Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187349 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gabriella Pravieyanti Poernomo
"Fokus dari skripsi ini adalah untuk membahas tentang kegunaan secondary meaning untuk simbol-simbol yang tidak mempunyai daya pembeda dan untuk menjelaskan tentang implementasi merek deskriptif dan merek generik. Tujuan dari skripsi ini adalah sebagai upaya untuk memberi bantuan kepada pemeriksa merek dan orang yang ingin mendaftarkan mereknya untuk lebih cermat dalam memahami dan menjalankan undang-undang No 15 tahun 2001 mengenai Hukum Merek di Indonesia. Skripsi ini akan membahas lebih lanjut tentang implementasi merek deskriptif dan merek generik.
The focus of this thesis is to discuss the use of secondary meaning towards noninherently marks and to elaborate regarding the implementation of descriptive and generic marks by the authorities in Indonesia. The purpose of this thesis is to give a favor to the authorities as well as anyone who wanted to register his mark to be more thorough in understanding as well as execute the law no 15 year 2001 regarding Law on Marks in Indonesia. This thesis will discuss further about implementation of descriptive and generic marks in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shuy, Roger W.
New York: Macmillan, 2002
346.730 4 SHU l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Natassa Raemavenzka
"Penerapan doctrine of foreign equivalents terhadap Merek AQUA yang merupakan merek untuk produk air minum dalam kemasan, menempatkan Merek AQUA sebagai merek generik dalam tingkatan kekuatan daya pembeda merek, sebab kata ‘aqua’ dalam Merek AQUA memiliki arti kata ‘air’ apabila diterjemahkan dari bahasa Latin ke dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang menerangkan nama barangnya yaitu air minum. Unsur berupa keterkenalan merek dan penggunaan merek secara terus-menerus oleh PT Aqua Golden Mississippi sekalipun tidak dapat memberikan secondary meaning terhadap Merek AQUA sebagai merek generik. Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap Merek AQUA hanyalah Merek AQUA sebagai marks as per set dengan pengecualian terhadap kata ‘aqua’.

The application of doctrine of foreign equivalents to AQUA® which is the trademark for bottled drinking water products, placing AQUA® as a generic marks based on the spectrum of trademark distinctiveness, because the word 'aqua' in AQUA® means 'water' when translated from Latin to Indonesian describing the products namely bottled drinking water. Even elements such as famous and well-known marks and continuous usage of trademark by PT Aqua Golden Mississippi cannot achieve any secondary meaning to AQUA® as generic marks. The legal protection that can be given to AQUA® as trademark is only as marks as per set with the exception of the word 'aqua'.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Fathia Pramesti
"Film The Falls 《瀑布》 (Pùbù) adalah film dengan tema drama keluarga yang disutradarai oleh Zhong Menghong. Film ini berlatar belakang pandemi COVID-19 yang mengisahkan kehidupan seorang janda bernama Pin Wen bersama putrinya, Xiao Jing. Suasana menegangkan terlihat ketika Pin Wen menderita gangguan mental. Misteri dalam film akhirnya terungkap ketika Pin Wen mengaku bahwa selama ini ia mendengar ilusi suara gemuruh air terjun yang membuatnya gelisah. Penelitian-penelitian terdahulu tentang film ini lebih menyoroti segi psikologi dan hubungan antar ibu-anak. Sementara itu, penelitian ini akan menganalisis apa makna dari air terjun dalam film ini sebab visualisasi air terjun sama sekali tidak dihadirkan hingga akhir film. Hasil penelitian menemukan bahwa air terjun merepresentasikan perjalanan hidup Pin Wen dan Xiao Jing. Layaknya air terjun besar yang menghantam ke permukaan beberapa air terjun kecil di bawahnya hingga membentuk suara gemuruh, lalu mengalir dengan tenang ke sungai. Pin Wen dan Xiao Jing telah melalui berbagai permasalahan, namun akhirnya sampai pada tahap keikhlasan.

