Ditemukan 153373 dokumen yang sesuai dengan query
Peranginangin, Hizkia
"Skripsi ini membahas tentang dugaan praktik kartel kedelai impor yang dilakukan oleh beberapa perusahaan importir di Indonesia. Dugaan ini timbul setelah adanya tata niaga impor kedelai oleh Kementerian Perdagangan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/PER/8/2013. Berdasarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan, terlihat adanya pembagian kuota impor yang tidak proposional dimana terdapat tiga importir yang memiliki jatah impor melebihi 66 persen dari total kuota impor yang memberikan peluang sangat besar untuk dapat dilakukannya kartel yang melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Terlebih lagi dugaan ini diperkuat dengan adanya kelangkaan komoditas kedelai di pasar yang mengakibatkan melambungnya harga kedelai di Indonesia sekaligus tercatat sebagai harga kedelai termahal yang pernah ada. Namun pembuktian terjadinya praktik kartel bukanlah perkara yang mudah. Dituntut peran KPPU yang optimal dalam menjalankan fungsinya untuk membuktikan apakah benar terjadi kartel atau tidak.
This thesis analyzes the alleged of cartel practices of imported soybeans by some importer companies in Indonesia. These allegations arose after the Trade Ministry made a new trade system of imported soybeans by promulgating the regulation of the Minister of Trade No. 45/M-DAG/PER/8/2013. Based on a letter of approval to import, the division of the import quota to each importers is not propotional, where there were three importers who have more than 66 percent quota of the total import quota. That gives enormous opportunities to be able to do the cartels that violate the provisions of article 11 of Regulation Number 5 Year 1999. Moreover, these allegations were reinforced by the scarcity of soybeans commodity in the market that led to soaring price of soybean in Indonesia and also listed as the most expensive ever. But proving the cartel practices is not an easy matter. Optimal KPPU's role demands in carrying out its functions to prove whether or not the cartel does occur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54549
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mona Nadya
"Industri perbankan sangat berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Agar pembangunan dalam suatu negara dapat terus berjalan, maka kredit yang difasilitasi oleh bank sebagai salah satu sarana terpenting dalam penyaluran modal bagi usaha negara dan swasta, harus tetap dijaga kestabilannya. Tingkat kestabilan kredit di Indonesia dapat dilihat melalui besaran suku bunga kredit. Selain itu, persaingan antar bank umum juga memiliki pengaruh terhadap kestabilan suku bunga kredit di Indonesia. Kenaikan tingkat suku bunga kredit yang terlalu tinggi dapat menghambat pembangunan negara dan menjadi beban pada roda perekonomian negara maupun masyarakat sebagai pelaku usaha yang melakukan investasi. Keberadaan persaingan dalam industri perbankan di Indonesia pada umumnya akan menciptakan persaingan diantara para pelaku usaha yang akhirnya akan menguntungkan masyarakat melalui persaingan harga. Namun mulai pertengahan tahun 2011 ditemukan indikasi oleh KPPU bahwa terdapat bank umum besar baik negeri maupun swasta melakukan persaingan usaha tidak sehat melalui kartel. Dimana melalui kartel tersebut suku bunga bank menjadi tinggi dan memiliki besaran yang serupa. Besaran bunga bank yang dirasa terlampau tinggi tersebut kemudian dikhawatirkan dapat menghambat iklim investasi, khususnya pada sektor UMKM. Indikasi ini terus berlanjut hingga pertengahan tahun 2013. Melalui penelitian ini dilakukan analisa terhadap indikasi perjanjian kartel tersebut dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Diharapkan melalui penelitian ini pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54348
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadira Luthfi Alya
"
Kartel adalah hal yang berbahaya, terutama di negara-negara berkembang karena kerusakan pada pasar sering diremehkan. Salah satu cara untuk penegakan hukuman bagi kartel adalah penerapan program keringanan hukuman. Dalam studi ini, implementasi program keringanan hukuman di Brasil, Cina, dan India akan dievaluasi, terutama mengenai tantangannya dalam pelaksanaan implementasi yang efektif. Hambatan di setiap negara diidentifikasi dengan menganalisis tiga pilar implementasi program keringanan hukuman yang efektif yang diberikan oleh Scott D. Hammond. Ketiga negara tersebut berhasil dalam memberi ancaman sanksi berat, meskipun masih berkembang dalam dua pilar lainnya yaitu risiko untuk terdeteksi dan transparansi dalam kebijakan penegakan hukum.
