Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antolis, Maureen
"Tingkat distorsi vertikal yang cukup besar pada radiograf periapikal gigi anterior rahang atas serta penggunaan lebar singulum sebagai acuan evaluasi distorsi vertikal radiograf gigi anterior.
Tujuan: Untuk mengetahui perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada radiograf periapikal gigi insisif rahang atas.
Metode: Pada 30 gigi insisif rahang atas, dilakukan pembuatan radiograf periapikal sudut vertikal 0° sebagai acuan standar, selanjutnya dilakukan perubahan sudut vertikal -10°, +10°, -15°, +15°, -20°, dan +20°. Sumbu panjang gigi diatur posisinya sejajar film pada saat dilakukan paparan sinar-X. Kemudian panjang gigi dan lebar singulum pada radiograf dengan perubahan sudut vertikal diukur dan dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Seluruh hasil pengukuran diuji secara statistik dengan T test.
Hasil: Perbedaan antara panjang gigi klinis dengan panjang gigi radiografik pada seluruh perubahan sudut vertikal terbukti tidak signifikan (p>0.05), sedangkan perubahan lebar singulum signifikan pada sudut +15° dan -10° (p<0.05).
Kesimpulan: Panjang gigi pada radiograf periapikal gigi insisif rahang atas yang diposisikan sejajar dengan film radiograf masih dapat ditoleransi sampai dengan perubahan sudut vertikal sebesar 20º. Lebar singulum menyempit secara signifikan pada radiograf yang mengalami perubahan sudut +15º dan melebar secara signifikan pada radiograf yang mengalami perubahan sudut -10º.

The prevalence of vertical distortion in the periapical radiograph of anterior maxillary teeth is quite significant and cingulum is commonly used as the reference of vertical distortion in anterior radiograph.
Objective: To evaluate the limit of vertical angulation error that still can be tolerated.
Method: Periapical radiograph with vertical angle 0° was obtained from 30 maxillary incisors as reference, then the vertical angulation was changed into -10°, +10°, -15°, +15°, -20°, and +20°. Long axis of the teeth was adjusted parallel to the film. Tooth length and cingulum width with vertical angulation alteration was measured and compared to the actual length. All of the measurement was tested using T test.
Result: There were no significant difference between all the measurements of tooth length with the alteration in vertical angulation (p>0.05), whereas cingulum width had a significant difference at +15° and -10°, (p>0.05).
Conclusion: Tooth length in periapical radiograph of maxillary incisor with parallel position is still tolerable until 20º vertical angle errors. Cingulum width on radiograph with +15º vertical angle alteration is significantly narrowed and on radiograph with -10° vertical angle alteration is significantly widened.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antolis, Maureen
"Toleransi perubahan angulasi vertikal pada radiografi gigi insisif rahang atas (studi in vitro). Tingkat distorsi vertikal yang cukup besar pada radiograf periapikal gigi anterior rahang atas serta penggunaan lebar singulum sebagai acuan evaluasi distorsi vertikal radiograf gigi anterior.
Tujuan: Untuk mengetahui perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada radiograf periapikal gigi insisif rahang atas.
Metode: Pada 30 gigi insisif rahang atas, dilakukan pembuatan radiograf periapikal sudut vertikal 0° sebagai acuan standar, selanjutnya dilakukan perubahan sudut vertikal -10°, +10°, -15°, +15°, -20°, dan +20°. Sumbu panjang gigi diatur posisinya supaya sejajar film pada saat dilakukan paparan sinar-X. Kemudian panjang gigi dan lebar singulum pada radiograf dengan perubahan sudut vertikal diukur dan dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Seluruh hasil pengukuran diuji secara statistik dengan menjadi uji T.
Hasil: Perbedaan antara panjang gigi klinis dengan panjang gigi radiografik pada seluruh perubahan sudut vertikal terbukti tidak signifikan (p>0.05), sedangkan perubahan lebar singulum signifikan pada sudut +15° dan -10° (p<0.05).
