Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136000 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noke Devina
"Salah satu bahan dasar dari material cetak alginat adalah natrium alginat. Natrium alginat eksperimen dibuat dari ekstraksi rumput laut coklat Sargassum sp. menggunakan perendaman dalam kondisi asam. Hasil natrium alginat diuji kemurnian dan viskositasnya. Natrium Alginat eksperimen dalam penelitian ini memiliki sifat kemurnian yang sesuai dengan bubuk natrium alginat standar dari SIGMA A2158 setelah dilakukan pengujian menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC). Dengan uji viskositas Brookefield, natrium alginat ini memiliki viskositas yang rendah sebesar 45,3 mPas sehingga belum sesuai sebagai bahan dasar material cetak alginat.

Sodium alginate is one of the basic ingredient of the alginate impression material. Experimental sodium alginate was made by extracting Sargassum brown seaweed species using an immersion method in acid. The sodium alginate powder was then tested for its purity and viscosity. Using the High Performance Liquid Chromatography (HPLC) test, the experimental sodium alginate had purity corresponding to the standard sodium alginate powder of SIGMA A2158. Through the Brookefield viscosity test, the experimental sodium alginate had too low viscosity of 45.3 mPas which is not suitable yet for Dental Alginate Impression Material basic ingredient."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuni Rahmadina
"Masih banyak pengguna alginat yang tidak memerhatikan kondisi penyimpanan yang bisa memengaruhi shelf life alginat sehingga kualitasnya perlu dipertanyakan. Oleh karena itu, digunakan alginat dengan tanggal kedaluwarsa berbeda untuk dilihat perbedaan waktu pengerasannya. Adonan alginat dituang ke cincin metal (d= 3 cm, t= 16 mm) dan diuji waktu pengerasannya dengan dengan batang uji (d=6 mm, h=10 cm). Dari hasil analisa statistik, terdapat perbedaan waktu pengerasan yang bermakna (p<0,05) antara alginat yang belum melewati tanggal kedaluwarsa (157 ± 3 detik) dan alginat yang sudah melewati tanggal kedaluwarsa (144 ± 2 detik). Dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi waktu pengerasan alginat.

There are still many issues regarding consumer carelessness in controlling factors that affect alginate shelf life. Two groups of alginate are tested; one group of alginate that hadn’t passed the expired date, and one that had passed the expired date. The mixed alginate is poured into a mould (d= 3 cm, h= 16 mm) and tested with a test rod (d= 6 mm, h= 10 cm). Statistic analysis showed a significant difference in the setting times of alginates before the expired date (157±3 seconds) and after the expired date (144 ± 2seconds). It has been concluded that shelf life can affect alginate setting time.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ramadhani Firdaus
"Pada penelitian ini, nanokomposit alginat/CMC/ZnO telah berhasil disintesis dan didukung dengan karakterisasi menggunakan FTIR, XRD, SEM, EDX, TEM, dan UV-DRS. Alginat dan CMC merupakan biopolimer yang memiliki keunggulan masing-masing dan dapat membentuk komposit dengan sifat yang baik jika digabungkan serta didukung oleh semikonduktor ZnO. Nanokomposit yang diperoleh memiliki band gap 2.94 eV dengan ukuran partikel ZnO sekitar 58 nm. Nanokomposit alginat/CMC/ZnO diaplikasikan untuk uji aktivitas fotokatalitik dari larutan zat warna congo red. Aktivitas fotokatalitik dilakukan dengan sinar UV, matahari, sinar tampak, dan tanpa menggunakan sinar. Keadaan optimum reaksi fotokatalisis diperoleh dengan berat nanokomposit 60 mg, pH larutan pada daerah pH 3, rasio alginat dan CMC (1:1), dan lama reaksi selama 110 menit. Hasil degradasi yang paling baik diperoleh dengan menggunakan sinar matahari. Produk degradasi diuji dengan menggunakan LC-MS lalu diperoleh hasil degradasi yang mendekati senyawa air karena pada hasil degradasi terdapat adanya puncak pada waktu retensi 1.23 yang mengindikasikan bahwa zat warna belum sepenuhnya terdegrasi menjadi senyawa air. Untuk proses fotokatalisis, telah dipelajari studi kinetika dimana reaksi yang berjalan mengikuti kinetika orde satu dengan nilai R2 yaitu 0.9885 dan konstanta laju k sebesar 0.0058 menit-1 dan proses adsorpsi mengukuti isoterm Langmuir dengan R2 sebesar 0.9875. Nanokomposit yang diperoleh dapat menjadi solusi untuk mengurangi limbah zat warna dan bersifat biodegradable sehingga ramah terhadap lingkungan.

