Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felicia Dwi Wulandari
"Latar belakang: Air tanah merupakan satu-satunya sumber air bersih di Kelurahan Kukusan, Beji, Depok.Sampel air baku diambil dari sumur sebuah rumah kos di daerah Kukusan yang memiliki kadar besi dan mangan yang melewati standar baku air bersih yang ditetapkan Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010. Penelitian dilakukan dengan biosand filter untuk penyisihan besi dan mangan secara biologis dengan bantuan bakteri pengoksidasi besi dan mangan.
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui efisiensi penyisihan besi dan mangan serta mengetahui pengaruh waktu tinggal, pH, dan suhu terhadap kinerja biosand filter.
Bahan dan metode: Penelitian dilakukan dengan biosand filter skala pilot plant berbentuk silinder berdiameter 20 cm yang terbuat dari bahan akrilik. Media pasir yang digunakan berdiameter 0,595 - 1,19 mm (d10 = 0,425 mm; UC 1,6) dengan ketebalan 50 cm. Penelitian dilakukan tanpa aerasi dan menggunakan waktu tinggal 24 jam.
Hasil: Dalam 40 hari penelitian, penyisihan besi dan mangan masing-masing mencapai 77,67% dan 25%. Penyisihan mangan belum mencapai steady state sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyisihan mangan.

Background: Ground water is tlie only water resource for Kelurahan Kukusan, Beji, Depok. Water samples collected from a board house’s well in Kukusan had relatively higher iron (Fe) and manganese (Mn) than the permissible limits specified in Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010. The study was conducted with biosand filters for biological removal of iron and manganese with the help of iron and manganese oxidizing bacteria.
Objective: The study aims to determine the removal efficiency of iron and manganese as well as determine the effect of residence time, pH, and temperature on the performance of biosand filters.
Materials and methods: The study was conducted at the cylindrical pilot plant scale biosand filter with 20 cm in diameter made of acrylic material. Medium sand used is from 0.595 to 1.19 mm in diameter (d10 = 0.425 mm; UC 1.6) with a thickness of 50 cm. The study was conducted without aeration and the use of 24-hour residence time.
Results: In the 40 days of study, the removal of iron and manganese respectively reached 77.67% and 25%. The removal of manganese has not reached steady state so that further research needs to be done against the removal of manganese.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Febrina N.S.L.
"Daur ulang air limbah domestik semakin banyak diterapkan di dunia sebagai salah satu solusi alternatif untuk menangani masalah kelangkaan air. Penelitian ini dilakukan untuk menilai kinerja granular activated carbon dengan diameter bervariasi sebagai pengolahan tersier dalam mereduksi Chemical Oxygen Demand dan NH3-N untuk mencapai standar air daur ulang untuk pembilasan toilet di lokasi Perpustakaan Pusat UI.
Metode yang digunakan adalah uji isotherm Freundlich dengan sistem batch dan uji kolom karbon aktif dengan sistem kontinu. Untuk parameter COD, kapasitas adsorpsi (Kf) dan intensitas adsorpsi (1/n) yang diperoleh dari uji isotherm sebesar 0,1482 dan 0,545 untuk karbon aktif (8 x 16) mesh; 0,2273 dan 0,4743 untuk karbon aktif (8 x 30) mesh. Sementara untuk parameter NH3-N, nilai Kf dan 1/n sebesar 0,0028 dan 1,7135 untuk karbon aktif (8 x 16) mesh; 0,0066 dan 1,4727 untuk karbon aktif (8 x 30) mesh.
Dari penelitian juga diperoleh laju penggunaan karbon untuk menurunkan kadar COD hingga mencapai standar kualitas kelas I PP 82 tahun 2001 yaitu 38,367 gr/l untuk karbon aktif (8 x 16) mesh dan 33,251 gr/l untuk karbon aktif (8 x 30) mesh. Untuk parameter NH3-N, laju penggunaan karbon aktif (8 x 16) mesh sebesar 33,377 gr/l dan 31,313 gr/l untuk karbon aktif (8 x 30) mesh.
Disimpulkan bahwa karbon aktif (8 x 30) mesh lebih baik dalam menurunkan kadar COD dan NH3-N dibandingkan karbon aktif (8 x 16) mesh. Karbon aktif juga memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar COD hingga 0 mg/l dan memenuhi standar kualitas air kelas I pada PP no. 82 tahun 2001, namun kadar NH3-N terendah sebesar 11,75 mg/l belum mencapai standar tersebut.