Simpulan: Panjang gigi pada radiograf periapikal gigi insisif rahang atas yang diposisikan sejajar dengan film radiograf masih dapat ditoleransi sampai dengan perubahan sudut vertikal sebesar 20º. Lebar singulum menyempit secara signifikan pada radiograf yang mengalami perubahan sudut +15º dan melebar secara signifikan pada radiograf yang mengalami perubahan sudut -10º.

The prevalence of vertical distortion in the periapical radiograph of the anterior maxillary teeth is quite significant and cingulum is commonly used as the reference of vertical distortion in anterior radiograph.
Objective: To evaluate the limit of vertical angulation error that still can be tolerated.
Methods: Periapical radiograph with vertical angle 0° was obtained from 30 maxillary incisors as reference, then the vertical angulation was changed into -10°, +10°, -15°, +15°, -20° and +20°. Long axis of the teeth was adjusted parallel to the film. Tooth length and cingulum width with vertical angulation alteration was measured and compared to the actual length. All of the measurement was tested using T test.
Results: There were no significant differences between all the measurements of tooth length with the alteration in vertical angulation (p>0.05), whereas cingulum width had a significant difference at +15° and -10°, p<0.05.
Conclusion: Tooth length in periapical radiograph of maxillary incisor with parallel position is still tolerable until 20º vertical angle errors. Cingulum width on radiograph with +15º vertical angle alteration is significantly narrowed and on radiograph with -10° vertical angle alteration is significantly widened.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andiena Syariefah Primazetyarini
"Toleransi perubahan sudut vertikal merupakan aspek penting dalam upaya meminimalisir distorsi vertikal pada radiograf gigi molar rahang bawah.
Tujuan: Menganalisis toleransi perubahan sudut vertikal pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah.
Metode: 30 gigi molar rahang bawah (15 gigi molar pertama dan 15 gigi molar kedua) dilakukan pengukuran panjang klinis lalu ditanam dalam model dan dilakukan pemeriksaan radiografik dengan teknik radiografi periapikal masing-masing sebanyak 7 kali dengan sudut vertikal 00, +50, +100, +150, -50, -100 dan -150 kemudian dilakukan pengukuran panjang gigi dan perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada radiograf.
Hasil: Panjang gigi radiograf pada sudut vertikal +15° telah bertambah sebesar 0,81 dari rerata panjang klinis dengan simpangan baku ±0.39.
Kesimpulan: Toleransi perubahan sudut vertikal positif pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah untuk melihat panjang gigi adalah 15°.

Tolerance of vertical angle alteration is an important aspect in an effort to minimize vertical distortion on lower molars radiograph.
Objective: To analyze the tolerance of vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph.
Methods: 30 lower molars (15 first molars and 15 second molars) were performed measurement of clinical tooth length then were planted in model and were performed radiographic examinations by using periapical radiography technique 7 times for each tooth with vertical angle 00, +50, +100, +150, -50, -100 and -150 then tooth length and buccal and lingual cusp height difference on radiograph were measured.
Results: Tooth length on radiograph at vertical angle +15° has increased 0,81 mm from clinical tooth length mean with standar deviation ±0.39 mm.
Conclusion: Tolerance of positive vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph to looking at the tooth length is 15°.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Elton Heryanto
"Salah satu evaluasi mutu radiograf adalah besarnya distorsi vertikal yang terjadi. Distorsi vertikal ini relatif lebih sering terjadi pada pembuatan radiograf periapikal regio premolar satu rahang bawah.
Tujuan: Mengetahui perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada pembuatan radiograf periapikal gigi premolar satu rahang bawah.
Metode: 30 gigi premolar satu rahang bawah yang sudah diekstraksi diukur panjang klinisnya, lalu dilakukan pembuatan radiograf periapikal dengan sudut vertikal 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. Panjang gigi dan selisih cusp radiograf diukur oleh dua orang pengamat masing-masing dua kali di waktu yang berbeda.
