), edukasi gizi/konseling gizi (0,023; 1,3-11,4), dan pemberian tablet Fe (0,005; 1,6-13,3). Perlu adanya konseling gizi/edukasi gizi baik secara individu maupun kelompok untuk menurunkan kejadian anemia.

Anemia occurs in almost all over the world, especially in developing countries,including Indonesia. Pregnant women are one of the vulnerable groups at risk of nutritional anemia. Impact of anemia in pregnancy is very wide both starting from the pregnancy itself until delivery and postpartum. Indirectly anemia is a cause of morbidity and mortality both mother and \ baby. This study aims to determine the factors associated with the incidence of anemia in pregnant women with a crosssectional design were analyzed using chi-square test. The research sample of 110 respondents conducted in West Jakarta District Health Clinics Palmerah in May 2013. The results showed as much as 37.3% of respondents experienced anemia in pregnancy. The average hemoglobin was 11.5 g%. Lowest Hb 10 g% and the highest Hb 13 g%. Bivariate analysis showed a significant relationship between age and anemia (OR = 3.04; 95% CI = 1.3 to 7.4), spacing of pregnancy (OR =0.017; 95% CI = 1.3 to 6.3) , parity (OR = 0.026; 95% CI = 1.2 to 6.7). There is also a significant correlation between the pattern of food consumption (0.038; 1.1 to 5.6), nutrition education / nutrition counseling (0,023; 1.3 to 11.4), and Fe tablet (0.005; 1.6 to 13 , 3). Need for nutritional counseling / nutrition education,both individually and collectively to reduce the incidence of anemia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Khairunnisa
"Penatalaksanaan standar tuberkulosis (TB) yang disusun WHO memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Namun, masalah kesehatan pasien pasca-TB, seperti anemia, belum banyak diketahui. Padahal, anemia merupakan masalah kesehatan yang umum pada pasien TB dan dapat terjadi persisten bahkan setelah pengobatan selesai. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi dan gambaran anemia pada pasien pasca-TB serta faktor-faktor yang berhubungan. Pada penelitian cross sectional ini, subjek diambil dari 3 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan metode total sampling. Karakteristik subjek dan gambaran klinis didapat dari wawancara menggunakan kuesioner. Data gambaran radiologis didapat dari foto polos toraks. Kadar hemoglobin dan laju endap darah (LED) diperoleh dari pemeriksaan darah perifer lengkap.
Data indeks massa tubuh (IMT) diperoleh dari pengukuran antropometri. Dari 78 sampel, didapatkan prevalensi anemia pada pasien pasca TB sebesar 19,2% yang terdiri dari anemia mikrositik hipokrom (60%) dan normositik normokrom. Tidak terdapat hubungan antara anemia dengan gambaran klinis, baik batuk, demam atau keringat malam, sesak napas, dan nyeri dada (p>0,05). Anemia juga tidak berhubungan dengan gambaran infiltrat, kavitas, maupun peningkatan LED (p>0,05). Terdapat hubungan antara IMT<18,5 kg/m2 dengan anemia (p=0,013), OR 5,0 (95% CI 1,28-19,46). Anemia masih menjadi masalah kesehatan pada pasien pasca-TB dan berhubungan dengan rendahnya status gizi pada pasien pasca-TB.

Standard tuberculosis (TB) treatment that has been established by WHO has high success rate. Yet, health problem among post-TB patient, such as anemia, has not been studied, though anemia is common health problem in TB patient and can persists even after successful treatment. The study aimed to fnd out prevalence of anemia in post-TB patients and its associated factors. In this cross sectional study, subject was enrolled from 3 subdistrict in Timor Tengah Selatan district, using total sampling method. Subject characteristic and clinical presentation of TB was obtained by interview based on questionnare. Data of radiologic finding was collected by conducting chest X-Ray. Hemoglobin level and erythrocyte sedimentation rate (ESR) was obtained from complete blood count.