In this study, nanocomposite alginate/CMC/ZnO was successfully synthesized and supported by characterization using FTIR, XRD, SEM, EDX, TEM, and UV-DRS. Alginate and CMC are biopolymers that have their advantages and able to form composites with good properties when combined and supported by ZnO semiconductors. The nanocomposite obtained has a band gap of 2.94 eV with a particle size of ZnO of around 58 nm. Alginate/CMC/ZnO nanocomposite was applied to test the photocatalytic activity of a solution of congo red dyes. Photocatalytic activity is carried out with UV light, sun, visible light, and without using light. The optimum condition of the photocatalytic reaction was obtained by weight of 60 mg nanocomposite, pH of the solution at pH 3, alginate and CMC ratio (1: 1), and reaction time for 110 minutes. The best degradation results are obtained using sunlight. The degradation products were tested using LC-MS and then the degradation results were approached due to the water compound because at the degradation results there were peaks at the retention time of 1.23 indicating that the dyestuffs had not been fully degradaded into water compounds. For the photocatalytic process, kinetics studies have been conducted in which the reaction that follows the first order kinetics with the value R2 is 0.9885 and the k constant rate is 0.0058 minutes-1 and the adsorption process follows the Langmuir isotherm with R2 of 0.9875. Nanocomposite can reduce dyestuff waste and be biodegradable so that it is environmentally friendly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyah Wulan Dini
"ABSTRAK
Natrium alginat dapat diisolasi dari ganggang coklat yang akan digunakan untuk sintesis nanokomposit berbasis nano natrium alginat yang diimpregnasi dengan nanopartikel anorganik TiO2 sehingga memiliki sifat unggul yang berasal dari gabungan sifat keduanya. Hasil sintesis yang diperoleh didukung dengan karakterisasi menggunakan instrumentasi FTIR, SEM, TEM, dan XRD. Rendemen natrium alginat hasil isolasi diperoleh sebesar 44,12 . Hasil sintesis nanokomposit berbasis nano natrium alginat-TiO2 dapat diaplikasikan sebagai katalis untuk sintesis 5-hidroksimetilfurfural dari fruktosa yang menjadi alternatif penting dalam pembuatan biofuel dengan karakterisasi menggunakan UV-Vis. Kondisi optimum pembentukan 5-hidroksimetilfurfural dari fruktosa, yaitu pada suhu 120oC selama 60 menit dengan komposisi 180 mg fruktosa dan 50 mg katalis. Diperoleh persen yield sebesar 39,57 . Reaksi pembentukan 5-hidroksimetilfurfural dari fruktosa mengikuti kinetika orde satu dan diperoleh energi aktivasi sebesar 39,93 kJ/mol.

ABSTRACT
Sodium alginate can be isolated from brown seaweed which will be used for synthesis of nanocomposite based on nano sodium alginate that is impregnated with inorganic nanoparticle TiO2, so it has an excellent nature that comes from the combination between both characters. Characterization of synthesis result is conducted by using instrumentation such as FTIR, SEM, TEM, and XRD. The yield of isolated sodium alginate was obtained at 44,12 . The result of nanocomposite based on nano sodium alginate TiO2 synthesis can be applied as a catalyst to synthesis 5 hydroximetilfurfural from fructose which becomes an important alternative in making biofuel using UV Visible spectrophotometer characterization showed by percent yield. The optimum condition of synthesis 5 hydroxymethylfurfural from fructose at 120oC for 60 minutes with 180 mg fructose and 50 mg catalyst. A percent yield of 39,57 was obtained. The kinetic reaction of synthesis 5 hydroxymethylfurfural from fructose follow the first order kinetic and energy activation was obtained at 39,93 kJ mol."