Hasil: Secara statistik, panjang gigi pada sudut 00, +100, +150, +200, -100, -150 nilai p>0,05, sehingga tidak terjadi perbedaan bermakna. Pada selisih cusp gigi secara statistik, nilai p<0,05 sehingga terdapat perbedaan bermakna.
Kesimpulan: Perubahan sudut vertikal sebesar 100 masih dapat ditoleransi untuk melihat panjang gigi pada radiograf intraoral periapikal gigi premolar satu bawah

One of the quality evaluation criteria of a radiograph is the vertical distortion. Vertical distortion is relatively more common in periapical radiographs of the mandibular premolar region.
Objective: To determine the vertical angle changes that can be tolerated in the periapical radiographs of the mandibular
premolars.
Methods: 30 mandibular first premolars that were already extracted and had the length measured clinically as well as radiographically. Periapical radiography projection were then taken with the vertical angle set at 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. The tooth length and the difference of the cusp height were then measured by two observers twice at different times.
Results: Statistically, tooth length at vertical angulation 00, +100, +150, +200, -100, -150 has the p value >0,05, so there is no significant difference. On the other hand, the buccal-lingual cusp difference has the p value <0,05, that means there is a significant difference.
Conclusion: In standard periapical radiography, 100 change from the normal vertical angulation could still be tolerated to measure the vertical dimension or tooth length of the mandibular first premolar tooth."
2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agrita Dridya
"Latar Belakang: Dalam talaksana kasus kedokteran gigi, seringkali dibutuhkan interpretasi gambaran radiograf dengan keakuratan yang tinggi. Meskipun gambaran radiograf diyakini sudah terinterpretasi dengan kualitas mutu yang baik, namun terdapat berbagai faktor yang menyebabkan tetap ada selisih ukuran objek pada gambaran radiograf dengan ukuran sebenarnya. Selisih ukuran ini dapat terjadi dalam arah vertikal, berupa distorsi vertikal. Distorsi vertikal penting untuk diperhatikan oleh klinisi untuk mencegah pengulangan pengambilan foto radiograf dan menghindari paparan radiasi berlebih pada pasien. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata distorsi vertikal pada radiograf periapikal gigi geligi maksila dan mandibula berdasarkan pengukuran selisih panjang gigi klinis dan radiografis. Metode: Penelitian ini menggunakan 120 sampel rekam medis klinis beserta dengan radiograf periapikal pasien endodontik di RSKGM FKG UI yang dikelompokkan menjadi 60 sampel gigi geligi maksila dan 60 sampel mandibula. Pengukuran estimasi panjang gigi klinis menggunakan rasio ukuran panjang kerja pada data rekam medis dan pengukuran panjang gigi radiograf diukur dari foto radiograf periapikal awal pasien. Ukuran distorsi vertikal didapat dari pengukuran selisih antara panjang gigi radiograf dengan estimasi panjang gigi klinis. Uji reliabilitas intraobserver dan interobserver dilakukan dengan uji ICC dan dilakukan analisa komparatif menggunakan uji mann whitney. Hasil: Hasil analisa menunjukkan nilai rerata distorsi vertikal pada kelompok gigi geligi maksila sebesar 1,58 mm, dengan maksimum 5,53 mm. Nilai rerata distorsi vertikal pada kelompok gigi geligi mandibula sebesar 1,48 mm, dengan nilai maksimum 3,96 mm. Sebanyak 52 (43.33%) sampel mengalami pemanjangan, sebanyak 55 (45.83%) mengalami pemendekan, dan 13 (10.83%) data tidak terdistorsi. Kesimpulan: Rerata pengukuran estimasi panjang gigi klinis dan panjang gigi pada gambaran radiograf tidak berbeda bermakna (p 0,451). Rerata distorsi vertikal pada gigi geligi maksila dan mandibula tidak berbeda bermakna (p 0,975).

