Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204850 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nararyya Y. Sumarsono
"ABSTRACT
Skripsi ini menggambarkan gagasan hak untuk beribadah sebagai isu hak asasi manusia. Contoh yang digunakan dalam skripsi ini adalah situasi di Indonesia dan Turki, yang dianalisa melalui gagasan ?laisisme? di Turki dan ?Agama Resmi? di Indonesia, dan hubungan kedua gagasan tersebut dengan instrumen hukum internasional, regional dan nasional yang diimplementasikan oleh kedua Negara tersebut. Kurangnya penegakan hukum, undang-undang dan peraturan yang bertolakbelakang, perkembangan ideologi intoleran dan pendekatan apatis pemerintah di satu sisi seperti yang dicontohkan oleh Indonesia, serta monopoli pemerintah atas suatu agama dan pembatasan yang didukung secara konstitutional di lain pihak seperti yang dicontohkan oleh Turki, memiliki efek negatif terhadap pelaksanaan hak untuk beribadah di kedua Negara tersebut. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif-analysis.
Hasil dari penulisan skripsi ini menyatakan bahwa secara kerangka domestik hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan mengenai hak asasi manusia di Indonesia lebih menyeluruh dibandingkan dengan di Turki. Namun, dilihat secara praktis, pelaksanaan perlindungan hak untuk beribadah Turki lebih efektif daripada di Indonesia.

ABSTRACT
The thesis describes the notion of right to worship as an human rights issue. The example used in this thesis is the situation in Indonesia and Turkey, analysed through the notion Turkey?s ?laicism? and Indonesia?s ?established Church of the State?, pertaining to their relationship with international, regional and national legal instruments that both countries implement or ratify. Through the descriptive-analysis method, this thesis analyses the concerns which may affect one?s right to worship. The lack of law enforcement, conflicting regulations related to the protection of citizen rights, the proliferation of intolerant ideologies and the government?s apathetic approach to religious persecution on one hand (epitomised by Indonesia), and constitutionally-rigid state monopoly over a particular faith on the other hand (epitomised by Turkey) ? all of which have an undesireable effect to the implementation of the protection of right to worship.
This thesis stipulates that while the domestic human rights framework in Indonesia is more comprehensive to that of the domestic framework in Turkey, in practice, Turkey is implementing the right to worship more inclusively."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chusnus Tsuroyya
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana perkosaan terhadap laki-laki di Indonesia, khususnya pengaturan tindak pidana perkosaan pada KUHP Lama dan KUHP Baru. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Saat ini, ketentuan tindak pidana perkosaan pada Pasal 285 KUHP Lama tidak mengatur tentang perkosaan terhadap laki-laki karena pada ketentuan pasal tersebut hanya mengenal perempuan sebagai korban perkosaan. Namun, seiring berkembangnya gerakan hak asasi manusia, perkosaan terhadap laki-laki mulai diakui. Hal ini terlihat dari banyaknya negara yang telah melakukan pembaruan hukum terhadap tindak pidana perkosaan, termasuk Inggris dan Belanda. Pembaruan tersebut tidak hanya pada menaikkan hukuman tindak pidana perkosaan namun juga memasukkan laki-laki sebagai objek dalam tindak pidana perkosaan. Dengan disahkannya KUHP Baru, ketentuan tindak pidana perkosaan sudah berubah. Tindak pidana perkosaan pada Pasal 473 KUHP Baru bukan sekadar terbatas pada korban perempuan, tetapi termasuk korban laki-laki. Diaturnya perkosaan terhadap laki-laki juga menjadi cerminan dari perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Perkosaan terhadap laki-laki harus diyakini sebagai pelanggaran hak atas integritas tubuh dan hak untuk terbebas dari segala bentuk penyiksaan.