Domestic wastewater recycling is increasingly practiced throughout the world as an alternative solution to deal with water scarcity. This study was conducted to assess the performance of granular activated carbon with varying diameter as tertiary treatment to reduce Chemical Oxygen Demand and NH3-N to reach the standard of recycled water for flushing toilets at Perpustakaan Pusat UI.
The experimental method were Freundlich isotherm test in batch system and activated carbon column test in continuous systems. For COD, the adsorption capacity (Kf) and adsorption intensity (1/n) obtained from the isotherm test were 0.1482 and 0,545 for activated carbon (8 x 16) mesh; 0.2273 and 0,4743 for activated carbon (8 x 30) mesh, while for NH3-N the results were 0.0028 and 1,7135 for activated carbon (8 x 16) mesh; 0.0066 and 1,4727 for activated carbon (8 x 30) mesh.
It was also obtained from this study that the carbon usage rates of COD to reach the first class standard quality of PP 82/2001 were 38,367 g/l for activated carbon (8 x 16) mesh and 33,251 g/l for activated carbon (8 x 30) mesh. For NH3-N parameter, the usage rates of carbon (8 x 16) mesh was 33,377 g/l and 31,313 g/l for activated carbon (8 x 30) mesh.
It was concluded that activated carbon (8 x 30) mesh was better in lowering COD and NH3-N than activated carbon (8 x 16) mesh. Activated carbon also had the ability to reduce COD up to 0 mg/l and meet water quality standards Class I PP 82/2001, but the lowest NH3-N concentration (11,75 mg/l) had not reach that quality standard.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Dyah Ayu Mustika Rini
"Bekerjasama dengan CCAI, Laundry KDS berkomitmen untuk menjadi pelopor green economy UMKM. Laundry KDS telah mengolah limbahnya dengan IPAL sederhana. Efluen IPAL memenuhi baku mutu Kepmenlh 112/2003 dan berpotensi untuk didaurulang dengan unit pengolahan lanjutan seperti kolom adsorpsi GAC. Penelitian ini bertujuan untuk merekomendasikan desain kolom yang sesuai. Metode penelitian meliputi uji isotherm untuk mengetahui konstanta isotherm Kf, 1/n, dan carbon usage rate (CUR) teoritis untuk adsorpsi senyawa KMnO4 dengan pemodelan Freundlich dan metode uji kolom untuk mengetahui bed life. Diperoleh nilai Kf, 1/n, dan CUR sebesar 1,1246 (mg/g)(L/mg)1/n, 0,175, dan 56,6 gram/L.
Uji kolom dilakukan selama 10 jam. Konsentrasi KMnO4 efluen melebihi baku mutu hampir pada jam ke 5 setelah mengolah air sebanyak 15700 ml. Desain kolom skala lapangan adalah berupa pipa berdiameter 12 inchi sebanyak 4 kolom, masing-masing setinggi 100 cm untuk mengolah efluen IPAL sebanyak rata-rata 10 liter per menit dengan 130 kg GAC dan bed life selama 29 minggu atau 10 bulan. Artinya setiap 7 bulan sekali, GAC di dalam kolom perlu diregenerasi.

Laundry KDS treats its waste water with a simple Sewerage Treatment Plant (STP). The quality of STP effluent is as the standard of Kepmenlh 112/2003 and potentially recycled by adding an advanced treatment like adsorption column using GAC. This final project aims to recommend the proper column design. The methods cover isotherm test to determine Kf,1/n, and teoritical carbon usage rate (CUR) to adsorb KMnO4 using Freundlich modeling, and column test to predict the bed life. It found Kf, 1/n, and CUR are 1.1246 (mg/g)(L/mg)1/n, 0.175, and 56.6 gram/L respectively.
The column test is carried out for 10 hours. The concentration of KMnO4 of the pilot column effluen sample is higher than the maximum standard at the fifth hour after treating 15000 ml of volume. The full-scale column design is made up of pipe that is 12 inch in diameter. There are 4 column with 100 cm in height respectively to treat 10 liter per minutes of STP effluent with 130 kg of GAC and bed life 29 weeks or 7 months. It means the GAC has to be regenerated once in every 7 months.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Ragina B.