Background: In the management of dental cases, it is often necessary to interpret radiographs with high accuracy. Although it is believed that the radiographic image has been interpreted with good quality, there are various factors that cause the difference in the size of the object on the radiographic image to the actual size. The size of this distortion can occur in the vertical direction, in the form of vertical distortion. Vertical distortion is important for clinicians to pay attention to prevent retaking the radiographs and avoid overexposure of radiation on the patient. Objective: To determine the mean value of vertical distortion on periapical radiographs of maxillary and mandibular teeth based on the measurement of the difference in radiographic and actual size of the tooth length. Methods: The study or research is carried out on 120 samples of medical records along with periapical radiographs of endodontic patients at RSKGM FKG UI, divided into 60 samples of maxillary teeth and 60 samples of mandibular teeth. Measurement of estimated clinical tooth length obtained by using the ratio of working length recorded in the medical record, and the measurement of the radiographic tooth length obtained by using the patient's initial periapical radiograph. The measurement of vertical distortion was obtained by measuring the difference between the radiographic and the estimated clinical tooth length. Intraobserver and interobserver reliability tests were performed using the ICC test and comparative analysis was performed using the Mann Whitney test. Results: The results of the analysis showed that the mean of the vertical distortion in the maxillary teeth was 1.58 mm, with a maximum value of 5.53 mm. The mean value of vertical distortion in the mandibular teeth was 1.48 mm, with a maximum value of 3.96 mm. A total of 52 (43.33%) samples were elongated, 55 (45.83%) samples were shortened, and 13 (10.83%) samples were not distorted. Conclusion: The mean measurement of estimated clinical tooth length and tooth length on radiographs was not significantly different (p 0.451). The mean vertical distortion of the maxillary and mandibular teeth was not significantly different (p 0.975)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mikail
"Latar Belakang: Penerapan teknik image enhancement pada radiografi digital saat ini dilakukan berdasarkan preferensi subjektif pengamat. Pengaturan peningkatan citra dilakukan untuk memperjelas citra radiografi, antara lain dengan mengubah kecerahan dan kontras, sehingga memudahkan interpretasi dalam penanganan kasus. Tujuan: Untuk mengetahui toleransi nilai kecerahan dan kontras pada radiografi digital kasus periodontitis apikal dan abses apikal dini yang gambaran radiografinya sulit dibedakan. Metode: Menyesuaikan pengaturan peningkatan gambar dengan menyesuaikan nilai kecerahan dan kontras pada nilai +10, +15, -10, -15 yang akan diamati, diproses, dan dianalisis menggunakan perangkat lunak analisis data. Hasil: Kisaran nilai yang dapat ditoleransi dalam pengaturan peningkatan dan penurunan kecerahan dan kontras pada kasus periodontitis apikal dan abses apikal dini adalah di bawah +10 dan di bawah -10. Kesimpulan: Mengatur kecerahan dan kontras ke nilai di atas 10 untuk peningkatan dan penurunan dapat mengubah informasi diagnostik secara signifikan.

Background: The application of image enhancement techniques in digital radiography is currently carried out based on the subjective preference of the observer. Image enhancement settings are made to clarify the radiographic image, among others by changing the brightness and contrast, so as to facilitate interpretation in case management. Objective: To determine the tolerance for brightness and contrast values ​​on digital radiography of cases of apical periodontitis and early apical abscess whose radiographic features are difficult to distinguish. Method: Adjust the image enhancement settings by adjusting the brightness and contrast values ​​at +10, +15, -10, -15 values ​​to be observed, processed, and analyzed using data analysis software. Results: The range of tolerable values ​​in the setting of increasing and decreasing brightness and contrast in cases of apical periodontitis and early apical abscess was below +10 and below -10. Conclusion: Setting the brightness and contrast to values ​​above 10 for increase and decrease can significantly change the diagnostic information."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Rose Nandiasa
"ABSTRAK
Latar Belakang: Dalam bidang forensik, pengukuran radiografis gigi belum banyak diteliti. Perlu dikembangkan metode pengukuran yang sederhana yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan identifikasi personal.
Tujuan: Menganalisis keakurasian pengukuran gigi untuk identifikasi personal.
Metode: Perbandingan pengukuran tujuh titik anatomis pada premolar kedua dan molar pertama rahang bawah dengan perangkat lunak radiografis digital dan manual.