This paper analyzes how the regulation of male rape in Indonesia, especially the regulation of male rape in the Indonesia’s Old Criminal Code and the Indonesia’s New Criminal Code. This paper employs doctrinal legal research. Currently, the provisions of rape in Article 285 of the Indonesia’s Old Criminal Code do not regulate male rape because the provisions of the article only recognize women as victims. However, along with the development of the human rights movement, male rape began to be recognized. This can be seen from the number of countries that have reformed and revised their rape laws, including UK and Netherlands. The reform is not only on increasing the punishment but dropping the restriction that perpetrators must be male and victims female, it then became legally possible for a man as victims. With the enactment of the Indonesia’s New Criminal Code, the provisions of rape have changed. Rape in Article 473 of the Indonesia’s New Criminal Code is not only limited to female victims, but also male victims. The regulation of male rape is also a reflection of the protection and fulfillment of human rights. Male rape must be seen as a violation of a person’s right to bodily integrity and freedom of torture."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Nathaniel Alfredo Putera
"This thesis explores the issue of the existence of the Right to Secede within the framework of the Right of Self-Determination. The discussion explores the existing of international laws governing the right of self-determination, focusing on said laws, which has stipulations explicitly regarding the right of external selfdetermination or secession. Using a method known as the descriptive-analysis method, this thesis will aim to analyze and evaluate the right of secession within the framework of the right of self-determination through the application of the rights in the cases of Kosovo and Crimea.

Tesis ini membahas isu keberadaan hak untuk memisahkan diri dalam struktur Hak Penentuan Nasib Sendiri. Diskusi mengeksplorasi ada hukum internasional yang mengatur hak penentuan nasib sendiri, dengan fokus pada kata hukum, yang memiliki ketentuan secara eksplisit tentang hak penentuan nasib sendiri eksternal atau memisahkan diri. Menggunakan metode yang dikenal sebagai metode deskriptif-analisis, tesis ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi kanan pemisahan dalam kerangka hak penentuan nasib sendiri melalui penerapan hak-hak dalam kasus Kosovo dan Crimea."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S62272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurachman Ramadhan
"ABSTRAK
Saat ini dengan majunya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang medis memungkinkan pasien berada dalam keadaan terminal dan mengalami sakit yang sangat parah atau dalam keadaan tidak sadar yang berkepanjangan, sehingga mati dengan bantuan dokter adalah salah satu jalan yang terbaik euthanasia untuk mengakhirinya. Jika euthanasia ditinjau dari Hak Hidup sebagai Hak Asasi Manusia seharusnya terdapat konsekwensi logis dari adanya sebuah hak yaitu kebolehan untuk tidak memakai hak itu sendiri yang berarti tidak memakai hak untuk hidup adalah memilih untuk mati saja, dan dalam sebuah tindakan euthanasia terdapat pihak yang turut terlibat seperti dokter dan rumah sakit. Perdebatan mengenai pro dan kontra tindakan euthanasia apakah tindakan tersebut bisa dibenarkan berdasarkan hak hidup sebagai hak asasi manusia menjadi sesuatu yang masih menggantung saat ini. Meskipun tindakan euthanasia illegal dibanyak negara tetapi terdapat negara seperti Belanda, Negara Bagian Amerika Serikat Oregon, dan Australia Negara Bagian Nothern Territory yang melegalkan tindakan euthanasia.

ABSTRACT
Nowadays with advanced science especially in the medical field may leave the patient to be in terminal state and experience very severe illness or in a long time unconscious state, because of that die with the help of a doctor is one of the best ways to end it euthanasia . If euthanasia is viewed from the right to life as a human right perspective, there should be a logical consequence of the existence of a right, that is, the permissibility of not using the right itself which means not to use the right to life it self and choose to die , and in an act of euthanasia there are parties involved such as doctors and hospitals. The debate over the pros and cons of euthanasia actions whether the acts can be justified based on the right to life as a human right becomes something that still obscure today. Despite the act of illegal euthanasia in many countries but there are countries such as the Netherlands, Oregon United States and Nothern Territory Australia that legalize the act of euthanasia. "
2017
S70040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Constanta
"Tesis ini menganalisis bagaimana pengaturan pada saat ini, pelaksanaan dan pengaturan di masa yang akan datang terkait akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja Industri Nikel di Indonesia berdasarkan UN Guiding Principles on Business and Human Rights. Tesis ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia saat ini berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah melalui pengawasan ketenagakerjaan setempat dan terdapat jaminan sosial yang dapat diakses oleh korban berdasarkan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, Perpu Cipta Kerja dan UU BPJS. Pelaksanaan akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia berdasarkan UNGPs terdiri dari akses terhadap pemulihan berbasis negara dan non-negara seperti BPJS Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan, Komnas HAM, perusahaan dan asosiasi bisnis. Masih terdapat banyak tantangan hukum dalam pelaksanaan akses terhadap akses pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja nikel seperti tidak adanya pengaturan komprehensif mengenai kompensasi dan berbagai resiko terbaru, sistem pengawasan atau mitigasi resiko, koordinasi dalam pemerintahan. Pengaturan akses terhadap pemulihan non-yudisial korban kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia yang seharusnya berlaku pada masa yang akan datang adalah mengimplementasikan prinsip bisnis dan HAM secara internasional terhadap perbaikan UU Keselamatan kerja. Perbaikan yang dapat dilakukan terhadap UU Keselamatan kerja yaitu menyusun pengaturan yang komprehensif dengan pendekatan HAM, kewajiban dan membangun uji tuntas industri nikel dan menjamin mekanisme pengaduan terhadap korban.