"ABSTRAK
Penggunaan air rumah tangga yang tinggi biasanya terjadi dalam sebuah kota
metropolitan, seperti halnya kota Jakarta. Standar kebutuhan air domestik yang
ditetapkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum adalah sebesar 126,9
liter/kapita/hari sementara standar kebutuhan air yang ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan adalah 150 liter/orang/hari. Menurut Kajian dan Verifikasi Cakupan
Layanan Air Minum Perpipaan di DKI Jakarta Tahun 2009, tingkat konsumsi air
rata-rata rumah tangga pelanggan PAM adalah sebesar 253,302 liter/orang/hari
sampai 261,496 liter/orang/hari, sementara tingkat konsumsi air rata-rata rumah
tangga yang bukan pelanggan PAM di wilayah DKI Jakarta adalah sebesar
204,698 liter/orang/hari. Penduduk miskin Jakarta mengalami peningkatan dari
51,24 ribu jiwa pada Maret 2011 menjadi 363,42 ribu jiwa, dibandingkan Maret
2010 yang hanya 312,18 ribu jiwa.Jumlah ini sekitar 3,75 % dari total penduduk
Jakarta. Ironisnya di beberapa tempat warga kelas ekonomi menengah bawah
terpaksa membeli air dengan harga mahal ataupun membuat sumur komunal
karena tidak terlayani jaringan pipa air bersih atau PAM. Maka diperlukan data
penggunaan air domestik pada rumah tangga kelas ekonomi menengah ke bawah
dengan harapan dapat dijadikan dasar perbaikan layanan jaringan pipa air bersih.
Melalui metode wawancara dengan menggunakan kuisioner diketahui pola
penggunaan air rumah tangga kelas ekonomi menengah ke bawah kota Jakarta
adalah mandi sebesar 193,89 liter/orang/hari, masak beras sebesar 2,66
liter/orang/hari, merebus bahan makanan sebesar 0,18 liter/orang/hari, minum
sebesar 2,23 liter/orang/hari, mencuci pakaian sebesar 42,39 liter/orang/hari,
mencuci peralatan makan sebesar 19,41 liter/orang/hari, mencuci kendaraan
sebesar 3,87 liter/orang/hari, sehingga total penggunaan air rumah tangga kelas
ekonomi menengah ke bawah di kota Jakarta adalah sebesar 264,64
liter/orang/hari. Dari seluruh data hasil sampling yang diolah dengan dengan
metode korelasi dan regresi pada Ordinary Least Square didapatkan kesimpulan
bahwa tingkat pendapatan tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaan
air rumah tangga. Data dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
penggunaan air rumah tangga yang representatif terhadap kota Jakarta.
Large quantities of household water consumption usually occurs in a metropolitan

ABSTRACT
city, as well as Jakarta. Standard domestic water requirements set by Kementrian
Pekerjaan Umum is at 126.9 liters/capita/day while the standard water
requirement established by the Departmen Kesehatan is 150 liters/person/day.
According to the “Kajian dan Verifikasi Cakupan Layanan Air Minum Perpipaan
di DKI Jakarta” in 2009, the average level of household water consumption using
PAM amounted 253.302 liters/person/day to 261.496 liters/person/day, while the
average level of water consumption of households that is not using PAM is equal
to 204.698 liters/person/day. The amount of citizens with middle-low class of
economy in Jakarta has increased from 51,240 in March 2011 to 363,420
inhabitants, compared to March 2010 is only 312.180. This amounts to about
3.75% of the total population in Jakarta. Ironically in some places middle-low
economic class citizens forced to buy water at high prices or make a communal
well as underserved water pipelines or PAM. Through interviews using a
questionnaire method it is known the patterns of water usage in household with
middle-low economic class in Jakarta. Water usage of shower is 193.89
liters/person/day, rice cooking by 2.66 liters/person/day, boiling food by 0.18
liters/person/day, drinking of 2.23 liters/person/day, washing clothes for 42.39
liters/person/day, washing dishes of 19.41 liters/person/day, washing vehicles at
3.87 liters/person/day, so the total water usege in household with middle-low
economic classes in the city is amounted to 264.64 liters/person/day. The entire
data sampling results was processed by the correlation and regression method in
the Ordinary Least Squares. It is concluded that the level of income does not
affect the use of household water significantly. The data in this study is expected
to be a source of domestic water use that are representative of the Jakarta city."