Body mass index (BMI) is calculated from anthropometric measurement. Involving 78 subject, this study found prevalence of anemia in post-TB patient is 19,2% consisted of normositic normochromic (60%) and micrositic hypochromic anemia. Neither cough, fever or night sweat, breath difficulty nor chest pain has associaton with anemia (p>0,05). Anemia also has no association with infiltrate, cavity, and elevated ESR (p>0,05). There is association between BMI <18,5 kg/m2 and anemia (p=0,013 ), OR 5,0 (95% CI 1,28-19,46). Anemia still become a health problem for post-TB patient and it is associated with poor nutritional status among post-TB patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Basuki Dwi Lestari
"Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang harus ditanggulangi secara serius. Terjadinya anemia gizi biasanya disebabkan karena jumlah zat besi yang dikonsumsi tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Di samping itu berbagai faktor juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia gizi antara lain kebiasaan makan, kurangnya konsumsi zat gizi lain misalnya vitamin A, vitamin C, protein, infeksi, sanitasi lingkungan, investasi cacing, dan sosial ekonomi. Konsekuensi yang timbul akibat terjadinya anemia gizi adalah produktivitas rendah, terhambatnya perkembangan mental dan kecerdasan, menurunnya kekebalan terhadap penyakit infeksi, morbiditas dll.
Prevalensi anemia gizi remaja putri berdasarkan beberapa hasil penelitian ternyata cukup tinggi, sementara upaya penanggulangan anemia belum mengarah kepada sasaran remaja ini.
Penelitian ini merupakan suatu studi analisis yang menggunakan data sekunder dari Pusat Penelitian dan' Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI. Jenis penelitian ini termasuk penelitian observasional tipe potong lintang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi remaja putri. Variabel dependen penelitian ini adalah status anemia remaja putri, sedangkan variabel independen meliputi investasi cacing, tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi, status Cu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan kebiasaan minum teh. Analisa data meliputi univariat dengan distribusi frekuensi, bivariat dengan uji kai kuadrat, dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia gizi remaja putri sebesar 41.54 %, Disamping itu variabel yang berhubungan berrnakna secara statistik (p < 0.05) dengan kejadian anemia gizi remaja putri adalah variabel investasi cacing, tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C. Dan variabel yang paling berhubungan secara bersama-sama terhadap kejadian anemia gizi adalah variabel tingkat konsumsi vitamin C (p < 0.0383, OR = 2.71, CI 95 % = 1.76614 - 3.65i 66).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar penangguulangan anemia gizi pada remaja putri sudah harus mulai diprioritaskan sehingga perlu adanya program khusus penanggulangan anemia gizi pada remaja putri ini. Disarankan pula dilaksanakannya penyuluhan kepada ibu-ibu mengenai pengetahuan tentang anemia sebab dan akibatnya serta perlunya makanan seimbang kepada remaja putri. Disamping itu perlu adanya penelitian lain mengenai anemia gizi remaja putri sehingga informasi yang didapat bisa saling melengkapi.

Nutritional anemia is one of the major nutritional problems in Indonesia that must be seriously tackled. Nutritional anemia normally occurs when the amount of the iron consumed does not equal to the requirements. Besides, several other factors also contribute to the incidence of nutritional anemia such as, among other things, eating habits, lack of consumption of other nutrients including vitamins A and C, a lack of protein, infection, environmental sanitation, worms infestation, social economic conditions, etc. The consequences arising from nutritional anemia include low productivity, disturbance in mental and intelligence development, decreasing immunity against infectious diseases, morbidity, etc.
According to the results of the research, the prevalence of nutritional anemia among female adolescence is relatively high, whereas the efforts taken to combat anemia have not been directed to' this specific target population.
This research is an analytical study using secondary data from Nutritional Research and Development Centre, Department of Health of the Republic of Indonesia. This is an observational research of a cross-sectional type. The objective of the research is to study the factors relating to the incidence of the nutritional anemia among female adolescence. The dependent variable of the research is the status of anemia among female adolescence, while the independent variables include worms investation, the level of energy, protein, vitamin A, vitamin C and iron consumptions, the status of Cu, educational background of the girls' parents and the habits of tea drinking. Analysis of the data is carried out using univariate method by frequency distribution, bivariate method by chi square test, and multivariate method by logistical regression.