This thesis analyzes the current regulation, implementation, and future regulation concerning access to non-judicial remedy for victims of workplace accidents in the Nickel Industry in Indonesia based on the UN Guiding Principles on Business and Human Rights. This thesis is compiled using a doctrinal research method. Currently, access to non-judicial remedy for victims of workplace accidents in the Indonesian nickel industry is governed by Law No. 1 of 1970 concerning Occupational Safety, through local labor supervision and social security guarantees accessible to victims under the National Social Security System Law, the Job Creation Omnibus Law, and the Social Security Administrator Law.  Implementation of access to non-judicial remedy for victims of workplace accidents in the Indonesian nickel industry based on the UNGPs includes access to both state-based and non-state-based grievance mechanisms such as BPJS Employment, the Department of Manpower, the National Commission on Human Rights (Komnas HAM), companies, and business associations.  There are still many legal challenges in implementing access to non-judicial recovery for victims of nickel industry workplace accidents, such as the lack of comprehensive regulations on compensation, various emerging risks, risk supervision or mitigation systems, and governmental coordination. Future regulation governing access to non-judicial recovery for victims of workplace accidents in the Indonesian nickel industry should involve implementing international business and human rights principles to improve Occupational Safety Laws. Improvements to Occupational Safety Laws should include drafting comprehensive regulations with a human rights approach, obligations to conduct thorough assessments of the nickel industry, and ensuring complaint mechanisms for victims."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan, kata "reformasi" tiba-tiba menjadi agenda pembicaraan di mana-mana. "Reformasi ekonomi", "reformasi struktural", "reformasi hukum", dan "reformasi politik" menjadi bahan diskursus berbagai kalangan, baik kalanan pemerintah, LSM, kampus hingga rakyat jelata. Pada intinya, semua pihak itu mendambakan regormasi yang segera agar dapat cepat keluar dari himpitan krisis ekonomi pada saat ini. Gelombang reformasi yang terjadi, saat ini telah ikut menyeret bidang hukum diperhitungkan dalam pembangunan yang menitikberatkan bidang politik dan ekonomi sebagai panglima."
Hukum dan Pembangunan No. 1-3 Januari-Juni 1998 : 124-139, 1998
HUPE-(1-3)-(Jan-Jun)1998-124
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dhief F. Ramadhani
"ABSTRAK
Hak kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak boleh dibatasi dalam keadaan apapun. Hak kebebasan beragama tidak hanya mencakup kebebasan setiap manusia untuk memilih keyakinan yang menurutnya benar, namun juga termasuk hak bagi tiap-tiap manusia untuk mengekspresikan keyakinannya dan juga hak untuk menjalankan segala ajaran agama atau kepercayaan yang diyakininya. Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 hanya mengakui enam agama yaitu Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Pengakuan negara terhadap agama tertentu memang dibolehkan dan tidak melanggar hak asasi manusia. Sayangnya pengakuan negara terhadap enam agama tersebut menimbulkan dampak terlanggarnya beberapa hak asasi manusia, khususnya para penganut aliran kepercayaan dan agama-agama selain agama resmi yang diakui negara. Dampak yang timbul dari pengakuan negara terhadap agama-agama tertentu tersebut adalah pembubaran aliran-aliran yang dianggap sesat, pencantuman agama di dalam KTP yang kemudian menjadi pintu masuk pembatasan hak-hak para penganut aliran kepercayaan dan agama yang tidak diakui negara, pendirian rumah ibadat, dan pendidikan agama di sekolah.