2014
S53118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nilam Sari
"Rumah Sakit, yang merupakan salah satu fasilitas kesehatan bagi publik, tentu akan menghasilkan limbah, salah satunya adalah limbah cair. Limbah cair tersebut tentu harus diolah terlebih dahulu di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit agar sesuai dengan baku mutu air limbah rumah sakit dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 1995. Namun demikian, dalam proses pengolahan air limbah, tidak dapat dihindari kemungkinan terlepasnya pencemar udara mikrobiologis (bioaerosol) ke udara sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh proses pengolahan pada unit pengolahan penghasil bioaerosol serta parameter fisik udara terhadap konsentrasi bioaerosol, khususnya bakteri dan fungi, selama proses pengolahan air limbah. Hasil pengukuran yang didapatkan menunjukkan bahwa di IPAL Terpadu 1, konsentrasi bakteri tertinggi terdapat di bak aerasi, yaitu 17.385±10.044 CFU/m3 sedangkan konsentrasi fungi tertinggi terdapat di bak ekualisasi yaitu 2.968±1.349 CFU/m3; dan di IPAL Terpadu 2, konsentrasi bakteri tertinggi terdapat di bak ekualisasi, yaitu 6.784±4.198 CFU/m3 sedangkan konsentrasi fungi tertinggi terdapat di bak sedimentasi yaitu 2.544±899 CFU/m3. Hasil pengukuran tersebut melebihi ambang batas konsentrasi bioaerosol pemukiman yang digunakan sebagai acuan baku mutu lingkungan, yaitu konsentrasi bakteri sebesar 1.272 CFU/m3 dan fungi sebesar 388 CFU/m3. Tingginya konsentrasi bioaerosol dipengaruhi oleh beberapa parameter fisik udara. Parameter yang paling dominan memengaruhi mikroba tumbuh dan bertahan hidup di udara, yaitu temperatur dan Kelembaban udara. Untuk mencegah penyebaran bioaerosol yang berlebihan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar, diperlukan jarak penyangga IPAL RS dari lingkungan sekitar, yaitu lebih dari 50 meter. Selain itu, upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah menanam tanaman pagar atau pepohonan di sekitar IPAL RS.

Hospital, which is one of health facilities for public, will produce waste, such as wastewater. The wastewater must be processed at Hospital Wastewater Treatment Plant (WWTP) to comply with the hospital wastewater quality standard based on the Indonesia’s Ministry of Health Decree Number 58 at 1995. However, in the treatment process, it is inevitable for the possibility of microbial air pollutants (bioaerosol) released to surrounding air. The objective of this research are to study the effect of treatment processing in the unit where produced bioaerosol and the physical parameters to the concentration of bioaerosol, particularly bacteria and fungi, during the treatment processes. The measurement results show that in the Integrated WWTP 1, the highest concentration of bacteria is found in the aeration basin, which is 17.385±10.044 CFU/m3 while fungi concentration was the highest in the equalization basin which is 2.968±1.349 CFU/m3; and in the Integrated WWTP 2, the highest concentration of bacteria is found in the equalization basin, which is 6.784±4.198 CFU/m3 while fungi concentration was the highest in the sedimentation basin which is 2.544±899 CFU/m3. These measurements exceeds the threshold concentration of bioaerosol at residential area which used as a reference for environmental quality standards, which is the concentration of bacteria is 1.272 CFU/m3 and fungi is 388 CFU/m3. The high concentration of bioaerosol are affected by several physical parameters of air. The most dominant parameters that affect the microbial growth and survival in the air are temperature and humidity. To prevent excessive dispersion of bioaerosol that can cause negative impacts on the surrounding area, it is required some buffer distance from the hospital WWTP to surrounding environment, which is more than 50 meters. In addition, other preventive efforts are planting trees around the fence or surrounding the hospital WWTP area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S54138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risha Novriana T.
"Sebagai salah satu komponen sistem transportasi, terminal merupakan titik simpul dalam jaringan transportasi. Terminal merupakan tempat dimana penumpang masuk dan meninggalkan lokasi serta mempunyai peran penting untuk pengendalian dan pengaturan sistem pelayanan angkutan umum. Permasalahan yang terjadi di terminal adalah terjadinya kondisi antrean bus yang sedang menunggu penumpang pada lajur bus terminal. Dampak yang diakibatkan oleh kondisi antrean tersebut adalah meningkatnya emisi gas buang kendaraan bermotor. Salah satu emisi gas buang kendaraan bermotor yang berbahaya dan sulit dikendalikan adalah polutan NOx yang terdiri dari polutan NO dan polutan NO2. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap konsentrasi NOx pada udara ambien di sekitar lajur bus terminal. Metode yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi NOx adalah metode Griess Slatzman sesuai dengan SNI 19-7119.2-2005. Hasil penelitian menunjukkan jenis kendaraan berbahan bakar gas memiliki kontribusi terkecil dalam mempengaruhi besarnya nilai konsentrasi NOx yang terukur di lajur bus terminal blok-m. Nilai korelasi hubungan antara volume bus terhadap konsentrasi NOx sebesar 0,055 – 0,856. Hasil tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara volume bus dengan konsentrasi pencemar udara (NO dan NO2) bernilai sangat lemah hingga kuat. Nilai konsentrasi NOx yang terukur berada di bawah baku mutu 400 μg/m3. Nilai RQ hasil perhitungan menunjukkan para pemilik kios yang berada di lajur bus masih berada dalam tingkat risiko yang cukup aman.