Cartels are harmful, especially in emerging countries because the damages to the market are underestimated. One of the means for cartel enforcement entails the implementation of a leniency program. In this study, the implementation of leniency programs in Brazil, China, and India will be evaluated, specifically its challenges in effective implementation. The obstacles in each country are identified by analyzing three cornerstones of effective leniency program implementation provided by Scott D. Hammond. Those three countries are successful in terms of inducing a threat of severe sanctions, although lacking in the two other cornerstones which are perceived risk of detection and transparency in enforcement policies."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Lubis, Haifa Arief
"Kartel adalah salah satu praktik anti persaingan yang dapat merugikan perekonomian, pelaku usaha, maupun konsumen. Kesulitan mengungkap praktik kartel di antara pelaku usaha adalah karena sifat kerahasiannya. Hal-hal tersebut menjadi alasan berlakunya leniency program di berbagai negara sebagai salah satu instrumen untuk membuktikan kartel. Penelitian ini akan membahas pengaturan leniency program di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan Jepang serta penerapannya menurut hukum persaingan usaha Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Leniency program yang diatur dalam leniency policy di berbagai negara memiliki desain yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan hukum masing-masing negara. Di Indonesia leniency program sempat diatur dalam Perkom No. 4 Tahun 2010 namun ketentuan mengenai leniency tersebut dicabut karena tidak ada landasan hukumnya. Untuk itu perlu dilakukan amandemen terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai payung hukum berlakunya leniency program sebagai salah satu pilihan instrumen pembuktian kartel di Indonesia.
Cartel is one of practices to restrict competition from economic loss that could harm entrepreneurs or even consumers. Difficulty in revealing cartel practice among entrepreneurs is due to its confidentiality which gave birth to leniency program enactment in several countries as an instrument to verify cartel. This research will discuss leniency program in several countries, such as United States, European Union, Australia and Japan, as well as its implementation according to competition law in Indonesia. This research is a normative legal research which uses qualitative analysis. In Indonesia, leniency program once regulated in KPPU Regulation Number 4 Year 2010, but it was revoked due to the absence of legal basis. Therefore Law Number 5 Year 1999 needs amendment as the umbrella act of leniency program enactment which acts as one of cartel verification instruments in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38645
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Wahyu Syuhada
"Kartel adalah salah satu bentuk Perjanjian yang dilarang dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, karena merupakan bentuk praktik anti persaingan yang dapat merugikan sesama pelaku usaha, konsumen, maupun stablitas perekonomian di Indonesia. Hal-hal tersebut mendorong penulis untuk mengusulkan pemberlakuan leniency program sebagai salah satu cara pembuktian Direct Evidence untuk mengungkap praktik kartel dengan mudah dan cepat. Penelitian ini akan membahas pengaturan leniency program di 2 (dua) negara yaitu Uni Eropa dan Jepang sebagai rujukan dalam penerapannya dengan tetap berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia serta membahas potensi pemberlakuan leniency program di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Pemberlakuan leniency program dalam leniency policy di kedua negara (Uni Eropa dan Jepang) walaupun memiliki konsep yang berbeda-beda tetapi tetap memiliki maksud efektifitas dan efisiensi sebagai tujuan dasar dalam penerapannya. Di Indonesia leniency program sempat diatur dalam Perkom No. 4 Tahun 2010 namun ketentuan mengenai leniency tersebut dicabut karena tidak ada landasan hukumnya walaupun potensi penerapannya sudah terlihat dengan adanya RUU anti monopoli dan persaingan usaha yang diatur dalam pasal 64 akan tetapi pembahasan tersebut belum sempat dilanjutkan sejak tahun 2017. Untuk itu perlu dilakukan amademen terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan hukum berlakunya leniency program sebagai salah satu solusi instrumen pembuktian praktik kartel di Indonesia, serta membuat leniency policy dalam bentuk guidelines atau Per-KPPU dalam hal pelaksanaan teknis pengimplementasian leniency program.