2017
S67393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cika Radezky
"Latar Belakang: Alginat adalah salah satu bahan cetak kedokteran gigi yang paling sering digunakan. Sifat fisik alginat, seperti reproduksi detail, kompatibilitasnya dengan gipsum, dan perubahan dimensi, dapat dipengaruhi waktu penundaan pengecoran. Belum ada studi yang menguji sifat fisik alginat buatan Indonesia jika dibandingkan dengan alginat yang diproduksi di luar negeri. Tujuan: Mengetahui perbedaan reproduksi detail dan kompatibilitas dengan gipsum serta perubahan dimensi antara bahan cetak alginat buatan Indonesia (Hexalgin) dengan bahan cetak alginat buatan luar negeri (GC Aroma Fine Plus Normal Set) jika pengecorannya dengan dental stone ditunda selama 10 menit, 20 menit, dan 30 menit setelah penyemprotan disinfektan. Metode: 20 spesimen Hexalgin dan 20 spesimen GC Aroma Fine Plus Normal Set dibuat berdasarkan standar ISO 1563. Spesimen didesinfeksi dengan natrium hipoklorit 5,25% dan dibungkus paper towel lembap dalam plastik klip tertutup selama 10 menit, 20 menit, 30 menit, atau segera dibilas. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan dental stone tipe III. Perubahan dimensi, reproduksi detail, dan kompatibilitas dengan gipsum diuji sesuai standar ISO 1563 dan ISO 21563, diukur menggunakan kaliper digital serta diamati dengan kamera digital dengan perbesaran 6,3x. Data dianalisis dengan uji One Way Anova dan uji Pearson Chi Square.
Hasil: Rerata perubahan dimensi (%) pada Hexalgin untuk penundaan 10 menit 0,144±0,048, penundaan 20 menit 0,228±0,021, penundaan 30 menit 0,553± 0,042, dan pengecoran segera -0,151±0,031, dan pada GC Aroma Fine Plus Normal Set untuk penundaan 10 menit 0,041±0,018, penundaan 20 menit 0,141±0,021, penundaan 30 menit 0,311±0,026, dan pengecoran segera -0,039±0,034. Rerata perubahan dimensi antara kelompok perlakuan dan antara Hexalgin dengan GC Aroma Fine Plus Normal Set berbeda bermakna (p<0,05). Proporsi reproduksi detail menunjukkan hasil sama yaitu dapat mereproduksi detail. Baik pada alginat Hexalgin maupun GC Aroma Fine Plus Normal Set terdapat skor kompatibilitas dengan gipsum 1, 2, dan 3. Tidak ada spesimen dengan skor 4. Proporsi skor kompatibilitas dengan gipsum Hexalgin dan GC Aroma Fine Plus Normal Set tidak berbeda bermakna (p≥0,05). Proporsi skor kompatibilitas dengan gipsum antara kelompok perlakuan berbeda bermakna (p<0,05). Kesimpulan:Penundaan pengecoran pada bahan cetak alginat buatan Indonesia (Hexalgin) selama 10 menit, 20 menit, dan 30 menit menghasikan perubahan dimensi yang dapat diterima secara klinis, dapat mereproduksi detail dengan baik, dan kompatibel dengan dental stone tipe III.

Background: Alginate is one of the most frequently used dental impression materials. Physical properties of alginate, such as reproduction detail, compatibility with gypsum, and dimensional stability, can be affected by the pouring delay duration. There has been no study about the physical properties of Indonesian-made alginate compared to foreginmade alginate. Objective: To determine the differences in detail reproduction, compatibility with gypsum, and dimensional changes between Indonesian-made alginate impression material (Hexalgin) and foreign-made alginate impression material (GC Aroma Fine Plus Normal Set) if the pouring with dental stone is delayed for 10 minutes, 20 minutes, and 30 minutes after spraying the disinfectant. Materials and Method: 20 specimens of Hexalgin and 20 specimens of GC Aroma Fine Plus Normal Set were made based on ISO 1563 standard. Specimens were disinfected with 5.25% sodium hypochlorite and wrapped in damp paper towels in plastic clips for 10 minutes, 20 minutes, or 30 minutes, or immediately rinsed. Pouring was done using type III dental stone. Dimensional changes, detail reproduction, and compatibility with gypsum were assessed according to ISO 1563 and ISO 21563 standard, measured using digital calipers and a digital camera at 6.3x magnification. Data were analyzed using One Way Anova test and Pearson Chi Square test. Result: The mean dimensional changes (%) on Hexalgin was 0.144±0.048 for 10 minutes delay, 0.228±0.021 for 20 minutes delay, 0.553±0.042 for 30 minutes delay, and -0.151±0.031 for immediate pouring, and for GC Aroma Fine Plus Normal Set it was 0.041±0.018 for 10 minutes delay, 0.141±0.021 for 20 minutes delay, 0.311±0.026 for 30 minutes delay, and -0.039±0.034 for immediate pouring. Mean of dimensional changes between treatment groups and between Hexalgin and GC Aroma Fine Plus Normal Set was significantly different (p<0.05). Proportion of detail reproduction showed constant results, details were reproduced. Both alginates had compatibility with gypsum scores of "
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Noerdin