As one component of the transportation system, terminal represents a nodal point in transportation network. Terminal is a place where passengers enter and leave the site as well as having an important role for the control and regulation of public transport service system. The problems that occur in the terminal is the condition of the bus queue for waiting the passengers at the bus lanes. Impact caused by the condition of the queue is increasing exhaust emissions of motor vehicles. One of the exhaust emissions of motor vehicles which is dangerous and difficult to control is NOx pollutants, consisting of NO and NO2. Therefore, it is necessary to study the NOx concentration in the ambient air around the terminal bus lanes. The method used for measuring the concentration of NOx is Griess Slatzman method in accordance with SNI 19-7119.2-2005. The results showed the type of gas-fueled vehicles have the smallest contribution in influencing the value of the NOx concentration measured in bus lanes Terminal Blok M. Value of the correlation relationship between the volume of buses and NOx concentration is 0,055 – 0,856. The results showed that the correlation between the volume of buses with air pollutant concentrations (NO and NO2) is worth very weak to strong. NOx concentrations measured values were well below the standards 400 μg/m3. RQ value calculation results indicate that the stall owners were in the bus lane is still in a fairly safe level of risk."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairuddin Hasyim
"ABSTRAK
Seiring dengan makin meningkatnya kegiatan pertambangan batubara di Indonesia yang ditetapkan sebagai primadona ekspor tahun 2000 dan juga sebagai energi alternatif pengganti migas, diikuti pula dengan kerusakan dan pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya, maka pengelolaan lingkungan di pertambangan batubara perlu mendapat perhatian khusus.
Permasalahan yang muncul pada pengelolaan lingkungan di pertambangan batubara terutama berkaitan dengan kegiatan pengelolaan air limbah, pengelolaan debu, pelaksanaan reklamasi, revegetasi dan pertumbuhan tanaman. Hal ini terlihat dengan banyaknya tanggapan yang muncul di media massa.
Salah satu kegiatan dalam dokumen AMDAL adalah Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang pelaksanaannya sudah berjalan 9 tahun sejak penelitian ini dilakukan.
Kegiatan Pertambangan Batubara dengan kapasitas produksi ~ 200.000 ton/ tahun merupakan salah satu kegiatan wajib AMDAL pada Bidang Pertambangan Umum dan Energi yang juga sebagai salah satu objek Pemantauan Lingkungan (RKL dan RPL) yang dipantau oleh Direktorat Pertambangan Umum.
Pada tahun 1995/1996 di Indonesia terdapat 62 buah Perusahaan Tambang Batubara yang telah mempunyai dokumen AMDAL (RKL dan RPL), 16 perusahaan diantaranya telah dilakukan pemantauan secara rutin oleh Direktorat Teknik Pertambangan Umum melalui PIT sejak tahun 1994/1995.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelaksanaan pengelolaan lingkungan di tambang batubara sesuai RKL dan RPL. Secara khusus untuk melihat seberapa jauh kebijakan, organisasi dan personalia, ketersediaan sarana, prasarana dan biaya berkaitan dengan pengelolaan lingkungan di tambang batubara, serta hubungannya dengan pelaksanaan RKL dan RPL.
Hasilnya diharapkan dapat memberikan masukan pada berbagai pihak terutama untuk meningkatkan kinerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Sampel adalah total populasi yaitu 16 tambang batubara yang dipantau secara rutin sejak tahun 1994- 1996 oleh Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT).
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil jawaban kuesioner Kepala Teknik Tambang tahun 1996, isi kuesioner mencakup variabel independen berkenaan dengan kebijakan, organisasi dan personalia, prasarana, sarana, dan biaya. Data sekunder diperoleh dari laporan rutin dari pemrakarsa, dan laporan tahunan dari hasil pemantauan PIT tahun 1994-1995.
Untuk melihat besaran masalah dilakukan analisis persentase dan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan independen digunakan uji statistik Fisher Exact Test (2-tailed) pada a = 0,1.