The Falls 《瀑布》 (Pùbù) is a family drama film directed by Zhong Menghong. Set against the background of the COVID-19 pandemic, the movie follows the life of a widow named Pin Wen and her daughter, Xiao Jing. The tense scene is seen when Pin Wen suffers from mental illness. The mystery in the movie is finally revealed when Pin Wen confesses that she has been hearing the illusion of the roaring sound of a waterfall that makes her anxious. Previous studies of this film have focused more on psychology and mother-daughter relationships. Meanwhile, this research will analyze the meaning of the waterfall in the film since the visualization of the waterfall is not presented at all until the end of the film. This research found that the waterfall represents the life journey of Pin Wen and Xiao Jing. Like a large waterfall slams into the surface of several smaller waterfalls below to form a roaring sound, then flows calmly into the river. Pin Wen and Xiao Jing have gone through complicated problems, but finally come to the stage of sincerity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Armstrong, David, 1960-
New york: Macmillan, 1983
373 ARM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha P. Utama
"Kebutuhan akan perumahan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah Penduduk, Pemerintah melalui program kerjanya telah merencanakan target pembangunan perumahan di Indonesia agar nantinya seluruh masyarakat Indonesia dapat memiliki rumah. Peranan Bank selaku pendana (Financier) yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk dapat memiliki rumah melalui faslitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dana yang diperoleh Bank untuk membiayai fasilitas KPR yang berjangka panjang umumnya adalah berasal dari dana-dana berjangka pendek, seperti Deposito, Tabungan dan lainnya. Kesulitan untuk mendapat dana jangka panjang membuat Lukiditas Bank menjadi terganggu, terjadilah mismatch terhadap pendanaan KPR. Pemerintah telah lama memikirkan hal tersebut dimulai pada tahun 1993 dengan dibentuknya team dengan bantuan USAID, hingga tahun 1998, Pemerintah mengeluarkan peraturan SK Menkeu No. 1321KMK.01411998 tentang Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan dan akhirnya pada tahun 2005, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan_Hak Tanggungan sebagai satu-satu lembaga jaminan hak atas tanah di Indonesia merupakan suatu lembaga jaminan yang sering dipergunakan, selain lembaga jaminan lainnya oleh Bank selaku Pemberi Kredit (Kreditur) karena memberikan rasa kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada Kreditur sendiri maupun bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan, termasuk dalam pemberian fasilitas KPR. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah yang hanya memberikan kewenangan kepada pemegangnya untuk menguasai secara yuridis, sebagai jaminan atas pelunasan utang debitur, dengan dilakukan eksekusi atas Hak Tanggungan jika Debitur wanprestasi. Secara prinsip Hak Tanggungan tidak mengalihkan kepemilikan terhadap obyek HT.
Lembaga pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia diilhami oleh lmbaga pembiayaan perumahan (Home Financing) dengan jaminan (baik benda bergerak maupun benda tetap, seperti property) yang sudah berjalan di negara-negara lain, khususnya Amerika Serikat dan Inggris, dengan terminologi Secondary Mortgage. Mortgage ataupun Secondary Mortgage dianut oleh negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon/Common Law, sedangkan Indonesia sendiri menganut sistem hukum Eropa KontinentaflCivi1 Law sekalipun tetap menerima pengaruh sistem hukum Anglo Saxon/Common Law. Mortgage merupakan Hak Jaminan dalam sistem hukum Anglo Saxon/Common Law yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjadikannya sebagai jaminan ataupun menguasai atau memiliki obyek mortgage termasuk mortgage itu sendiri, sehingga dalam transaksi Second Mortgage dapat dijual kepada pihak lain melalui proses sekuritisasi (Mortgage Securitation). Pelaksanaan Secondary Mortgage Facility (SMF) di Indonesia dapat dilaksanakan dalam pembiayaan sekunder perumahan terhadap obyek jaminan hak atas tanah yang dibebani HT melalui proses peralihan kumpulan piutang KPR dengan akta Cassia. Sesuai dengan sifatnya sebagai assesoir dari Perjanjian pokok, maka Hak Tanggungan dalam pelaksanaan dalam pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia juga turut beralih dan telah diatur dalam Pasal 1 6 UUHT tentang peralihan HT.
Peranan Hak Tanggungan dalam pelaksanaan dalam pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia sangatlah penting, dimarta akan memberikan kepastian hukum bagi kreditur bare yang nantinya akan bertindak sebagai pemegang HT, akan tetapi proses dan pelaksanaan peralihan Hak Tanggungan dalam pelaksanaan SMF bagi pembiayaan sekunder perumahan Indonesia ternyata banyak menemui kendala-kendala yang sangat berarti sehingga pelaksanaanya belum dapat berjalan optimal sebagaimana yang akan diharapkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Farida
"Tesis ini membahas transfer kewenangan dalam mengelola pendidikan menengah. Metode penelitian yang digunakan adalah penulisan yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dari bahan pustaka dan wawancara untuk mengkonfirmasi data. Dengan penggantian UU Pemerintah Daerah menjadi UU No. 23 tahun 2014, wewenang untuk mengelola pendidikan menengah ditransfer dari otoritas sebelumnya dari pemerintah kabupaten/kota ke otoritas pemerintah provinsi. Karena kebijakan itu, muncul pro dan kontra yang mengarah pada pengajuan permohonan uji materi UU No. 23 tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi. Ada tiga masalah yang dibahas dalam tesis ini, yaitu wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan pendidikan menengah, pelaksanaan pengelolaan pendidikan menengah antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi, dan penerapan transfer kewenangan dalam mengelola pendidikan menengah dari Provinsi Banten ke Kota Cilegon. Penerapan pengalihan wewenang ini di Kota Cilegon dan Provinsi Banten telah dilakukan dengan baik dengan membentuk Cabang Layanan di kabupaten/kota sebagai perpanjangan dari pemerintah provinsi. Agar pemerintah provinsi menjalankan pengelolaan pendidikan menengah, koordinasi dan sinkronisasi yang kuat diperlukan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, sosialisasi juga harus diadakan secara teratur antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kantor Cabang Layanan, dan kepala sekolah dari setiap sekolah menengah di kabupaten/kota. Cabang Layanan dalam mengelola pendidikan menengah di kabupaten/kota juga perlu mewakili kabupaten/kota.