"Bahan cetak gigi alginat berfungsi dalam membuat reproduksi dari gigi dan jaringan sekitarnya pada proses pembuatan gigi tiruan. Bahan cetak gigi alginat sampai saat ini sangat popular penggunaannya di kalangan kedokteran gigi Indonesia karena harganya terjangkau dan banyak tersedia di pasaran. Bahan cetak ini masih harus diimpor dari luar negeri. Sebagai akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, di beberapa daerah bahan cetak alginat ini menjadi lebih mahal harganya sampai empat kaii lipat dan langka di pasaran. Untuk mengatasi situasi tersebut diperoleh informasi dari sejawat dokter gigi yang bertugas di Sumatera Selatan menambahkan bubuk pati ubi kayu (Manihot Utilisima) ke dalam bubuk bahan cetak gigi alginat pada proses pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, dengan perbandingan 1:1 sebagai langkah penghematan menghasilkan permukaan cukup halus dan kualitas detail cetakan yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi penambahan pati ubi kayu (Manihot utilisima) pada bubuk bahan cetak kemasan terhadap hasil reproduksi detail cetakan gips tipe III sesuai dengan ketentuan ANSI/ADA no. 18 atau ISO 1563 tahun 1978. Mengingat bubuk alginat murni yang berasal dari algae coklat banyak dibudi dayakan di berbagai daerah di Indonesia, dalam penelitian ini dicoba juga kemungkinannya untuk di kembangkan sebagai bahan cetak gigi alginat.
Sebanyak 120 spesimen dibagi dalam 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 20 spesimen. Kelompok A1 sampai dengan A5 adalah kelompok bahan cetak alginat yang dicampur dengan pati ubi kayu, dengan perbandingan secara berurutan dari 55%:45% ; 52,5%:47,5% ; 50%:50% ; 47,5%:52,5% ; 45%: 55%, sedangkan A0 merupakan kontrol tanpa penambahan pati ubi kayu. Setiap kelompok dibuat adonan alginat dengan cara dicampurkan bahan cetak alginat dengan air dan dilakukan pengadukan selama 10 detik; kemudian alat uji reproduksi detail (ISO 1563/1978) dicetak dengan bahan cetak. Dan hasilnya kemudian dicor dengan adonan gips tipe III yang dibuat sesuai petunjuk pabrik. Setelah mengeras, gips hasil pengecoran reproduksi detail garis dengan kedalaman garis 0,050 dan 0,075 dianalisa dibawah mikroskop stereo.
Terlihat penurunan hasil reproduksi detail dengan bertambahnya konsentrasi pati ubi kayu. Semakin sedikit konsentrasi pati ubi kayu yang ditambahkan ke dalam bahan cetak alginat sampai perbandingan 47,5%:52,5% akan menghasilkan reproduksi detail yang masih berada pada ketentuan pada kedalaman garis 0,050 mm. Setelah dilakukan uji t statistik (a =0) diperoleh p a 0,05. Hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan hasil reproduksi detail dari bahan cetak alginat yang dicampur dengan pati ubi kayu tidak bermakna bila dibandingkan dengan hasil reproduksi detail dari bahan cetak kemasan tanpa dicampur ubi kayu.
Penelitian yang menggunakan bubuk algin murni dari algae coklat dicampur pati ubi kayu, dengan penambahan bahan kimia K2S04 1,5% belum dapat menghasilkan cetakan reproduksi detail yang baik, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan bahan kimia tertentu untuk menyempurnakan proses gelatinisasi dari campuran."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Najmi Maulidaningrat
"Latar Belakang: Hasil cetakan alginat yang dikeluarkan dari rongga mulut pasien mengandung banyak mikroorganisme, sehingga beresiko terjadinya infeksi silang. Oleh karena itu, diperlukan prosedur disinfeksi dan terdapat teknik baru, yaitu swa-disinfeksi. Indonesia telah memproduksi material cetak alginat sendiri, yaitu Hexalgin. Belum ada penelitian mengenai pengaruh penggunaan obat kumur antiseptik sebagai agen swa-disinfeksi terhadap sifat pada material cetak alginat Hexalgin. Tujuan: Mengetahui waktu pengerasan dan pemulihan elastis material cetak alginat Hexalgin menggunakan obat kumur antiseptik sebagai agen swa-disinfeksi. Metode: Spesimen dibuat sebanyak 36 dan dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan obat kumur antiseptik yang berbeda. Dilakukan pengujian waktu pengerasan dan pemulihan elastis mengikuti standar ISO 21563 tahun 2013. Analisis data secara statistik pada pengujian waktu pengerasan menggunakan uji One Way Anova dan uji Post-Hoc Bonferroni, sedangkan pada pengujian pemulihan elastis menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji Post-Hoc Mann-Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p<0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan terhadap nilai waktu pengerasan dan pemulihan elastis. Kesimpulan: Material cetak alginat dengan obat kumur antiseptik memiliki waktu pengerasan lebih lama dibandingkan dengan material cetak alginat dengan akuades. Material cetak Hexalgin dengan obat kumur antiseptik memiliki pemulihan elastis lebih tinggi dibandingkan dengan material cetak alginat Hexalgin dengan akuades, kecuali obat kumur listerine.