Hasil yang diperoleh ; 1) pelaksanaan pengolahan air limbah, reklamasi dan revegetasi umumnya belum berjalan dengan baik, sedangkan pengelolaan debu dan pertumbuhan tanaman sudah baik. 2) Penyusunan RTKL dan penyampaian laporan rutin umumnya sudah baik. 3) Secara kuantitas tenaga yang tersedia sudah baik tetapi kualitas tenaga ahli yang tersedia masih kurang. 4) Sebagian besar perusahaan telah mempunyai sarana pengolahan air limbah dan debu serta bibit tanaman yang cukup, tetapi sarana untuk pengambilan sampel masih kurang. Umumnya biaya yang tersedia untuk pengelolaan lingkungan masih terbatas. 5) Dari hasil uji statistik terlihat bahwa Penyampaian laporan rutin (kebijakan) berhubungan dengan pengelolaan air limbah (p-value 0,063), 6) Status tenaga ahli (organisasi dan personalia) berhubungan dengan pertumbuhan tanaman dan pengelolaan air limbah (p-value 0,040 dan 0,063). Masa kerja kepala teknik tambang berhubungan dengan pengelolaan debu (p-value 0,025). 7) Kelengkapan Sarana dan prasarana berhubungan dengan pengelolaan air limbah (p-value 0,088).
Ketersediaan biaya berhubungan dengan pengelolaan debu (p-value 0,063).
Dari hasil etudi ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan belum sesuai dengan RKL dan RPL yang telah disepakati, terutama pada kegiatan pengelolaan air limbah, pelaksanaan reklamasi dan revegetasi.
Untuk terlaksananya pengelolaan lingkungan sesuai RKL dan RPL di tambang batubara perlu perhatian khusus terhadap variabel yang mempunyai daya ungkit besar seperti penyampaian laporan rutin, ketersediaan tenaga ahli, dan pengalokasian biaya.

ABSTRACT
The Implementation of Environmental Management and Monitoring Plans (RKL and RPL) in A Coal Mine (An Evaluation Study of 16 Coal Mining Enterprises in Indonesia)In line with the ever increasing coal mining activities in Indonesia, which was determined as the primadona to produce export commodity by the year 2000, therefore, environmental management in the coal mining areas need special attention. It became imperative, since coal is the energy alternative replacing oil gas and the cause of environmental pollution that followed during the mining activities.
The issue emerged in environmental management in coaltation management activities. Such can be seen in the many responses emerging in the mass media.
One of the activities in the AMDAL Document is the RKL (Environmental Management Plan) and RPL (Environmental Monitoring Plan), the implementation of which, took place some 9 years since this study was carried out.
Coal mining activities which a production capacity >200.000 tons per year constitutes one of the activities that needs an AMDAL study in the field of General and Energy Mining. It is also an object of Environmental Monitoring and Management Plans that are monitored by the General Works Directorate.
In 1995/1996 there were in Indonesia some 62 coal mining enterprises that have already AMDAL documents (RKL and RPL). Sixteen of them were monitored routinely by Technical Directorate of General Mining by way of PIT since 1994/1995.
The objectives of this study are to know the factors that influence the level of Environmental Management implementation at the coal mine, in accordance with the pre-scribed RKL and RPL. Specifically, it is to see how far the policy, organization and personalia, availability of infra-structure and cost that relate to environmental management in the coal mine and interactions with the implementation of RKL and RPL.
The result expected is to provide input to the various parties, especially to increase the activities in environmental management and monitoring.
The design of this study is cross-sectional. This study is descriptive in nature. The sample taken is the total population, namely 16 coal mines that are routinely monitored since'1994-1996 by the Mining Inspection Implementor (PIT).
The data collected covers primary and secondary data. Primary data was obtained from the responses of the 199S mining technical, chief questionnaires. The questionnaire content includes independent variables relating to policies, organization and personalia, infra-structure and facilities and cost. Secondary data was obtained from routine reports of proponent and annual report of PIT's monitoring results of 1994-1995.
To get the issues' magnitude, thence, percentage analysis was undertaken. To see the association between dependent and independent variables, the Fisher Exact Test (2-tailed) was used at alpha = 0,1.
The results obtained were:
1) The implementation of waste water processing, reclamation and revegetation, in general, do not yet run properly, whereas dust and greenery growth management is good.
2) The formulation of Annual Environmental Management Plan (RTKL) and routine report submission is good.
3) Quantitatively, available manpower is good, but the qualities of available expertise are meager.