Cartel is one form of agreement prohibited in Law Number 5 Year 1999, because it is a form of anti-competitive practice that can harm fellow business actors, consumers, and economic stability in Indonesia. These matters encourage the author to propose the implementation of the leniency program as a way of proving Direct Evidence to reveal cartel practices easily and quickly. This research will discuss the regulation of leniency program in 2 (two) countries, namely the European Union and Japan as a reference in its application while still based on business competition law in Indonesia and discuss the potential for the implementation of leniency program in Indonesia. This research is a normative legal research that uses qualitative analysis. The implementation of leniency program in leniency policy in both countries (European Union and Japan) although has different concepts but still has the intention of effectiveness and efficiency as the basic goal in its application. In Indonesia, the leniency program was regulated in Perkom No. 4 of 2010, but the provisions regarding leniency were revoked because there was no legal basis, although the potential for its application has been seen with the anti-monopoly and business competition bill regulated in article 64, but the discussion has not been continued since 2017. For this reason, it is necessary to amend Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition as the legal basis for the enactment of the leniency program as one of the instrument solutions to prove cartel practices in Indonesia, as well as to make a leniency policy in the form of guidelines or Per-KPPU in terms of technical implementation of the leniency program."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mochammad Fachri Barmansyach
"Pembuktian dan pemberantasan kartel merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi hukum persaingan usaha di Indonesia akibat sulitnya upaya untuk membuktikan keberadaan mengingat sifat dasar kartel yang seringkali dilakukan secara diam-diam. Oleh karena itu, timbul model pembuktian menggunakan circumstantial evidence yang dilakukan menggunakan analisis ekonomi dan komunikasi. Meskipun demikian, selama dua dekade terakhir, hanya sepersekian dari kasus kartel yang terjadi dapat dibuktikan. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait kemungkinan penerapan sistem whistleblower protection sebagai pendukung circumstantial evidence sebagai alat bukti dalam pemberantasan kasus kartel di Indonesia. Penelitian ini akan melakukan perbandingan dengan penerapan sistem whistleblower protection yang telah berlaku di Indonesia serta leniency program yang berlaku di Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif, yang menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa meskipun memiliki konsep yang serupa, penerapan whistleblower protection system tidak serta merta dapat diaplikasikan ke dalam hukum persaingan usaha dikarenakan keberlakuan whistleblower protection di Indonesia pun belum berlangsung secara maksimal. Penelitian ini memberikan saran kepada Pemerintah untuk mendalami urgensi sistem pengampunan dalam pemberantasan kartel, dengan menyempurnakan aplikasi whistleblower protection system yang berlaku di Indonesia.
Abolishing cartels is one of the most pressing issues regarding competition law in Indonesia simply due to the fact that there is a difficulty in detecting cartels as it is done quietly between competitors. Due to the pressing issues that occur, a new form of evidence develops which applies economic and communication analysis called circumstantial evidence. In spite of that, during the last two decades, only a few number of cartels have been proven and dealt with by corresponding law enforcers. This research focuses on a possibility of applying the whistleblower protection system in Indonesia as a means to support circumstantial evidence in abolishing cartels. This research will compare the application of Indonesia’s whistleblower protection system with the USA’s leniency program for cartels. The method used in this research is a juridical-normative approach, using secondary data from literature reviews to analyse the subject at hand. The result of this study indicates that even though the whistleblower protection system and the leniency program share similarities and base themselves on a comparable concept, applying one to the other would result poorly, as the whistleblower protection system in Indonesia still has its issues beforehand. This study provides suggestions to the government of Indonesia to increase its awareness on the urgency of an amnesty system on cartel abolishment by perfecting the whistleblower protection system that is applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tampubolon, Agnes Winda
"
ABSTRAKASEAN Economic Community AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA merupakan bentuk dari integrasi ekonomi yang mengintegrasikan ASEAN ke dalam satu pasar tunggal ASEAN. Hal ini akan meningkatkan aktivitas perdagangan internasional di Asia Tenggara sehingga persaingan akan semakin ketat. Namun kecenderungan para pelaku usaha melakukan monopoli dan persekongkolan sudah menjadi karakter pengusaha yang tidak ingin adanya pesaing, salah satunya dilakukan dalam bentuk kartel lintas batas. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penulis mengacu pada aturan hukum yang ada untuk menjawab masalah dalam penulisan ini. Kebijakan Perdagangan internasional akan menyulitkan terciptanya pengoperasian kartel yang efektif dikarenakan banyak hambatan yang terkikis dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam rangka pengintegrasian pasar tunggal ASEAN ini. Sebagai upaya memerangi kartel lintas batas, kerja sama antara otoritas persaingan di berbagai yurisdiksi di ASEAN sangat dibutuhkan untuk keberhasilan penegakan hukum persaingan di pasar domestik, regional maupun internasional.