Background: Alginate impressions that have been removed from the patient's oral cavity contain many microorganisms, so there is a risk of cross-infection. Therefore, a disinfection procedure is needed and there is a new technique, called self-disinfecting. Indonesian has produced its own alginate impression material, namely Hexalgin. There has been no research on the effect of using antiseptic mouthwash as a self-disinfecting agent on the properties of Hexalgin. Objective: Determine the setting time and elastic recovery of Hexalgin using antiseptic mouthwash as a self-disinfecting agent. Methods: There were 36 specimens made and divided into 6 different antiseptic mouthwash treatment groups. The setting time test and elastic recovery test were carried out according to ISO 21563 2013 standards. Statistical analysis of the data on the setting time test used the One Way Anova test and the Bonferroni Post-Hoc test, while the elastic recovery test used the Kruskal Wallis test and the Post-Hoc Mann-Whitney test. Results: There was a statistically significant difference (p<0.05) between the control group and the treatment groups to the setting time and the elastic recovery value. Conclusion: Alginate impression material with antiseptic mouthwash has a longer setting time compared to alginate impression material with distilled water. Hexalgin with antiseptic mouthwash has higher elastic recovery compared to Hexalgin with distilled water, except Listerine mouthwash."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manappallil, John J.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2016
617.695 MAN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"Material tambal amalgam sebagai material tambal gigi belakang sampai saat ini masih merupakan produk luar negeri terutama amalgam kandungan tembaga tinggi atau amalgam modern yang belum diproduksi di Indonesia. Dengan adanya kekayaan hasil tambang perak, timah, tembaga di Indonesia maka bahan-bahan tersebut perlu didayagunakan untuk membuat suatu paduan amalgam modern atau tembaga tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan bahan tambal amalgam tembaga tinggi buatan Indonesia dengan mutu yang dapat bersaing dengan produk luar negeri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu material tambal amalgam tembaga tinggi yang memenuhi standar dan dapat diproduksi di Indonesia serta terjangkau masyarakat Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris in vitro dari 5 macam paduan amalgam tembaga tinggi dengan komposisi yang telah ditentukan dan dibuat dengan teknik pembuatan amalgam produk dalam negeri, serta 1 macam paduan amalgam tembaga tinggi komersial buatan luar negeri sebagai kontrol.
Tahap pertama penelitian ini adalah menentukan perbandingan bubuk paduan amalgam yang dibuat dengan Hg, melakukan triturasi atau pencampuran bubuk paduan amalgam dengan Hg sehingga didapatkan suatu spesimen tamba.lan amalgam yang memenuhi standar ISO No. 1559 tahun 1986. Selanjutnya dilakukan identifikasi fasa-fasa yang terjadi pada paduan amalgam yang dibuat serta amalgam yang telah dicampur dengan Hg. Identifikasi ini dilakukan dengan teknik difraksi sinar-X, dimana nilai 2e yang didapatkan dari puncak pola diffraksi dihitung dengan rumus Bragg untuk mendapatkan jarak d dari bidang kristal. Kemudian dengan jarak d tersebut dan intensitas relatifnya yang dianalisa menurut metode Hannawalt, maka dapat diketahui fasa-fasa yang terdapat pada serbuk amalgam serta informasi struktur kristal dari masing-masing fasa tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbaikan dalam perbandingan bubuk paduan amalgam dengan Hg pada amalgam tembaga tinggi yang dibuat dengan ukuran partikel 45 p yaitu menjadi 5 : 5,75, dibandingkan dengan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan (5 : 7). Untuk ukuran partikel 38, perbandingan yang didapat adalah 5 : 6 , dimana waktu triturasi adalah 20 detik dengan kecepatan triturasi 3000 rpm. Dari hasil analisa kualitatif dengan diffraksi sinar-X didapatkan bahwa kelima bubuk paduan amalgam yang dibuat terdiri dari fasa dominan r (Ag3Sn) dan fasa (CusSn) yang sesuai dengan fasa yang terdapat pada bubuk paduan amalgam kontrol. Pada amalgam yang telah dicampur dengan Hg. kelima amalgam yang dibuat umumnya menunjukkan adanya fasa dominan (Ag2Hg3), (Cu6Sn5) dan sejumlah