4) The majority of enterprises have waste water and dust processing plans as well as sufficient plant seedlings, but the means of sample takings are still wanting. In general, the available fund for environmental management is still limited.
5) Statistical tests showed that routine report (policy) submission is associated with waste water management (p-value 0,063).
6) expertise status (organization and personalia) are associated with greenery growth, and waste water management (p-value 0,040 and 0,008), mining technical chief working years' duration is associated with dust management (p-value 0,025).
7) Infrastructure and facilities' completeness are associated with waste water management (p-value 0,086), availability of funds is associated with dust management (p-value 0,063).
From the results of this study, it can be concluded that environmental management and monitoring implementation is not yet in accordance with RKL and RPL already agreed upon, especially in the waste water management, implementation of reclamation and revegetation.
The realization of environmental management as stated in the RKL and RPL in the coal mine, special attention need be given to wards the variable has the greatest lever power like routine report submission, availability of expertise and fund allocation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Caesaria
"Timbulan limbah padat yang terus meningkat serta minimnya lahan TPA mendorong timbulnya upaya untuk mengatasi masalah persampahan, salah satunya dengan Extended Producer Responsibility (EPR) dimana tanggung jawab produsen diperluas hingga tahap post-consumer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi reduksi sampah kemasan di apartemen dengan diterapkannya konsep EPR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata timbulan sampah di Apartemen Gardenia Boulevard dan Kalibata Residence adalah 0,226 dan 0,342 kg/orang/hari atau sebesar 2,746 dan 2,687 liter/orang/hari, dengan sampah kemasan sebesar 63,5% dan 43,7% dari total limbah padat anorganik yang dihasilkan.Rekomendasi mekanisme pelaksanaan konsep EPR yang sesuai untuk Apartemen Gardenia Boulevard adalah melakukan penarikan kembali produk dan/atau kemasan yang habis masa pakainya dan dikelola melalui cara reuse dan recycle oleh produsen. Sedangkan untuk Apartemen Kalibata Residence pelaksanaan EPR akan memanfaatkan lapak disekitar lokasi untuk selanjutnya disalurkan ke pabrik daur ulang. Dengan diterapkannya konsep EPR kemasan di Apartemen Gardenia Boulevard dan Kalibata Residence dapat mengurangi timbulan limbah padat anorganik yang dibawa ke TPST Bantar Gebang yaitu sebesar 55,2% dan 50,2%.

The continously increasing solid waste generation and lack of landfill area encourage efforts to tackle the waste problem. This includes Extended Producer Responsibility (EPR) where a producer?s responsibility for a product is extended to the post-consumer stage of the product?s lifecycle, including its final disposal. This study aims to determine the reduction potential of packaging waste in apartment with the implementation of EPR concept.
The results showed that the rate of waste generation in Gardenia Boulevard and Kalibata Residence is 0.226 dan 0.342 kg/person/day or 2.746 dan 2.687 liters/person/day, respectively, in which the packaging waste is 63.5% and 43.7% of the total inorganic solid waste generated. Recommendation mechanism for EPR concept in Gardenia Boulevard is product/waste collection in the post-consumer stage and then managing with reuse and recycle. Whereas in Kalibata Residence, retailer close to building will accept packaging waste to convey it afterwards to recycling plant. The implementation of EPR concept in Gardenia Boulevard and Kalibata Residence can reduce the generation of inorganic solid waste brought to Bantar Gebang landfill by 55.2% and 50.2%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halvarra Yuanita
"Saringan pasir lambat merupakan salah satu metode pengolahan yang menjadi pilihan karena alat dan bahan yang mudah didapat, pengoperasiannya yang mudah, serta keefektifannya menyisihkan kontaminan dalam air yang baik. Untuk meningkatkan kehandalan penyisihan saringan pasir lambat, dapat dilakukan pengolahan pendahuluan salah satunya prasedimentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kehandalan saringan pasir lambat dengan proses prasedimentasi dan saringan pasir lambat tanpa prasedimentasi dalam menyisihkan besi, mangan, kekeruhan dan fekal koliform. Dibuat dua filter dari drum berkapasitas 150 liter dengan spesifikasi yang sama. Media filter direncanakan dengan spesifikasi yang sama, namun pada saat sieve analysis didapatkan untuk filter acuan, lapisan pasir 1 nilai ES = 0,2 mm dan UC = 3 & pada lapisan pasir 2 nilai ES = 0,45 dan UC = 2,2. Sedangkan filter I lapisan pasir 1 nilai ES = 0,15 mm, UC = 2,33 dan lapisan pasir 2 nilai ES = 0,4 mm dan UC = 1,88. Kedua filter dioperasikan secara intermittent dalam skala pilot. Sumber air baku yang dijadikan objek studi adalah air Danau Mahoni Universitas Indonesia karena tingkat pencemarannya yang berada di atas baku mutu air minum. Kehandalan filter acuan dengan perlakukan prasedimentasi untuk penyisihan besi sebesar 95%-97,94%, mangan 50-80%, kekeruhan 92,15-97,78 %, dan fekal koliform 90- 99,57%. Kehandalan efisiensi penyisihan filter I tanpa prasedimentasi untuk parameter besi tidak dapat disisihkan, mangan 50-93,33%, kekeruhan 50,28-94,26 %, dan fekal koliform 82,61-99,86%.