ABSTRACTThe ASEAN Economic Community AEC is a form of economic integration that integrates ASEAN into one ASEAN single market. This will increase the activity of international trade in Southeast Asia so that the competition will be tighter. However, the tendency of business actors to monopolize and conspiracy has become the character of entrepreneurs who do not want a competitor, one of which is done in the form of cross border cartel. By using normative legal research methods, the authors refer to the existing legal rules to answer the problem in this writing. International trade policy will make it difficult to create effective cartel operations due to the many obstacles eroded by the policies adopted in order to integrate this ASEAN single market. In an effort to combat the cross border cartel, cooperation between the competition authorities in various jurisdictions in ASEAN is urgently needed for the success of competition law enforcement in the domestic, regional and international markets."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Maulidya Nabila
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan tentang praktik kartel dalam perdagangan garam industri aneka pangan di Indonesia. Dugaan tersebut diperkuat dengan terjadinya hambatan pasokan yang menyebabkan kelangkaan garam industri pada awal tahun 2015, dengan adanya fakta bahwa persediaan garam pada akhir tahun 2014 masih cukup untuk memenuhi kelangkaan. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU, pelaku usaha dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 dikarenakan tidak terpenuhinya unsur mempengaruhi harga dan unsur dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebagai bagian dari unsur pasal terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU tidak tepat dalam membuktikan unsur mempengaruhi harga, dengan hanya memperhatikan signifikansi kenaikan harga di mana berdasarkan hasil penelitian, para pelaku usaha terbukti melanggar Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan menggunakan tipologi penelitian yuridis normatif, dengan tujuan menganalisis Putusan KPPU Nomor 09/KPPU-I/2018 berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2010. Hasil penelitian menyarankan bahwa dibutuhkannya peran pemerintah dan otoritas persaingan usaha untuk membenahi regulasi, disertai adanya peran pelaku usaha untuk selalu memperhatikan rambu-rambu hukum agar dapat mengatasi permasalahan kegiatan usaha importasi garam di Indonesia.
This thesis analyzes the alleged cartel practices in the food grade salt trade in Indonesia. This allegation is reinforced by supply barrier which led to the scarcity of food grade salt in early 2015, despite the fact that the salt stock at the end of 2014 was still sufficient for early 2015 demands. Based on KPPU’s examination, Salt Industry Participants was declared not proven to violate Article 11 of UU No. 5 of 1999 due to the fulfillment of the elements of “affecting prices” and “can lead to monopolistic practices and / or unfair business competition”of Article 11 were not proven. This thesis shows that the KPPU was not right in proving the element of “affecting prices,” by only paying attention to the significance of price increases where based on the results of this research, Salt Industry Participants should have been proven to break Article 11 of Law No. 5 of 1999. This research is a library research conducted using normative juridical research typology, with the aim of analyzing the Verdict of KPPU Number 09/KPPU-1/2018 based on Law No. 5 of 1999 and Commission Regulation No. 4 of 2010. The results of the research suggest that the role of government and KPPU is needed to improve regulations, complemented by the role of Salt Industry Participants to always comply with regulatory requirements in order to overcome the problems of salt import business activities in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hasibuan, Farra Jihan
"Skripsi ini membahas tentang dugaan praktik kartel pada garam industri aneka pangan di Indonesia. Dugaan tersebut muncul dikarenakan terdapat ketidakberesan dalam proses pengajuan impor oleh ketujuh importir yang mengarah kepada dugaan bahwa ketujuh importir telah mengadakan rapat swasembada garam yang menghasilkan kesepakatan untuk mengimpor 397.208 ton garam. Rapat tersebut diduga turut menghasilkan surat melalui Asosiasi Industri Perusahaan Garam Indonesia (AIPGI) pada 8 Juni 2015 yang meminta agar Kementerian Perdagangan menerbitkan rekomendasi dan izin impor garam. Kesepakatan tersebut diduga dilakukan untuk mempermainkan harga garam industri aneka pangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikasi awal kartel membuktikan bahwa ketujuh importir terbukti melakukan pelanggaran pada Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999, namun dibutuhkan bukti lebih yang cukup untuk memperkuat indikasi tersebut.