kecil sisa fasa r (Ag3Sn). Fasa yang paling lemah yaitu r2 (Sn7Hg) terdeteksi pada amalgam yang tidak mengandung Palladium. Hasil analisa diffraksi sinar-X ini pada amalgam II (59Ag-27Sn-13Cu-lPd) memperlihatkan puncak-puncak difraksi yang sama dengan amalgam kontrol (amalgam komersial). Walaupun gambaran mikrostruktur amalgam yang dibuat berdasarkan analisa diffraksi sinar-X menunjukkan hasil yang sesuai dengan mikrostruktur dari suatu amalgam yang dapat diterima sebagai suatu tambalan, namun hal ini perlu didukung dan dibuktikan lebih lanjut dengan pengujian sifat-sifat fisik-mekanik dan kimia secara laboratoris serta penelitian klinis pendahuluan.

Indonesian's High Copper Amalgam as Dental Materials RestorationHigh copper dental amalgams as posterior tooth filling materials are still imported and have not been produced in Indonesia. The rich mining of silver, copper and tin of Indonesia should be used as raw materials in producing new modern Indonesian high copper amalgam with the same standard quality of the imported amalgams.
The goal of this research is to produce standard dental high copper amalgam of Indonesia that can also be achieved by the society. This research is an in vitro laboratory study of one commercial alloy as reference and 5 alloys of different compositions which are produced by the local technique of producing dental amalgams.
The first step of the research is to determine the alloy-mercury ratio for the amalgam produced and follow the trituration and condensation procedures to prepare standard amalgam specimens according to ISO 1559- 1986. These alloys and their corresponding amalgams were then analyzed by X-ray diffraction technique to determine their microstructures and phases. The 2e value from the diffraction peaks are calculated according to Bragg's equation to obtain the d spacings of the crystal plane. By these d spacings and their relative intensities analyzed by Hanawalt method , the phases and their crystal structures can be determined.
The result of the study showed an improvement on the alloy-mercury ratio of the amalgam produced with the particle size of 45 N , to 5 : 5.75 compared to the previous study of 5 7. For the particles of 38 p, the ratio was 5 6 with the trituration time of 20 seconds and 3000 rpm. From the qualitative x-ray diffraction analysis it was concluded that the 5 alloys powder produced consist of mainly y phase (Ag3Sn) dan a small amount of a phase (Cu3Sn). The corresponding amalgams consist of ri phase (Ag2Hg3), phase (Cu6Sn5) and a small amount of unreacted particles of Y phase (Ag3Sn). The weak phases of r2 (Sn7Hg) are detected in the amalgam produced without palladium. It is also shown that the diffraction peaks analysis of amalgam II (59Ag-27Sn-13Cu-1Pd) are the same as the diffraction peaks of the commercial reference amalgam. Eventhough the microstructure (from x-ray diffraction analysis) of the amalgam produced is in agreement with the microstructure of a suitable dental amalgam restoration, the physical, mechanical and chemical as well as biological behaviour of these amalgams must be further investigated.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"Material tambal amalgam sebagai material tambal gigi belakang sampai saat ini masih merupakan produk luar negeri, terutama amalgam kandungan tembaga tinggi. Pada tahun pertama penelitian ini telah dapat dibuat amalgam kandungan tembaga tinggi. Identifikasi fasafasa yang ada baik pada paduan amalgam maupun amalgamnya telah dilakukan dengan teknik diffraksi sinar-x. Dari hasil analisa kualitatif dengan diffraksi sinar-x, didapat bahwa paduan amalgam dan amalgamnya terdiri dari fasa-fasa yang sesuai dengan fasa-fasa yang terdapat pada amalgam kontrol. Walaupun secara fisik telah sesuai dengan amalgam kontrol, namun perlu diketahui kekuatan ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Sehingga pada tahun kedua ini telah dilakukan uji sifat fisik, mekanik, kimia, dan Jaya tahan korosi dad amalgam yang telah dibuat pada tahun pertama. Pengujian ini dilakukan sesuai standar dan acuan yang ada, dan kemudian dibandingkan dengan amalgam kontrol.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan material tambal amalgam kandungan tembaga tinggi yang memenuhi standar mutu dan dapat diproduksi di Indonesia serta terjangkau oleh masyarakat.
Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris in vitro dari 2 macam amalgam kandungan tembaga tinggi yang telah dibuat, dan 1 macam amalgam produk luar negeri sebagai kontrol. Komposisi kirnia amalgam I adalah 60Ag-27Sn-13Cu, dan amalgam II adalah 59Ag-27Sn-13Cu-lPd. Penelitian ini meliputi uji perubahan dimensi, uji kekerasan, Creep, emisi nap Hg, sifat termal, korosi, dan metalografi. Bentuk dan cara pembuatan spesimen dilakukan sesuai standar ISO 1559-1986. Cara uji dan evaluasi hasil uji untuk perubahan dimensi dan sifat Creep dilakukan berdasarkan standar ISO 1559-1986. Pengujian sifat termal dan kehilangan berat saat pemanasan menggunakan Differential Scanning Calorimeter dan
Thermogravimeter yang dilengkapi dengan program untuk menganalisa hasil pemanasan. Uji kekerasan mengacu kepada literatur yang ada, karena masih belum ada standar untuk kekerasan amalgam. Demikian pula untuk uji emisi uap Hg dan uji korosi. Dalam hal uji korosi, kecepatan korosi dihitung berdasarkan standar ASTM G 102 - 89.
Dari hasil uji perubahan dimensi, amalgam I dan II mempunyai nilai perubahan dimensi yang lebih kecil daripada amalgam kontrol. Nilai perubahan dimensi untuk amalgam I adalah - 1,8 mikron/cm, - 2,3 mikron/em untuk amalgam II, dan - 2,8 mikron/cm untuk amalgam kontrol. Hasil ini memenuhi standar, karena standar menetapkan maksimum perubahan dimensi adalah ± 20 mikronlcm. Pengujian creep pada amalgam I dan II mengalami fracture sebelum pengujian selesai, sehingga belum didapat nilai creep dari amalgam I dan Amalgam kontrol mempunyai nilai creep 1,8 %, dimana standar menetapkan creep maksimum adalah 3 %. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sifat creep dari amalgam I dan II. Uji kekerasan permukaan amalgam yang telah mengeras sempuma menghasilkan nilai kekerasan yang dapat diterima berdasarkan acuan yang dipakai, yaitu bahwa kekerasan amalgam adalah 90 -110 VHN. Uji kekerasan pada amalgam I menghasilkan nilai kekerasan 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VHN dan amalgam kontrol 145,7 VHN. Pada pemanasan terjadi transformasi fasa y~ menjadi fasa RI pada amalgam I, II, dan amalgam kontrol. Pada amalgam I transformasi terjadi pada temperatur 88° C, amalgam II mengalami transformasi pada temperatur 110,20 C dan amalgam kontrol pada temperatur 108,5° C. Pada transformasi ini tidak terjadi pembebasan Hg yang dibuktikan dengan uji kehilangan berat, dimana pemanasan sampai 200° C menunjukkan tidak ada perubahan berat dalam amalgam. Peranan penambahan palladium terlihat pada amalgam II, dimana Pd 1 % berat dapat menstabilkan sifat termal amalgam. Dari hasil uji emisi uap Hg, maka amalgam I, II, dan amalgam kontrol melepaskan Ag, Hg, dan Cu ke dalam larutan elektrolit, terutama larutan elektrolit yang mengandung ion Cl dan fosfat. Perak dan Cu secara umum paling banyak dilepaskan oleh amalgam kontrol, dan Hg oleh amalgam IL Dari beberapa literatur nilai pelepasan elemen-elemen tersebut sangat bervariasi sehingga sulit menetapkan batas-batas yang sesuai untuk masing-masing amalgam. Pada pengujian korosi didapat kecepatan korosi yang paling tinggi pada amalgam kontrol. Amalgam I mengalami kecepatan korosi yang Iebih rendah dari amalgam II. Dari uji metalografi didapat gambaran mikrostruktur permukaan amalgam I, II, dan amalgam kontrol.. Gambaran metalografi ini menunjukkan bahwa permukaan amalgam terdiri dari banyak fasa.