Slow sand filter is one of the processing methods that is chosen because of easy-to-obtain tools and materials, easy to operate, and its effectiveness of removing contaminants in good water.To improve the reliability of slow sand filter removal, preliminary processing can be carried out, one of which is pre-sedimentation. The purpose of this study was to compare the reliability of slow sand filters with pre-sedimentation processes and slow sand filters without pre-sedimentation in removing iron, manganese, turbidity and faecal coliform. Two filters are created from a 150 liter drum with the same specifications. Media filters are planned with the same specifications, but when sieve analysis is obtained the results are: for reference filter, sand layer 1 ES value = 0.2 mm and UC = 3 & in sand layer 2 ES values = 0.45 and UC = 2.2 . While filter I sand layer 1 ES value = 0.15 mm, UC = 2.33 and sand coating 2 ES values = 0.4 mm and UC = 1.88. Both filters are operated intermittently on a pilot scale. The raw water source used as the object of study is the Lake Mahoni, University of Indonesia because of the level of pollution that is above the drinking water quality standard. Removal efficiency of reference filter with treatment of pre-sedimentation for iron removal was 95%-97.94%, manganese 50-80%, turbidity 92.15-97.78%, and faecal coliform 90-99.57%. The efficiency of filter I without prasedimentation for iron parameters cannot be excluded, manganese is 50-93.33%, turbidity 50.28 - 94.26%, and fecal coliform 82.61-99.86%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes William Chandra
"Struktur podium dan tower seringkali dimodelkan secara terpisah dan diasumsikan terjepit di atap podium untuk memudahkan perhitungan. Pada penulisan ini akan dilakukan analisis dinamik 3D pada struktur podium multi tower secara utuh dan terpisah dengan bantuan program ETABS untuk mengetahui karakteristik dinamik dari struktur tersebut. Metode respons spektrum digunakan untuk mengetahui gaya geser pada bagian dasar dan setiap lantai yang diakibatkan oleh gempa berdasarkan peraturan SNI 1726:2012. Pada penelitian ini dibuat struktur podium dengan dua tower, tiga tower, dan empat tower dengan bentuk tipikal dan memiliki keteraturan yang baik. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa periode getar struktur podium multi tower lebih ditentukan oleh periode getar dari sub-struktur tower yang tertinggi atau struktur yang memiliki kekakuan lebih kecil. Hasil analisis juga menunjukkan nilai gaya geser pada analisis utuh nilainya lebih besar dibandingkan dengan analisis secara terpisah. Distribusi gaya geser per lantai juga memiliki pola yang berbeda antara analisis utuh dan terpisah. Pada analisis utuh, distribusi gaya geser per lantai menunjukkan pola yang tidak beraturan dan terjadi penurunan gaya geser pada beberapa lantai tertentu. Hal ini disebabkan karena kontribusi dari mode yang tinggi (higher mode) yang lebih dominan dibandingkan dengan mode lainnya.

A mixed-use building concept in structural can be interpret as a podium with several towers, which common in analyzing modeled separately by means the towers assumed to be fixed at podium?s roof level. In this study, 3D dynamic analysis will be performed by ETABS program to find out the dynamic charasteristics and shear force from each of tower with response spectrum method according to SNI 1726:2012. The structure consists of podium with two towers, three towers, and four towers which have typical form and good regularity. The analysis results show that the period of vibration of multi tower structure more dominate by the period of vibration from the sub-structure that have the highest tower or from the structure that have small stiffness. The shear force from the complete analysis bigger than the separate analysis. The story shears in complete analysis also have an irregular pattern and decreasing in certain story. This irregular pattern in story shears is caused by the higher mode of the structure."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>