This thesis discusses the alleged cartel practices in the various food industries salt in Indonesia. The allegation arose because there were irregularities in the process of submitting imports by the seventh reported parties which led to the allegation that the seven reported parties had held a salt self-sufficiency meeting which resulted in an agreement to import 397,208 tons of salt. The meeting allegedly helped produce a letter through the Indonesian Salt Company Industry Association on June 8, 2015 which requested that the Ministry of Trade issue recommendations and import permits for salt. The agreement was allegedly carried out to play with the price of salt for various food industries. The research method used is library research with juridical-normative research types. The results of the study indicate that the initial indication of the cartel proved that the seven reported parties were proven to have violated Article 11 of Law No. 5 of 1999, but more evidence is needed to strengthen these indications."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jeceline Paramitha Setiawan
"Kartel penetapan harga merupakan praktik yang merugikan konsumen dan mengganggu mekanisme pasar yang sehat. Dalam penelitian ini diuraikan mengenai penerapan pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap kasus kartel penetapan harga minyak goreng yang dijelaskan dalam Putusan KPPU Nomor 15/KPPUI/2022. Di Indonesia, cara untuk menentukan pengguna-an pendekatan atau analisis tersebut biasanya dilihat dari ketentuan atau bunyi pasal-pasal dimaksud. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kepastian hukum penerapan pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan analisis penerapan kedua pendekatan tersebut terhadap kasus penetapan harga minyak goreng. Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, yang melibatkan analisis berdasarkan bahan kepustakaan yang bersifat doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU menggunakan pendekatan Rule of Reason dalam menilai kasus ini, di mana penetapan harga oleh pelaku dianggap merugikan persaingan dan konsumen. Pendekatan ini mempertimbangkan konteks dan dampak dari praktik kartel terhadap pasar. Di sisi lain, pendekatan Per Se Illegal menganggap kartel penetapan harga sebagai praktik yang secara otomatis dilarang tanpa mempertimbangkan dampak atau alasan di balik praktik tersebut. Namun, dalam putusannya, KPPU lebih condong menggunakan pendekatan Rule of Reason karena kompleksitas dan konteks pasar minyak goreng yang dinilai. Hal tersebut secara konsep disebut Truncated Rule of Reason yang dipopulerkan pertama kali pada tahun 1894 di Amerika Serikat. Singkatnya, konsep pendekatan ini dapat dianalogikan sebagai suatu konsep “pencangkokan” di antara pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason. Oleh karenanya dalam kasus kartel penetapan harga, diperlukan pembuktian lebih lanjut mengenai dampak mana yang lebih besar untuk melihat efisiensi dan kesejahteraan konsumen. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Rule of Reason oleh KPPU dalam Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022 sesuai dengan kebutuhan untuk menilai praktik kartel secara holistik, mempertimbangkan dampak dan konteks pasar. Meskipun demikian, perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai kedua pendekatan ini agar dapat diterapkan dengan tepat dan efektif dalam kasus-kasus kartel di masa depan.
Price-fixing cartels are practices that harm consumers and disrupt healthy market mechanisms. This study describes the application of the Rule of Reason and Per Se Illegal approaches by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to the cooking oil price fixing cartel case described in KPPU Decision Number 15/KPPUI/2022. In Indonesia, the way to determine the use of these approaches or analyses is usually seen from the provisions or wording of the articles in question. The problem formulations raised in this study are: How is the legal certainty of the application of Per Se Illegal and Rule of Reason approaches based on Law No. 5 Year 1999 and the analysis of the application of the two approaches to the case of cooking oil price fixing. The research method to be used in this research is normative legal research method, which involves analysis based on doctrinal literature materials. The results showed that KPPU used the Rule of Reason approach in assessing this case, where price fixing by the perpetrators was considered detrimental to competition and consumers. This approach considers the context and impact of cartel practices on the market. On the other hand, the Per Se Illegal approach considers a price-fixing cartel as a practice that is automatically prohibited without considering the impact or reasons behind the practice. However, in its decision, KPPU is more inclined to use the Rule of Reason approach due to the complexity and context of the cooking oil market being assessed. This is conceptually called the Truncated Rule of Reason which was first popularized in 1894 in the United States. In short, the concept of this approach can be analogized as a concept of "grafting" between the Per Se Illegal and Rule of Reason approaches. Therefore, in the case of a price fixing cartel, further substantiation is required as to which impact is greater in terms of efficiency and consumer welfare. The conclusion of this study shows that the application of the Rule of Reason approach by the KPPU in Decision No. 15/KPPU-I/2022 is in accordance with the need to assess cartel practices holistically, considering market impact and context. Nonetheless, there is a need for a deeper understanding of these two approaches so that they can be applied appropriately and effectively in future cartel cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library