Dari hasil keseluruhan uji laboratoris in vitro terhadap sifat fisik, mekanik, kimia,.dan daya tahan korosi serta metalografi dari amalgam I, II dan amalgam kontrol, didapat bahwa amalgam I dan II masih perlu diperbaiki untuk sifat creep yang berarti menyangkut ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Peranan palladium hanya terlihat pada sifat termal dan belum terlihat pada sifat mekanik dan korosi, meskipun laju korosi amalgam II lebih rendah dari amalgam kontrol.

As a Dental Materials RestorationDental amalgam especially High Cu amalgams used in Indonesia, are usually imported from foreign countries. In the first year of the research a high cu amalgam has been produced. Phase identification had been conducted both in the amalgam allyos and the corresponding amalgams by means of x-ray diffraction techniques. The qualitative x-ray diffraction analysis revealed that the fabricated alloys and its corresponding amalgams contained the same phases as the amalgam control (Solila Nova, England), although the interaction between and within these phases must also be considered to be determine further. On the second year of the research, the test had been followed by the determination of physical, mechanical, chemical as well as the corrosion properties of the fabricated high cu amalgams based on International standar and references, and then compared to the amalgam control.
The purpose of this study is to develop a composition of high Cu amalgam with the following conditions: It can be fabricated in Indonesia, it can he applied in broad range of clinical situations, and inexpensive compared to alternative materials.
This study is in vitro experiment on 2 different compositions of high Cu amalgams fabricated in Indonesia and an imported high Cu amalgams as a control. The composition of these amalgams are 60Ag-27Sn-13Cu for amalgam I, and 59Ag-27Sn-13Cu-lPd for amalgam H. The main test consisted of dimensional change test, microhardness test, static creep, Hg vapor emission, thermal analysis, corrosion resistance and examination of microstructure by metalography. Specimens of amalgams were prepared according to ISO No 1559-1986, as well as the evaluation and testing of dimensional change and creep properties. Determinations on thermal properties were done using Differential Scanninng Calorimeter and therrnografimetric analysis. The evaluations of microhardness results were conducted by literature comparison as there has not been a typical hardness standard test for dental amalgam, and also for the Hg vapor emission test and the corrosion test. The corrosion rate were evaluated according to ASTM standard G 102-89.
The results revealed from the dimensional change examination are both amalgam I and amalgam II had lower dimensional change than the amalgam control. Amalgam I has a dimensional change of - 1,8 micron/cm, amalgam II - 2,3 micron/cm, and the amalgam control has - 2,8 micron/cm. This value is considered accepted with the ISO standard which requires a maximum dimensional change of ± 20 micron/cm. In the creep test, amalgam I and II can not sustain the load and fail before the required time of test has passed. As a result, the creep value of amalgam I and II can not be determined. As for the amalgam control, the creep value was 1,8 % which is below the ISO standard requirements (max 3%). For this reason, investigation should be continued to develop and improve the creep properties of the amalgams. Based on literature and references, the hardness of set amalgams were between 90 - 110 VHN. The hardness number of amalgam I was 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VIN and the amalgam control was 145,7 VHN. The results of thermal analysis were as follows ; during heating y, phase will transfom into P, phase. In amalgam I, the phase transformation was detected at 88° C, amalgam II at 110,2° C and the amalgam control at 108,5° C. In the phase transition, the weight of the specimens remained the same after heated to 200° C. This condition can be regarded as a condition that there is no Hg release and that the addition of Pd stabilized the thermal properties of amalgam II. The evaluation of the vapor emission test using Atomic absorbtion spectrophotometer represented a result of the emission of Ag, Hg, and Cu into the electrolyte solution especially which contains CI and phosphate ions. Amalgam control released more Ag and Cu and amalgam II released more Hg than amalgam I. There are various datas in the literature concerning the quantity of the elements emission of dental amalgam into the solution, which more difficult to determine the quantity level of element emission of the amalgams. The corrosion test of the amalgams showed that the corrosion rate of amalgam control was higher than amalgam I and II, and the corrosion rate of amalgam I was less than amalgam II. The metalography examinations to amalgam I, II, and control provide the information of different phases containing in the setting amalgam.
From all of these tests mentioned above, it can be concluded that this study needs further research to improve the creep properties of the fabricated high cu amalgams and to clarify the interaction between the amalgam phases. The effect of palladium addition can be seen in the improvement of thermal stability but can not give a shoug evidence in the improvement of mechanical properties and corrosion resistance, eventhough the corrosion rate of amalgam I and II were lower than amalgam control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP 1994 53a
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>