This thesis discusses the transfer of authority in managing the secondary education. The research method used is normative juridical writing with qualitative approach from library materials and interviews to confirm data. With the replacement of the Local Government Law to Law No. 23 of 2014, the authority to manage the secondary education is transferred from theprevious authority of the district/city government to the authority of the provincial government. Because of that policy, pros and cons emerged which led to the submission of a request for judicial review of Law No. 23 of 2014 to the Constitutional Court. There are three issues discussed in this thesis, namely the authority of the local government in the management of secondary education, the implementation of managing the secondary education between the district/city government and the provincial government, and the application of the transfer of authority in managing the secondary education from Banten Province to Cilegon City. The application of this transfer of authority in Cilegon City and Banten Province has been well carried out by forming Service Branches in the district/city as an extension of the provincial government. In order for the provincial government to carry out managing secondary education, strong coordination and synchronization is needed between the provincial government and the district/city government. In addition, socialization must also be held regularly between the Provincial Education and Culture Office, the Service Branch Offices, and the principal of each secondary school in the district/city. The Service Branch in managing secondary education in the district/city also need to represent the district/city.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Ayu Spica
"Merek sangat penting dalam dunia perdagangan barang ataupun jasa. Merek sebagai salah satu kekayaan intelektual berfungsi sebagai tanda pengenal atau daya pembeda dari merek lainnya. Dapat dikatakan bahwa merek merupakan aset bagi pemilik merek yang bersangkutan, terutama apabila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Karena pentingnya nilai dari suatu merek bagi pemilik merek yang bersangkutan maka diperlukan perlindungan hukum bagi pemilik merek tersebut dari setiap tindakan yang dilakukan oleh pihak lain yang dapat mendatangkan kerugian bagi pemilik merek tersebut. Perlindungan hukum terhadap merek telah diatur di dalam ketentuan hukum internasional seperti Konvensi Paris, TRIPs, dan sebagainya. Hukum nasional pun telah mengatur ketentuan hukum merek sejak jaman penjajahan hingga saat ini, yaitu Reglement Industriele Eigendom 1912, Undang-Undang No. 21 Tahun 1961, Undang-Undang No. 19 Tahun 1992, Undang-Undang No. 14 Tahun 1997, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Walaupun Undang- Undang Merek yang berlaku saat ini telah diterbitkan sejak tahun 2001, namun hingga saat ini belum terdapat Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Hal ini menyebabkan terdapat beberapa definisi dan juga pengaturan yang penting dalam hukum merek, seperti merek terkenal dan itikad baik, tidak diberikan secara tegas. Seringkali sengketa merek yang timbul disebabkan adanya perbedaan persepsi di antara pemilik merek mengenai apakah suatu merek dianggap terkenal atau tidak dan apakah pemilik merek memiliki itikad baik dalam pendaftaran merek ataupun penguasaan atas merek yang bersangkutan. Merek dapat dibedakan menjadi merek dagang dan merek jasa. Merek jasa dalam usaha kulinari memiliki nilai yang sangat penting bagi pemilik merek yang bersangkutan karena konsumen tidak hanya mengenalinya dari merek yang terpajang di luar restoran tersebut, namun juga ciri khas masakan yang disajikan. Perlindungan hukum terhadap merek jasa terkenal menjadi fokus dalam penulisan tesis ini dengan uraian pembahasan mengenai perkembangan perlindungan hukum terhadap merek jasa terkenal, penegakan hukum dalam penyelesaian sengketa merek jasa terkenal, dan analisis kasus sengketa merek Waroeng Podjok melawan Warung Pojok.