ABSTRACT
The right to freedom of religion is a human right that should not be restricted in any circumstances. Right to freedom of religion not only includes the freedom of every human being to choose beliefs which he said is true, but it also includes a right for every human being to express his convictions and also right to perform any religious doctrine or belief that he believes. Indonesia through Law No. 1/PNPS of 1965 only recognizes six religions: Islam, Christianity, Protestantism, Hinduism, Buddhism, and Confucianism. State recognition of a particular religion is permissible and does not violate human rights. Unfortunately the state recognition of the six religious impact some human rights violations, especially the adherents of religions, beliefs and religions other than official religions recognized by the state. Impacts arising from the state recognition of certain religions is the dissolution of streams that are considered heretical, the inclusion of religion on identity cards which later became the entrance to the restrictions of the rights of followers of religions, beliefs and religions that are not recognized by the state, the establishment of the synagogue, and religious education in schools."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S439
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Misbakhul Khaer
"Peperangan pada masa Nabi Muhammad merupakan lembaran sejarah peperangan yang pertama kali mereformasi kode etik perang menjadi beradab dan berprikemanusiaan. Kaidah-kaidah perang yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad, seperti Iarangan membunuh orang yang tidak aktif berperang (non-combatant), larangan menghancurkan sumber penghidupan dan anjuran memperlakukan tawanan dengan baik, setidaknya menjadi fakta betapa Nabi Muhammad menjunjung tinggi nllai-nilai kehormatan manusia (human dignity) meskipun dalam kondisi perang. Akan tetapi masih banyak dari kalangan orientalis yang memiiiki persepsi negatif terhadap bentuk peperangan dan operasi militer Nabi Muhammad.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentukbentuk perlindungan Hak Asasi Manusia dan aturan perang yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad. Selanjutnya, penulis juga ingin mengetahui apakah kebijakan-kebijakan Nabi yang terkait dengan peperangannya bertentangan dengan pasal-pasal Konvensi Jenewa (1949) berikut dua protokol tambahannya (1977) dan Konvensi Den Haag (1929). Penulisan thesis ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma kontruktivism. Fenomena peperangan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad akan penulis pahami dari perspektif luar (other perspective) berdasakan pasal-pasal yang terdapat dalam konvensi tersebut. Adapun kerangka pemikiran dibangun dengan menggunakan Teori Perang dan Damai, Hukum Humaniter Internasional, dan Hak Asasi Manusia. Agenda perjanjian gencatan senjata, pengiriman delegasi ke luar negeri dan strategi Nabi Muhammad di medan perang, mempunyai arti yuridis yang sangat berharga dan secara tidak Iangsung mendukung cita-cita Hukum Humaniter Internasional, yaitu untuk meminimalisir jatuhnya korban dan menghindari kerusakan yang tidak perlu. Peperangan Nabi Muhammad sesungguhnya merupakan respons terhadap tindakan-tindakan resisten yang dilancarkan oleh lawan-lawan politiknya atau tindakan untuk mempertahankan diri (self defence) dari segala bentuk serangan. Instrumen kekerasan dipakai oleh Nabi jika memang upaya rekonsiliasi dengan musuh manual kegagalan.
Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia yang diterapkan Nabi Muhammad dalam kondisi perang sejalan dengan ide-ide kemanusiaan seperti yang dikehendaki oleh Hukum Humaniter Internasional. Pada gilirannya fakta tersebut lambat laun menepis image Orientalis tentang pribadi Muhammad yang garang dan lebih senang berperang daripada berunding.

The history of war in the Prophet Muhammad era was the first reformation of the war ethic code to become more civilized and humanities. The principle of war that had ever been applied by the prophet Muhammad such as prohibition to kill non-combatant to destroy resources and suggestion to treat well a captivated people. At least these examples are becoming as a matter of facts that the prophet Muhammad glorified the principles of human dignity even in the battle. However. most of orientalists are still have a negative perception toward war formation and military operation at prophet Muhammad SAW.