The results of the research have demonstrated that the prevalence of nutritional anemia among female adolescence reaches as high as 41.54 %. In addition, the variables having statistically significant relationship (p < 0.05) with the incidence of nutritional anemia among female adolescence include the investation of worms, and the level of energy, protein, and vitamin C consumptions. And the variable having the closest bearing to the incidence of nutritional anemia is the level of vitamin C consumption (p = 0.0383, OR = 2.71, 95 % CI = 1.76614 - 3.65166).
Based on the results of the research, it is recommended that the handling of nutritional anemia among female adolescence should be prioritized by commencing a special improvement program. Another recommendation is given for the implementation of guidance and education campaign to the mothers on the causes and consequences of anaemia, and the need of providing a balanced diet for their daughters. Further researches and studies on nutritional anemia among female adolescence are deemed necessary, so that all the information obtained will complement each other.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiani Mar Atussalehah
"Jumlah kasus risiko stunting di Indonesia pada tahun 2008 adalah 33 2 dari total jumlah anak di Indonesia tahun 2011 dinyatakan sepertiganya tergolong stunting Stunting merupakan kurang gizi yang kronis terjadi sejak dalam kandungan dan awal kelahiran sehingga dapat teridentifikasi pada usia tertentu Dampak dari stunting adalah produktifitas menjadi rendah ketika dewasa sehingga berpengaruh pada kemajuan bangsa
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi risiko stunting dan hubungannya dengan usia dan jenis kelamin guna menentukan tindakan untuk menangani masalah tersebut Rancangan penelitian ini adalah studi cross sectional Data yang dikumpulkan pada tanggal 19 Januari 2011 di Pesantren Tapak Sunan Condet berupa data antropometri tinggi badan anak usia 3 9 tahun Data selanjutnya dianalisis untuk mengetahui hubungan usia dan jenis kelamin dengan risiko stunting Hasilnya menunjukkan dari 50 subjek 28 laki laki dan 22 perempuan 4 anak berisiko stunting yakni usia 3 6 tahun sebanyak 1 anak 2 3 dan usia 7 9 tahun 3 anak 42 9 2 laki laki 7 1 dan 2 perempuan 9 1
Berdasarkan uji chi square disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan risiko stunting p 0 001 namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan risiko stunting p 0 801 Adanya hubungan antara usia dengan resiko stunting karena pada usia 3 9 tahun terdapat perlambatan pertumbuhan sehingga kemungkinan untuk munculnya risiko stunting yang telah terjadi sejak dalam kandungan atau lahir lebih teridentfikasi.

The prevalence of stunting risk in Indonesia on 2008 is 33 2 while in 2011 of all children in Indonesia one third of them is classified as stunted Stunting is a chronic nutrition disorder which happened since pregnancy and new born baby that caused stunting can be detected in any period age Stunting lowers the children productivity after they grow into adults and affects the national development
The aim of this research is to know the prevalence of stunting risked children and its relation with age and sex so the problem can be solved This research used cross sectional design The data which was collected on 19 January 2011 is an anthropometric data in this term body height from children aged 3 9 years old Then the data was analyzed to determine the relation between the age cluster and sex with stunting risk From 50 children 28 boys and 22 girls observed the result shows that 4 children are at risk of stunting one's 3 6 years old age cluster child 2 3 and three's 7 9 years old age cluster children 42 9 besides that 2 boys 7 1 and 2 girls 9 1 are at risk of stunting
By using chi square test we can conclude that there is a significant association between age cluster and risk of stunting p 0 001 but there isn't any significant association between sex and risk of stunting p 0 801 The relationship of age and stunting risked in 3 9 years old is caused by the children growth deceleration in that period is easier to be identified.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>