Hasil dan Kesimpulan: Didapatkan tujuh titik anatomis acuan yang reliabel dan metode pengukuran gigi yang akurat untuk kepentingan identifikasi personal.

ABSTRACT
Background: In forensic field, research about tooth measurement is still limited. Simple measurement method needs to be developed for personal identification puspose.
Aim: To analyze the accuracy of tooth measurement for personal identification.
Methods: Measurement comparation of seven reference points on ,mandibular second premolar and first molar using digital radiography software and manual.
Result and Summary: Reliable seven reference points and accurate tooth measurement method have been developed for personal identification purpose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Adelia Armando
"Latar Belakang: Estimasi usia dalam kedokteran gigi forensik memiliki peran penting dalam identifikasi individu dan penentuan status hukum seseorang. Metode estimasi usia menggunakan rasio panjang dan lebar pulpa (PL/W) pada gigi insisif lateral maksila melalui radiograf panoramik digital telah dikembangkan, namun akurasinya pada berbagai kelompok usia masih perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi antara rasio PL/W dengan usia kronologis, validitas persamaan regresi yang dihasilkan, dan akurasi metode PL/W pada berbagai kelompok usia dalam estimasi usia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akurasi metode estimasi usia kronologis menggunakan rasio panjang dan lebar pulpa (PL/W) pada insisif lateral maksila melalui radiograf panoramik pada berbagai kelompok usia. Metode Penelitian: Penelitian cross-sectional dilakukan pada 125 subjek (75 laki-laki, 50 perempuan) berusia 18-60 tahun menggunakan radiograf panoramik digital. Pengukuran panjang pulpa (PL) dan lebar pulpa (W) dilakukan pada insisif lateral maksila menggunakan software NOVApacs dan i-Dixel. Analisis statistik meliputi uji reliabilitas, korelasi, regresi linear, dan validasi model. Hasil Penelitian: Metode rasio PL/W menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan usia kronologis. Model regresi menunjukkan tingkat akurasi yang moderat, dengan hasil terbaik pada kelompok usia 30-39 tahun. Estimasi usia pada kelompok perempuan lebih akurat dibandingkan laki-laki. Kesimpulan: Metode rasio PL/W pada insisif lateral maksila dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk estimasi usia pada populasi Indonesia, dengan akurasi terbaik pada kelompok usia 30-39 tahun. Namun, diperlukan penelitian lanjutan dengan distribusi sampel yang lebih seimbang untuk validasi lebih lanjut.

Background: Age estimation in forensic dentistry plays a crucial role in individual identification and legal status determination. The age estimation method using pulp length and width ratio (PL/W) on maxillary lateral incisors through digital panoramic radiographs has been developed; however, its accuracy across different age groups requires further investigation. This study aimed to analyze the correlation between PL/W ratio and chronological age, the validity of the resulting regression equation, and the accuracy of the PL/W method across different age groups in age estimation. Objective: This study aimed to analyze the accuracy of chronological age estimation using pulp length and width ratio (PL/W) on maxillary lateral incisors through panoramic radiographs across different age groups. Methods: A cross-sectional study was conducted on 125 subjects (75 males, 50 females) aged 18-60 years using digital panoramic radiographs. Pulp length (PL) and width (W) measurements were performed on maxillary lateral incisors using NOVApacs and i-Dixel software. Statistical analysis included reliability testing, correlation, linear regression, and model validation. Results: The PL/W ratio method showed a strong positive correlation with chronological age. The regression model demonstrated a moderate predictive capability, with better accuracy in the 30-39 age group. Females had a lower estimation error compared to males. Conclusion: The PL/W ratio method on maxillary lateral incisors can be used as an alternative method for age estimation in the Indonesian population, with the best accuracy in the 30-39 age group. However, further research with a more balanced sample distribution is needed for further validation."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Susanty
"Latar belakang: Meningkatnya kebutuhan estetik pasien edentulous terutama untuk mendapatkan hasil warna elemen gigi tiruan yang akurat merupakan suatu tantangan bagi dokter gigi, khususnya prosthodontis. Namun belum ada data mengenai ketiga gigi anterior untuk pemilihan warna gigi yang lebih estetis. Terbatasnya informasi tentang penentuan warna gigi berdasarkan usia, jenis kelamin dan warna kulit menyulitkan untuk memilih warna elemen gigi tiruan pada pasien yang tidak bergigi.