The purpose of this thesis is know how the formations of protection of human rights and a rules of war which had been applied by the prophet Muhammad. Thus, I want to know that are the prophet policies have a contradiction with a clauses of Geneva Convention in 1949 and its two addition rules in 1977 and a Den Haag Convention dictates in 1929. This thesis uses a qualitative method with a constructive paradigm. I'd like to understand the war phenomenon that happened in Muhammad period from the other perspective relies on the clauses in that convention. Now, a frame work which is developed by using war and peace theory, International Humanitarian Law and Human rights. The agenda of truce agreement, dispatching a delegation to abroad and the prophet strategy in the battle have a priceless jurisdiction meaning and indirectly can be carry on the back of International Humanitarian Law-will. The mean to the minimize number of victim and avoid unnecessary destruction. Actually. war if the prophet Muhammad responded for resistant action from his political enemies or for self defense of any kind of attack. The violent instrument would be use by the prophet-lithe reconciliation effort to the enemy was failed.
The short or explanation above can be concluded. that the forms of Human Rights protection which had been applied by the prophet Muhammad in the war in compliance with humanity ideas as well orientalists image about Muhammad as a person who I fierce and prefer to wage war rather than to confer.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Qarnain
"Filosofi Pemidanaan di Indonesia telah sejak lama bergeser dari pembalasan ke pengembalian narapidana ke masyarakat, terlebih lagi dalam hal pidana perampasan kemerdekaan, yang mengalami perubahan filosofi dari “penjara” menjadi “pemasyarakatan”. Tetapi dalam praktiknya, ternyata tidak banyak yang berubah. Pemasyarakatan masih belum dapat disebut rehabilitatif karena masih banyak sekali permasalahan seperti overstaying, tingkat residivisme yang tinggi, overcrowded, kerusuhan yang seringkali terjadi di Lapas dan Rutan, sering kaburnya warga binaan, maraknya peredaran narkotika di dalam Lapas dan Rutan, hingga terjadi pungutan liar. Untuk mengatasinya, Kementerian Hukum dan HAM kemudian memunculkan suatu ide “Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan”, yang ketentuannya tertera pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2018. Highlight dari revitalisasi pemasyarakatan ialah mengutamakan perubahan perilaku warga binaan dan mengubah tantangan kelebihan penghuni Lapas dan Rutan menjadi peluang untuk menciptakan SDM yang unggul melalui empat tahapan pembinaan, yaitu super maximum security, maximum security, medium security, dan minimum security sesuai dengan tingkat risiko yang dimiliki oleh warga binaan. Penelitian ini bersifat normatif dengan mengutamakan studi kepustakaan, lalu didukung oleh wawancara dan observasi yang penulis lakukan di berbagai UPT Pemasyarakatan untuk mengonfirmasi dan mengklarifikasi data yang penulis temukan dari studi dokumen. Untuk menemukan solusi atas permasalahan pemasyarakatan, diadakan pula perbandingan dengan negara-negara yang sukses di bidang pemasyarakatan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa revitalisasi pemasyarakatan belum menimbulkan perubahan yang cukup berarti karena terdapat beberapa hambatan, sehingga diperlukan perubahan dari segi struktural dan sistemik untuk membantu menyukseskan revitalisasi ini.
The philosophy of criminalization in Indonesia has developed its orientation from retribution to rehabilitation, precisely in the case of criminal deprivation of liberty, which has changed its philosophy from "prison" to "correctional". Unfortunately, in practice, it has not much changed. Corrections still cannot be called rehabilitative because there are still many problems such as overstaying, high recidivism rates, overcrowded, riots that often occur in prisons and jails, frequent prison escapes, rampant narcotics circulation in prisons, to the occurrence of illegal levies. To overcome this, the Ministry of Law and Human Rights then came up with the idea of "Revitalization of the Correctional System", which is listed in Minister of Law and Human Rights Regulation Number 35 Year 2018. The highlight of the revitalization is to prioritize changes in the behavior of inmates and change the challenges of overcrowding to the opportunity to create superior human resources through four stages: super maximum security, maximum security, medium security, and minimum security, in accordance with the level of risk possessed by inmates. The method of the research is normative research by using library studies supported by interview and observation in various correctional institution to get confirmation and clarification of the data that the author got from the document research. In addition to develop the correctional system in Indonesia, This research also use comparative studies with other countries in the penitentiary field. The result of the research concluded that the revitalization of the correctional facilities has not caused significant changes because there are several obstacles, so that structural and systemic changes are needed to help the success of this revitalization."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>