Trademark is very essential in trade of goods or services. Trademark as one of intellectual property has function as badge or distinctive sign from other trademark. It can be said that trademark is an asset for the trademark owner, especially if such mark is used by considering business aspect and good managerial process. Because of the importance of trademark's value for the trademark owner, thus legal protection is needed for the trademark owner from any action conducted by another party that may cause damage for the said trademark owner. Legal protection of trademark has been regulated in international conventions, such as Paris Convention, TRIPs, and so on. National laws also have regulated trademark law since colonialism period until now, i.e. Reglement Industriele Eigendom 1912, Law No. 21 of 1961, Law No. 19 of 1992, Law No. 14 of 1997, and Law No. 15 of 2001. Although prevailing Trademark Law has been issued since 2001, there is no Government Regulation as implementing regulation of Law No. 15 of 2001 until now. This matter causes some definitions and some important provisions in trademark law, such as wellknown trademark and goodwill, are not strictly regulated. Trademark disputes often occur because of differences in perception between trademark owners whether a trademark is considered well-known or not and whether the trademark owner has goodwill in trademark registration or possession of trademark. Trademark can be divided into trade mark and service mark. Service mark in culinary business has really significant value for the trademark owner because consumers will not only recognize it from the sign put outside the restaurant, but also typical cuisine served by the restaurant. Legal protection of well-known service mark is the focus of this thesis with elaboration on chronology of legal protection on well-known service mark, law enforcement in dispute settlement of well-known service trademark, analysis on trademark dispute of Waroeng Podjok."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28848
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi
"Undang-Undang Merek Indonesia baik yang saat ini maupun yang sebelumnya menganut asas first to file dan asas merek terkenal sekaligus. Sementara itu ada kasus-kasus dimana kedua asas ini berbenturan satu sama lain. Ini terjadi ketika merek senior berbenturan dengan merek junior yang menyandang status merek terkenal. Dalam kasus-kasus ini kedua merek sama-sama tidak didasari itikad buruk. Yang satu telah terdaftar berdasar asas first to file dan yang lain terlahir dari adanya asas merek terkenal. Tidak adil untuk menghilangkan salah satu merek tersebut, keduanya memilik hak yang sama untuk tetap ada. Bagaimana semestinya pengaturan dalam suatu undang-undang merek agar benturan semacam ini dapat diatasi? Penelitian ini akan melihat lebih dalam hukum merek nasional dan penerapannya di pengadilan serta melihat lebih jauh kepada hukum merek asing dan penerapannya guna menemukan formula yang tepat yang dapat ditawarkan untuk disisipkan dalam hukum merek di masa yang akan datang agar hukum merek Indonesi akan memiliki kemampuan untuk menghadapi benturan antar asas dimaksud.

The current trademark law of Indonesia as well as the previous one follows the first to file doctrine and well-known mark doctrine at the same time. Meanwhile, there have been cases where those two doctrines are conflicting one another. This happens when a senior mark is in conflict with a junior mark which hold the title of well-known mark. In these cases, both conflicting trademarks do not contain bad faith. One was already there, registered under the first to file doctrine, while the later born under the auspices of the well-known mark doctrine. It is not fair to allow any of those mark vanished. Both has equal right to exist.
How should a regulation in a trademark law be like in order to address such conflict? This research will seek deeper into the national trademark law as well as its enforcement in the court of law of Indonesia and seek further into foreign laws and its enforcement in order to find the correct formula which can be proposed to be inserted into future Indonesian trademark law so that it will have the capability to address the abovementioned conflict of doctrines.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Rudiarto
"Skripsi ini membahas mengenai persamaan pada pokoknya terhadap merek yang tergolong merek tidak terkenal, dan mekanisme yang harus diatur untuk menilai bahwa suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain. Kedua permasalahan tersebut diulas menggunakan metode kualitatif dan ditinjau dari hukum merek. Persamaan pada pokoknya tersebut dilarang oleh Undang-undang Merek, namun belum ada mekanisme yang pasti untuk menilai suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya. Penilaian tersebut menjadi penting, karena penilaian persamaan pada pokoknya sangatlah subyektif. Ketidakjelasan mekanisme ini terkadang menimbulkan perbedaan dalam menerapkan persamaan pada pokoknya pada satu merek. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlu dibentuk peraturan yang menjelaskan kriteria yang pasti mengenai penilaian persamaan pada pokoknya.

This bachelor thesis discusses about likelihood of confusion to two trademarks which are not considered as famous trademarks and the mechanism which is needed to be regulated to assess likelihood of confusion. Both of those issues were examined using qualitative method in the term of trademark law. Likelihood of confusion is prohibited by Trademark Law, but still there is no clear mechanism to assess likelihood of confusion for trademark. This assessment is important, as the assessment for likelihood of confusion is subjective. The unclear mechanism can sometimes cause differency to apply likelihood of confusion theory for trademark. This research result suggest that it is needed to create regulation which explains clear characteristic to assess likelihood of confusion for trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>