Tujuan: Menganalisis perbedaan warna antara ketiga geligi anterior atas dan menganalisis hubungan warna gigi insisif sentral rahang atas dengan kelompok usia, jenis kelamin dan warna kulit.
Metode: Cross sectional pada 84 subjek dengan penentuan warna gigi menggunakan spektrofotometer pada gigi insisif sentral, insisif lateral dan kaninus rahang atas. Warna kulit dicocokkan dengan Wardah compact shade guide powder sesuai klasifikasi warna kulit Fitzpatrick.
Hasil: Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan terdapat perbedaan warna yang bermakna antara gigi insisif sentral, insisif lateral dan kaninus (p < 0,05). Hasil Uji Chi-Square mendapatkan hasil yang bermakna warna gigi berdasarkan usia (p < 0,05) namun tidak bermakna pada perbedaan jenis kelamin dan warna kulit (p > 0,05).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan warna antara ketiga geligi anterior atas. Faktor usia mempengaruhi warna gigi namun jenis kelamin dan warna kulit tidak mempengaruhi warna gigi.

Background: Esthetic demands for fully edentulous patients to get a natural tooth colour of denture treatment has been increasing and become a challenge for dentist, especially prosthodontist There is presently no available data about anterior maxillary tooth shades and limited information in relationship between tooth shades with age, gender and skin tone has made difficulties for edentulous patients on their complete denture.
Objective: To analyze the shade differences of maxillary anterior teeth and also to analyze the relationship between shades of maxillary central incisor with age, gender and skin tone.
Methods: Cross sectional study was performed towards 84 subjects using spectrophotometer on maxillary central incisor, lateral incisor and canine. Wardah compact powder shade guide were used to examine skin type according Fitzpatrick's classification.
Result: Kruskal Wallis test showed there was a significant shades difference between maxillary central incisor, lateral incisor and canine (p<0,05). Chi-Square test showed there was a significancy relationship maxillary central incisors shade with age (p<0,05) but no significancy different in relation with gender and skin tone (p>0,05).
Conclusion: there is a shade differences between maxillary anterior teeth. Age factor has influence of tooth shade determination but there is no relation between tooth shade with gender and skin tone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Adriani
"Pengukuran inklinasi insisif atas dan pola skeletal vertikal menggunakan berbagai bidang referensi sefalometri seperti bidang SN, FHP, dan maksila. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran dan skor interpretasi sudut inklinasi insisif atas antara sudut I?SN dengan I?MxP dan pola skeletal vertikal antara sudut FMPA, SNMP, dan MMPA. Pengukuran dilakukan pada 25 sefalogram. Terdapat perbedaan hasil pengukuran dan skor interpretasi yang bermakna (p<0,05) antara sudut I?SN dan I?MxP, dan antara FMPA, SNMP, dan MMPA. Pengukuran inklinasi insisif dan pola skeletal vertikal dengan menggunakan bidang referensi sefalometri berbeda dapat memberikan hasil interpretasi yang berbeda.

Upper incisor inclination and vertical skeletal pattern measurements use various cephalometric reference planes such as SN plane, FHP, and maxillary plane. This study aims to analyze the difference of measurement results and interpretation scores of upper insicor inclination between I?SN and I?MxP and vertical skeletal pattern between FMPA, SNMP, and MMPA. Measurements were conducted on 25 cephalograms. There was significant measurement results and interpretation scores difference (p<0.05) between I?SN and I?MxP, and between FMPA, SNMP, and MMPA. Upper incisor inclination and vertical skeletal pattern measurements using various cephalometric reference planes can give different interpretation results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>